Rania Paramitha terlihat sangat panik setelah mendapat telepon dari Gaby tetangganya. Wanita itu memberitahu Rania jika ayahnya pingsan di rumah, dan langsung dilarikan di rumah sakit. Gaby juga memberitahu Rania jika obat yang dikonsumsi ayahnya telah habis. Mungkin itu yang membuat ayah Rania pingsan. Katanya setelah berpisah, ayah Rania tidak menikah kembali dan lebih fokus mengurus Rania. Memberikan kehidupan yang layak dan juga pendidikan yang bagus. Walaupun hanya sebatas lulusan SMA. Sedangkan ibu Rania, dia sudah menikah kembali dan memiliki anak bersama dengan suami sambungnya. Ditambah lagi masalah anak, karena waktu itu ayah dan ibu Rania memiliki anak kembar dan perempuan semua. Rania ikut dengan ayahnya, dan saudara kembarnya Rana ikut bersama dengan ibunya. Kehidupan mereka juga sangat bertolak belakang. Dimana Rania serba kekurangan, sedangkan Rana hidup dalam bergelimang harta. Semenjak lulus sekolah Rania yang menggantikan ayahnya mencari uang. Apalagi saat tahu ji
Karena membutuhkan banyak biaya untuk ayahnya, Rania pun akhirnya menyetujui ucapan Rana. Dia menerima tawaran Rana yang akan menikah dengan Abrisam, pria kaya raya yang buta itu. Selama menikah, Rana akan pergi keluar negeri untuk mengasingkan diri. Sedangkan nanti yang akan tinggal bersama dengan Abrisam adalah Rania. Semua ini dia lakukan untuk ayahnya, agar ayahnya sembuh dari penyakitnya dan mampu menemani rania hingga hari bahagianya nanti. Setelah bertemu dengan Rana, dan wanita itu meminta Rania bertemu dengan Abrisam di taman kota. Sayangnya, Rania sudah muter-muter taman ini selama setengah jam, dan Rania tidak bertemu dengan Abrisam sedikitpun. Dia melihat banyak orang yang datang dari ibu-ibu, bapak-ibu, anak-anak dan masih banyak lai. Tapi Rania tidak melihat orang buta yang masuk ke dalam taman ini. Rania memutuskan untuk pulang, hari ini Adhitama harus di operasi pencangkokan jantung. Dia tidak tega jika harus meninggalkan Adhitama sendirian di rumah sakit. Walaupun Ra
"Rana … gimana keadaan Ayah?" tanya Rania khawatir. Rana yang sibuk dengan cat kukunya pun menatap Rania malas. Jika dilihat secara penampilan pun mereka sangat berbeda. Tidak perlu dijelaskan, karena semua orang tahu jika Rana hidup dengan harta. Sedangkan Rania yang hidup jauh dari kata harta. "Baik. Seperti yang kamu lihat!!" jawab Rana cuek. "Operasinya?" Rana menghela nafasnya berat, dia pun menutup botol kecil cat kukunya dan menatap Rania sekali lagi. Saudara kembarnya itu sangat cerewet, dan tidak bisa diam. Seharusnya tanpa bertanya dia tahu, jika ayahnya itu baik-baik saja. Operasinya berjalan dengan lancar, karena Rania pergi cukup lama bersama dengan Abrisam. Tapi tidak masalah yang penting Rana akan terbebas dari pria buta yang sama sekali tidak dia inginkan. Wanita itu bangkit dari duduknya dan memilih pergi. Dia juga sempat meninggalkan beberapa lembar uang, dan juga kontrak perjanjian kerja sama mereka. Jika Rana akan membiayai pengobatan Adhitama hingga sembuh
