Keesokan harinya Rania dan Abrisma pun duduk berdua dengan gugup. Mereka harus menunggu selama tiga puluh menit untuk melihat hasil periksa Abrisam dan juga Rania. Rania harap-harap cemas dengan semua ini, begitu juga dengan Abrisam yang cemas tapi masih terlihat santai dan tenang. Disini tidak hanya mereka tapi juga dengan Selena, Kara dan juga Bagas yang ikut serta menemani pemeriksaan mereka. Rania mencoba untuk lebih rileks, berkali-kali dia menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya secara perlahan. jantungnya berdebar kencang, apalagi tangan Abrisam yang mulai menggenggamnya dengan erat, sangat erat hingga Rania merasakan kesakitan yang luar biasa. “Sakit Mas.” lirih Rania memukul tangan Abrisam pelan. “Grogi Ran, takut kalau aku beneran mandul.”Rania menghela nafasnya berat. “Kayak apapun hasilnya, aku nggak peduli Mas. kamu hamil atau tidak itu hanya menurut Dokter, bukan menurut Tuhan.”“Tapi Ran kalau hasilnya positif, mami pasti kecewa sama aku yang nggak bisa ngasih d
Menarik tangan Abrisam dan berlari, Rania memutuskan mengajak Abrisam ke pantai. Sore ini, selain menghibur Abrisam, Rania juga ingin menikmati matahari tenggelam dengan Abrisam. Wanita itu sudah membayangkan, jika dirinya duduk di atas pasir putih, dengan dua buah kelapa muda dan negara melihat detik-detik matahari tenggelam. Dari dulu, Rania paling suka dengan lantai. Dia akan betah berlama-lama di pantai hanya menikmati udara sore hari. Belum lagi, kalau Rania libur bekerja begitu juga dengan Gaby. Sesekali mereka pergi ke pantai dan bermain air. Tiket masuk juga tidak begitu mahal, bahkan Rania harus patungan dengan Gaby untuk masuk ke tempat ini. Masalah makan, mereka akan menikmati satu mangkuk bakso dan juga segelas es teh manis. Tapi kali ini, impian Rania terwujud. Duduk di pinggiran dengan orang yang spesial dalam hidupnya, sambil menikmati kelapa muda di sisi kiri wanita itu. "Mas Abri, mataharinya udah mau tenggelam." kata Rania. Abrisam hanya diam saja, ada banyak hal y
Rania mengerang nikmat, ketika sesuatu yang hangat membasahi rahimnya. Wanita itu bahkan sampai mencakar bahu Abrisam hingga terluka. Tangan mungil Rania menyentuh luka itu dan membuat Abrisam meringis.Ya, akhirnya setelah mandi untuk mengusir rasa gugupnya, tapi yang ada Abrisam malah lebih dulu menyerang Rania dan tak memberikan wanita itu ampun. Dia ingin membuktikan jika dirinya tidak ada kekurangan apapun. Dia masih memiliki kesempatan untuk memiliki anak. Hanya saja memang belum waktunya saja. Benar kata Rania tapi jika salah, atau tidak bisa diprediksi, sudah dipastikan Abrisam akan menyarankan Rania untuk bayi tabung. "Sakit Mas?" tanya Rania tiba-tiba. Abrisam mengangguk, dia menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Rania. Hingga wanita itu mampu memeluk tubuh Abrisam tak memakai apapun di atasnya."Maaf." hanya kata itu yang mampu keluar dari bibir Rania. Dia tidak tahu apa yang harus dia katakan, selain memeluk tubuh Abrisam yang polos. Pria itu hanya mengangguk kecil, sa
