Hilbram membaca lembar surat perjanjian itu dan menelitinya. Itu memang tanda tangannya. Dan di samping tempatnya membubuhkan tanda tangan, ada nama Ayesha lengkap dengan tanda tangannya pula.
“Anda jatuh cinta padanya. Lalu mengetahui kenyataan bahwa wanita tersebut juga bekerja di sebuah rumah bordil. Anda membelinya.”
Hilbram mengernyitkan dahinya mendengar penuturan Rahman. Jadi, dia menikahi wanita dari rumah bordil?
“Aku tidak melihat dia wanita yang seperti itu?” Hatinya yang penuh keraguan masih mencoba tidak percaya.
Ayesha berhijab. Dari foto-fotonya juga terlihat bahwa dia wanita baik-baik. Bagaimana bisa ada di rumah bordil?
“Saya kira masalah ekonomi, Tuan. Dia juga baru beberapa hari di tempat itu.”
Rahman tidak jujur karena seharusnya dia tahu bahwa Ayesha dijual pamannya untuk menebus utang. Meskipun pada akhirnya maksud dari ucapan Rahman sama, tapi akan berbeda ji
Bel berbunyi dan Hanin membukakan pintu. Ada seorang pria keren berdiri di depan pintu rumahnya, tersenyum penuh kharisma. Membuat Hanin bertanya-tanya, siapakah pria itu? Teman ayahnya kah?“Halo?” sapa Sebastian melambaikan tangan di depan wajah Hanin yang tak berkedip itu.“O, Ha-halo?” jawab Hanin gugup. Astaga, baru jomblo setahun saja sudah membuatnya baper didatangi pria keren ini.“Apa ini rumah Tuan Prajayaksa?” tanya Sebastian lagi.“Oh, dia ayahku, apa kau mencarinya? Untuk apa?” tiba-tiba dia menghalu ayahnya itu diam-diam menjodohkannya dengan pria keren ini. Seperti yang di novel-novel online yang dibacanya. Pria ini tampan dan menarik. Sepertinya cocok dengannya.“Aku mencari wanita yang bernama Ayesha, dia tinggal di sini?”Kata-kata itu menurunkan Hanin yang sejak tadi serasa kakinya tidak menapak di tanah. Dia baru kembali ke mode normalnya dan mulai me
Setelah menidurkan Adam dan menyiapkan asi dalam dot untuk persedian kalau tiba-tiba Adam terbangun, Ayesha segera mempersiapkan dirinya.Jantungnya sejak tadi berdetak tidak tentu. Ayesha gugup sekali bahkan sempat berpikir tidak jadi pergi saja.Namun sekali lagi dia menguatkan dirinya. Bahwa setelah pertemuan ini dia akan lebih leluasa mengambil sikap.Ayesha akan memaafkan bahwa Hilbram sudah menikah lagi dengan sepupunya itu. Namun dia tidak akan bisa kembali lagi bersama dengan pria yang di dalam hidupnya ada wanita lain.Ayesha mengalami hari-hari yang sulit dan dia masih bisa menghadapinya. Tapi, untuk urusan yang satu ini, Ayesha benar-benar tidak sanggup. Diakuinya, dia pencemburu jika mengenai pasangan.Ditatapnya bayi kecil yang sudah terlelap itu. Ayesha ingin memeluk dan menciumnya sekali lagi. Seolah butuh sebuah semangat agar bisa melewati malam ini. “Mama pergi dulu, Sayang. Doakan yang terbaik ya, Nak,” ucapnya, mengumpulkan segenap tekad dan ketegarannya. Apapun ya
Ayesha mendongakan pandangnya dan menatap pria yang di depannya itu. Dia yakin, Hilbram pasti salah paham padanya. Dia ingat, Rahman mengatakan akan membuat Hilbram melupakannya dengan menunjukan foto-foto yang terlihat mesra itu. Ayesha merasa sudah difitnah. Dia tidak terima.“Penghianatan apa?” tanyanya penuh ketidakterimaan.Pria inilah yang menghianatinya. Dia bahkan memiliki istri dan akan memiliki anak. Jika dihitung-hitung, dirinya baru melahirkan. Kalau wanita itu saat ini hamil dan akan segera melahirkan, artinya kehamilan mereka berdekatan. Dan itu membuktikan bahwa Hilbram dan sepupunya itu bermain api di belakangnya saat masih bersama.“Aku tidak pernah menghianatimu” Ayesha masih berusaha menyangkal.Tapi, suaranya tercekat lantaran gemuruh kesal di dadanya mengingat pria ini yang justru menghianatinya dan membiarkannya dibuang begitu saja—membuatnya harus diam.Karena kalau tidak, airmata itu akan lolos. Dia benci harus tampak lemah dan menangis di depan pria yang suda
Hilbram tidak tahu kenapa malah jadi seperti ini. Pertemuan ini seharusnya sudah menyelesaikan semuanya, tapi justru membuka bab baru yang entah langsung diselesaikan atau justru bertambah panjang.Dia duduk di lantai dengan mengusap wajah dan rambutnya, seolah mengembalikan pengendaliannya yang setipiis tisu di hadapan Ayesha tadi. Benar-benar hampir hilang kendali.Ketika melihat Ayesha yang terpekur di samping jendela tadi, dia masih bisa berpikir dengan baik. Namun setelah mereka saling menatap untuk beberapa saat Hilbram seolah merasa begitu mengenalnya. Ingatanya memang hilang, namun perasaannya tidak bisa berbohong. Bahwa dirinya memang jatuh cinta pada sosok sederhana, kalem dan anggun itu.Rahman berulangkali mengucapkan bahwa dirinya sangat mencintai Ayesha. Dia tidak tahu mengapa masih mencintai wanita yang dengan latar belakang yang rumit. Sampai harus rela mengambilnya dari rumah pelacuran untuk dinikahinya.Setelah dipertemuan barusan, Hilbram--yang belum mengingat cint