Sebuah nomor ponsel tak dikenal menelpon Rania beberapa kali. Dia pun menatap nomor ponsel itu dengan aneh. Pasalnya nomor itu telah menelpon Rania sebanyak lima kali. Karena penasaran Rania pun langsung kembali menelpon nomor ponsel itu, siapa tahu saja ada yang penting sampai nomor itu menelponnya sebanyak lima kali. "Hallo … " sapa Rania ketika teleponnya tersambung. "Rana … ini aku Abrisam. Bisa kita ketemu? Aku ingin mengenal kamu jauh lebih dalam lagi." Rania menatap Adhitama dengan nanar, jika dia meninggalkan Adhitama lalu siapa yang akan menjaga ayahnya? Wanita itu hendak menolak, karena dia harus menjaga ayahnya. Tapi ketika melihat pintu rumah sakit di bila begitu lebar, dan masuklah Rana. Tentu saja Rania langsung mengatakan iya pada Abrisam. Dia bisa menemui Abrisam saat ini juga, dan meminta Abrisam untuk menyebutkan tempatnya. Masalah pernikahannya itu, Adhitama menolaknya. Dia tidak setuju jika Rania harus menggantikan posisi Rana. Tapi Rania mencoba membuat Ad
Abrisam meminta Bagas untuk menceritakan apa yang terjadi ketika dia makan malam bersama dengan Rana..bagaimana wajahnya, bentuk rambutnya, pakaian apa yang dia gunakan. Abrisam ingin sekali mengetahui semua itu. Namun, takdir berkata lain di kehidupan Abrisam. Bagas menceritakan apa yang digunakan Rana ketika bertemu dengan Abrisam. Pertama, saat di cafe bersama dengan keluarga. Rana mengenakan baju yang begitu mahal, penuh dengan perlak-perlik. Kedua, ketika bertemu di taman, Bagas hanya melihat Rana mengenakan dres biasa dengan warna peach. Panjangnya hanya di atas lutut dengan flat shoes berwarna gelap. Tas kecil dan kuncir rambut yang menjadi gelang di tangan kirinya. Ketiga, Batas melihat Rana datang kembali mengenakan baju abu-abu. Abu-abunya tidak seperti abu-abu pada umumnya, ada noda putih, dengan celana hitam panjang yang warnanya hampir mirip dengan bajunya. Dia juga hanya mengenakan flat shoes biasa seperti di taman, dan juga tas kecil. Dan lagi, Rana menguncir rambutnya
Hari ini Adhitama sudah dibolehkan pulang dari rumah sakit. Sebenarnya, belum!! Tapi Adhitama memaksa Rana untuk pulang ke rumah, dengan alasan jika Adhitama tidak betah di rumah sakit. Selain bau obat, dia juga tidak bisa tidur nyenyak. Takut-takut jika kamar sebelah meninggal, atau mendengar sirine ambulan. "Ya ampun Ayah, begitu aja takut. Kan kita juga nantinya bakalan pulang ke pangkuan Bapa." ucap Rania. Adhitama terkekeh. "Ya tapi kan masalahnya Ayah belum siap. Ayah masih pengen lihat putri Ayah bahagia dulu, menemukan pasangan hidupnya yang tepat. Baru Ayah bisa pulang ke pangkuan Bapa dengan damai." Mendengar hal itu Rania pun menahan tangisannya. Dalam hati Rania berterima kasih pas Rana yang telah membantunya. Mungkin jika Rana tidak datang tepat waktu, Rania pasti akan kehilangan Adhitama. Langsung saja Rania memeluk pria tua itu dengan hangat, mengusap air matanya dengan begitu kasar. Agar orang yang dia peluk, tidak tahu jika putri kecilnya ini tengah menangis. "A
Di tengah jalan, hujan tiba-tiba turun. Bahkan ketika masuk ke dalam butik yang dimaksud Rana tadi, Rania harus basah kuyup dulu. Menepuk bajunya yang basah dan juga membenarkan rambutnya, Rania mengintip Abrisam yang ternyata sudah berada di dalam butik. Kalau begini caranya, Rania sendiri yang akan malu ketika bertemu dengan orang banyak. Dia sudah seperti tikus kecemplung selokan. "Sisirnya mana sih, kok nggak ada!" gumam Rania mengacak isi tasnya. Dan nyatanya sisir kecil yang selalu dia bawa pun tidak ada. Dia baru ingat, jika sisir itu berada di tempat ke kerjanya beberapa hari yang lalu. Lebih tepatnya, disaat Cinta meminjam sisir itu, dan Rania lupa memasukkan kembali sisirnya ke dalam tas. "Rana … " Panggilan itu membuat Rania menoleh. Dia pun menatap Bagus yang keluar dari pintu butik. "Bagas … ada apa?" tanya Rania layaknya orang bodoh. Tentu saja pria itu datang untuk menjemput Rania, dan meminta wanita itu untuk masuk ke dalam. Tapi keadaan Rania yang basah kuyup
