Dia menit sebelum kejadian ...."Bodoh!"Nial melihat Bela, ia lega karena ia menemukannya. Tapi lihat di mana dia sekarang! Di tengah kericuhan tawuran yang ada di jalan tak jauh dari rumah sakit. Ia berlari keluar dari mobilnya dan di sinilah sekarang. Memeluk Bela dengan sangat erat meski kepalanya dihantam botol kaca hingga berdarah.Panggilan Bela menyadarkannya bahwa mereka dalam situasi yang tidak aman. Nial melepas pelukannya dari Bela, memutar tubuhnya dan memberikan pukulan terkuatnya pada lelaki bertubuh kekar yang baru sana membuatnya mendapatkan luka-luka.BRUGH!Lelaki itu jatuh ke jalan hanya dengan sekali pukulan karena Nial menyerang titik fatal pada lehernya hingga pingsan.Bela tertegun di tempatnya berdiri. Sesaat kemudian keributan bubar karena sirine mobil polisi bergema di setiap sudut malam. Sementara Nial menarik tangannya dan membawanya masuk ke dalam mobil untuk pulang.Mereka tidak mengatakan apapun bahkan sampai masuk ke dalam rumah dan sampai di kamar m
'Tidurlah denganku dia bilang?'Bela menggigit bibirnya, tangannya yang sedang digenggam Nial terasa kebas. "Tapi ... Mas Nial jangan melakukan apapun padaku!""Kenapa?""Aku benar-benar harus bangun pagi besok.""Kamu mau ke mana?""Aku ada acara gathering dengan teman-teman satu fakultas.""Dengan Presiden Mahasiswa juga?"Bela penasaran bagaimana caranya Nial tahu identitas Niko. Tapi melihat dari bagaimana berkuasanya seorang Danial Abdisatya, bukankah hal-hal seperti mencari identitas orang lain sangatlah mudah baginya?"Iya, tapi dia mungkin hanya datang sebentar untuk formalitas," jawab Bela secepat mungkin agar terlihat tidak sedang mencari-cari alasan di mata Nial."Ya, jangan dekat-dekat dengan Niko! Aku nggak suka."Bela enggan menjawabnya dan memilih untuk menarik tangannya dari Nial.Tapi Nial tidak mengijinkannya pergi begitu saja. Bela melihat Nial meletakkan sebuah kartu debit warna hitam di tangannya."Kata sandinya adalah ulang tahunmu. Pakai itu untuk membeli yang
Cup!Ini bukan mimpi atau pikiran kotor Bela saja.Niko memang mendaratkan bibirnya ke bibir Bela. Saat ini, di situasi seperti ini."Di mana Niko?" Suara itu datang dari sebelah kanan Bela yang membuatnya dengan cepat mendorong Niko agar ia tidak melakukannya lebih jauh.Niko tahu situasi genting ini karena yang terdengar itu adalah suara Andre, temannya yang dari tim biru, tim lawan. Niko menarik Bela pergi dari sana untuk menghindar."Itu Niko! Dia sama Bela."Bela merasakan tangan Niko menggenggamnya dengan erat dan membawanya menjauh dari samping kontainer lalu mereka berbelok ke tikungan. Menyembunyikan tubuh mereka di balik pohon besar yang berbatasan langsung dengan hutan. Pohon itu menelan habis punggung mereka saat mereka duduk di baliknya."Maaf."Niko membuka percakapan karena mereka hanya terus terdiam sedari tadi. Jelas saja! Bela tidak tahu bagaimana harus bersikap saat ini, dengan lelaki yang menjadi cinta pertamanya. Lelaki yang menciumnya di saat ia sudah memilik
"Auh!"Bela terbangun dengan tengkuk yang berat. Tidur di tenda semalaman telah membuat lehernya sakit.Dan sekarang ia keluar dengan membawa tasnya. Ia tidak tahu kenapa teman-temannya memandangnya dengan tersenyum. Ia hanya mengabaikannya dan meneruskan langkah untuk menuju bus meski ini masih jam dua pagi.Nanti ia ada kelas pagi dan ia harap tidak terlambat bangun.Tapi, meski ingin mengabaikan bagaimanapun caranya, ia masih terus kepikiran. Kenapa mereka melihat Bela seperti ini. Ia bertanya dalam hati tanpa henti."Terlalu cantik."Niko datang dari samping kirinya, membuatnya berhenti."Apa?" tanya Bela tak mengerti."Kamu sedang bertanya-tanya dalam hati kenapa mereka terus memandangimu, 'kan?"Bela merinding, 'Apa dia cenayang?' Meski demikian ia tetap menganggukkan kepala pada Niko. "Dengan dress ini, kamu sangat cantik, Bel."Bela memandang dirinya sendiri. Gaun merah inikah yang dimaksudkan Niko?Baginya ini hanya dress biasa. Namun, di mata Niko ini adalah sebuah dress y