Rania datang ke rumah Grace dengan gugup, dia harus merubah penampilan nya hanya karena ingin bertemu dengan ibunya. Jantungnya berdetak kencang dan dia takut jika Grace mengetahui jika dirinya Rania bukan Rana. Membuka pintu rumah ini dengan kasar, wanita itu langsung menunjukkan wajah sombongnya. Ingat kata Rana, jika dirinya memiliki wajah yang judes dan sombong, tidak pernah tersenyum dan terkenal arogan. "Mama … " panggil Rania. Grace tersenyum, dia pun menuju majalahnya dengan cepat dan menyambut kedatangan Rania dengan senang. Wanita itu bangkit dari duduknya dan memeluk Rania dengan erat."Akhirnya kamu datang." kata Grace, dan Rania pun hanya mengangguk. "Duduk dulu ya, Mama pengen ngomong sama kamu." lanjutnya. Duduk manis disamping Grace, Rania lebih memilih menatap sekeliling rumah ini dan memastikan jika ayah tirinya yang gila itu tidak ada di rumah. Dan nyatanya memang benar, rumah ini kosong hanya ada ibunya dan juga para pembantu. Rania kembali menatap Grace dengan
"Selamat malam, apa Ranaw ada di sini?" tanya Bagas. Ya, setelah tahu Tania tidak ada dirumah. Apalagi Kara yang memutuskan untuk tinggal satu malam di rumah Selena, Bagas pun meminta mbok Atun untuk menjelaskan kepergian Rania. Untung saja Mbok Atun tahu, jika Rania akan bertemu dengan ibu dan ayahnya. Awalnya Bagas berpikir jika Rania masih ada dirumah ibunya. Tapi yang ada Abrisam malah meminta Bagas untuk mengantar dirinya pergi ke rumah ayah kandung Rania, karena Abrisam berpikir jika Rania pasti ada disana. "Abri … masuk dulu, Rania baru saja pergi mandi." Abrisam mengangguk, begitu juga dengan Bagas yang langsung menuntun Abrisam untuk masuk ke rumah ini. Pria itu belum hafal jalan rumah ini agar tidak nabrak. "Bos kita–" "Kamu bisa pulang, Gas." usir Abrisam. Mata Bagas mendelik sempurna mendengar ucapan Abrisam barusan. Bahkan dia juga meminta Abrisam untuk mengulanginya kembali. Jika pria itu baru saja mengusirnya Tentu saja dengan kan yang Abrisam meminta Bagas untu
Rania nampak gelisah tidur di samping Abrisam. Dia memikirkan banyak cara untuk menghadapi tetangganya besok. Sudah dipastikan jika.besok akan menjadi berita terheboh di sepanjang jalan rumah Rania. Bergerak kesana kemari, dengan pelan, agar tempat tidur ini tidak berbunyi, Rania pun terkejut melihat Abrisam.yang bergerak cepat dengan mata terpejam menghadapi dirinya. Wanita itu tersenyum simpul, merubah posisi duduknya juga menghadapi Abrisam. Tangannya terangkat menyentuh pipi pria itu dan mengusapnya dengan lembut. Kegelisahan itu pergi, digantikan dengan ketakutan yang luar biasa. Mungkin besok dia masih bisa mencari alasan untuk menghadapi tetangganya yang suka bergosip. Lalu bagaimana nantinya Rania menghadapi dunia, ketika Abrisam tahu siapa dirinya dan memilih pergi? Menarik nafasnya dalam, air mata Rania tiba-tiba saja turun dengan perlahan. Perasaan ini tak seharusnya sama, dan tak seharusnya Rania merasakan hal yang mengerikan ini. Dan tak seharusnya juga Rania menaruh h
Keesokan lagunya, Adhitama gelisah ketika membuka pintu rumahnya. Ini sudah jam sembilan pagi dan tidak ada tanda-tanda pintu kamar Rania terbuka. Sebenarnya Adhitama curiga dengan apa yang mereka lakukan, semalam Adhitama juga tidak mendengar suara apapun dari kamar Rania. Meskipun Adhitama sampai menempelkan telinganya di dinding samping kamar Rania. Adhitama membuka pintu rumah ini dan terkejut melihat sebuah mobil hitam terparkir indah di depan rumahnya. Belum lagi para tetangga yang sudah ada yang bergerombol di samping mobil itu dengan berbisik. Pria itu keluar dengan tarikan nafas yang dalam. Hal ini pasti akan terjadi, dan jika Adhitama tidak angkat bicara akan ada banyak opini dari mereka tentang Rania dan juga Abrisam. Mendekati mobil itu dan mengetuk kaca mobilnya, Adhitama pun menyapa satu persatu tetangga yang melewatinya. Hingga tak lama kaca mobil ini pun turun dengan perlahan, menunjukkan wajah bantal Bagas. "Nak Bagas semalaman tidur di mobil?" tanya Adhitama pela
