"Zack tunggu!"
Sementara Celine tengah berada di kamarnya, Zack terlihat turun dari mobil dan memasuki rumah.Melihat sang anak, Veronica lantas menghentikan langkah sang putra untuk bicara, berharap kalau Zack mau bicara dari hati ke hati."Maaf Mah, aku tidak punya banyak waktu sekarang!" Zack tahu, kalau mamanya ingin membahas soal wanita itu–Celine.Dia mengira kalau Veronica pasti akan dihakimi perihal meninggalkan sang istri di tempat pernikahan, di kala mertuanya meregang nyawa.Perbuatan anaknya itu di rasa tidak ada sopan santunnya. Apalagi di lihat banyak tamu yang datang.Sebagai orang terpandang tentu Veronica malu dengan sikap putranya."Jadi begitu cara kamu bicara dengan Mama?" Tidak ingin kalah, Veronika bertolak pinggang. Dia menatap tajam Zack, bertitah seolah tidak ingin dibantah. "Duduk! Mama mau bicara sesuatu denganmu."Zack tak punya pilihan lain selain menurut untuk duduk dan siap mendengarkan apa yang akan mamanya ini sampaikan."Sampai kapan kau akan terus seperti ini?" incar Veronica tegas. "Ingat! Kau sudah punya kehidupan baru, dan kau harus fokus dengan istri dan pekerjaanmu di kantor!"Veronica berharap kalau putranya ini mau mendengarkan ucapannya akan tetapi justru Zack terlihat sangat acuh."Bukankah Mama yang menginginkan pernikahan ini?” ucap Zack dengan senyum sinisnya. “Jadi jangan salahkan aku kalau aku tak bisa menerima dia sebagai istriku!""Zack! Apa yang Mama lakukan itu demi kebaikanmu! Celine itu gadis yang baik! Lagi pula apa kurangnya dia? Kenapa kau tidak mau menerimanya?""Dia cantik, dia baik dan dari keluarga baik-baik! Kau mau mencari yang seperti apa lagi?"Zack mendengus mendengar mamanya begitu gencar membela menantu pilihannya itu. “Aku heran, apa yang sudah dilakukan dia, sampai mama membelanya seperti itu?”Veronica menghela napas panjang. "Mama yakin setelah kau mengenalnya, kau akan jatuh cinta dan bisa melupakan Greta untuk selamanya!"Mata Zack semakin menggelap kala mamanya membawa serta nama Greta. “Jangan samakan dia dengan gadis itu, Ma!” Aura kemarahan begitu nampak di wajah tampannya. “Aku tidak mungkin bisa melupakan Greta! Dia sangat istimewa buatku!"Seperti Zack yang begitu teguh membela tunangannya yang kabur itu, Veronica semakin gencar menunjukkan ketidaksukaannya pada gadis yang putranya pilih itu.Keduanya sama-sama kekeh dengan argumennya masing-masing.“Apa yang dia lakukan sampai buat kamu jadi seperti ini, Zack?” tanyanya dengan mata menerawang. Ada perasaan sedih, kesal, dan juga marah kala melihat sang putra begitu berbeda usai gadis itu memutuskannya. “Dengan dia kabur dari pernikahan ini, seharusnya kamu sadar kalau dia memang tidak memilihmu!”Merasa sia-sia karena terus berseberangan dengan ucapan mamanya, Zack pun berdiri. Dia bersiap untuk pergi karena enggan berdebat lebih jauh dengan sang mama.“Kalau tidak ada lagi yang ingin Mama sampaikan, aku pergi sekarang.” katanya kemudian melangkah, tanpa memedulikan suara Veronica yang terus memanggilnya."Zack tunggu! Mama belum selesai bicara! Masih ada satu hal lagi yang harus Mama bicarakan denganmu!"Tapi tetap saja, Zack tak menghiraukan ucapan itu. Dia tetap pergi dari hadapan mamanya."Benar-benar keras kepala anak itu! Sampai kapan kau akan terus begini, Nak. ck!" dengkus Veronica kesal.