âMas Kala ngapain? Bibi cari lho, katanya minta sereal.â Suara pembantu yang terdengar dari luar membuat Cloud menoleh, dia terkejut begitu juga dengan Skala dan Bianca. Cloud bergegas mendekat ke pintu. Wajahnya seketika pucat melihat Kala berada di sana. âKala, kok ada di sini. Memang sudah selesai makannya?â Tanya Cloud menutupi rasa grogi. Ia berharap anak itu tidak mendengar apa yang dia sampaikan ke Skala dan Bianca tadi, jikapun mendengar Cloud berharap Kala tidak paham dengan maksud ucapannya. "Mas Kala minta sereal Non, tadi saya tinggal sebentar dan mas Kala udah ga ada di kursinya." Pembantu rumah tampak merasa bersalah, karena Cloud tadi sudah berpesan agar dia menjaga Kala, dan jangan sampai membiarkan anak itu naik ke lantai atas mencarinya. "Mama sudah selesai bicara sama Opa dan Mabibi?" Tanya Kala. Cloud gelagapan, dia tak bisa langsung menjawab pertanyaan anaknya, sampai Bianca maju kemudian menggandeng Kala untuk kembali turun ke ruang makan. "Sudah! Ini Mabi
âApa guru Kala menghubungimu?ââApa dia bilang kalau Kala menangis di kelas?âCloud yang hampir masuk ke dalam lift seketika menghentikan langkah. Ia tampak menggerakkan bibir untuk menjawab, tak berselang lama pundaknya terlihat longsor. Wanita itu membuang napas panjang, menurunkan ponsel yang menempel di telinga dan mematung cukup lama.âKala, mendengar perbincanganku dengan opa dan mabibinya pagi tadi. Kemungkinan dia tahu apa yang ingin aku lakukan padanya dulu.ââBiarkan aku yang menjemput Kala, aku akan memberi kabar nanti.âNic mengingat bercakapannya dengan Cloud beberapa saat yang lalu. Pria itu kini sedang berjalan pelan di koridor sekolah Kala. Ia tampak mencangklong tas anaknya di sebelah pundak. Tangannya menepuk pelan punggung Kala yang ada digendongan. Bocah itu menyandarkan kepala ke pundak Nic dengan wajah sedih.âApa mama dan Papa tidak sayang aku?â Tanya Kala tiba-tiba.Nic pun menghentikan langkah, sedangkan Kala perlahan mengangkat kepala untuk memandang wajahnya
"Mama, Papa!"Cloud dan Nic kaget mendengar Kala memanggil, mereka menoleh kemudian buru-buru melepaskan pelukan satu sama lain. Kala bangun, memegang kening dan mengerutkan dahi. Dia memandangi kamar Nina lalu bertanya sedang berada di mana."Ah ... ini kamar onty Nina," ucap Kala bahkan sebelum Cloud atau Nic menjawab.Cloud mengangguk, dia mendekat dan duduk di depan Kala. Diusapnya wajah anak itu masih dengan rasa bersalah yang memenuhi dada."Kala, apa Kala merasa sakit? Coba bilang ke Mama mana yang sakit!" Pinta Cloud lembut.Kala tak segera menjawab. Bocah itu diam sampai Nic ikut duduk di dekatnya lalu membantu Cloud bicara. "Mama dan papa akan selalu ada untuk Kala, kami sangat mencintai Kala. Jadi jangan pernah merasa kalau mama dan Papa tidak sayang dan peduli," tutur Nic. "Saat miss Elly bilang Kala sakit, Papa langsung menjemput di sekolah, sedangkan mama membeli obat agar Kala cepat sembuh. Kami sangat sayang ke Kala, terlepas dari apa yang Kala dengar dan lihat selam
Nic berjalan pelan di belakang Amara. Tentu saja dia juga merasa bersalah ke wanita itu. Seandainya dia tidak memanfaatkan Amara sebagai alat membuat Cloud sakit hati, mungkin mereka masih bisa menjadi teman baik saat ini. Amara menoleh lagi, dia menghentikan langkah untuk menunggu Nic mendekat hingga mereka berdiri saling berhadapan. Amara memulas senyum, dia hendak menyentuh Nic tapi pria itu lebih dulu mundur ke belakang. Amara tentu saja kaget, meski begitu dia mencoba bersikap biasa. Baginya yang memiliki rasa cinta teramat besar ke Nic, melupakan dan membiarkan pria itu kembali ke pelukan Cloud bukanlah perkara mudah."Ra, aku meminta bertemu bukan untuk mengajakmu kembali berhubungan seperti dulu. Aku hanya ingin menanyakan satu hal, apa kamu yang menyebar berita perselingkuhan kita ke media?"Nic bicara dengan nada datar, dia tidak membentak, marah ataupun emosi menghadapi mantan selingkuhannya ini, meski sudah melihat bukti jelas dari Aditya. Bagaimanapun juga Nic tahu dir