Akhirnya mereka pun memutuskan untuk mengingat semalam lagi di rumah Adhitama. Rania pergi ke pasar setelah berdebat dengan Abrisam hanya karena baju. Bagas yang selalu mengolok Abrisam karena tidur tanpa menggunakan baju. Sedangkan pria itu sudah menjelaskan jika kamar Rania itu panas, tidak ada pendingin ruangan maupun kipas angin. Itu sebabnya Abrisam tidur tanpa mengenakan baju apapun. Lagian, Abrisam juga tidak mungkin tega semalaman Rania tidak tidur hanya karena menjadikan buku sebagai kipas. Itu sebabnya Abrisam memilih tidur tanpa menggunakan baju. Tapi yang ada dipikiran Bagas itu bega cerita. Kata Adhitama, tempat tidur Rania itu sedikit menimbulkan bunyi jika bergerak. Jadi secara tidak langsung mereka bisa melakukan hal begitu di lantai, atau posisi berdiri di pojokan. Bisa jadi kan panas menjadi alasan Abrisam sebagai tutup, jika mereka juga sempat melakukan hal itu juga kan? "Bisa nggak punya pikiran bagusan dikit! Nama doang yang Bagus pikiran nggak!" dengus Abrisam
Grace mengepalkan tangannya setelah tahu kebenarannya. Dia marah da dia murka, dia merasa dibohongi sama anak kemarin sore yang dibesarkan mati-matian. Grace berharap semuanya bisa berubah lebih baik, ternyata dia kecolongan. Ya Grace sudah tahu yang saat ini menikah dengan Abrisam adalah Rania bukan Rana. Dan wanita siaan itu malah menikmati hidup bebas nya di kanada bersama dengan pria asing yang saat ini tinggal dengannya. Yang dimana Grace sedang melakukan perjalanan bisnis ke kanada dan tak sengaja bertemu dengan mereka. Terkejut? Tentu saja iyaaa. Grace sangat terkejut dan marah pada Rana, bisa-bisanya dia kecolongan karena hal ini. Dan bodohnya Grace kenapa dia tidak curiga akan hal ini, dan kenapa juga dia tidak bisa membedakan Rania dan juga Rana. “Sial!!” umpat Grace terang-terangan.David yang di sampingnya pun mendengus. “Harusnya ini tidak menjadi masalah Grace, yang penting perusahaan ini masih berjalan dengan lancar.”Tapi tetap saja Grace
“Waktu itu apa?” Bagas gelagapan dia pun memutar otaknya untuk mencari alasan yang tepat agar mereka tidak salah paham lagi. Hanya saja waktu itu memang membuat Bagas sedikit shock dengan pengakuan Leon. Yang dimana pria itu mengaku menyukai Rania dan mengiming-iming akan memberikan apapun yang Rania mau, dari perusahaan, rumah mewah, kehidupan yang layak dan juga apapun yang Rania inginkan. Itu bukan ketertarikan semata tapi Leon benar-benar ingin memiliki Rania seutuhnya, bukan macam Claudya yang hanya dimanfaatkan Leon untuk menghancurkan abrisam. Dan sayangnya setelah mendapatkan Claudya yang gila harta dan juga kedudukan, Leon langsung membuang Claudya begitu saja. Tapi dengan Rania … Leon sangat berbeda, benar-benar berbeda. Jika dia menginginkan Rania untuk menghancurkan Abrisam kembali itu tidak mungkin, karena menurut Bagas pria itu berubah dan berbeda. Dia tidak terobsesi meskipun dia ingin, hanya saja Leon ingin kedekatanya dengan Rania secara terang-terangan.“Maksudnya?