***Zack masuk ke kamarnya dan terlihat sibuk melihat sesuatu di laci lemari bufet.Saat itu, tanpa dia sadari, Celine keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk berwarna putih yang membungkus tubuh mulusnya dan satu handuk lagi mengelap rambut basahnya sambil bersenandung.Kaget, Celine pun spontan berteriak saat melihat sosok pria di dalam kamar.Tak biasa mengekspos tubuhnya membuat Celine risih dengan lawan jenis.“Argh?!”"Tu-Tuan!"Jantungnya berdebar hebat dengan desiran darah yang mengalir dari dalam tubuhnya. Berada seruangan dengan lawan jenis, terlebih dalam kondisi seperti ini membuat Celine salah tingkah."Hei, astaga! Kenapa kau berteriak? Diam! Jangan sampai mereka mengira aku apa-apakan kamu!""Se-sedang apa Tuan di-sini?" ucap Celine terbata-bata."Sedang apa kau bilang? Hei, ini kamarku! Kamu yang sedang apa di sini?"Celine menoleh ke kanan dan ke kiri dan ternyata benar apa yang di katakan oleh Zack, kalau ini memang kamarnya.Namun dia segera tersadar kalau laki-laki di depan matanya ini bukanlah orang lain, melainkan suaminya sendiri. Suami yang tidak pernah dia inginkan sebelumnya."Ma-maaf Tuan, saya hanya ...em, itu Tuan!"Sesekali mereka saling lirik satu sama lain dengan rasa canggung. Sebagai manusia normal, terjebak dalam keadaan ini tentu membuat adrenalin mereka meningkat.Terlebih Zack. Pria itu tidak menampik, jika Celine bukan tidak menarik. Terbukti, wajah wanita yang kini telah jadi istrinya itu cantik, dengan tubuh yang juga menggoda. Hanya saja, karena satu nama dan atas nama cinta untuk wanitanya … Zack menolak semua fakta tersebut.Sedangkan Celine … dia tidak menantikan untuk disentuh. Apalagi, mengingat kepergian papanya terjadi karena mendengar ucapan pria itu yang terdengar lancang.Celine hanya takut, kalau Zack berlaku sangat buaya dan meminta haknya sebagai suami segera.“Tidak! Bagaimana pun, aku tidak bisa berhubungan dengan pria yang telah membunuh Papa!”Namun ucapan Zack benar-benar di luar dugaan Celine sebelumnya."Kau tidak perlu khawatir! Karena aku tidak mungkin menyentuhmu! Ingat surat perjanjian yang kau tandatangani itu!"Ternyata ucapan Zack sejalan dengan pemikirannya. Kini Celine dapat bernafas lega."Lagi pula siapa yang menginginkan hubungan ini!" tepis Celine."Kalau bukan karena Papah, aku tidak akan menikah dengan pembunuh sepertimu!"Dalam hati Celine bicara sendiri. Jangankan untuk meminta maaf, bahkan memandang wajahnya pun Zack rasanya enggan padahal itu cukup membuat Celine sedikit memaafkannya.Celine hanya bisa memandang dengan dada bergemuruh.Sukses mengambil sesuatu dari laci tersebut Zack pergi begitu saja, bahkan dia menutup pintu dengan sangat keras yang membuat Celine kaget."Ya Tuhan, sampai kapan aku bertahan dalam hubungan rumah tangga seperti ini!" gumamnya sambil menarik nafas panjang.***"Zack, mau kemana lagi kamu? Tunggu Mama belum selesai bicara!" bentak Veronica sedikit kencang.Veronica sengaja menunggu putranya itu keluar kembali dari kamarnya karena masih ada sesuatu yang harus dia bicarakan.Tetapi Zack sepertinya cukup kesal jika harus membahas soal Celine kembali, dia mengira kalau Mamahnya itu mau menasehati yang membuat dia bosan."Apa lagi Mah? Aku tidak mau kalau Mama membahas soal dia, dia dan dia lagi! Masih banyak yang bisa aku lakukan dari pada harus membahas soal dia!""Bukan itu yang mau Mama bicarakan!""Bukan soal Celine, tapi ini masalah lainnya! Duduklah!"Zack memicingkan matanya penasaran dengan apa yang mau Veronica bicarakan.Walau