Aditya tahu Rio marah. Dia pun semakin merasa serba salah saat harus menerima tatapan ibunya yang penuh tanda tanya."Bu, sepertinya ada kesalahpahaman di sini. Rio ini adalah kekasih Nina, aku dan dia hanya teman. Lagipula aku juga sebenarnya sudah memiliki gadis yang aku sukai."Meski Aditya sudah jujur, tapi Rio tampak kurang puas. Apalagi sang kekasih menurutnya juga sengaja, bagaimana bisa Nina tinggal beberapa hari bersama ibu Aditya, tapi sama sekali tidak menjelaskan ke wanita itu statusnya yang tidak jomlo lagi."Ah... begitu, jadi ibu sudah salah."Aditya menganggukkan kepala saat ibunya paham. Meski begitu Aditya masih tak enak hati, karena Rio membuang muka sambil melipat tangan ke depan dada seolah tak sudi menerima permintaan maafnya. "Nak Rio, maaf ya ibu sudah salah paham dan membuatmu kesal, itu karena Nina sangat baik."Perkataan ibu Aditya yang penuh kelembutan membuat Rio merasa tak enak hati. Dia akhirnya mau menurunkan ego, menatap wanita paruh baya itu yang mele
“Kamu yakin?”“Seratus persen yakin. Kata pelayan toko, tas ini edisi terbatas dan hanya ada sepuluh di seluruh dunia.”“Bukan itu, maksudku apa kamu yakin Mama belum memilikinya?”“Em ….”Nic bingung menjawab pertanyaan Cloud. Pria itu menggigit bibir, menggaruk-garuk leher lalu belakang kepala.Tingkah Nic yang seperti ini jelas membuat Cloud geli. Dia menyesal sudah bertanya seperti itu ke suaminya, padahal Nic sedang semangat empat lima merebut hati Bianca.Ya, setelah masalah yang menimpa Cloud kemarin selesai, Bianca memang sudah kembali bersikap biasa ke Nic. Wanita itu juga sedikit banyak membantu sang menantu dalam menghadapi masalah yang pelik. Bahkan saat berada di rumah sakit Bianca rutin menjenguk dan menemani Nic layaknya ibu ke anak kandung sendiri.Namun, menurut Nic tetap saja ada perbedaan yang dia rasakan saat Bianca bicara padanya. Sikap sang mertua dirasa Nic lebih dingin dan kadang terkesan menghindar darinya. Maka dari itu Nic malam ini mengajak Cloud dan Kala m
Aditya kembali datang ke rumah sakit untuk melihat kondisi Thea. Meski sudah dua minggu, tapi gadis itu masih saja tak percaya kalau Aditya adalah kekasihnya. Bahkan saat dia meminta Aditya menunjukkan foto kebersamaan mereka, pria itu tidak bisa. Aneh memang, Thea bisa menerima neneknya dan sang adik lantas bersikap wajar. Namun, tidak ke Aditya. Mungkinkah ini karena alam bawah sadar Thea tahu kalau pria itu berbohong kepadanya. “Aku, kapan boleh pulang?” Aditya yang saat itu duduk di samping ranjang sambil mengupas buah pun mengangkat kepala. Di dekatnya bu Rum sibuk membersihkan meja dan kantong-kantong plastik yang berceceran. “Nanti setelah dokter sudah memperbolehkan.” “Apa benar aku terpleset saat bekerja?” Aditya mengangguk tanpa memandang Thea, meski sedikit merasa takut saat gadis itu banyak bertanya, tapi tak bisa dipungkiri ini menandakan kalau kondisinya semakin baik. “Tanggal berapa kita jadian?” Tanya Thea lagi, sejujurnya dia merasa sangat sedih karena melupakan
“Nic! Nic! Tunggu aku harus melihat Kala dulu!” Cloud menghindar saat suaminya tiba-tiba menyergap dari arah belakang. Nic bergelayut manja memeluk pinggang Cloud. Beberapa menit yang lalu mereka pamit tidur ke Skala, setelah berbincang agak lama.“Untuk apa? Kala pasti sudah tidur.” “Tapi aku tetap ingin melihatnya dulu, aku yakin ada yang tidak beres dengan anakmu.” Cloud menelengkan kepala, matanya sejenak terpejam saat Nic menyasar ceruk lehernya. “Apa mungkin Kala sedang galau?” “Ngaco!” Cloud melepas pelukan Nic, memandang kesal pria itu karena bicara seenaknya. “Dia masih bocah, mana mungkin mengalami hal semacam itu? Tunggu sebentar! Aku pastikan hanya mengecek, tidak akan mengobrol dengan Mama.” Cloud pun buru-buru keluar dari kamar, sedangkan Nic hanya tertawa hambar. Dia yakin apa yang dkatakan sang istri untuk tidak mengobrol pasti hanya wacana. Nic pun merogoh sesuatu dari dalam kantong celana, memandangi benda yang diam-diam disimpannya sejak tadi. Nic pikir Cloud