Sesampainya di rumah Rania dan Abrisam masuk lebih dulu meninggalkan Kara dan juga Bagas yang sibuk mengeluarkan koper besar milik Kara. Pria itu hanya diam saja tidak mengatakan apapun semenjak Kara pulang. Dan hal itu tentu saja menambah kejengkelan Kara disini, bisa tidak ya senyum sedikit saja atau mungkin mau bilang sesuatu apa yang terjadi di masa lalu? Tidak!! Mengharapkan manusia batu bicara itu sama halnya dengan menunggu ayam beranak hingga puluhan anaknya. Setelah menurunkan kopernya, Kara lebih dulu berjalan menuju kamarnya sambil memainkan ponselnya. Sedangkan Bagas hanya bisa memperhatikan apa yang wanita itu lakukan dengan ponselnya hingga tersenyum dan tertawa. Bahkan jarinya begitu lincah membalas pesan seseorang dan kembali tersenyum. Membanting pintu kamarnya Kara terkejut bukan main, dia membalik badannya dan menatap Bagas yang sudah berdiri di depan pintu dengan tangan kekarnya. Kara menelan ludahnya, dia pun mundur beberapa langkah sampai la
“Mulai besok antar makan siang ke kantor untukku.” kata Abrisam.Bagas menoleh menatap Rania dan tersenyum. “Aku juga mau. Boleh bawakan aku satu?” Disini Abrisam mendengus. “Kamu kan bisa beli sendiri Gas, atau nggak cari istri sana biar nggak numpang ke istri orang terus.” Tapi nyatanya dus tidak bisa memungkiri kalau masakan Rania benar-benar enak, dan membuat Bagas seolah tidak bisa berhenti untuk makan terus menerus. Jika saja ada orang yang mau memasak untuk nya mungkin juga dia tidak akan meminta Rania memasak untuk dirinya. Dia akan merepotkan istrinya terus menerus untuk menghidupi nya. Untuk saat ini tidak ada salahnya jika dia menumpang hidup pada Rania dan juga Abrisam, lagian Bagas juga sudah menganggap mereka sebagai keluarga. Jadinya … “Nggak ada!! Intinya Rana hanya boleh masak cuma untuk aku bukan untuk kamu!!” potong Abrisam cepat sebelum andai-andai Bagas selesai. Disini Rania tersenyum geli, ini hanya perkara masak memasak kenapa harus se drama ini sih? Lagian
Rania pulang dari kantor, sedangkan Abrisam memilih untuk tetap atau di dalam kantor. Dia menunggu sesuatu yang katanya bisa membuat Abrisam bahagia. Sedangkan menurut Abrisam tidak ada yang bisa membuatnya bahagia di dunia ini kecuali Rania. Entah kenapa hanya nama itu yang terlintas dipikiran Abrisam saat ini.“Dokter bilang ada donor mata yang cocok untuk kamu.” ucap Bagas.Abrisam hanya terdiam, telinganya mendengarkan setiap kata yang muncul dari bibir Bagas. Hanya saja bukannya tidak ingin, tapi …“Kalau iya aku bisa jadwalkan operasinya.” Sekali lagi Abrisam hanya diam saja sampai Bagas menyelesaikan ucapannya. Tidak ada satu katapun yang keluar dari bibirnya kecuali tubuhnya yang tiba-tiba saja bangkit dari duduknya dan memutuskan untuk pergi. Dia akan memikirkan hal ini, bukan masalah apa hanya saja ada banyak keganjilan yang akan Abrisam selesaikan lebih dulu. Bagas yang mengetahui hal itu hanya mampu mendengus mengikuti lan
