Zack kembali menyusul Celine ke dalam. Dia mendengar sendiri bagaimana tulusnya wanita ini terhadap Mamanya.
Mengajaknya bicara walau tanpa respon dari mamanya sekalipun, Celine tidak putus asa.Wanita itu tampak duduk di samping Veronica terbaring sambil menggenggam tangannya, perlahan Zack menghampirinya."Apakah ada kemajuan dari Ibu, Tuan?" tanya Celine tanpa menolehkan pandangannya dari Veronica."Belum. Mama masih sama seperti sekarang ini.""Astaga!" Celine memikirkan hal buruk yang dokter Bardo katakan.Sepertinya yang dia katakan itu benar, jika dalam satu Minggu Veronica belum juga sadar, maka semua alat bantu akan di lepas yang berarti menandakan kalau Veronica telah tiada.Selama ini mereka harap-harap cemas menunggu kesadaran dari wanita paruh baya ini."Em, Tuan. Aku mau bicara denganmu!"Tanpa sadar Celine berani menggandeng tangan Zack dan tidak ada penolakan darinya, Zack mengikuti kemaPagi harinya Celine menguak sambil mengulur tubuhnya yang terasa pegal. Dia tidak menyadari kalau semalaman tidur di atas dada bidang suaminya.Setelah sadar dan melihat siapa yang tidur bersamanya, Celine spontan berteriak."Aarrgghh!"Teriakan itu spontan membangunkan Zack dari tidurnya."Astaga, apa yang kau lakukan! Kenapa kau suka sekali berteriak.""Ma-maaf, Tuan." Saat itu juga Zack tersadar, dia pun melongo, mengingat-ingat apa yang sudah dia lakukan semalam dengan wanita ini."Aku tidak apa-apakan dirimu, bukan?" Celine mengerutkan alisnya. Jika memang Zack melakukan itu padanya, lantas kenapa? Bukan kah status mereka kini suami istri?"Nggak. Nggak, Tuan. Aku baik-baik saja. Astaga, aku sudah terlambat sekarang." Secepat mungkin Celine masuk ke dalam kamar mandi.Waktu yang semakin mepet membuat dia buru-buru. Di saat Celine keluar dari kamar mandi, tiba-tiba ...Slarak!Bruk!
"Syukurlah, sidang skripsi sudah selesai,sekarang tingga nunggu bagaimana hasilnya. Semoga aja hasilnya bisa membuat aku senang." Sambil berjalan pulang Celine berbicara sendiri. Dan ketika dia sampai di halaman kampus, Leo sudah menunggu duduk di atas motornya.Sengaja pemuda itu menunggu untuk menanyakan sesuatu atas informasi yang dia dapatkan dari luar."Leo, sedang apa kau di sini?""Menunggumu. Ada yang mau aku bicarakan denganmu." Suara bas itu terdengar sangat serius.Sambil bertanya-tanya dalam hati Celine naik ke boncengan belakang Leo. Celine mulai curiga. "Jangan-jangan Leo sudah tau semuanya."Pemuda itu membawa Celine ke suatu taman kota, duduk di tengah-tengah taman tersebut."Kau mau menanyakan apa, Le?""Ada hubungan apa antara kau dan Zackly Welyoston?"Sungguh tidak Celine sangka kalau ternyata Leo mengenal Zack. Padahal selama ini dia menyembunyikan statusnya hanya agar Leo tidak me
"Kau mau dia mati?" Suara Marcel dari belakang spontan membuat Celine membuka matanya lebar-lebar."Bukan urusanmu! Pergi kau dari sini!" Marcel dengan santainya tersenyum sambil menghisap rokok yang dia nyalakan."Ya sudah! Itu urusanmu. Yang terpenting aku sudah memperingatkan, jika dia mati kau sendiri yang akan menyesali." Saat itu juga Zack melepas genggaman tangannya.Celine spontan terbatuk-batuk sambil memegangi lehernya yang terasa sakit.Kuku yang turut mencengkeram menggores kulit mulusnya hingga tampak bercak mengeluarkan sedikit darah.Marcel menggerakkan kepalanya memberi kode agar Celine segera masuk ke dalam.Celine mengetahui apa makna gerakan itu pun secepat mungkin pergi dari hadapan mereka."Satu persatu orang yang dekat denganmu akan menjauh jika sikapmu terus seperti ini." Puas mengatakan itu, Marcel pergi dari hadapan kakaknya. Menghampiri Celine yang masih terlihat takut."Apa kau tidak a