“Maaf! Aku berlebihan. Jangan menangis lagi!” Nic merasa sangat bersalah. Menyesal sudah berpikir yang tidak-tidak ke Cloud. Ia mengurai pelukan, mengusap pipi sang istri yang terus menunduk masih sambil terisak. “Cloud aku mohon!” Nic berakhir memeluk lagi karena Cloud masih tak mau bicara. Dia sadar bahkan sampai detik ini masih saja membuat istrinya terluka. Mereka sama-sama diam berpelukan sampai Cloud akhirnya bisa mengusai emosi. “Pria jahat,” ucap Cloud. Dia menggosok hidung seraya memberikan tatapan tajam ke Nic. “Iya aku jahat, tapi kamu mencintaiku ‘kan?” “Awas kalau kamu bertanya lagi seperti itu! Aku akan …. “ Cloud diam. Bukannya takut melanjutkan kalimat ancaman, tapi memang sejatinya tidak memiliki alasan. “Mulai detik ini, aku tidak mau kamu menutupi sesuatu dariku, apapun yang menjadi beban pikiranmu, harus kamu bagi denganku. Mengerti!” Cloud mengulurkan jari kelingking, meminta Nic berjanji untuk tidak mengulangi sikapnya tadi. Pria itu sendiri mengangguk d
"Tuntutan yang dijatuhkan ke Anda banyak, bahkan jika Anda lolos dari satu tuntutan, masih ada tuntutan lain yang sudah menunggu."Doni mengguncang jeruji sel setelah mendengar ucapan pengacara. Dia kesal saat tahu lebih dari empat tuntutan yang menjeratnya. Pria paruh baya itu geram, apalagi saat tahu tidak ada yang bisa dia lakukan sekarang.Perusahaannya morat-marit dan dia juga harus menerima tuntutan masa tahanan yang tak sebentar. Pengacara yang biasa berdiri di belakangnya saat mendapat masalah pun pergi semua dan tak ada yang mau membela. Dia bahkan harus menerima bantuan dari seorang pengacara yang dianggapnya amatir karena masih sangat muda dan ditunjuk oleh pihak berwenang."Berapa lama kamu sudah menjadi pengacara?""Dua tahun.""Berapa kasus yang sudah kamu hadapi dan menangkan?""2 dari 20 kasus.""Sial! Jika dihitung bahkan selama dua tahun kamu tidak setiap bulan menangani kasus," cibir Doni. "Tidak ada harapan!" Imbuhnya diikuti senyum cibiran.Pengacara muda itu tent
"Dia membuat Nala setiap hari bicara tentangnya di sekolah. Membosankan!"Jawaban Kala hari itu terus terngiang di telinga Nic. Dia memandang anaknya yang saat ini sedang bermain bersama teman sebaya. Nic masih terus mengamati Kala, menyesap cairan berwarna merah keunguan dari gelas berleher tinggi di tangan sebelum Cloud mendekat untuk menyapa. Wanita itu mengambil alih tasnya yang dititipkan ke Nic lantas berkata, "Untung saja aku selalu membawa itu ke mana-mana.""Gagal lagi Kala mendapat adik," jawab Nic. Tampaknya dia sangat kecewa karena Cloud mendapat tamu bulanan."Artinya belum rezeki, kita bisa apa? Aku sudah bilang, bukan cuma kamu, aku juga ingin cepat-cepat punya anak lagi." Cloud cemberut, merasa seperti disalahkan oleh Nic, padahal jika bisa memilih tentu saja dia ingin hamil buah cinta mereka secepatnya."Sudah! Jangan cemberut begini!" Nic mencubit pipi Cloud. Asyik bercengkerama sendiri di tengah pesta yang diadakan oleh orangtua Arkan.Hari ini merupakan hari ulang
"Ya sudah ambil saja anaknya!" Nic membuat Cloud terkesiap. Pria itu langsung menggandeng sang istri meninggalkan Kala dan Arkan. "Nic! Itu.... bagaimana?"Cloud bingung. Meski tidak ingin gede rasa, tapi dia sadar kalau wanita bersuami yang dibicarakan oleh Arkan dan Nic adalah dirinya."Kenapa kamu memberikan Kala?" Cloud bermonolog. Dia menelan ludah karena jelas tidak berani mengucapkan kalimat itu ke suaminya."Kita nikmati saja pesta ini, lagipula Kala juga aman bersama Arkan.""Sepertinya Kala kesal, dia mungkin saja marah, atau malah kecewa karena merasa kita kurang membelanya," terka Cloud. Nic akhirnya menghentikan langkah di depan meja prasmanan. Tersenyum ke arah Arini yang sedang memandang dari tempat wanita itu berdiri sebelum berkata—"Biarkan Kala belajar bahwa tidak semua hal di dunia ini bisa didapat dan berjalan sesuai keinginannya."Cloud merasa ucapan Nic benar. Dia tak ingin berdebat dan memilih diam memandangi wajah pria itu, setelahnya menawarkan makanan."A