Meski terlihat baik secara fisik, tapi tak Cloud sangka kalau kondisi Thea ternyata cukup serius. Dokter menyampaikan bahwa operasi tidak akan bisa dilakukan sebelum gadis itu sadar dan kondisinya stabil. Aditya sendiri masih berada di sana, pria itu benar-benar merasa bersalah dengan apa yang menimpa Thea. Setelah dipikirkan lagi, rasanya cukup aneh saat Thea dengan mudah mau membantunya berbohong ke Doni di pertemuan pertama mereka. Namun, Aditya tidak tahu kalau sebenarnya Thea lelah menjadi PSK. Dia melakoni pekerjaan ini karena dirasa lebih mudah dan cepat mendapatkan uang. Belum lagi wajah dan bodinya yang aduhai sangat menunjang, keadaan dan solusi dari orang yang tidak tepat membuat Thea terjerumus ke lembah hitam.Di hari Thea bertemu Aditya, gadis itu merasa bahwa di dunia ini setiap orang pasti memiliki permasalahan hidup masing-masing, untuk itu dia mau membantu. Terlebih hati kecilnya berbisik, dengan tidak tidur bersama Aditya berarti dia mengurangi dosanya hari itu.
Nic melihat tiga mobil berada tak jauh dari bangunan gudang milik perusahaannya yang terbakar. Garis polisi masih terpasang di sana meski penyelidikan sudah selesai dilakukan. Nic hendak keluar dari mobil setelah melarang Rio ikut ke dalam. Namun bantahan sekretarisnya itu membuat Nic sejenak tertahan. “Tapi, Pak!” Rio terlihat pucat, takut sesuatu yang buruk menimpa Nic selagi dia tidak berada di dekat sang atasan. “Anak buah mertuaku sudah berada tepat di belakangmu, jika ada hal di luar kendali maka kamu bisa meminta tolong mereka.” Nic keluar dan berjalan penuh percaya diri menuju pintu masuk gudang — yang saat ini sekelilingnya ditutup oleh seng setinggi kurang lebih empat meter. Dia bahkan sempat bersitatap dengan anak buah Doni yang juga menunggu di luar. Nic memasang muka dingin untuk menunjukkan dirinya sama sekali tidak takut menghadapi sang paman. Gelap. Hanya sinar bulan dan pencahayaan dari bangunan di sekitar gudang saja yang menerangi. Nic melihat Doni berdiri mengh
Cloud menutup pintu kamar perawatan Thea dengan sangat pelan. Ia menuju ranjang di mana gadis itu terbaring masih tak sadarkan diri. Nenek dan adik Thea sejak datang terus setia menemani, terlihat jelas bagaimana mereka bertiga saling menyayangi satu sama lain. Sebelum keluar tadi, Cloud sudah memperkenalkan diri dan menjelaskan apa yang menimpa Thea ke dua wanita itu. Mereka paham dan bahkan nenek Thea sempat bertanya kenapa cucunya dirawat di kamar yang begitu besar dan mewah. “Apa benar semua biaya akan ditanggung Bu Cloud?” “Iya, Nenek tenang saja! Semua biaya perawatan Thea sampai sembuh akan saya tanggung,” jawab Cloud. Ia tersenyum tipis kemudian melihat tas sekolah adik Thea yang ada di kursi dan berkata,“Kamu bilang ada ujian ‘kan besok? Kamu bisa belajar, biarkan aku yang menjaga kakakmu.” Tina — adik Thea mengangguk. Dia berdiri dari kursi di samping ranjang sang kakak lalu pindah ke sofa dan mulai membuka buku Pelajaran yang dibawa. Cloud lantas mengambil tempat di kurs
[ Pak Nic dia terkena tembak ] Cloud berlari menyusuri lorong rumah sakit seperti orang gila. Meski tidak tampak, tapi dia menangis. Air mata mengalir deras dari mata indahnya membasahi pipi.Cloud panik dan ketakutan saat Aditya membalas pesannya yang menanyakan kondisi Nic. Sesampainya di IGD, Cloud langsung bertanya ke Rio di mana Nic dan bagaimana kondisi sang suami. Dia syok, tubuhnya limbung melihat tangan Aditya yang baru saja keluar dari IGD penuh noda darah. Cloud sampai terduduk lemas di lantai yang dingin, berpikir nyawa Nic tak terselamatkan. Cloud menunduk, setelah itu berteriak histeris sambil menutup wajah. Nic sendiri masih setengah sadar dan bisa mendengar suara Cloud meraung di luar. Merasa kasihan ke istrinya, Nic pun meminta dokter agar mengizinkan wanita itu masuk. “Tapi, Pak!” Dokter sudah berniat menolak. Namun, mendengar Cloud menangis seperti orang gila membuat hatinya tergugah. Ia menerima permintaan Nic dan mengizinkan Cloud masuk dengan pertimbangan IGD