Tepat jam delapan malam, Rania baru saja sampai di rumah. Dia pun segera masuk ke rumahnya dan mengganti bajunya dengan baju kering. Biasalah, karena masih hujan dan Rania nekat untuk pulang. Akhirnya dia pun menerobos derasnya hujan untuk sampai di rumah. Mana tidak membawa payung sama sekali, dengan harapan Rania tidak akan sakit. "Ayah ini so-- Rana kamu masih disini." Rania memekik kaget ketika melihat Rana yang masih ada di dalam rumahnya. Cepat-cepat Rania meminta maaf pada Rana karena menunggunya cukup lama. Bahkan Rania juga sempat mempersilahkan Rana untuk pulang, karena hari sudah gelap. Sudah dipastikan jika Grace akan khawatir, mengetahui jika Rana tidak pulang ke rumah. Tentu saja hal itu langsung ditolak oleh Rana. Dia akan menginap malam ini, dan kembali pulang esok pagi. Tidak mungkin juga dia pulang dengan keadaan di luaran sana masih hujan. Bukannya apa, tapi Rana malas saja jika harus keluar rumah saat hujan.Hal itu langsung membuat Rania tersenyum. Dia pun lan
Setelah menenangkan Abrisam di dalam kamar, Rania pun memutuskan untuk pergi membeli obat. Kata Selena, dia harus membeli obat flu dan juga tes kehamilan. Disini Rania dibuat bingung, ada banyak merek di depannya, dari yang paling murah sampai paling mahal. Rania tidak tahu merk mana yang paling bagus dan akurat.“Mbak sebentar ya, saya telepon mami saya dulu. Ini saya nggak tau kudu beli yang mana, soalnya mami yang suruh beliin.” kata Rania beralasan. Mbak-mbak di depannya pun tersenyum malu. Rania menjaga jarak, lebih tepatnya dia berdiri di depan pintu sambil memunggungi mbak-mbak tadi. Rania meminta Selena untuk memilih tes kehamilan mana yang bagus dan akurat. Ini pertama kalinya, dan Rania sama sekali tidak tahu merek yang bagus apa. Hingga selena meminta Rania untuk membeli yang batang, dimana bentuknya lebih tebal dengan monitor di tengah. Selena juga meminta Rania untuk membeli lebih dari dua, setidaknya kalau beneran hamil, untuk menyakinkan dia bisa menggunakan tes keham
Selena terus berdehem melihat Abrisam dan juga Rania duduk berdua. Tadi, dia sempat mengintip apa yang Abrisam lakukan di bawah derasnya hujan bersama dengan Rania. Entah apa yang mereka bahas, nyatanya Selena tak bisa mendengar dengan jelas suara mereka. Suaranya terlalu kecil, sehingga yang lebih dominan itu suara hujan, yang datangnya keroyokan. Dan sekarang rania harus melihat hidung Abriam yang memerah, wajahnya sangat pucat. karena selama ini Selena selalu melarang abrisam untuk hujan-hujan. bahkan Selena juga khawatir jika Abrisam kembali ingat masa lalunya sebelum buta. malam itu malam yang mengerikan untuk Selena. Mobil Abrisam yang terbalik di tengah derasnya hujan. Selena yang berpikir jika Abrisam sudah tewas pun nyaris pingsan. namun, salah satu suster yang menolong pun memberitahu jika detak jantung Abrisam masih ada dan lemah. Buru-buru Selena meminta para suster untuk membawa Abrisam pergi ke rumah sakit, dia takut jika Abrisam meninggalkannya. Hanya Abrisam saja yang