"Siapa yang menelepon-mu, Cel?""Pak Dirga, Managerku di Paris. Dia menanyakan kapan aku kembali, karena banyak pekerjaan yang membutuhkan turun tanganku."Celine tau posisi Marcel saat ini, dia bingung meninggalkan pekerjaannya di sana, sedang di sini Veronica tak kunjung sadar. Mana mungkin dia kembali dalam kondisi mamanya yang seperti sekarang ini."Aku tau kecemasanmu, Cel. Kau pasti pusing menentukan pilihan. Tapi sebaiknya kau tunggu, paling tidak sampai Ibu membuka matanya." Marcel mengangguk."Ibu belum puas melihatmu, putra kebanggaannya. Dia akan sangat bahagia jika pada saat membuka mata, kau berada di sampingnya.""Aku tau itu, Kakak ipar. Makanya aku suruh Pak Dirga untuk mengurus semua selama aku di sini."Celine menepuk pundak adik iparnya, namun tepukan tangan itu serasa berbeda untuk Marcel.Akankah dia jatuh cinta pada kakak iparnya sendiri?Balum sampai di rumah sakit, mata mereka memicing se
Di tempat yang gelap penuh dengan warna warni dari lampu yang berputar di atas, di iringi dengan musik yang begitu menggelegar kencang Zack menghabiskan malam panjangnya.Bahkan dia sudah menghabiskan beberapa botol minuman pahit yang berdiri di atas meja."Kau selalu saja membuatku cemas. Siapa laki-laki yang pulang bersamamu!" rancau-nya dengan suara ciri khas orang mabuk."Kalau saja aku tau siapa laki-laki itu. Maka akan aku pastikan dia habis di tanganku."Prak!Satu botol kosong Zack pukulkan pada dinding sebagai rasa kekesalannya. Satu botol yang masih terisi, dia bawa sambil berjalan. Mulutnya tak berhenti bicara entah apa yang dia bicarakan.Sambil sempoyongan Zack mengendarai mobil, beberapa kali hampir menabrak pohon kalau saja tidak segera dia rem. Dan berhasil sampai di rumah."Astaga, Kak Zack mabuk lagi? Mau sampai kapan kau seperti ini, Kak?" Granella yang sudah pulang lebih dulu merasa geram, tapi Zack m
"Dari mana saja kau? Kau pasti pergi dengan selingkuhanmu itu kan? Jawab?" Zack terus saja menuduh tanpa alasan. Kata-katanya penuh dengan penekanan.Yang dia pikirkan adalah Celine pergi bersama Leo tanpa mengingat kalau sekarang dia sibuk menemani mamanya di rumah sakit."Ti-Tidak Tuan, saya baru saja pulang dari rumah sakit. Lebih baik Tuan istirahat sekarang""Rumah sakita?" Zack terlihat berfikir."Iya, rumah sakit, Tuan. Saya baru saja menemani Ibu di sana." Sepertinya saat ini alasan Celine bisa di terima olehnya, dia merebahkan tubuhnya kembali. Kini Celine dapat bernafas dengan lega.Zack terbangun di tengah malam di saat dirinya sudah sadar dari mabuk. Dia mendapati pakaiannya yang sudah terganti dan melihat Celine yang tidur di sofa. Perlahan dia turun dari tempat tidur.***"Mah, kapan Mama sembuh. Kapan Mama sadar! Aku sudah bosan melihat kondisi Mama yang hanya diam seperti in
