Home / Romansa / Istri Nakal Mas Petani / 2. Menuju Antah Berantah

Share

2. Menuju Antah Berantah

Author: juskelapa
last update Last Updated: 2022-06-05 23:41:26

Suara ruang tamu apartemen itu diisi dengan langkah kaki mengetuk lantai dan berlatar isak tangis Sully. Oky hilir-mudik di ruang tamu masih dengan sepatunya, sedangkan Sully memasukkan pakaian dan kosmetiknya ke koper.

“Apa harus pergi lagi? Ibu ajudan tadi cuma bilang bakal ngecek ke sini sesekali. Bukan tiap hari. Kamu…maksud aku, kita enggak perlu kabur. Cuma perlu meng-update berita. Istri Kapolda cuma minta itu,” kata Oky, menghentikan langkahnya di depan kamar Sully.

“Enggak. Aku enggak mau didatangi polisi lagi. Aku enggak salah, Ky. Aku enggak niat jual barang palsu. Itu tas yang biasa aku ambil dari Mbak Kokom. Sekarang Mbak Kokom enggak bisa dihubungi. Aku enggak sanggup,” kata Sully berurai air mata. Tangannya bergetar saat memasukkan hair dryer dan alat catok ke dalam koper kabin miliknya. Unit apartemen itu berpendingin udara, namun keringatnya tak berhenti mengucur. Rambutnya yang tadi tergerai mengembang dengan bagus, sudah lepek dalam waktu singkat karena keringat.

“Jadi, sekarang kita mau ke mana? Gimana kalau pulang kampung aja? Setidaknya kamu bisa tidur nyaman dan dekat dengan keluarga. Kita pulang, Lis. Kamu udah lama enggak pulang.” Oky berjongkok di dekat koper Sully yang terbuka.

Sully berhenti menatap Oky seraya menyeka air matanya. “Kamu tahu sendiri kalau aku enggak mungkin pulang. Ayahku enggak pernah nanya kabar aku, terus tiba-tiba aku pulang bawa masalah? Kalau ada polisi yang nyari aku ke rumah gimana? Aku bisa diseret ke jalan sama ayahku.” Sully kembali menutup wajah dengan telapak tangannya dan menangis.

“Kita ke mana—”

“Yang jauh, Ky. Yang jauh. Ke mana aja. Apalagi Rino udah tahu aku tinggal ke sini. Kalau dia datang dan papasan dengan polisi, dia enggak akan percaya lagi soal ulang tahun Bayangkari.” Sully merunduk memeluk kopernya. “Tujuh ratus juta itu banyak banget …,” bisiknya.

“Kalau Istri Kapolda nyari kamu ke sini gimana? Dia pasti bakal ngecek,” kata Oky.

Sully menegakkan tubuhnya dan diam dengan alis mengernyit. “Kalau kita udah berangkat, aku bakal kirim pesan ke beliau. Info kalau aku pulang kampung dan aku tetap menjalankan perjanjian bayar hutang dalam waktu paling lama tiga bulan. Kalau ajudannya mau cek ke sini, mereka bisa lihat aku memang enggak ada. Aku bakal titip pesan ke resepsionis di bawah. Jadi, mereka enggak bakal datang dan tetap tunggu kabar via pesan. Gimana?” Sully menghapus sisa-sisa air matanya.

“Masalahnya … kita ke mana?”

“Itu tugas kamu. Aku serahkan ke kamu. Terserah ke mana. Tempat yang paling jauh untuk menenangkan diri. Kita bisa kerja dari jauh sambil nyari si Kokom. Aku tetap bisa terima job endorse dan buat video konten dengan tenang. Kita akan tetap punya penghasilan.”  Sully mendekati Oky dan menggenggam tangan sahabatnya itu. "Ky, untuk saat ini ... aku cuma punya kamu. Bantu aku melarikan diri sekali lagi,” ucap Sully dengan sorot memohon.

Oky menghela napas panjang membalas tatapan mata memelas sahabatnya. “Lis … aku sedih lihat kamu harus kaya gini terus. Kaya enggak punya rumah,” ucap Oky.

“Please, Ky …. Ke mana aja,” lirih Sully.

