Kegiatan malam Wira hanya bersandar di tumpukan bantal dan mengamati Sully yang masih betah mengutak-atik macam-macam aksesoris yang Wira tak tahu apa fungsinya. Sekarang meja kecil di sebelah cermin tinggi sudah memiliki laci kecil empat tingkat. Di sebelahnya ada rak kosmetik berbahan akrilik yang bisa diputar. Sully mengatur peralatan kosmetiknya di sana dan menatap teduh jajaran botol-botol berbagai merek yang ia kenakan. Hatinya sedikit terhibur. “Sudah selesai? Ayo, sini baring dekat Mas.” Sully merangkak naik ke ranjang dan menarik satu lengan Wira untuk dijadikannya bantal. Ia masuk ke dalam pelukan pria itu dan bergulung. “Lis … Mas mau,” ucap Wira membelai punggung Sully dan turun sampai berdiam di pinggul. Mengusap dan meremas bagian itu dengan lembut seraya melirik Sully yang menyembunyikan wajahnya. Sebenarnya malam itu ia sudah cukup lelah. Kantuknya pun sudah datang sejak tadi. Tapi menunggui Sully yang lebih terlihat seperti sedang menata hati ketimbang kosmetik-kos
Tumpukan gorden yang terletak di bawah jendela kamar saat itu tak lagi membuat percik semangat di hati Sully. Tenaganya entah terbang ke mana. Sangat berbeda dengan saat ia membelanjakan uang Wira membeli benda-benda remeh dalam list-nya. Sebenarnya masih terlalu pagi untuk kehilangan semangat. Tapi perasaan bernama semangat itu seakan ikut pergi bersama Wira yang dua hari belakangan ia rasa … tidak terlalu mengacuhkannya. Dalam satu dus alat tes kehamilan berisi 24 strip. Sally telah menggunakannya dua. Setelah meletakkan dua alat tes yang menunjukkan hasil negatif ke dalam laci di sebelah ranjang, Sully ke lemari merapikan sisa alat tes di dua yang saat itu menjelma menjadi harta yang berharganya selain kosmetik. “Kangen Ibu,” bisiknya, meraih ponsel dan menggulirnya sejenak. “Jam segini ... biasanya Ayah lagi ngapain, ya ....” Sudah berapa tahun ia pergi meninggalkan kampungnya? Setahun lebih? Atau sudah dua tahun? Kenapa ia bisa lupa rutinitas yang dilakukan keluarganya. Sully m
Wajah Ajeng mendadak lebih serius. Melihat tanggapan Suppy, hal yang ia duga selama ini ternyata benar. Wira tidak pernah menceritakan sedikit pun soal masa lalunya. Bukan bercerita hal-hal berlebihan, tapi bukankah wajar jika dalam rumah tangga cerita masa lalu keluarga diceritakan sedikit demi sedikit. Apalagi hal yang akan diceritakannya pada Sully termasuk hal yang penting.“Ibu kami … kalau bisa dibilang wanita paling keibuan yang pernah Mbak kenal. Anggun, manis, feminin, dan sangat lembut. Ibu terlahir dari keluarga terpandang di desanya. Mmm … semoga aja Bapak masih sibuk dengan mesin cucinya, ya.” Ajeng seraya menoleh pintu tengah yang masih tertutup tirai hijau. Sully ikut-ikutan mengerling ke arah yang sama.Ajeng lalu melanjutkan, “Bapak enggak pernah cerita-cerita ke kami, yang sering ngobrol itu Ibu. Bapak kaku.”“Mmmm … kaku? Mirip Mas Wira?” tanya Sully.“Bagus kaku, ya?” Ajeng meringis mendengar ucapan Sully yang benar adanya. Untungnya Sully hanya tertawa.“Ibu cerit