Kembali ke rumah, Rania hanya membeli satu kotak donat dengan banyak rasa kecuali matcha. Dia tidak suka rasa matcha yang aromanya sangat menyengat. Rania menata satu persatu donat di atas piring putih dengan corak bunga. Wanita itu tersenyum, setelah ini dia akan menikmati donat bulat bersama dengan Abrisam. “Mbok Atun, lihat Mas Abri nggak?”Mbok Atun yang sedang membereskan vas bunga pun menoleh, “Nggak lihat Non, tadi ada di ruang tengah.Rania mengangguk, dia pun akhirnya berkeliling rumah ini untuk mencari keberadaan Abrisam. Dan nyatanya pria tu hanya berdiri di tengah-tengah taman belakang dekat dengan kamar mandi. Rintikan hujan mulai turun, dan Abrisam masih ada disana.“Mas Abri … udah mau ujan, ayo masuk.” teruak Rania. Abrisam menoleh sejenak dia pun tersenyum. “Kamu aja yang kesini.”“Nanti sakit loh Mas.”“Udah ada dokternya, nggak mungkin sakit.” Mau tidak mau Rania pun mendekat, berniat untuk menarik Abrisam agar tidak terkena air hujan. Yang ada pria itu malah men
Lagi!! David kembali mengirim pesan pada Rania untuk menemuinya di suatu tempat. Rania harus beralasan pada Abrisam dan juga Bagas, jika dia akan pergi sebentar membeli sesuatu. Dan disinilah Rania, duduk di pingsan jalan seperti orang bodoh hanya menunggu ayah tirinya datang. Setengah jam telah berlalu, Rania susah terlalu lelah menunggu David di sini. Antara duduk hingga jalan pun Rania lakukan, agar tidak bosan ketika menunggu seseorang.Bahkan ketika Rania ingin pergi, sebuah mobil berwarna merah hitam terparkir indah di samping Rania. Mobilnya cukup bagus dan Rania yakin jika harga mobil itu setara dengan harga rumah. Mencoba untuk tersenyum ketika David turun, Rania pun segera menghampiri ayah tirinya. "Ada apa Om?" tanya Rania pada intinya.David tersenyum, "kita bahas di situ saja." Rania menurut, dia pun mengikuti langkah kaki David hingga menemukan satu tempat duduk yang lumayan jauh dari jalan raya. Perasaan Rania tak menentu, dia merasa akan terjadi sesuatu padanya. Wa
Abrisam diam, dia pun memiringkan kepalanya sedikit untuk mengenali suara, yang tak lain adalah suara Leon. Dia sudah bereaksi itu tandanya Abrisam harus diam dan menikmati pertunjukan Leon. "Aku pikir aku salah mobil." katanya tertawa kecil. "Ternyata benar, itu kamu Abrisam." lanjutnya penuh dengan percaya diri. Ah, tidak salah orang. Hanya saja Leon tahu jika itu adalah Abrisam, dia sengaja mengikutinya karena melihat Rania yang memilih banyak bumbu dapur. Awalnya Leon berpikir jika dia belanja sendiri, agar Leon bisa melaksanakan aksinya untuk merebut wanita itu. Tapi waktu ingin mendekat, Leon malah lihat Bagas yang mulai mendekati Rania dan juga meminta Rania untuk kembali berjalan di samping Abrisam. Dalam pikiran Leon hanya satu, apa Rania tidak malu keluar dengan Abrisam yang buta? Bahkan jika Leon ditakdirkan menjadi wanita dan harus menikah dengan Abrisam yang buta, lebih baik dia melajang seumur hidup. "Tentunya kamu tau Leon kalau ini mobil ku. Aku bahkan belum ganti m
Leon mengetuk tangannya di meja dengan gelisah, dia sendiri juga bingung dengan apa yang dia lakukan saat ini. Tidak mungkin jika dia datang terus menerus ke rumah Abrisam hanya karena ingin melihat istrinya. Yang ada Abrisam akan semakin curiga dengan kedatangan Leon setiap hari. Bangkit dari duduknya mengangik minuman kaleng, Leon pun mendesah. Nyatanya kulkas mini yang ada di dalam ruangannya tidak ada apapun alias kosong. Leon menutup pintu kulkas itu dengan membanting, menelpon seseorang untuk datang ke ruangannya saat ini juga. Hingga tak lama, orang yang dia telepon pun datang. Leon menunjuk kulkas mini miliknya dengan marah. "Kamu itu kerjanya ngapain aja!! Sampai ngebiarin kulkas saya kosong begitu hah!!" teriak Leon. "Maaf, Pak saya tidak tahu jika kulkas itu kosong." "Kamu mau saya pecat, hah!!" Orang itu memohon agar tidak dipecat dari kantor ini. Kalau dia keluar dari kantor ini, dia mau bekerja dimana? Sedangkan hanya ini satu-satunya penghasilan yang orang itu dapa