malas Zack duduk kembali dan siap mendengarkan apa yang akan Veronica sampaikan.BERSAMBUNG."Marcel menelepon! Adikmu Marcel berhasil memajukan perusahaan cabang peninggalan Papamu! Lalu kapan kamu akan mengikuti jejaknya?"Zack mendengus kesal Veronica menyebut nama Marcel."Zack, kamu itu sudah dewasa, sudah tidak pantas kamu berbuat seperti ini!"Benar-benar geram Veronica dengan sikap putranya itu. Sedang Zack hanya duduk sambil memainkan berewoknya, malas."Mulailah fokus dengan menata masa depan, hindari pergaulan luar yang tidak ada gunanya."Memiliki kakak yang begitu egois membuat sang adik memilih untuk menghindari pertengkaran yang sering terjadi.Marcel lebih memilih untuk tinggal di Paris sambil mengurus bisnisnya di sana."Hindari pergaulan yang tidak penting di luar sana! Kamu akan menyesal nanti, Zack!""Sudah, apa Mama sudah, bicaranya?" Zack semakin panas dengan ucapan Veronica.Beberapa kali dia terlibat perkelahian dengan adiknya yang membuat jantung Veronica sedikit bermas
"Astaga Zack! Kamu mabuk lagi malam ini? Keterlaluan sekali kamu!" Veronica sangat geram dengan putra sulungnya sampai nafasnya memburu."Mamah diam! Dan nggak perlu campuri urusanku!""Kak, sampai kapan Kakak terus seperti ini?"Laki-laki itu tak menghiraukan ucapan mereka, dia berjalan begitu saja sempoyongan bahkan hampir menabrak tembok di ruang tengah."Astaga! Mari Tuan biar saya bantu ke dalam.""Untuk apa kamu pegang-pegang aku! Sana!"Dugh!"Awh!"Dorongan tangan Zack yang begitu keras membuat Celine terjerembab dan menabrak sebuah lemari besar, tapi wanita itu tidak menyerah begitu saja. Celine kembali berdiri sambil memegangi lengan tangannya yang terasa sakit.Memapah tubuh gagah itu membawanya ke dalam kamar. Tak kuat menopang berat badannya kini tidak ada lagi perlawanan dari Zack sampai ke dalam.Celine membaringkan Zack di atas tempat tidur dan melepas sepatu yang masih di kenak
Celine berjalan lunglai menyusuri jalanan yang sepi, hanya terlihat pohon-pohon beringin berguguran menguning yang membuat kotor jalanan tersebut.Berharap ada seseorang datang menolongnya, setelah lama meninggalkan kuliahnya mana mungkin dia absen kembali untuk hari ini."Bagaimana aku memberi alasan pada Pak Dirga, ck!" selaku Dosen.Awalnya Celine hanya meminta izin untuk menemani papanya di rumah sakit.Dari arah belakang terdengar suara motor yang berjalan semakin kencang namun Celine tak menghiraukan siapa pengemudi motor tersebut."Celine, sedang apa kamu disini?"Celine spontan menoleh ke samping pada seseorang yang memakai motor cros lengkap dengan helm trail-nya hingga matanya saja yang terlihat.Celine tidak mengenali siapa dia bahkan dari suaranya saja Celine tidak mengetahui kalau dia orang yang dikenal."Aku- aku mau ke kampus. Siapa kamu?""Astaga, apa kamu nggak mengenal aku?"M
"Aku mau minta tolong pada kalian untuk mencari dimana keberadaan Greta saat ini!"Kenan dan Leo terperangah dengan ucapan temannya ini, mereka tau bukankah Zack sudah menikah, namun hanya Kenan yang bisa datang dalam acara pernikahannya kemaren.Sedang Leo berada di luar negeri saat itu sehingga dia tidak melihat siapa istri dari Zack ini."Greta? Zack, lebih baik kamu lupakan saja wanita itu! Tidak ada gunanya lagi kamu mencarinya! Aku yakin kalau dia sudah menemukan laki-laki yang lebih segalanya dari pada kamu.""Apa yang kamu katakan?"Mendengar ucapan dari Leo membuat Zack tidak terima, dia spontan menarik kerah baju temannya itu hingga sedikit mendongak ke atas.Ingin rasanya Kenan melerai kedua tamannya ini tetapi dia hanya takut di katakan membela satu sama lain di antara mereka."Aku yakin kalau Greta tidak akan seperti itu! Dia perempuan baik-baik! Jika kamu tidak mau menolongku, tidak masalah asal kamu jaga m
