"Ambilkan aku seember air." Perintah itu langsung dilaksanakan oleh anak buah, Jaka. Setelah seember air itu datang, Jaka dengan sangat tenang langsung menyeramkan air itu ke wajah Roy yang saat itu terlelap dan secara mendadak kini bangun tiba-tiba. "Hai Bajingan, kamu kenal saya kan, oh baiklah sekarang sebaiknya kamu mendapatkan ganjaran atas perbuatan mu." Mata itu langsung membelalak sementara kursi yang dia duduki hampir saja jatuh karena tubuhnya yang terhentak ke belakang, dia betul-betul kaget melihat Jaka yang berada di hadapannya, Jaka yang memakai kacamata saat itu melepas kacamatanya dan mengelap kacamata itu dengan kain. "Kamu pasti terkejut kan? Wah akhirnya aku bisa membuat kami terkejut, setelah selama ini aku ingin sekali memberikan kamu sesuatu yang bahkan lebih mengejutkan." Senyum menyeringai diberikan Jaka setelah dia kembali menempelkan kacamata itu dan membingkai kedua kelopak mata siren yang tajam. Dia menghentikan senyumnya dan dia duduk di kursi tepat di
Nasya begitu menjauh dari Anjas, di bahkan memilih untuk tidur sedikit lebih meminggir, dan itu membuat Anjas merasa bersalah. Dia lalu memilih untuk keluar dari kamarnya dan tidur di ruang tamu. Nasya mengunci diri sendiri setelah dia menyadari bahwa Anjas keluar dari kamar itu. Berharap bahwa dia bisa menanggung rasa sakitnya. Dia juga begitu takut seandainya Anjas tahu bahwa selama ini dialah yang mandul dan tidak bisa memiliki anak. Nasya tidak ingin menyakiti Anjas lebih dalam jika saja dia tahu bahwa Aysan bukanlah putranya. Nasya sudah tahu bahwa Anjas lah yang tidak subur sejak terakhir kali mereka mengecek kesuburan. Hanya saja, sayang sekali Nasya menyembunyikan semua itu, hanya agar Anjas tidak sakit hati, berharap bahwa pengecekan setelahnya akan menjawab dengan jawaban yang berbeda dari sebelumnya, tetapi sebelum pengecekan mereka lagi, Nasya sudah mengalami dan menderita penyakit alzheimer. Kini dia berharap bahwa perceraian mereka akan mengakhiri penderitaan mereka
"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Bagaimana caraku menyelesaikan ini? Bagaimana aku bisa membesarkan Aysan sendirian tanpa sosok ayah?" Nasya betul-betul kehilangan sesuatu dalam dirinya, dia betul-betul hancur sekarang, dan dia bahkan tidak tahu ke mana arah hidupnya. "Ini sangat menyakitkan." Dia kembali menangis terisak sendirian sambil memeluk kedua lututnya. Lalu dia mendengar pertengkaran yang terjadi antara Anara dan Anjas di luar kama, membuat Nasya semakin geram dan berdiri dari duduknya lalu keluar dari sana. Mendengar suara Nasya membuat Anjas dan Anara berhenti dan menoleh ke arah Nasya yang terlihat sangat depresi. Nasya menggelengkan kepala dan dia lalu berlutut di atas lantai. "Bisakah kalian tenang? Kepala ku bahkan belum bisa melupakan bagaimana kalian bercinta di hadapan ku, dan bagaimana ... Bagaimana kalian bisa bersenang-senang di hadapan ku." Kepala Masya tertunduk dan menatap lantai, "Bisakah kalian meninggalkan aku sendiri saja. Aku yang pergi atau kali
Pagi harinya, Anara berusaha untuk menghubungi Jaka tapi Jaka sangat sulit untuk dihubungi, sekarang dia betul-betul butuh uang, dia tidak mau terjebak di dalam rumah itu lagi, dia tidak ingin lagi memikirkan mengenai perasaan yang dia miliki untuk Anjas, sebaiknya sekarang dia berpikir logis dan meninggalkan rumah itu atau dia mungkin akan menyesal. Nasya mengumpat beberpaa kali karena Jaka bahkan tidak membalas pesannya dan dia mengurung di dalam kamar, sekarang siapa yang akan memasak? Siapa yang akan membersihkan rumah? Yang membereskan rumah? Nasya? Anara? Mereka berdua mengurung diri di dalam kamar dan perut Anjas keroncongan, dia lapar tapi dia bahkan tidak punya niat untuk makan. Bagaimana dengan Nasya, dia lemas dan harus memberikan makanan untuk bayinya, susu dan asi, tapi tubuhnya begitu lemas sehingga seharusnya dia keluar dari kamar dan memasak makanan untuk dimakan olehnya, sayangnya dia sangat muak dengan wajah Anjas, karena memandang wajah suaminya saja membuat dia