Menit berikutnya Sully menyelesaikan mengemas barang-barangnya. Oky duduk di tepi ranjang berkutat dengan ponselnya. Beberapa kali bergumam sendiri, lalu menggeleng.

Akhirnya ….

“Lis, ada dua tempat yang mungkin kita datangi. Aku cuma kenal dua orang yang cukup dekat selama kita tinggal di lingkungan apartemen ini. Pak Jafar mantan satpam lobi dan Mbak Rahayu.”

“Jangan bapak-bapak, Ky. Bahaya. Nanti istrinya bisa mikir macam-macam. Mbak Rahayu aja gimana? Tinggal di mana?” Sully berdiri dengan koper dan bungkusannya yang sudah siap angkut.

“Masalahnya … Mbak Rahayu baru masuk karantina untuk TKW yang mau berangkat ke Taiwan. Dia cuma bisa bantu kirim alamat rumah temannya di Desa Girilayang. Orangnya pasti baik. Namanya Bu Tarmiah. Ini alamatnya,” Oky menyodorkan ponselnya pada Sully. “Pernah tahu?” tanyanya.

Sully menggeleng. “Enggak pernah tahu itu di mana. Tapi bukannya semakin jauh semakin baik? Andai Istri Kapolda nyari aku ke kampung dan enggak berhasil menemukan. Dia perlu waktu lama buat nemuin aku di Desa…apa tadi?” tanya Sully tadi.

“Desa Girilayang,” jawab Oky.

Sully tertawa sumbang. “Desa Girilayang. Ayo, Ky … berangkat sekarang. Nanti kalau ada apa-apa, kamu bisa tanya Mbak Rahayu lagi,” kata Sully berjalan menuju pintu.

“Mbak Rahayu enggak bisa jawab telfon atau balas pesan setiap saat. Dia lagi pelatihan,” kata Oky, menyeret kopernya. “Isi koperku udah lengkap, kan?” tanyanya memandang bawaan mereka yang cukup sedikit.

“Semuanya lengkap beserta peralatan bikin konten yang biasa kita pakai buat traveling.”

Sebelum meninggalkan apartemen, di meja resepsionis Sully menuliskan pesan di selembar kertas untuk orang yang datang mencarinya ke sana. Tak lupa ia memberi dua nomor ponsel yang bisa dihubungi tiap saat.

Harapan Sully soal tempat pelarian yang ‘semakin jauh semakin baik’ ternyata dikabulkan Tuhan. Mereka menghabiskan waktu dari siang sampai nyaris tengah malam untuk bertanya dan berganti-ganti kendaraan menuju desa tujuan mereka.

“Aku baru sadar di Indonesia masih ada desa kaya gini. Lampu jalannya nyaris enggak ada. Jalanan rusak, banyak lubang, becek. Katanya pembangunan udah sampai ke pelosok. Nyatanya masih begini. Dana desanya ke mana?” Sully berhenti untuk membuka sepatunya yang baru saja terbenam lumpur.

“Baru sadar, ya? Enggak apa-apa kalau cuma baru nyadar. Asal kamu jangan ngeluh. Soalnya kamu yang mau kabur ke sini.” Oky ikut menghentikan langkah dan berbalik memandang Sully yang kerepotan membawa sebuah koper ukuran kabin, dan tas tangan bermerek LEMMES yang mati -matian dia jaga.

“Rumahnya masih jauh enggak? Bantuin bawa paper bag ini.” Sully menyodorkan paper bag berisi botol-botol skincare yang tak cukup dijejalkannya ke koper.

“Bawaanku juga banyak. Kamu apa enggak liat?” Oky berdecak kesal. “Di depan ada cahaya lampu rumah. Kita tanya di sana. Kamu, kan, tadi dengar apa kata Bapak yang nunjukin jalan sebelumnya. Sebentar lagi kita bakal ketemu gapura Desa Girilayang. Ayo,” ajak Oky, meneruskan langkah menembus kegelapan malam dan jalan kecil berlubang-lubang yang hanya bisa dilalui oleh sebuah mobil.

“Itu rumahnya, ayo cepat tanya!” seru Sully, menunjuk sebuah rumah berdinding papan yang terletak persis di sebelah kanan sebelum gapura.