"Aku pulang!"Dengan lincahnya Celine masuk ke dalam menyapa orang rumah bahwa dirinya sudah pulang. Namun tiba-tiba sebuah tangan menyelonong dari belakang dan mencengkeram erat lehernya sampai Celine kesulitan untuk bernafas.Tap!"Siapa yang mengantarmu pulang! Katakan?"Cengkeraman yang begitu kuat membuat Celine kesulitan untuk melepaskan walau beberapa kali dia memukul-mukul tangan tersebut.Zack semakin mengangkat sampai wajah Celine mendongak dan kakinya sedikit terangkat ke atas."Tu-Tuan Z-Zack! Le-lepaskan aku Tu-Tuan!"Uhuk!Uhuk!"Katakan siapa yang mengantarmu pulang?" Bahkan sampai Celine terbatuk, Zack tidak kunjung melepaskan genggaman tangannya. Dia tidak menyadari kalau yang mengantar pulang istrinya ini bukan orang lain, melainkan temannya sendiri.Hanya saja Leo tak pernah mengendarai motor ketika bertemu dengan Zack sebelumnya, karena motor itu baru saja dia beli
"Ma-af-kan semua ke-sala-han su-ami-mu, Nak!"Kalimat terakhir papanya masih mengiang-ngiang di telinga Celine. Crush yang tidak pernah mengajarkan pada anak-anaknya untuk menyimpan rasa dendam membuat Celine bingung.Rasa benci itu masih ada tetapi di sisi lain, apakah dia tidak bisa melakukan wasiat dari papanya?"Tidak! Aku tidak bisa! Aku tidak bisa mendekati pembunuh Papa biar pun itu suamiku sendiri."Celine di dalam kamar tak bisa fokus dalam materi pelajaran saat mengingat perlakuan Zack terhadap dirinya.Dirinya bukan wanita yang lemah, justru kerasnya hidup membuat dia semakin kuat selama menghadapi semua masalah yang menerpanya."Ya Tuhan, tolong bantu aku. Bantu aku dalam menghadapi semuanya, Tuhan," Celine menengadah ke atas.Merasa bosan Celine keluar kamar untuk sekedar menghilangkan rasa suntuknya. Tepi kolam renang menjadi sasaran utama sebagai tempat paling nyaman saat ini.Celine berjalan pela
"Kertas apa ini?"Saat Celine turun dari tangga dia mendapati sebuah kertas yang tergeletak di atas nakas.Merasa tidak asing dengan kertas itu dia mengambil dan membukanya pelan."Astaga, ini proposal milik Granella."Kertas itu sempat Granella bawa semalam saat mengobrol bersamanya."Bu, Ibu!""Celine ada apa Nak, Ibu di sini?" Veronica sedang mengaduk teh hangat untuknya."Granella mana Bu? Proposal dia ketinggalan. Padahal ini sangat penting buatnya!""Astaga, kenapa begitu ceroboh anak itu! Pagi sekali Granella sudah berangkat ke kantornya!"Veronica terlihat cemas dengan putrinya yang akan melakukan promosi hati ini. Berkas itu merupakan bukti untuk meyakinkan calon partnernya."Kalau begitu biar aku susulkan ke kantornya! Sekalian aku berangkat ke kampus. Aku berangkat, Bu?"Tanpa dia sadari Zack melihatnya dari atas tangga.Merasa ada sesuatu yang terjadi, Zack penasar