Nic dan Aditya terperanjat. Mereka bahkan terdiam karena syok saat melihat seseorang berlari masuk ke air mengejar Amara. Keduanya sadar orang itu pasti ingin mencegah Amara berbuat nekat.âApa yang kamu lakukan? Apa kamu tidak punya Tuhan? Kenapa ingin bunuh diri?âAmara kaget, dia menoleh lalu menghempaskan tangan Cloud yang sedang memegang lengannya.âApa pedulimu? Bukankah kamu akan jauh lebih bahagia kalau aku mati?âMelihat sang istri yang berdebat dengan Amara di dalam air membuat Nic tak bisa tinggal diam. Ia berlari masuk ke air, memanggil Cloud untuk meminta wanita itu keluar dari sana.âAku memang sangat membencimu, tapi aku tidak sejahat itu sampai berharap kamu mati,â balas Cloud.Amara tertawa, dia tak pedul dan kembali memutar badan. Cloud sendiri berusaha mencegah. Namun, tak mereka duga sebuah ombak besar tiba-tiba datang menerjang. Tubuh Aamara terhempas begitu juga dengan Cloud.âCloud!â Teriak Nic menyadari istrinya tak muncul lagi ke permukaan.Aditya pun terkesia
âSaya akan mengantar Anda pulang.â Aditya bicara ke Amara yang membuang muka. Ia memindai baju wanita itu yang masih tampak menteskan air. âApa Anda benar tidak mau ganti baju? Anda bisa terserang flu karena memakai pakaian basah.â âApa pedulimu? Cukup diam! Lakukan saja apa yang Nic perintahkan. Tidak perlu mengajakku bicara!â Amara menjawab ketus tanpa menoleh Aditya. Di pikiran wanita itu saat ini hanya ada bayangan Nic dan Cloud yang tengah bersenang-senang memadu kasih di penginapan. Amara merenung. Ia tak menyangka Cloud akan menyelamatkannya bahkan membahayakan nyawanya sendiri karena hampir terseret ombak tadi. Amara tersenyum miring, mulai membanding-bandingkan dirinya dengan Cloud. Mungkinkah dia tak sebaik wanita itu sampai Nic jatuh hati? Amara menarik napas yang terdengar berat, lalu menghapus pipinya yang basah oleh air mata. Ia tak ingin Aditya nantinya melapor pada Nic atau malah menertawakan kesedihannya. Seperti apa yang dia minta, Aditya benar-benar diam sepan
Sesaat setelah sampai di rumah Amara, Aditya tanpa bicara keluar dari mobil. Ia tak pamit atau mengucapkan salam ke wanita yang masih duduk tanpa menoleh padanya sepanjang perjalanan itu. Aditya berjalan pelan menjauh dari mobil Amara yang dia parkirkan di depan gerbang. Namun, Aditya seketika menghentikan langkah saat mendengar suara amukan dari seseorang. Ternyata Amara ditarik keluar dari mobil oleh Riswan. Wanita itu dipukul dan ditampar tapi hanya diam. Sedangkan seorang wanita yang Aditya yakini adalah mamanya tampak melerai dan meminta sang suami untuk tidak melakukan itu kepada putri mereka. âApa kamu sudah gila? Pergi ke mana kamu sampai baru pulang jam segini?â Amara tak menjawab sampai Riswan hampir memukul lagi. Pria itu sudah mengangkat tangan tinggi-tinggi, tapi tiba-tiba sebuah tangan mencekalnya lebih dulu untuk menahan. Riswan terkesiap, begitu juga dengan Amara dan sang mama. Wanita itu tak percaya Aditya berani melakukan itu. âPak, ini sudah malam. Tidak baik me
âBiar saya yang gendong mas Kala, Non.ââNggak usah. Bapak tolong bawain tas saya sama punya Kala aja masuk. Terus bantu bukain pintu kamar.âCloud menolak tawaran dari penjaga rumah yang hendak membantu. Kala terlihat tertidur dan kelelahan sehingga Cloud tidak tega untuk membangunkan dan meminta anak itu berjalan sendiri masuk.âPapa dan Mama sudah tidur âkan?â Tanya Cloud mencari tahu. Ia cemas jika sampai orangtuanya masih terjaga hanya untuk menunggunya pulang.Namun, belum juga penjaga rumah menjawab, Cloud dibuat kaget melihat sosok Skala dan Bianca yang duduk di ruang tamu. Keduanya seolah sengaja berada di sana untuk menunggu.âBelum tidur?âCloud bingung haruskah tersenyum atau bersikap datar dan langsung berlalu. Tingkahnya tampak mencurigakan di mata Bianca, apalagi pertanyaan basa-basinya barusan.âBagaimana bisa tidur kalau kamu dan Kala belum pulang?âBianca menjawab lantas berdiri disusul oleh Skala. Pria paruh baya itu meraih Kala dari gendongan Cloud, menepuk-nepuk p