Walau bisa dipastikan bahwa kesialan mereka hari itu adalah kesalahan Sully yang ceroboh, Oky sebagai manajer sekaligus sahabat sekampung sejak SMP merasa tak mungkin lepas tangan begitu saja. Oky mendekati rumah yang dari celah pintunya memendarkan cahaya kuning. Sebelum mengetuk pintu, ia menoleh Sully yang sibuk menggaruk-garuk betisnya.

“Kamu jangan jauh-jauh. Di sana gelap,” pinta Oky.

“Udah ... buruan,” bisik Sully.

Oky berdeham pelan. Berdiri menarik napas di depan pintu rumah orang asing membuatnya bisa meletakkan barang bawaannya sejenak. Keringat sudah membasahi dahinya. Jika dihitung-hitung mereka sudah berjalan kaki lebih dari tiga kilometer. Malam itu mereka memang benar-benar butuh istirahat secepatnya.

Setelah mengetuk cukup lama dan mengucapkan salam, terdengar suara sesuatu yang digeser di balik pintu. Lalu wajah seorang wanita muda menyembul dari baliknya.

“Siapa, ya?” Wanita itu hanya membuka pintu sedikit sekali.

“Saya Oky Jelita, itu teman saya,” Oky menoleh ke arah Sully lalu kembali menatap wanita di balik pintu, “namanya Sully. Malam ini kita nyari kediaman Bu Tarmiah. Kita berdua saudara jauhnya. Kata Bapak yang tinggal di ujung jalan sana, kita harus tanya di sini. Itu pintu masuk Desa Girilayang, kan?” Oky menunjuk gapura yang terlihat dari tempatnya berdiri.

“Iya benar. Itu pintu masuk Desa Girilayang. Tapi ... kalian apa memang saudaranya Bu Tarmiah?” Wanita di balik pintu meneliti Oky dari atas ke bawah.

Oky dan Sully bertukar pandang, kemudian tersenyum senang. Akhirnya ada orang yang mengenal Bu Tarmiah.

“Iya, benar. Kita berdua saudaranya. Rumahnya Bu Tarmiah yang mana? Kita mau menginap di sana malam ini.” Oky tak bisa menyembunyikan raut bahagianya. Akhirnya bisa istirahat. Tidur di lantai ruang tamu Bu Tarmiah pun jadi, pikirnya.

“Kalau Mbak berdua benar saudaranya Bu Tarmiah, harusnya tahu kalau Bu Tarmiah sudah lama meninggal. Tiga tahun yang lalu. Mungkin lebih,” ujar wanita itu sambil berpikir-pikir.

“What …?!” pekik Sully.

To Be Continued

Comments (34)
goodnovel comment avatar
Riska Wulandari
wuaduhhh 3 kilo sambil geret koper??
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
kabur dari masalah...
goodnovel comment avatar
Miftakul Jannah Arifin
seruuu....lanjut bacanya....lihat sully jadi ke inget yuki kato
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Istri Nakal Mas Petani   3. Ketemu Mas-Mas

    Oky mengabaikan Sully yang terlihat panik. “Tapi, rumah Bu Tarmiah masih di sini, kan, Mbak? Mungkin Bu Tarmiah ada anaknya,” ucap Oky penuh harap.“Ada. Anak Bu Tarmiah satu orang laki-laki. Baru menikah bulan lalu. Sekarang rumah Bu Tarmiah ditinggali anaknya yang pengantin baru itu.” Wanita itu berbicara dengan pintu yang sudah terbuka lebih lebar.Oky menggeleng samar. Rasanya memang tak mungkin menumpang di rumah orang yang sudah tidak ada lagi hubungannya dengan kenalan mereka. Pengantin baru pula. “Terima kasih, kita pamit dulu. Mau menyapa anak Bu Tarmiah ke rumahnya.” Oky berjalan mendekari Sully yang berdiri di dekat gapura desa.“Ky, kok, Bu Tarmiah meninggal, sih?” Wajah Sully terlihat makin putus asa.“Enggak tahu. Iseng kali,” kesal Oky, meletakkan bawaannya di dekat Sully.“Jadi, sekarang kita bermalam di mana, Oky ....” Sully hampir menangis.“Aku udah bilang kita pulang kampung aja. Kenapa, sih, kamu selalu milih kabur dari masalah?” Setelah sekian lama diam di perjala