Nial melihat sendiri Hendro membuka pintu mobil untuk Bela dan memberikannya payung. Ia juga melihat sendiri bagaimana tangan ayahnya itu mengusap puncak kepala Bela. Tadinya ia turun dari kamar untuk minum segelas wine karena tidak bisa tidur. Tapi ia mendengar suara mobil yang memasuki halaman rumah dan ia mengintip dari jendela. Tidak ia sangka yang keluar itu adalah Hendro dan Bela. Ia tidak bisa membendung kekesalannya melihat Bela yang sangat cantik dalam balutan dress merah yang ia kenakan. Rasa benci menguasainya karena Bela terlihat sangat cantik di depan lelaki lain, bukan di depannya. Dan di sinilah dia sekarang, di atas Bela, dengan kepala tertunduk di depan bibirnya setelah memintanya melucuti pakaiannya sendiri sebelum menghempaskannya ke atas tempat tidur. Saat ia akan kembali mengecup Bela, ia gagal. Kedua bahunya di tahan Bela yang mencegahnya melakukan itu. "Jangan, Mas Nial! Jangan lakukan ini saat marah! Aku—" "Kamu menolakku?" Bela bukan bermaksud menolak N
"Mas Nial kenapa melakukan ini?"Bela menatap Nial yang masih belum melepas tangannya dari pinggang Bela.Semakin banyak orang yang melihat mereka dan saling menunjuk bahwa lelaki itu pasti suaminya Bela. "Yah ... siapa yang bilang suaminya Bela kakek tua? Dia ganteng banget kayak model.""Bela pasti menang jackpot."Bela dapat mendengar semua itu yang lebih seperti kalimat-kalimat yang sengaja diperdengarkan untuknya. Sekarang seisi kampus akan tahu kalau suaminya setampan model.'Jackpot kakiku! Mereka nggak tahu aja bagaimana ganasnya Nial!' Batinnya dengan masih menunggu jawaban Nial."Kamu bilang aku harus masuk?" tanya Bela sekali lagi."Iya, masuklah!""Tangan Mas Nial masih memelukku!"Nial segera melepaskannya dan membiarkan Bela pergi darinya."Aku akan menjemputmu nanti."Bela mengabaikannya. Ia berjalan membelah keramaian untuk menghindar dari spotlight. Meninggalkan Nial yang masuk ke dalam mobil sembari memasang airpods di telinganya saat menerima panggilan dari Jerry.
Beberapa saat sebelum kejadian. .... Bunga casablanca Bela dapat menghidu bau harumnya karena bunga itu sedang disirami oleh petugas taman kampusnya. Bunga putih yang sedang mekar itu tampak sangat cantik. Putih, tinggi dan tampak dingin, seperti Nial. "Kenapa aku memikirkannya?" Bela merutuki dirinya sendiri. Bisa-bisanya ia ingat Nial di saat melihat bunga yang sama sekali tidak ada persis-persisnya dengan Nial. Ia meneruskan langkah untuk keluar dari gerbang kampus. Hari sudah sore. Manusia bernama Nial yang tadi bilang akan menjemputnya juga hanya menyuguhkan isapan jempol. Bahkan batang hidungnya pun tidak terlihat. Bela akan memesan taksi atau ojek online dari ponselnya. Tapi saat itu, ia mendengar suara Niko yang berteriak dari kejauhan. "AWAS, BELA!" Terlambat, Bela tidak sa
CTARRR!Petir bergemuruh dengan hebatnya. Suaranya mampu menggetarkan kaca jendela yang terpasang di seluruh bangunan rumah sakit.Nial murka.Ia menarik kerah baju William karena menganggap lelaki ini hanya mengatakan kebohongan belaka."Bicara yang benar!"Handoko segera meraih tangan Nial agar lepas dari leher William. Sementara Niko masih berdiri dengan kaku merasakan lututnya yang lemas setelah apa yang di sampaikan ayahnya perihal kondisi terkini Bela."Ini 'kan hanya dugaan. Tenanglah!"William mencoba menenangkan Nial, tapi tampaknya rasa cemas telah menguasai Nial sangat jauh.Ia menunjuk wajah William saat menggertakkan gigi-giginya dan berujar,"Kalau kamu tidak bisa membuat istriku bangun, aku akan membuat rumah sakit ini tutup! Mengerti?"Nial mengerutkan alisnya