“Oke … malam aja katanya,” gumam Sully, menutup tudung saji dan kembali menumpuk alat makan menjadi satu. Ia lalu menyusul Wira ke kamar dan duduk di tepi ranjang mengamati gerak-gerik pria itu. Berharap kalau Wira mengatakan sesuatu soal kain jendela dan pintu yang berubah warna, termasuk yang ada di kamar mereka.Hampir sepuluh menit duduk tanpa sapaan dari Wira, Sully bangkit. Namun, tiba-tiba Wira menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Persis berada di dekat Sully. Menelungkup dengan satu tangan memegangi pergelangan Sully.“Temani Mas dulu, Lis. Hari ini Mas capek banget,” kata Wira.Sully kembali duduk dan Wira langsung melingkarkan tangan di pinggangnya. Ia lalu sedikit menggeser posisi untuk menoleh Wira yang menyembunyikan wajah di belakang tubuhnya. Tangannya tak bisa menjangkau kepala Wira. Namun, tangannya bisa mengusap punggung telanjang pria itu.“Enggak mandi?” tanya Sully, mengusap punggung Wira.“Sebentar lagi. Mas mau baring sebentar sambil peluk kamu. Setengah hari di l
Kemesraan mereka baru terjadi beberapa detik yang lalu. Wira Bahkan merasa belum menyampaikan maksudnya dengan benar. Tapi Sully sudah berjalan melewatinya dan pergi menuju langit yang merangkak gelap. Setelah meneriakkan nama Sully, Wira membeku. Lupa akan kehadiran orang lain di rumah itu. Bapaknya sendiri. Dan pikirannya itu pun belum usai saat terdengar seruan dari belakang tubuhnya.“Sulis kenapa?”“Enggak apa-apa. Mungkin ke rumah Pretty,” jawab Wira, kembali masuk ke kamar dan mengambil selembar kaus oblong untuk ia kenakan.“Kok, mungkin? Yang barusan teriak manggil Sulis itu kamu, kan?”“Aku enggak teriak, Pak. Cuma kaget karena Sullu langsung keluar. Aku keluar nyusul Sulis.” Wira meninggalkan Pak Gagah menuju pintu depan.“Memangnya Sulis ngambek kenapa, Gus?” tanya pak Gagah.“Enggak ngambek, Pak. Cuma ada keperluan ke rumah Pretty, tapi enggak sabar nunggu aku selesai mandi. Ya, udah. Ini aku susulin, kok. Bapak tenang aja.” Saat memutar tubuhnya membelakangi Pak Gagah, W
Kekesalan Sully pada Wira sebenarnya belum benar-benar surut. Awalnya ia menyahuti Wira dengan jawaban pendek-pendek saja. Tapi melihat betapa gigih pria itu mengajaknya bicara dengan bertanya dengan soal-soal kesukaanya, membuat Sully tak sadar kembali ke dirinya yang biasa.Pemahaman itu kembali datang menghampiri Sully. Paham bahwa ia sudah menikahi seorang pria yang mengaku baru merintis hal baru saat membangun rumah tangga dengannya, paham bahwa Wira memang seorang pria yang sejak awal tak banyak bicara, juga paham bagaimana ritme kehidupan di desa. Sully kembali meminta dirinya memahami bahwa ia sudah menerima Wira.“Kayanya aku mau beli taplak meja lagi, Mas. Boleh? Aku lupa ada beberapa meja yang perlu taplak tapi luput dari hitunganku.” Sully berusaha nada suaranya kembali seperti semula. Kalau ingin cepat semuanya kembali normal, bukankah meminta sesuatu akan terlihat lebih serius?“Boleh…boleh. Perlu apa lagi? Beli aja. Perabotan rumah memang sudah lama enggak pernah digant
Seperti malam-malam panas yang mereka lewati di ranjang, Wira selalu menjelma sebagai sosok pria berbeda. Wira malam itu bukan seperti Wira yang ia kenal. Wira bukan pria canggung dan penuh keraguan ketika berurusan dengan kepuasan wanita yang dinikahinya. Pria yang malu-malu itu sudah tak ada lagi tiap mereka di ranjang. Wira selalu mendominasi.Sully yang ingin dimanja mendapatkan hal yang diinginkannya malam itu. Setelah melepaskan kerinduan akan kecupan dan kemampuan Sully memanjakan bagian spesial tubuhnya, Wira merebahkan Sully dan mengecupi tiap sudut tubuh wanita itu. Menggoda Sully dengan mengecup perut wanita itu. Hingga kecupan itu terus melorot sampai ke bagian yang ditujunya.Wira berlama-lama memanjakan bagian bawah tubuhnya. Menekuk kaki Sully dan menunduk di antara paha wanita itu. Sully terkesiap sedetik, lalu terhanyu. Wira menyesapnya, mempermainkan dan memanjakan Sully dengan lidahnya. Hingga godaan Wira di titik paling sensitifnya, membawa Sully ke puncak kenikmat