    Last Updated : 2022-06-05
  • Istri Nakal Mas Petani   4. Mendadak Punya Mertua

    Beberapa detik Sully dan Oky terdiam saling pandang. Sully lalu menghapus air matanya dan berdiri menatap Wira. “Maksudnya gimana, Mas?” tanya Sully dengan suara sengau. Sisa-sisa air mata masih terlihat di bulu matanya. “Begini, Mbak…siapa namanya?” Wira memandang Sully. “Saya Sully, ini teman saya namanya Oky.” Sully memandang Oky sebagai penunjuk bagi Wira. “Baik, Mbak Sully dan Mbak Oky … saya jelaskan garis besarnya karena ini sudah larut malam. Kita sama-sama capek dan saya juga ada masalah yang bikin pikiran saya benar-benar ruwet.” Wira menarik napas panjang dan berjalan mendekati dua wanita di dekat gapura. Sully dan Oky merapatkan tubuh mereka. Tangan keduanya saling mencari dan menggenggam. Isi pikiran keduanya sama. Pria di hadapan mereka bisa saja orang jahat yang berniat merampok. Wira maju selangkah, Sully dan Oky mundur satu langkah. Wira mengernyit, lalu maju selangkah lagi. Namun, Sully dan Oky kembali mundur selangkah. Akhirnya Wira berhenti untuk menarik dan me

    Last Updated : 2022-06-05
  • Istri Nakal Mas Petani   5. Menikah Ulang

    Sully merasa tangannya gemetar karena teriakan pria tua di ambang pintu yang menatapnya tajam. Perkataan Wira barusan membuat bapaknya murka. Detik itu ia menyesali usul konyol soal bersandiwara menjadi istri Wira. Angan-angan bisa tidur meluruskan kaki malam itu pun, lenyap seketika.“Jangan sampai suara Bapak membangunkan tetangga,” ucap Wira pelan. Langsung mengingatkan bapaknya akan hal yang menjadi momok di desa. Yaitu, menjadi gunjingan.Sully menunduk untuk mengibas betisnya yang baru digigit nyamuk. Lalu, satu kakinya terangkat untuk menggaruk betisnya. Ingin rasanya ia meminta kedua anak dan bapak itu berdamai setidaknya untuk malam itu saja. Ia benar-benar sudah sangat lelah dan mengantuk.“Masuk,” pinta pria tua di depan pintu. Menepikan tubuhnya dengan kedua tangan terkepal di belakang.“Ayo, masuk. Kamu pasti udah capek,” kata Wira, mendatangi Sully dan memegang lengan wanita itu. Sejenak ia lupa bahwa satu tangan Oky masih terkait ke lengan Sully. Lagi-lagi Oky mendengus

    Last Updated : 2022-06-05
  • Istri Nakal Mas Petani   6. Tidur

    Wira duduk mencerna perkataan bapaknya. Dari sudut mata ia melihat Sully yang sedang memperhatikannya tak berkedip. Sedikit risi. Mau apa wanita menor itu memperhatikannya? Wira yakin kalau Sully tidak mendengar semua ucapan bapaknya malam itu. “Bapak sudah ngomong ke orang tua Ratna kalau kamu bakal pulang kampung. Memang Bapak belum ada ngomong soal bakal melamar Ratna. Tapi gadis itu duduk meladeni Bapak dengan sangat sopan. Kalau kamu tiba-tiba pulang bawa istri, bisa-bisa enggak bakal diterima, Gus. Paham warga kampung soal orang kota, apalagi wanita yang….” Pak Gagah memandang Sully sekilas, “yang dandanannya begini pikirannya sudah ke mana-mana. Bapak sendiri enggak yakin kamu memang sudah menikah. Bisa-bisa kamu cuma kumpul kebo. Ketemu dengan istrimu di mana?” Pak Gagah memandang Wira dengan sorot curiga. “Pak,” tegur Wira pelan. Pak Gagah seketika terdiam dan mengerling Sully yang masih memperhatikan Wira. Perhatian pria tua itu kemudian berpindah pada Sully. Dan benar sa