Di dalam mobil tidak banyak pembicaraan dari mereka, keduanya terlihat mencari kesibukan masing-masing.Zack terlihat fokus menyetir ke depan, sedang Celine sendiri ragu untuk bicara."Tu-Tuan tolong kali ini jangan turunkan aku di tengah jalan. Hari ini aku sudah sangat terlambat." Tidak ada jawaban dari Zack sampai di kampus. Celine turun, begitu pula dengan Zack yang ikut turun ingin melihat bagaimana hasil usaha istrinya.Banyak mahasiswa mengerubungi majalah dinding dimana hasil pengumuman itu di tempelkan."Permisi, apa kau bisa memberiku sedikit waktu." Tetap saja meraka tak mau menyingkir.Dengan tubuhnya yang tinggi membuat Zack melihat lebih dulu hasil itu sebelum Celine sendiri melihatnya.Ingin rasanya dia tersenyum, bahkan tertawa sambil memeluk istrinya, hanya saja dia tahan Karana masih di lingkungan kampus."Mata Celine spontan berkaca-kaca saat melihat hasil di mana dia menjadi lulusan terbaik dengan nil
"Tidak masalah, Tuan. Hal seperti ini sudah biasa bagi orang yang baru sembuh dari komanya. Kita lihat satu atau dua jam ke depan Nyonya Veronica sudah bisa membuka matanya dengan baik."Mereka bernafas dengan lega untuk yang kedua kalinya."Syukurlah kalau begitu, Dok. Terima kasih."Marcel yang menjauh dari mereka dan terlihat menghubungi seseorang. Tak berapa lama kemudian terdengar Veronica kembali memanggil Celine, bukan anak-anaknya yang dia panggil melainkan menantunya."Celine, kau dimana, Nak?""Ibu?" ucapnya memastikan apakah itu benar-benar suara Veronica yang terdengar?Celine segera masuk kembali ke ruang rawat itu."Ibu, syukurlah kau sudah sadar! Kami sempat cemas memikirkan-mu, Bu.""Aku tidak apa-apa, Nak." Veronica berusaha untuk duduk, namun Celine mencegahnya."Eh, Ibu mau apa? Biar aku yang melakukan?" Rupanya koma satu bulan membuat dia merasa haus. Tenggorokannya terasa kering bah
"Aku akan beri mereka nama Eleana dan Evander, mereka cantik dan juga gagah seperti aku." Zack begitu bangganya."Eleana dan Evander? Em, nama yang bagus, aku suka dengan nama itu, Honey." Zack mengecup kening sang istri dengan begitu hikmatnya."Oh, iya kalian belum memberitahu berita bahagia ini pada Marcel dan juga Granella bukan? Biar Mama yang menelepon mereka." Veronica mengambil ponselnya dan menelepon kedua anaknya yang berada di seberang sana.Marcel memicingkan matanya saat melihat nama yang terpampang di layar ponselnya membuat Granella penasaran siapa yang meneleponnya."Siapa yang menelepon-mu, Kak?"Marcel menunjukan ponselnya pada Granella. Mereka berharap tidak ada hal buruk yang menimpa keluarganya di sana, Marcel segera menggeser tombol berwarna hijau hingga panggilan tersambung."Hai Mah, apa Mama baik-baik saja bukan?" Wajah Veronica terlihat di layar ponsel setelah saat melakukan vidio call."Aku baik-baik saja, kau tidak perlu mengkhawatirkan aku. Oh iya, Marcel,
Kandungan Celine yang semakin membesar membuat dia susah untuk melakukan aktifitas seperti biasanya. Di klaim oleh dokter kalau Celine memiliki bayi kembar di dalam rahimnya.Zack begitu senang setelah tau kalau calon anaknya kembar, satu pria dan satu wanita setelah mereka tau lewat USG yang di lakukan setiap kali periksa."Zack, lebih baik hari ini kau jangan dulu masuk ke kantor. Hari ini bukankah HPL istrimu, Celine? Aku tidak menyangka kalau Celine memilih melahirkan secara normal!" Veronica bergidik ngeri.Membayangkan wanita yang kesakitan hendak melahirkan normal, tapi itu jalan yang dipilih oleh menantunya.Sengaja Celine memilih persalinan normal supaya dia bisa tau bagaimana rasanya melahirkan secara spontan."Hem, seperti biasanya, Mah. Aku hanya sebentar untuk absen. Setelah itu, aku akan segera pulang. Mana mungkin aku melewatkan detik-detik yang paling berharga untuk'ku!"Wanita hamil itu masih di dalam kamarnya pa