Saptono terperangah beberapa saat di halaman. Setengah bingung, setengah terpukau. Lamunannya buyar saat Wira pelan-pelan menurunkan Sully dari gendongannya.“Pak, masuk dulu. Suami saya belum sarapan. Jangan pergi sekarang, ya," kata Sully pada Saptono.Kepala Saptono mengangguk-angguk otomatis. Tadinya, karena sebuah kabar yang baru ia terima, ia berencana mengajak Wira langsung berangkat pagi itu. Tapi, suara dan binar wajah Sully membuatnya lupa. Langkah kakinya bagai terhipnotis menuju teras rumah Pak Gagah.“Aku buatin teh dan roti. Tunggu di ruang tamu,” pinta Sully saat bicara dari balik tubuh Wira. Ia meninggalkan pintu depan sebelum“Sap! Masuk dulu.”Masih mengangguk-angguk, Saptono melepaskan alas kakinya di undakan tangga teratas dan melangkah menyeberangi teras. Dalam sepuluh menit pertama kedatangannya ke rumah Pak Gagah, Saptono sudah dua kali terperangah. Yang pertama karena melihat Wira keluar menyahuti panggilannya sambil menggendong istri, yang kedua karena ia disa
Halo ....Selamat pagi Boeboo tersayang pembaca juskelapa. Semoga semuanya dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.Di sini saya mau menginformasikan bahwa novel ISTRI NAKAL MAS PETANI sudah tamat di Bab 280. Apabila kemarin ada penulisan TO BE CONTINUED di akhir bab 280 itu adalah kesalahan penulisan dan error revisi yang terlalu lama. Jangan lupa aplikasinya di-update agar mendapat tampilan terbaru dari GOODNOVEL yang semakin kece ya. Nantinya ISTRI NAKAL MAS PETANI akan diberi bonus chapter di saat kita semua sudah rindu.Kabar gembira giveaway-nya adalah MAS WIRA & SULIS akan memberikan merchandise sederhana untuk 50 orang pertama di peringkat GEMS 1-50. Bagi yang namanya tertera di peringkat tersebut bisa mengirimkan alamat ke :ADMIN JUSKELAPA melalui pesan singkat dengan nomor 0 8 2 2 -5 7 8 5-1 2 3 8 dengan menyertakan tangkapan layar peringkat GEMS (vote).AtauBisa kirim pesan melalui sosial media inssstagram ketik : juskelapa_ di pencarian. Buat yang belum beruntung bisa men
Pak Gagah ikut mengangkat gelas teh dan meneguk isinya hampir setengah. Baru menyadari nikmat bertukar cerita yang selama ini diamatinya pada kaum perempuan ternyata juga bisa ia rasakan. Sungguh Pak Gagah ataupun Pak Mangun tidak pernah menyangka bahwa hal yang mereka anggap sebagai tindakan tercela bisa mereka ubah menjadi sesuatu yang membawa masa depan baik untuk desa. “Kamu memang tidak berniat menjodohkan Bagus dan Ratna, kan, Gah?” Pak Mangun meletakkan cangklong di sudut bibirnya. Pak Gagah menggeleng-geleng. “Tidak…tidak. Aku tahu maksud Effendi menekan Ajeng soal hutang dan sertifikat kebun pasti berkaitan dengan Bagus. Ratna itu mondar-mandir terus di dekat rumah sini. Setiap berpapasan jalan yang ditanya Bagus. Tapi Bagus, kan, di Riau.” Pak Mangun tergelak. “Oh, sekarang aku ingat. Karena Ratna sering ke sini kamu jadi kepikiran ide buat ngomong kalau Bagus dijodohkan dengan Ratna.” “Alasan perjodohan itu ditambah dengan banyaknya petani yang terjerat hutang di Effend