Rania duduk di depan rumah, dia memetik bunga mawar yang ada di depan rumahnya. Memetik beberapa tangkai, dan memasukkan ke dalam vas bunga yang sudah di isi air. Rania pun membawa bunga mawar itu ke kamar, sebagai pengharum ruangan. Bunga mawar adalah kesukaan Rania, entah apapun warnanya tapi Rania sangat menyukai bunga mawar. Padahal untuk memetik bunga mawar ini saja Rania harus hati-hati, setiap tangkai bunga ini memiliki duri yang bisa menyakiti tangan Rania. "Selesai." ucap Rania antusias. Wanita itu menaruh gunting besar di samping bunga mawar itu, lalu menguncir rambutnya yang tergerai. Hari ini cuaca begitu panas, meskipun Rania sudah berada di ruangan yang berac, tetap saja keringat masih keluar dari keningnya. Wanita itu kembali menata bunga mawarnya agar terlihat sangat indah, hingga tiba-tiba saja Rania merasakan sebuah pelukan dari arah belakang. Rania terkejut, dia pun menepis tangan orang itu dan memutar tubuhnya cepat. "Mas Abri … " pekik Rania kaget. Abrisam han
Rania menyelinap masuk ke dalam kamar mandi setelah melihat Abrisam masuk ke dalam kamar mandi. Bersyukur pria itu tidak menutup pintunya rapat, hingga membuat Rania gampang untuk masuk. Wanita itu memilih duduk diatas kloset dengan tenang dan damai. Melihat Abrisam yang baru saja membasuh wajahnya dengan air. Pria iu sempat mengangkat wajahnya menatap ke arah cermin, pergerakannya juga sempat berhenti sejenak sebelum tangannya mencari sesuatu di samping kaca. Sikat gigi dan juga pasta gigi, begitu saja bahkan sudah membuat Rania senang.Benar kata orang, melihat pria tampan di pagi hari sangat bagus untuk mood dan juga otak. Dan Rania mengakuinya kali ini, dia mengakui jika dia sangat suka melihat wajah bantal Abrisam, wajah basah Abrisam dan juga wajah yang …“Bri … ada Leon.” Teriakan itu langsung membuat Rania menutup mulutnya, bisa bahaya jika Bagas melihat Rania ada di dalam kamar mandi bersama dengan Abrisam. Wanita itu memutuskan untuk bersembunyi di ujung dekat lemari handuk
Ini sudah jam sepuluh malam, acara pesta ini juga belum selesai. Rania sempat ingin mengajak Abrisam pulang ke pesta, tapi ketika melihat Abrisam berbincang dengan banyak orang termasuk Bagas membuat Rania mundur. Dia mengesampingkan egonya hanya demi Abrisam. Memutuskan pergi ke kamar mandi, Rania pun mengelilingi hotel ini dan tidak menemukan toilet sama sekali. Menatap satu persatu ruangan, atau mungkin doa jangan salah jalan sama makanya Rania tidak lihat toilet sama sekali. Menatap lorong hotel ini dengan tatapan ngeri Rania pun memutuskan untuk pergi. Dia jadi ingat ketika film yang pernah dia lihat, jika ada banyak orang yang sering lompat dari balkon hotel, lorong hotel sebagai tempat pembunuhan dan masih banyak lagi. Bulu kuduk Rania berdiri, dia pun. mengusap tengkuk lehernya dan memutuskan berlari. Lebih baik doa menahan kencing dibanding dia harus bertemu dengan setan. Setidaknya nanti jika mereka pulang, Rania bisa meminta Bagas untuk menghentikan mobilnya di pom ben