“Selamat pagi.” sapa Rania ketika melihat Kara turun dengan wajah lelahnya.“Selamat pagi Kakak Iparku yang baik dan penuh dengan pengertian.” Rania cekikikan, dia pun meminta Kara untuk segera makan. Sebenarnya ini bukan lagi pagi, melainkan siang yang dimana Rania harus mengantar makan siang ke kantor Abrisam. Bukan untuk menyindir Kara hanya saja candaan seperti itu sering mereka lakukan berdua ketika bertemu. Kara maupun Rania tidak keberatan sama sekali, mereka malah lebih akrab dengan semua ini.“Beneran mau anter makan siang ke kantor mas Abri, Mbak?” Kara hanya memastikan, apalagi melihat dua kotak makan yang berbeda warna tapi memiliki isi yang sama. Kalau cuma untuk Abrisam terus satunya untuk siapa? Masa iya Abrisam makan sampai dua porsi?Rania mengangguk, sebentar lagi dia akan pergi. Lagian ini hanya mengantarkan makan siang, kalau Kara ingin ikut ya bisa saja. Dia akan dengan senang hati pergi bersama dengan Kara dan ada temannya. Tapi sayangnya Kara tidak ingin, dia t
“Jadi hanya luka kecil?” tanya Abrisam.Pria itu menertawakan kebodohannya yang begitu percaya dengan apa yang ibunya katakan. Jika leher Rania hampir putus karena ulah Claudia. Dan ketika diperiksa oleh dokter memang lukanya terus mengeluarkan darah tapi tidak begitu dalam, dan tidak perlu dijahit juga. Hanya diberikan suntikan agar darahnya berhenti mengalir. Dan sudah diperban dengan baik agar cepat sembuh, dia juga diberikan obat untuk anti nyeri dan lukanya agar cepat kering. Dan menurut dokter luka ini tidak begitu serius dan tidak menyebabkan leher Rania hampir putus.“Iya, aku mau jelaskan Mami keburu teriak.” jelas Rania.“Astaga Mami … sumpah ya aku khawatir banget waktu bilang leher kamu hampir putus.” “Yang jelas kalau hal itu terjadi aku udah masuk sakaratul maut, udah mau mati tapi aku masih bisa ngomong tadi.” Abrisam tersenyum kecil sumpah Demi apapun dia begitu takut untuk kehilangan Rania. Jika suatu ketika nanti dia b
Ya, Claudia dengan nekat menempelkan pisau tajam di leher Rania dan sesekali mengarah ke mereka. Disini semua orang terlihat panik begitu juga dengan Bagas yang ingin menyelamatkan Rania tapi tidak bisa. Belum lagi Selena yang berteriak kencang, seolah dia tidak berani untuk melawan Claudia. Wanita itu sudah gila hanya karena ditolak oleh Abrisam sampai ingin membunuh Rania? “Jangan sentuh istriku!!” teriak Abrisam.“Claudia jangan gila kamu!! Jangan sakiti menantuku!!” seru Selena yang tidak tahan dengan sikpat Claudia. Disini Claudia tertawa kecil melihat hal itu, terlihat jelas jika mereka khawatir dengan apa yang Claudia lakukan. Dia hanya menempelkan pisau itu saja tidak menggorok atau memutuskan leher Rania. Dia hanya ingin Abrisam kembali padanya tidak lebih, kenapa semua orang tidak tahu? “Claudia jangan gila, aku bisa membuat hidup kamu menderita!!” ancam Selena.“Lakukan!! Aku akan melakukan hal yang sama dengan menantu
“Untuk apa kamu kesini?” tanya Abrisam. Di dapur Mbok Yem berbisik tentang hal ini dengan Atun, kenapa juga Atun tidak bilang apapun jika Claudia telah kembali. Seharusnya ketika wanita uru kembali Atun bercerita dengan Mbok Yem biar dia tidak kaget seperti ini. Kan jadinya repot Mbok Yem takutnya kena serangan jantung sanking kagetnya.“Aku lupa Yem, lagian kamu libur lama banget sih jadinya kan ketinggalan berita rumah ini.” Yem pun menoleh menatap Atun yang seolah penasaran dengan apa yang mereka bahas di ruang makan. “Ya kan tetap harus bilang, kalau begini kan kasihani Non Rana. Kamu tau sendiri kan Non Claudia itu kayak apa, jahatnya minta ampun.” Iya, Yem juga tahu nika Claudia begitu jahat dengan semua orang termasuk dengan Abrisam yang tega meninggalkan tuannya karena karena buta. Sekarang giliran ada orang yang bisa menerima Abrisam dengan sepuluh hati dia malah kembali. Kenapa? Apa sama yang kemarin Claudia sudah dibuang? Terus menatap pertengkaran mereka Mbok Yem maup