"Gimana, kalian sudah siap? Kalau sudah kita berangkat sekarang?"Usai sarapan mereka bertiga keluar untuk jalan-jalan. Marcel sengaja membatalkan semua urusan kantornya demi adiknya mumpung Granella ada di kota itu.Kini saatnya untuk membuat dia senang."Siap, Kak. Aku udah siap! Kita berangkat sekarang!"Sekitar 15 menit lamanya, mereka di perjalanan, Marcel justru membawa mereka ke tempat yang tidak terduga, terutama oleh angel sendiri.Mereka ke sebuah taman di tengah-tengah kota. Pemandangan yang sangat indah serta wahana yang membuat mereka merasa tertantang ingin mencobanya, namun tidak untuk Angel."Astaga, kenapa kau membawaku kemari, Marcel? Memangnya nggak ada tempat lain untuk berlibur? Kita bisa ke Mall atau ke pantai?""Apa yang kau katakan, Kak? Di sini? Kak Angel kau lihat! Di sana ada wahana itu. Bagaimana kalau kita mencobanya?""Apa? Naik? Tidak, tidak, tidak! Aku tidak berani mencobanya."
"Oh iya, ada apa kau kemari?""Daddy menyuruhku untuk datang ke rumah. Dia bilang ada hal penting yang mau dibicarakan denganmu!""Hal penting? Hal penting apa?"Angel hanya mengangkat tangan dan bahunya yang menandakan kalau dia tidak tau."Ya sudah, nanti siang aku curi-curi waktu untuk datang ke rumahmu. Atau jangan-jangan kau sengaja menyuruh Daddy-mu agar aku datang ke sana." Marcel terkekeh. "Marcel!" "Sudah, aku mau pulang. Pokonya kau harus datang, Daddy menunggumu di rumah."Angel bangun dari duduknya untuk pulang namun Marcel kembali bicara."Kau yakin mau pulang? Memangnya kau tidak mau ikut dengan kami untuk jalan-jalan?"Dilewatkan juga sayang, akan tetapi rasanya malu jika mendadak dia mau ikut untuk jalan-jalan bersama kakak beradik itu."Jalan-jalan? Jalan-jalan kemana?""Ya kemana aja, ke bukit kayak kemaren?" Angel membelalakkan matanya malu di depan Granella.
Tok!Tok!"Marcel buka pintunya! Marcel, buka!"Granella berlari saat seseorang mengetuk pintu apartemen kakaknya.Pasalnya Marcel sendiri tengah berada di kamar mandi saat ini. Siapa yang berani datang sambil mengetuk pintu lumayan kencang."Iya, iya. Sebentar!"Begitu pintu di buka, "Iya, ada yang bisa saya bantu?" Angel mengerutkan alisnya saat melihat wanita lain di dalam apartemen Marcel.Entah mengapa perasaannya marah, dia mengira kalau Marcel dan wanita ini memiliki hubungan walau sebenarnya bukan urusan dia jika memang itu benar.Karena Angel sendiri hanya teman, bukan siapa-siapanya Marcel."Siapa kau? Kenapa kau berada di apartemen Marcel?" Granella tersenyum."Kau pasti Angel, bukan? Aku Granella, Adiknya Kak Marcel." Granella mengulurkan tangannya mengajak Angel salaman.Berapa malunya Angel yang setelah tau dialah Granella gadis yang sering mereka bicarakan.Nad