“Bram, akhirnya kau datang!” Fatma tergesa menghampiri Hilbram yang baru terlihat bersama Rahman. “Thailita sudah lahiran?” tanya Hilbram. “Belum, dia baru akan melahirkan. Dokter sudah bersiap di dalam. Kau masuklah! Tunggui Thalita. Aku takut tidak bisa menguasai diri melihat putriku melahirkan.” Fatma tampak pucat dan bingung sendiri. Hilbram tahu tantenya tidak pernah direpotkan dengan hal seperti ini. Sejak dulu urusannya dikerjakan para pelayan dan asisten. Lalu, demi tidak banyak berspekulasi Hilbram pun mengambil baju schort medis dan menggenakan masker sebelum masuk untuk mendampingi sepupunya itu. Sepertinya masih tampak enggan menyebut Thalita sebagai istrinya. “Braaam!” panggil Thalita sambil bermandi peluh, mengulurkan tangannya pada Hilbram. “Sakit, Bram! Bantu aku dong!” “Berusahlah, Tha. Bayimu juga sudah berusaha keluar.” Hilbram malah bingung Thalita seperti ingin marah-marah saja. Padahal dia akan melahirkan. “Iya tapi bandel amat sih, makhluk kecil itu. Menj
“Berjemur dulu ya, Sayangnya Mama. Biar sehat!” ucap Ayesha tersenyum pada si bayi kecil sembari melepas baju Adam. Bayi mungil itu hanya bereaksi menatap sang mama dengan mata membulat. Tampak lucu sekali Hanin yang mengetahui kegiatan mama dan bayinya itu, mendekati mereka. Melihat bayi yang semakin gemoy, dia jadi gemas. Padahal Adam hanya minum asi, tapi perkembangannya begitu cepat. Selalu membuat Hanin menahan diri untuk tidak mencubitnya. “Eit, mau apa?” Ayesha menahan tangan Hanin yang sudah mau mengambil Adam itu. “Ya elah, Sha. Mau gendong bentar saja masa gak boleh. Ini terlalu gumush buat aku, gak pakai baju lagi.” Hanin menggenggam tangannya sendiri karena gemas dan tidak tahan ingin mencubit buntalan daging lucu itu. “Jangan dulu, biarin dia berjemur!” Ayesha melindungi putranya dengan menyingkirkan tangan sahabatnya itu. “Uhm, ya udah deh Adam darlingku, nanti kita peluk-pelukan lagi ya. Sekarang mamamu sepertinya menjadi penghalang di antara kita berdua!” Hanin
“Wait, wait... kenapa marahnya ke aku?” Sebastian tidak terima Hanin berkata dengan nada emosi seolah dirinyalah yang melakukan kesalahan.“Aku engak marah ke Anda, Tuan Sebastian. Tapi pada teman Anda yang tidak punya perasaan itu!” Hanin jadi sebal. Bahkan pria ini pun menyebalkan sekali.“Iya deh, nanti aku ingatkan temanku itu. Apa aku harus melaporkan dan membuat bukti bahwa aku sudah berusaha mengingatkannya?” Sebastian seperti ingin menggoda Hanin.“Boleh, agar aku bisa lebih percaya padamu!” Hanin menanggapi candaan Sebastian, walau kemudian menyesalinya.“Asyik, kalau udah percaya kita lanjut ya, Non!” Sebastian malah terus berusaha menggoda.Mata Hanin membelalak dan pipinya tiba-tiba bersemu kemerahan. Dia harus cepat-cepat undur diri dari pria itu sebelum kemana-mana pembicaraannya.“Kok lama, Nin? Apa kamu sakit perut atau kenapa-kenapa?” Ayesha melihat Hanin baru keluar. Dia cemas jangan-jangan Hanin ada masalah.“Enggak, i am okey!” ujarnya menggandeng tangan Ayesha.M
Ayesha sebenarnya menyesalkan bagaimana bisa Santi sampai lengah hingga ada orang yang melakukan hal itu pada bayinya?Katakanlah orang iseng—anak kecil mungkin yang main gunting-gunting rambut bayi. Tapi, bukankah itu akan mengerikan jika benda tajam itu melukai bayinya?“Ibu ngapain saja sampai enggak tahu ada yang main gunting rambut Adam?” Hanin seolah mengintrogasi Santi. Dia juga terlihat mencemaskan Adam.“Ibu nitip sebentar karena susu Adam ketinggal di rumah, Ibu juga tidak tahu bagaimana? Orang di sana juga baik-baik saja tidak ada hal yang aneh. Adamnya juga gak rewel. Tahunya pas di rumah.” Santi merasa tidak enak sampai dimarahi Hanin begitu.“Nin, jangan begitu!” Ayesha mengingatkan sahabatnya itu agar tidak berlebihan. Yang penting sekaarang Adam tidak kenapa-kenapa.“Sudahlah, jangan diambil serius. Adam belum di aqiqohi dan dicukur rambutnya ‘kan? Mungkin itu juga jadi mengingat