    Last Updated : 2022-06-05
  • Istri Nakal Mas Petani   7. Sandiwara

    Sebegitu pintu kamar Wira tertutup, Sully langsung menghempaskan tangan Wira yang menggandengnya. “Udah berapa kali hari ini kamu pegang-pegang aku? Ngambil kesempatan aja,” sergah Sully. Wira menaruh ranselnya di meja dan membuka jaket. “Jangan keluar dulu. Bapak masih ngeteh di dapur. Saya mau ke kamar mandi di belakang. Mau cuci muka dan bersih-bersih sedikit. Kalau Mbak Sulis mau ikutan biar sekalian. Soalnya kamar mandinya di luar.” “Jadi, sampai jam berapa aku di kamar kamu?” Sully masih berdiri di balik pintu. “Terserah Mbak sampai jam berapa. Yang penting tunggu Bapak balik ke kamarnya,” kata Wira, membuka lemari pakaian dan mengambil handuk dari dalam. Sully menunduk melihat kakinya yang kotor terkena becek. Sejak memasuki jalanan yang mulai berlubang di kampung itu, ia memang sudah melepaskan sandal bertali bertapak tebal yang dikenakannya. Dan mendengar soal kamar mandi, hasrat buang air kecilnya muncul tiba-tiba. Sully berdiri merapatkan kakinya. Huru-hara sejak siang

    Last Updated : 2022-06-05
  • Istri Nakal Mas Petani   8. Bingung

    “Aku belum selesai pakai baju. Kamu jangan gitu. Tunggu di luar sebentar,” ucap Sully pelan. Nyalinya mulai ciut melihat tatapan Wira yang sangat serius memandangnya. “Jangan lama-lama,” pesan Wira lagi saat melangkah keluar. Tak sampai sepuluh menit berselang, Sully sudah keluar kamar mandi dan berganti dengan sepasang piyama sutra celana pendek. “Mbak Sulis bisa kembali lebih dulu ke rumah. Di luar banyak nyamuk,” kata Wira dari dalam kamar mandi. Sully berdiri membelakangi pintu kamar mandi. Perhatiannya kini berpindah pada bagian sekitar kamar mandi yang awal tadi tak begitu diperhatikannya. Di dekat kamar mandi itu ada pohon nangka. Buahnya besar-besar dan dua diantaranya ditutup karung putih. Dari tempatnya berdiri nangka tertutup karung itu membentuk rupa yang menyeramkan di kegelapan Sully merapatkan tubuhnya ke pintu. “Mas Wira … jangan lama-lama. Aku takut,” ucap Sully. Pandangannya kembali menyapu sekeliling. Bagian belakang rumah Wira benar-benar dikelilingi kebun de

    Last Updated : 2022-06-05
  • Istri Nakal Mas Petani   9. Persiapan

    Sully menunduk menatap ponsel yang dipenuhi puluhan notifikasi dari orang-orang yang mencarinya. Juga balasan dari Bu Kapolda yang langsung membalas pesannya lagi. ‘Kalau bisa jangan terlalu lama ya, Sul. Kamu juga jangan bawa-bawa soal masalah ini ke dalam konten kamu. Saya enggak mau orang-orang tahu soal masalah ini. Demi nama baik suami saya.’ Sully menatap nanar balasan pesan itu. Ia lalu menggulir pesan yang dikirimkannya ke distributor tas bernama ‘Mbak Kokom’ yang dikiriminya pesan bertubi-tubi namun hingga detik itu hanya mendapat tanda centang satu. “Mbak Sulis …,” panggil Wira. “Ha?” Sully mendongak menatap Wira. Tak sadar jarak mereka kini tak lebih dari setengah meter. Dalam terangnya lampu kamar, kali itu Sully bisa memperhatikan wajah Wira dengan jelas. Wajahnya lebih segar karena rambut lurusnya yang basah. Saat itu Wira menatapnya dengan sangat serius. “Sebentar … aku cek pesan-pesanku dulu,” kata Sully sedikit mengulur waktu. Jajaran pesan-pesan di ponselnya tak