Desa Girilayang itu terletak di kaki Merapi. Awalnya desa itu hanya berisi 12 kepala keluarga dengan 34 jiwa. Kakek buyut Pak Mangun dan Pak Gagah disebut-sebut sebagai orang pertama yang tinggal di desa itu untuk pertama kalinya. Secara geografis Desa Girilayang merupakan sebuah punggung bukit yang diisolasi oleh dua jurang di sisi sebelah barat dan timur. Itu sebabnya sebelum pembangunan jembatan seluruh warga desa harus berjalan memutari bukit dan cukup lama berada di jalan untuk bisa sampai ke kota.Pada sebuah peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia Wira pernah menyampaikan pidatonya yang mengatakan bahwa Desa Girilayang adalah tempat di mana semua warganya menjaga adat istiadat yang merupakan warisan leluhur. Juga melestarikan tempat-tempat wisata sejarah berikut pemandangan alam cantiknya untuk mendongkrak kemajuan desa dalam bidang pariwisata.Semua orang setuju dengan apa yang disampaikan Wira dan setuju dengan apa yang dilakukan Kepala Desa Girilayang terpilih itu u
Morning sickness yang dialami Sully berlangsung sampai kehamilannya menginjak usia delapan bulan. Sully mulai kuat terhadap bau-bauan dan bisa makan dalam porsi yang lebih banyak. Jika sebelumnya ia sulit menelan air dingin, masuk bulan kedelapan Sully sudah bisa memanjakan lidahnya dengan es teh manis. Seluruh keluarga besar Pak Gagah ikut senang dengan perubahan baik itu. Sully yang ceria sudah kembali. Pagi hari Sully ikut mendampingi anak-anaknya mandi dan makan. Kerjanya tak hanya bergulung di ranjang saja. Sully sudah mulai rajin seperti biasa. Ia juga mulai menggoda Wira dengan meremas bokongnya atau menggaruk perut pria itu. Wira menyambut bahagia godaan-godaan Sully. Sudah cukup lama pemenuhan kebutuhan batinnya berdasar mood istrinya itu. Menunggu belas kasihan Sully yang mau memberikan dengan sukarela tanpa mulut mengerucut. Memasuki bulan kedelapan mereka sudah kembali bercinta dengan hangat. Kehamilan yang terbebas dari morning sickness, tiga anak laki-lakinya sehat, pa
Kedatangan keluarga Pak Gagah yang hanya berjarak seminggu sebelum pesta pernikahan Oky membuat Pak Anwar menyusun agenda sepadat mungkin untuk mengajak besan berkeliling kampunghalamannya.Hal pertama yang dilakukan Pak Anwar adalah mengajak Pak Gagah melihat kebun kelapa Sully yang dibelikan Wira. Dalam perjalanan menuju kebun itu tak lupa Pak Anwar menunjukkan jalan hasil pengaspalan yang didanai oleh Wira.“Lihat seberapa panjangnya jalan menuju ke kebun kelapa ini, kan? Nah, ini semua Bagus yang mengaspal. Warga yang sudah lama mengharapkan perbaikan jalan bisa ikut menikmati yang dilakukan Bagus. Apa yang dilakukannya ini membawa banyak kebaikan. Bahkan warga yang tidak kenal Bagus secara pribadi malah mengenal namanya. Pernah sekali waktu saya ke kebun kelapa, ada seorang pria yang baru pulang merantau menanyakan soal jalan yang bagus. Orang tuanya langsung mengatakan jalan ini diaspal menantunya Pak Anwar. Namanya Bagus.” Pak Anwar terkekeh-kekeh senang saat menceritakan kisah
Rombongan itu benar-benar ramai. Tiga generasi melalui perjalanan panjang berpindah-pindah moda transportasi. Pak Gagah yang sudah lama tidak melancong jauh bangun paling pagi dibanding yang lain. Pria tua itu mengecek semua bawaan mereka untuk kesekian kalinya.Perjalanan hari itu dimulai dengan Asmari dan seorang supir dari pabrik yang diminta mengantar ke bandara.“Asmari ikut juga, kan, Gus? Masa Hendro resepsi Asmari enggak ikut?” Belum apa-apa Pak Gagah sudah protes karena Asmari yang belakangan dekat dengan Hendro tidak terlihat memiliki tentengan.“Asmari ikut, Pak. Nanti setelah mengantar kita ke terminal keberangkatan dia titip mobil di parkir inap bandara. Asmari berangkatnya satu pesawat bersama Pretty dan ibunya.” Wira baru saja melepas Asmari untuk meletakkan mobil di parkir inap. Pak Gagah yang sedang menggendong Bima pun sepertinya masih punya banyak waktu untuk memperhatikan orang sekitar.“Bapak capek? Bima bisa diletak dulu di stroller. Gantian sama Tika. Dari tadi