"Ok, aku ke sana sekarang!"Zack yang semula di kantor secepatnya mengemasi pekerjaan di meja kerjanya saat seseorang menelepon.Dia bergegas pergi ke tempat yang di katakan lewat sambungan telepon itu."Itu akibatnya kalau berurusan denganku!" gumamnya sambil menyetir mobil."Nah ini dia, orangnya datang." Sambut Diego saat Zack tiba di tempat tongkrongan mereka.Zack yang masih mengenakan setelan jas formal datang untuk membayar hasil kerja mereka."Mana bayaran kita? Kita sudah melakukan tugas yang kamu mau!""Mana buktinya?" Diego menyerahkan foto-foto di ponselnya pada Zack.Dengan saksama Zack melihat foto tersebut namun wajahnya berubah bengis seketika saat melihat siapa korban mereka."Bodoh!"Prak!Semua teman-temannya terperangah saat Zack berteriak sambil membanting ponsel milik Diego hingga pecah berkeping-keping."Salah orang, tolol! Bukan orang ini target sasaran
"Aku akan beri mereka nama Eleana dan Evander, mereka cantik dan juga gagah seperti aku." Zack begitu bangganya."Eleana dan Evander? Em, nama yang bagus, aku suka dengan nama itu, Honey." Zack mengecup kening sang istri dengan begitu hikmatnya."Oh, iya kalian belum memberitahu berita bahagia ini pada Marcel dan juga Granella bukan? Biar Mama yang menelepon mereka." Veronica mengambil ponselnya dan menelepon kedua anaknya yang berada di seberang sana.Marcel memicingkan matanya saat melihat nama yang terpampang di layar ponselnya membuat Granella penasaran siapa yang meneleponnya."Siapa yang menelepon-mu, Kak?"Marcel menunjukan ponselnya pada Granella. Mereka berharap tidak ada hal buruk yang menimpa keluarganya di sana, Marcel segera menggeser tombol berwarna hijau hingga panggilan tersambung."Hai Mah, apa Mama baik-baik saja bukan?" Wajah Veronica terlihat di layar ponsel setelah saat melakukan vidio call."Aku baik-baik saja, kau tidak perlu mengkhawatirkan aku. Oh iya, Marcel,
Kandungan Celine yang semakin membesar membuat dia susah untuk melakukan aktifitas seperti biasanya. Di klaim oleh dokter kalau Celine memiliki bayi kembar di dalam rahimnya.Zack begitu senang setelah tau kalau calon anaknya kembar, satu pria dan satu wanita setelah mereka tau lewat USG yang di lakukan setiap kali periksa."Zack, lebih baik hari ini kau jangan dulu masuk ke kantor. Hari ini bukankah HPL istrimu, Celine? Aku tidak menyangka kalau Celine memilih melahirkan secara normal!" Veronica bergidik ngeri.Membayangkan wanita yang kesakitan hendak melahirkan normal, tapi itu jalan yang dipilih oleh menantunya.Sengaja Celine memilih persalinan normal supaya dia bisa tau bagaimana rasanya melahirkan secara spontan."Hem, seperti biasanya, Mah. Aku hanya sebentar untuk absen. Setelah itu, aku akan segera pulang. Mana mungkin aku melewatkan detik-detik yang paling berharga untuk'ku!"Wanita hamil itu masih di dalam kamarnya pa
"Gimana, kalian sudah siap? Kalau sudah kita berangkat sekarang?"Usai sarapan mereka bertiga keluar untuk jalan-jalan. Marcel sengaja membatalkan semua urusan kantornya demi adiknya mumpung Granella ada di kota itu.Kini saatnya untuk membuat dia senang."Siap, Kak. Aku udah siap! Kita berangkat sekarang!"Sekitar 15 menit lamanya, mereka di perjalanan, Marcel justru membawa mereka ke tempat yang tidak terduga, terutama oleh angel sendiri.Mereka ke sebuah taman di tengah-tengah kota. Pemandangan yang sangat indah serta wahana yang membuat mereka merasa tertantang ingin mencobanya, namun tidak untuk Angel."Astaga, kenapa kau membawaku kemari, Marcel? Memangnya nggak ada tempat lain untuk berlibur? Kita bisa ke Mall atau ke pantai?""Apa yang kau katakan, Kak? Di sini? Kak Angel kau lihat! Di sana ada wahana itu. Bagaimana kalau kita mencobanya?""Apa? Naik? Tidak, tidak, tidak! Aku tidak berani mencobanya."