    Last Updated : 2022-06-05
  • Istri Nakal Mas Petani   10. Rencana

    Tak tahu pukul berapa saat itu, Sully terbangun karena suara ketukan di pintu kamar. Tak ada jam di dinding kamar, ponsel yang digenggamnya saat tidur pun padam karena tidak diisi baterai selama seharian penuh kemarin. Setengah menyeret langkahnya, Sully mendekati pintu dan membukanya. “Ada apa? Aku masih ngantuk, Ky. Di sini dingin enggak perlu pakai AC.” Sully mendekap kedua lengannya. “Ehem!” Suara Pak Gagah yang berdeham membuat mata Sully melebar. “Sudah bangun? Ada yang mau bertemu kamu,” seru Pak Gagah dari meja makan. Sully membekap mulutnya dan mengangkat alis sebagai isyarat pertanyaan buat Oky. “Saya permisi buat ngomong sebentar dengan Sully, Pak,” kata Oky, mendorong Sully masuk ke kamar tanpa menunggu persetujuan Pak Gagah. “Itu ada ibu-ibu mau ngapain? Ini jam berapa? Masih pagi, kan?” tanya Sully kebingungan. “Kamu kemarin malam ada ngomong apa ke Mas Wira? Itu bapaknya Mas Wira datang bawa petugas desa buat urusan catatan sipil. Dua ibu-ibu itu mau ngukur size

    Last Updated : 2022-06-07

Latest chapter

  • Istri Nakal Mas Petani   KABAR GIVEAWAY DARI MAS WIRA & SULIS

    Halo ....Selamat pagi Boeboo tersayang pembaca juskelapa. Semoga semuanya dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.Di sini saya mau menginformasikan bahwa novel ISTRI NAKAL MAS PETANI sudah tamat di Bab 280. Apabila kemarin ada penulisan TO BE CONTINUED di akhir bab 280 itu adalah kesalahan penulisan dan error revisi yang terlalu lama. Jangan lupa aplikasinya di-update agar mendapat tampilan terbaru dari GOODNOVEL yang semakin kece ya. Nantinya ISTRI NAKAL MAS PETANI akan diberi bonus chapter di saat kita semua sudah rindu.Kabar gembira giveaway-nya adalah MAS WIRA & SULIS akan memberikan merchandise sederhana untuk 50 orang pertama di peringkat GEMS 1-50. Bagi yang namanya tertera di peringkat tersebut bisa mengirimkan alamat ke :ADMIN JUSKELAPA melalui pesan singkat dengan nomor 0 8 2 2 -5 7 8 5-1 2 3 8 dengan menyertakan tangkapan layar peringkat GEMS (vote).AtauBisa kirim pesan melalui sosial media inssstagram ketik : juskelapa_ di pencarian. Buat yang belum beruntung bisa men

  • Istri Nakal Mas Petani   280. Kenangan Manis Untuk Dikenang (TAMAT)

    Pak Gagah ikut mengangkat gelas teh dan meneguk isinya hampir setengah. Baru menyadari nikmat bertukar cerita yang selama ini diamatinya pada kaum perempuan ternyata juga bisa ia rasakan. Sungguh Pak Gagah ataupun Pak Mangun tidak pernah menyangka bahwa hal yang mereka anggap sebagai tindakan tercela bisa mereka ubah menjadi sesuatu yang membawa masa depan baik untuk desa. “Kamu memang tidak berniat menjodohkan Bagus dan Ratna, kan, Gah?” Pak Mangun meletakkan cangklong di sudut bibirnya. Pak Gagah menggeleng-geleng. “Tidak…tidak. Aku tahu maksud Effendi menekan Ajeng soal hutang dan sertifikat kebun pasti berkaitan dengan Bagus. Ratna itu mondar-mandir terus di dekat rumah sini. Setiap berpapasan jalan yang ditanya Bagus. Tapi Bagus, kan, di Riau.” Pak Mangun tergelak. “Oh, sekarang aku ingat. Karena Ratna sering ke sini kamu jadi kepikiran ide buat ngomong kalau Bagus dijodohkan dengan Ratna.” “Alasan perjodohan itu ditambah dengan banyaknya petani yang terjerat hutang di Effend