Dan bukan Sully namanya kalau segala yang ia lakukan tidak menimbulkan kehebohan orang sekeliling. Malam itu setelah mengutarakan keinginannya dengan cara merajuk, Wira menyanggupi semua hal yang akan dilakukan oleh istrinya itu agar mereka mendapatkan seorang bayi perempuan.Pertama-tama mereka berdua mendatangi praktek Dokter Masayu untuk berkonsultasi. Sully santai saja saat mengutarakan keinginannya. Raut dan gesture-nya sangat percaya diri seperti biasa. Terutama saat Dokter Masayu bertanya, “Sulis sudah mau program bayi perempuan? Awang belum dua bulan.” Dokter Masayu mengingatkan.Wira yang masih mengenakan seragam cokelat mengangguk yakin. “Katanya mau sekarang aja, Dok. Biar sekalian aja.”“Kalau bisa sekarang kenapa harus nanti gitu, Dok. Kemarin hamilnya Awang juga bisa secepat itu. Saya mau tahu tips-tips khusus buat hamil anak perempuan.” Sully bicara dengan kedua tangannya yang melingkari lengan Wira. Ia sudah tidak peduli lagi dengan komentar ketiga kakaknya. Karena jik
Bisa dibilang Sully memasuki masa sedang repot-repotnya. Ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi Wira hadir sendirian. Ulang tahun pabrik yang harusnya bersamaan dengan ulang tahun si kembar ternyata perayaannya harus dilewatkan karena Sully baru melahirkan putra ketiganya.Putra ketiga Sully dan Wira lahir di bulan yang sama dengan kelahiran Bima dan Sakti. Dan keluarga Sully kembali datang dengan formasi yang sama. Sari; kakak Sully adalah orang yang pertama kali tertawa terbahak-bahak setelah mengetahui kehamilan adiknya.Dan hari itu, satu bulan setelah Sully melahirkan Sari kembali datang dengan anak bungsunya yang mulai belajar jalan. Dari ketiga kakak Sully, Sari pulalah yang menggendong putra ketiga adiknya itu sambil mengatakan, “Selamat datang putra ketiga adikku yang dulunya setiap hari ngomong jangan banyak anak.”Karena itu Sully mengerucutkan bibir memandang kakaknya.Keramaian ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi memang senga
Sully sudah melupakan tentang percintaan sore yang dilakukannya dengan penuh semangat dan keringat. Fokusnya sementara hanya tertuju merawat putra kembarnya dan mengerjakan dua tawaran endorsement yang sudah ia sanggupi. Ada dua iklan yang videonya sedang mereka garap. Pil pelancar ASI dan produk korset pelangsing perut. Kedua endorsement itu diterima Sully dengan penuh suka cita. Terlebih tenaga ‘babysitter’ si kembar masih melimpah ruah.Semua orang di rumah sedang berlomba-lomba menjadi sosok yang paling bisa menaklukkan hati si kembar. Semua ingin mendapat sebutan orang yang paling bisa membuat si kembar langsung tenang saat menangis. Termasuk Pak Anwar dan Bu Dahlia yang biasanya sering berdebat kecil. Suami istri itu kini terlihat kompak menjaga cucu laki-laki dari anak bungsu mereka.“Kita harus sering-sering bikin konsep video begini. Biaya produksinya kecil, mengedukasi, juga anti ribet-ribet klub.” Sully sedang membereskan kotak make-upnya.“Konsepnya emang bagus, tapi nggak