"Baby, aku berangkat dulu. Kamu baik-baik di rumah, jaga bayi kita dengan baik!""Kau hati-hati Honey, jangan pulang terlambat, atau aku akan merajuk?" ucap Celine pura-pura cemberut."Kau tidak perlu khawatir! Akan ku habiskan waktuku untuk kalian yang tersayang." Zack memeluk tubuh istrinya dengan sangat erat sambil menciumi pucuk kepalanya.Usai melakukan itu, dia pergi untuk bekerja setelah mengecup kening sang istri. Usia kandungan Celine yang semakin membesar membuat dia cepat lelah dan memerlukan banyak istirahat.Zack tak pernah lama di kantor setelah tau kalau istrinya hamil untuk yang kedua kalinya.Dia menjadi calon Daddy yang siaga, akan tetapi tuntutan pekerjaan membuat dia harus absen berangkat walau hanya beberapa jam saja di kantornya."Suamimu sudah berangkat?" tanya Veronica."Baru saja, Ibu. Hari ini Honey ada meeting dengan para stafnya, dia bilang ada rencana baru yang akan di buat oleh perusahaannya
"Astaga, kenapa aku sampai lupa untuk ke belakang! Ok, makasih Edward, aku ke belakang dulu!" Edward menunjukan toilet dengan tangannya.Dia beranjak lebih dulu kembali ke kamar poppy-nya bergabung bersama Marcel dan mommy-nya.Obrolan mereka serasa menyenangkan baginya, padahal biasanya Edward sendiri enggan untuk berkumpul."Betulkan, Edward. Kalau menurutmu bagaimana jika Poppy menanam saham di perusahaan milik Nona Granella. Jadi komunikasi kita bisa terus berlanjut."Edward menghela nafas kasar sebelum bicara, "Iya, itu ide yang bagus, Pih. Tapi apa Poppy yakin kalau Nona Granella bakal menerima tawaran itu?""Nanti kita tanyakan langsung pada Nona Granella." Tuan Mickey terlihat begitu bersemangat.Tak berapa lama kemudian, Granella keluar dari kamar mandi, tuan Mickey mengatakan niatnya itu pada gadis ini untuk mengajaknya kerja sama.Semula Granella tidak yakin dan mengira kalau tuan Mickey hanya bercanda.
"Ok, Nak. Kau di sini saja, biar aku yang menghubungi Kakak kamu itu.""Apa Uncle yakin?" Pasalnya Granella sendiri tidak yakin kalau tuan Mickey ini mengenal kakaknya. Begitu juga dengan Edward dan nyonya Amelie yang saling pandang dengan pikiran masing-masing."Kenapa tidak, tunggu!"Tuan Mickey mengambil ponselnya lalu menghubungi Marcel yang kini berada di kantornya."Halo, Tuan Mickey ada yang bisa saya bantu?" Suara Marcel dari sambungan telepon."Tuan muda Welyoston, bisa kan anda datang ke rumahku sekarang juga?" Granella membelalakkan matanya saat tuan Mickey menyebut nama tuan muda Welyoston. Itu artinya tuan Mickey memang mengenal kakaknya."Ada hal yang sangat penting yang harus ada ketahui sekarang juga!""Kalau boleh tau, apa hal penting itu, Tuan. Karena saya tidak punya banyak waktu untuk berleha-leha.""Oh, tentu ini sangat penting, Tuan." Tuan Mickey melirik pada Granella."D
"Em, Berlian, Louise tunggu!""Iya, Nona.""Sekarang kalian bebas untuk kemana aja, aku pun akan mencari dimana tempat tinggal Kakak'ku di sini, pulang nanti kita akan bertemu di hotel ini lagi."Kedua bawahannya itu seperti mendapatkan kesempatan emas untuk mengunjungi tempat-tempat indah di kota itu tanpa gangguan soal pekerjaan."Sungguh, Nona?""Iya, bersenang-senanglah kalian, selamat berlibur!"Berpisah dari hotel yang sama mereka berpencar ke tempat tujuan masing-masing.Granella beranjak ke kota lain untuk mencari keberadaan Marcel sekarang."Kak Marcel pasti terkejut kalau tau tiba-tiba aku ada di sini."Menaiki sebuah taksi Granella duduk di kursi belakang sambil memandang indahnya kota tersebut.Laju kendaraan terhenti saat lampu lalu lalu lintas menunjukan warna merah. Dari kejauhan tak sengaja Granella melihat seorang pria tua yang berdiri sambil memegangi kepalanya yang terasa sak