  • Istri Nakal Mas Petani   279. Impian Yang Terwujud

    Desa Girilayang itu terletak di kaki Merapi. Awalnya desa itu hanya berisi 12 kepala keluarga dengan 34 jiwa. Kakek buyut Pak Mangun dan Pak Gagah disebut-sebut sebagai orang pertama yang tinggal di desa itu untuk pertama kalinya. Secara geografis Desa Girilayang merupakan sebuah punggung bukit yang diisolasi oleh dua jurang di sisi sebelah barat dan timur. Itu sebabnya sebelum pembangunan jembatan seluruh warga desa harus berjalan memutari bukit dan cukup lama berada di jalan untuk bisa sampai ke kota.Pada sebuah peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia Wira pernah menyampaikan pidatonya yang mengatakan bahwa Desa Girilayang adalah tempat di mana semua warganya menjaga adat istiadat yang merupakan warisan leluhur. Juga melestarikan tempat-tempat wisata sejarah berikut pemandangan alam cantiknya untuk mendongkrak kemajuan desa dalam bidang pariwisata.Semua orang setuju dengan apa yang disampaikan Wira dan setuju dengan apa yang dilakukan Kepala Desa Girilayang terpilih itu u

  • Istri Nakal Mas Petani   278. Menyambut Yang Keempat

    Morning sickness yang dialami Sully berlangsung sampai kehamilannya menginjak usia delapan bulan. Sully mulai kuat terhadap bau-bauan dan bisa makan dalam porsi yang lebih banyak. Jika sebelumnya ia sulit menelan air dingin, masuk bulan kedelapan Sully sudah bisa memanjakan lidahnya dengan es teh manis. Seluruh keluarga besar Pak Gagah ikut senang dengan perubahan baik itu. Sully yang ceria sudah kembali. Pagi hari Sully ikut mendampingi anak-anaknya mandi dan makan. Kerjanya tak hanya bergulung di ranjang saja. Sully sudah mulai rajin seperti biasa. Ia juga mulai menggoda Wira dengan meremas bokongnya atau menggaruk perut pria itu. Wira menyambut bahagia godaan-godaan Sully. Sudah cukup lama pemenuhan kebutuhan batinnya berdasar mood istrinya itu. Menunggu belas kasihan Sully yang mau memberikan dengan sukarela tanpa mulut mengerucut. Memasuki bulan kedelapan mereka sudah kembali bercinta dengan hangat. Kehamilan yang terbebas dari morning sickness, tiga anak laki-lakinya sehat, pa

  • Istri Nakal Mas Petani   277. Dalam Sebuah Pesta

    Kedatangan keluarga Pak Gagah yang hanya berjarak seminggu sebelum pesta pernikahan Oky membuat Pak Anwar menyusun agenda sepadat mungkin untuk mengajak besan berkeliling kampunghalamannya.Hal pertama yang dilakukan Pak Anwar adalah mengajak Pak Gagah melihat kebun kelapa Sully yang dibelikan Wira. Dalam perjalanan menuju kebun itu tak lupa Pak Anwar menunjukkan jalan hasil pengaspalan yang didanai oleh Wira.“Lihat seberapa panjangnya jalan menuju ke kebun kelapa ini, kan? Nah, ini semua Bagus yang mengaspal. Warga yang sudah lama mengharapkan perbaikan jalan bisa ikut menikmati yang dilakukan Bagus. Apa yang dilakukannya ini membawa banyak kebaikan. Bahkan warga yang tidak kenal Bagus secara pribadi malah mengenal namanya. Pernah sekali waktu saya ke kebun kelapa, ada seorang pria yang baru pulang merantau menanyakan soal jalan yang bagus. Orang tuanya langsung mengatakan jalan ini diaspal menantunya Pak Anwar. Namanya Bagus.” Pak Anwar terkekeh-kekeh senang saat menceritakan kisah

  • Istri Nakal Mas Petani   276. Resepsi dan Silaturahmi

    Rombongan itu benar-benar ramai. Tiga generasi melalui perjalanan panjang berpindah-pindah moda transportasi. Pak Gagah yang sudah lama tidak melancong jauh bangun paling pagi dibanding yang lain. Pria tua itu mengecek semua bawaan mereka untuk kesekian kalinya.Perjalanan hari itu dimulai dengan Asmari dan seorang supir dari pabrik yang diminta mengantar ke bandara.“Asmari ikut juga, kan, Gus? Masa Hendro resepsi Asmari enggak ikut?” Belum apa-apa Pak Gagah sudah protes karena Asmari yang belakangan dekat dengan Hendro tidak terlihat memiliki tentengan.“Asmari ikut, Pak. Nanti setelah mengantar kita ke terminal keberangkatan dia titip mobil di parkir inap bandara. Asmari berangkatnya satu pesawat bersama Pretty dan ibunya.” Wira baru saja melepas Asmari untuk meletakkan mobil di parkir inap. Pak Gagah yang sedang menggendong Bima pun sepertinya masih punya banyak waktu untuk memperhatikan orang sekitar.“Bapak capek? Bima bisa diletak dulu di stroller. Gantian sama Tika. Dari tadi