“Sebenarnya ada apa? Aditya baik-baik saja ‘kan?”Ibu Aditya curiga melihat Nina diam-diam mengecek ponsel. Gadis itu menyembunyikan apa yang baru saja Rio kirimkan lalu memulas senyum canggung.“Baik, memang Aditya kenapa Bu?” Tanya Nina sok polos. Dia mendekat ke arah ibunda Aditya dan bertanya apa mungkin ada yang membuat wanita itu merasa kurang nyaman.“Tidak ada. Ibu hanya cemas, Aditya tidak memberi kabar. Dia bahkan tidak menelepon ibu seharian.”Nina sadar wanita di hadapannya ini resah. Meski begitu dia tetap berusaha menenangkan sampai Aditya datang lagi atau setidaknya memberi kabar.“Ini sudah malam, pasti Aditya sudah istirahat. Ibu juga lebih baik tidur,” kata Nina.“Lalu kenapa kamu belum tidur?”“Hah … itu.” Nina gelagapan. Beruntung televisi sejak tadi menyala meski tidak ditonton. Nina pun menunjuk benda elektronik itu dan berkata masih menonton drama.“Aku mau nonton drama dulu, Bu.”Ibu Aditya memandang ke arah televisi dan tidak bertanya lagi. Dia pun meminta Nin
“Dia mengakhiri hidupnya sendiri.” Cloud benar-benar syok. Dia sampai mencari pegangan, dan Skala yang sadar bergegas memegang lengannya. “Tapi kamu pasti tahu apa yang Papa pikirkan,” ujar Skala sesaat setelah sang putri sudah bisa mengendalikan emosi.Mata Cloud merambang, bukan karena sedih penjahat itu tewas. Dia hanya kasihan kepada Thea yang tidak bisa melihat orang yang melukainya masuk penjara dan menerima hukuman setimpal. Ditambah bisa jadi Tomi tewas bukan karena bunuh diri tapi dibunuh. “Pa, aku tidak mau berada satu negara dengan pria jahat itu, aku akan membawa pergi Kala dan mengajak Nic juga.” Cloud panik, sampai harus dipeluk Skala agar sedikit tenang. Skala mengusap punggung putrinya secara konstan, dia mengingat tawarannya saat rumah tangga Cloud sedang terguncang, tak menyangka kini sang putri berniat pergi dengan alasan yang membuatnya jauh lebih sedih. Skala seperti tak mengenal sosok Cloud yang pemberani, tapi dia tahu siapapun pasti akan takut jika menyangk
Nic terkesiap tak percaya melihat siapa yang datang ke rumah sakit menjenguknya. Ada perasaan senang di hati pria itu mendapati orangtua sang sepupu datang ke sana.Kala yang masih menemani Nic duduk di atas ranjang sampai bingung. Ini karena dia jarang bertemu dua orang itu. Hingga Bianca yang menemani menggoda sang cucu dengan bertanya,"Hayo, coba Kala ingat?"Kala mengetuk-ngetuk dagu menggunakan telunjuk untuk membuat gerakan lucu, seperti berusaha mengumpulkan serpihan memori di kepala. Wajahnya berubah semringah saat bisa menebak dengan benar identitas dua orang itu."Papa, Mamanya om Arkan!"Semua orang tertawa melihat Kala girang. Sedangkan Nic sendiri malah sungkan, Nic bahkan tak ingat kapan kali terakhir dia menemui om dan tantenya."Aku membuatkan makanan kesukaanmu, karena tahu makanan rumah sakit itu hambar dan pastinya tidak membuat berselera." Ibu Arkan mendekat dan meletakkan bawaannya ke nakas. Sedangkan Nic yang masih tak percaya terlihat memandangi wanita itu pen
"Bagaimana bisa kamu tidak mengabari ibu? Ibu sangat cemas."Aditya hari itu akhirnya menelepon ibunya. Dia sudah mengaku akan pergi beberapa hari sehingga meski masih berada di kota yang sama, dia tetap memilih untuk tidak melihat kondisi ibunya secara langsung di apartemen Nina. "Maaf, kemarin sangat sibuk sampai tidak pegang HP." Aditya menjawab dari seberang panggilan. Dia duduk di depan kamar perawatan Thea. Dengan setia menunggu malam nanti gadis itu akan masuk ke ruang operasi."Dit, apa ada masalah? Kenapa suaramu seperti itu?"Aditya tercenung. Dia tahu ibunya sangat sensitif sampai bisa merasakan apa yang saat ini dia alami meski tak bertatap muka."Bu, temanku sakit. Malam ini dia akan menjalani operasi, apa bisa ibu mendoakan agar dia segera pulih dan sadar?" Pinta Aditya. Suaranya begitu berat, tertekan karena rasa bersalah ke Thea tak sedikitpun hilang."Apa kamu sedih karena itu? " Tanya ibu Aditya. Namun, karena sang putra tak menjawab wanita itu langsung mengucapka