"Oh iya, ada apa kau kemari?""Daddy menyuruhku untuk datang ke rumah. Dia bilang ada hal penting yang mau dibicarakan denganmu!""Hal penting? Hal penting apa?"Angel hanya mengangkat tangan dan bahunya yang menandakan kalau dia tidak tau."Ya sudah, nanti siang aku curi-curi waktu untuk datang ke rumahmu. Atau jangan-jangan kau sengaja menyuruh Daddy-mu agar aku datang ke sana." Marcel terkekeh. "Marcel!" "Sudah, aku mau pulang. Pokonya kau harus datang, Daddy menunggumu di rumah."Angel bangun dari duduknya untuk pulang namun Marcel kembali bicara."Kau yakin mau pulang? Memangnya kau tidak mau ikut dengan kami untuk jalan-jalan?"Dilewatkan juga sayang, akan tetapi rasanya malu jika mendadak dia mau ikut untuk jalan-jalan bersama kakak beradik itu."Jalan-jalan? Jalan-jalan kemana?""Ya kemana aja, ke bukit kayak kemaren?" Angel membelalakkan matanya malu di depan Granella.
Tok!Tok!"Marcel buka pintunya! Marcel, buka!"Granella berlari saat seseorang mengetuk pintu apartemen kakaknya.Pasalnya Marcel sendiri tengah berada di kamar mandi saat ini. Siapa yang berani datang sambil mengetuk pintu lumayan kencang."Iya, iya. Sebentar!"Begitu pintu di buka, "Iya, ada yang bisa saya bantu?" Angel mengerutkan alisnya saat melihat wanita lain di dalam apartemen Marcel.Entah mengapa perasaannya marah, dia mengira kalau Marcel dan wanita ini memiliki hubungan walau sebenarnya bukan urusan dia jika memang itu benar.Karena Angel sendiri hanya teman, bukan siapa-siapanya Marcel."Siapa kau? Kenapa kau berada di apartemen Marcel?" Granella tersenyum."Kau pasti Angel, bukan? Aku Granella, Adiknya Kak Marcel." Granella mengulurkan tangannya mengajak Angel salaman.Berapa malunya Angel yang setelah tau dialah Granella gadis yang sering mereka bicarakan.Nad
"Baby, aku berangkat dulu. Kamu baik-baik di rumah, jaga bayi kita dengan baik!""Kau hati-hati Honey, jangan pulang terlambat, atau aku akan merajuk?" ucap Celine pura-pura cemberut."Kau tidak perlu khawatir! Akan ku habiskan waktuku untuk kalian yang tersayang." Zack memeluk tubuh istrinya dengan sangat erat sambil menciumi pucuk kepalanya.Usai melakukan itu, dia pergi untuk bekerja setelah mengecup kening sang istri. Usia kandungan Celine yang semakin membesar membuat dia cepat lelah dan memerlukan banyak istirahat.Zack tak pernah lama di kantor setelah tau kalau istrinya hamil untuk yang kedua kalinya.Dia menjadi calon Daddy yang siaga, akan tetapi tuntutan pekerjaan membuat dia harus absen berangkat walau hanya beberapa jam saja di kantornya."Suamimu sudah berangkat?" tanya Veronica."Baru saja, Ibu. Hari ini Honey ada meeting dengan para stafnya, dia bilang ada rencana baru yang akan di buat oleh perusahaannya