  • Istri Nakal Mas Petani   275. Rencana Perjalanan Jauh

    Dan bukan Sully namanya kalau segala yang ia lakukan tidak menimbulkan kehebohan orang sekeliling. Malam itu setelah mengutarakan keinginannya dengan cara merajuk, Wira menyanggupi semua hal yang akan dilakukan oleh istrinya itu agar mereka mendapatkan seorang bayi perempuan.Pertama-tama mereka berdua mendatangi praktek Dokter Masayu untuk berkonsultasi. Sully santai saja saat mengutarakan keinginannya. Raut dan gesture-nya sangat percaya diri seperti biasa. Terutama saat Dokter Masayu bertanya, “Sulis sudah mau program bayi perempuan? Awang belum dua bulan.” Dokter Masayu mengingatkan.Wira yang masih mengenakan seragam cokelat mengangguk yakin. “Katanya mau sekarang aja, Dok. Biar sekalian aja.”“Kalau bisa sekarang kenapa harus nanti gitu, Dok. Kemarin hamilnya Awang juga bisa secepat itu. Saya mau tahu tips-tips khusus buat hamil anak perempuan.” Sully bicara dengan kedua tangannya yang melingkari lengan Wira. Ia sudah tidak peduli lagi dengan komentar ketiga kakaknya. Karena jik

  • Istri Nakal Mas Petani   274. Sebuah Impian Sully

    Bisa dibilang Sully memasuki masa sedang repot-repotnya. Ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi Wira hadir sendirian. Ulang tahun pabrik yang harusnya bersamaan dengan ulang tahun si kembar ternyata perayaannya harus dilewatkan karena Sully baru melahirkan putra ketiganya.Putra ketiga Sully dan Wira lahir di bulan yang sama dengan kelahiran Bima dan Sakti. Dan keluarga Sully kembali datang dengan formasi yang sama. Sari; kakak Sully adalah orang yang pertama kali tertawa terbahak-bahak setelah mengetahui kehamilan adiknya.Dan hari itu, satu bulan setelah Sully melahirkan Sari kembali datang dengan anak bungsunya yang mulai belajar jalan. Dari ketiga kakak Sully, Sari pulalah yang menggendong putra ketiga adiknya itu sambil mengatakan, “Selamat datang putra ketiga adikku yang dulunya setiap hari ngomong jangan banyak anak.”Karena itu Sully mengerucutkan bibir memandang kakaknya.Keramaian ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi memang senga

  • Istri Nakal Mas Petani   273. Bukan Kelalaian

    Sully sudah melupakan tentang percintaan sore yang dilakukannya dengan penuh semangat dan keringat. Fokusnya sementara hanya tertuju merawat putra kembarnya dan mengerjakan dua tawaran endorsement yang sudah ia sanggupi. Ada dua iklan yang videonya sedang mereka garap. Pil pelancar ASI dan produk korset pelangsing perut. Kedua endorsement itu diterima Sully dengan penuh suka cita. Terlebih tenaga ‘babysitter’ si kembar masih melimpah ruah.Semua orang di rumah sedang berlomba-lomba menjadi sosok yang paling bisa menaklukkan hati si kembar. Semua ingin mendapat sebutan orang yang paling bisa membuat si kembar langsung tenang saat menangis. Termasuk Pak Anwar dan Bu Dahlia yang biasanya sering berdebat kecil. Suami istri itu kini terlihat kompak menjaga cucu laki-laki dari anak bungsu mereka.“Kita harus sering-sering bikin konsep video begini. Biaya produksinya kecil, mengedukasi, juga anti ribet-ribet klub.” Sully sedang membereskan kotak make-upnya.“Konsepnya emang bagus, tapi nggak

DMCA.com Protection Status