"Pe ... Pengacara?" Anjas menganga tipis, "Apa maksud nya pengacara, apa Anda ... oh tidak, Nasya tidak akan bercerai Pak, kami tidak akan bercerai, sebaiknya Anda pergi saja dari sini." Anjas mencoba untuk melarang pria ini masuk ke dalam rumah dan mendorong pelan tubuhnya tetapi si pengacara mengernyitkan kening dan mencari-cari Nasya. "Tapi aku dan Bu Nasya sudah punya janji, Pak. Katanya dia tidak bisa keluar rumah karena Anda melarangnya keluar rumah, apa benar seperti itu, jika memang seperti itu, Anda akan mendapatkan pidana." "Pidana? Apa maksudnya? Dia masih sah istri saya, kenapa ada pidana di sini!" Mata Anjas sudah sangat nanar, "Sebaiknya jangan ancam saya seperti itu! Jangan bilang kamu ini pengacara gadungan! Benar?"Pria dengan setelan jas ini menggelengkan kepala, "Jika anda seperti itu maka berarti Anda memang salah dan menekan istri Anda yang sudah ingin bercerai dengan Anda, apalagi ada beberapa bukti bahwa anda melakukan perzinahan yang akan menambah hukuman, A
Langkah kaki remaja dengan seragam sekolah ini tampak lincah, dia ingin mengumpul tugas uang tidak sempat dikumpulnya pada salah satu gurunya, dia melihat Bu Nasya berjalan cepat di depan tapi beberapa saat kemudian di sisi lain koridor sekolah seseorang menarik tangannya. Anak ini sontak terkejut dan menelan salivanya, siapa yang menarik Bu Nasya masuk ke dalam gudang sekolah, dia menganga tipis dan pelan-pelan mengintip di belakang gudang , kebetulan atau untungnya ada jendela di sela-sela dinding, anak ini menatap dengan penasaran. Bu Nasya tampak tidak nyaman, mereka berbicara dengan penuh kecurigaan, dan dia berusaha menghindar, tetapi pria itu, dia mengenalinya, Roy terus memaksa Nasya untuk melakukan sesuatu. "Aku tidak punya waktu untuk bicara dengan kamu, Pak Roy, aku harus pulang, aku capek." Dia berusaha pergi dari sana. Menghindar tetapi Roy tidak ingin melepaskannya. "Nasya kamu tahu kan aku suka banget sama kamu, ayolah jangan terlalu alim seperti itu, aku kurang apa
"Oi, akhir-akhir ini aku liatin kamu kok liat Bu Nasya terus, kamu naksir ya sama guru?" Anak ini langsung mendorong temannya yang berkata seperti itu, lalu dia membentak, "Jangan asal ngomong kamu! Kebetulan mata aku aja yang mengarah ke dia!" "Santai aja kali, nggak usah mendorong kayak gitu. Oh iya, aku dengar tadi Bu Nasya sama Pak Roy bakal ketemu di sekret." "Sekret?" "Sekret Pramuka." Terlihat kecemasan di matanya dan dia langsung berlari ke arah sekret, menaruh sebuah ponsel, kamera dan berharap bahwa dia akan mendapatkan sebuah informasi jika saja Nasya diperlakukan buruk oleh Roy. Tetapi dia tidak keluar dari ruangan itu. Dia bersembunyi di lemari kusam yang kosong yang tak digunakan. Dia melubangi lemari itu seukuran dengan matanya dan menatap keluar. Seseorang masuk ke dalam sana, dia terlihat duduk cemas, Roy. Dia lalu berdiri dan mondar-mandir, seoalah dia punya beban pikiran yang sangat berat. Tetapi saat itu dia mengeluarkan kaki kemejanya yang cukup panjang, di
"Tuan Jaka, aku mohon jangan lakukan sesuatu pada anak kami! Jika dia melakukan sesuatu yang buruk tolong beritahu kami, maka kami yang akan menghukumnya!" Suara anak buah Jaka yang memohon di depan pintu kamar. "Bapak tolong Pak!" "Tidak! Sebelum kamu mengetakan semuanya! Katakan apa yang kamu lakukan! Ini bukan pertanyaan ini! Ini perintah untukmu! Katakan cepat jika tidak kau akan dapat masalah!" Jaka memaksa dan anak ini lalu berkata, "Baiklah! Aku akan katakan! Tapi tolong berhenti ... Mencekik ku!" Jaka lalu melonggarkan tangannya dan menurunkan bocah ini dari dinding, dia hampir kehilangan nafas dan terus berusaha untuk tetap bernafas saat ini. Bocah ini sesak nafas dan akhirnya bisa menyelaraskan nafasnya. "Katakan apa yang kamu lakukan lagi pada Nasya selain merekamnya." Tentu saja bocah ini berbohong ketika dia mengatakan menunggu di belakang dinding sekret Pramuka, tapi nyatanya tidak demikian, yang dia lakukan adalah mengintip dari dalam lemari kosong. "Aku ... Aku