"Astaga, kenapa aku sampai lupa untuk ke belakang! Ok, makasih Edward, aku ke belakang dulu!" Edward menunjukan toilet dengan tangannya.Dia beranjak lebih dulu kembali ke kamar poppy-nya bergabung bersama Marcel dan mommy-nya.Obrolan mereka serasa menyenangkan baginya, padahal biasanya Edward sendiri enggan untuk berkumpul."Betulkan, Edward. Kalau menurutmu bagaimana jika Poppy menanam saham di perusahaan milik Nona Granella. Jadi komunikasi kita bisa terus berlanjut."Edward menghela nafas kasar sebelum bicara, "Iya, itu ide yang bagus, Pih. Tapi apa Poppy yakin kalau Nona Granella bakal menerima tawaran itu?""Nanti kita tanyakan langsung pada Nona Granella." Tuan Mickey terlihat begitu bersemangat.Tak berapa lama kemudian, Granella keluar dari kamar mandi, tuan Mickey mengatakan niatnya itu pada gadis ini untuk mengajaknya kerja sama.Semula Granella tidak yakin dan mengira kalau tuan Mickey hanya bercanda.
"Ok, Nak. Kau di sini saja, biar aku yang menghubungi Kakak kamu itu.""Apa Uncle yakin?" Pasalnya Granella sendiri tidak yakin kalau tuan Mickey ini mengenal kakaknya. Begitu juga dengan Edward dan nyonya Amelie yang saling pandang dengan pikiran masing-masing."Kenapa tidak, tunggu!"Tuan Mickey mengambil ponselnya lalu menghubungi Marcel yang kini berada di kantornya."Halo, Tuan Mickey ada yang bisa saya bantu?" Suara Marcel dari sambungan telepon."Tuan muda Welyoston, bisa kan anda datang ke rumahku sekarang juga?" Granella membelalakkan matanya saat tuan Mickey menyebut nama tuan muda Welyoston. Itu artinya tuan Mickey memang mengenal kakaknya."Ada hal yang sangat penting yang harus ada ketahui sekarang juga!""Kalau boleh tau, apa hal penting itu, Tuan. Karena saya tidak punya banyak waktu untuk berleha-leha.""Oh, tentu ini sangat penting, Tuan." Tuan Mickey melirik pada Granella."D
"Em, Berlian, Louise tunggu!""Iya, Nona.""Sekarang kalian bebas untuk kemana aja, aku pun akan mencari dimana tempat tinggal Kakak'ku di sini, pulang nanti kita akan bertemu di hotel ini lagi."Kedua bawahannya itu seperti mendapatkan kesempatan emas untuk mengunjungi tempat-tempat indah di kota itu tanpa gangguan soal pekerjaan."Sungguh, Nona?""Iya, bersenang-senanglah kalian, selamat berlibur!"Berpisah dari hotel yang sama mereka berpencar ke tempat tujuan masing-masing.Granella beranjak ke kota lain untuk mencari keberadaan Marcel sekarang."Kak Marcel pasti terkejut kalau tau tiba-tiba aku ada di sini."Menaiki sebuah taksi Granella duduk di kursi belakang sambil memandang indahnya kota tersebut.Laju kendaraan terhenti saat lampu lalu lalu lintas menunjukan warna merah. Dari kejauhan tak sengaja Granella melihat seorang pria tua yang berdiri sambil memegangi kepalanya yang terasa sak