Share

4. Maaf

Author: Thesa
last update Last Updated: 2023-10-07 15:32:47

“Yaelah…Rin…Rindu Senja!” teriakan itu memenuhi lorong kampus. Sedangkan yang dipanggil terus berjalan lurus tidak peduli. Gadis itu menjadi pusat perhatian dari beberapa orang yang juga lewat di koridor, atau hanya sekedar duduk di bangku yang memang disediakan di sana.

Fakultas kedokteran selalu sunyi, bahkan di koridornya sekalipun. Sudah horor, makin horor ketika para mahasiswa itu duduk di koridor dengan buku yang tidak lepas dari pandangan mereka.

“Rindu, lo kenapa sih? Pagi-pagi udah bete aja jadi orang, niat hidup gak sih lo? Udah fakultas kayak kuburan heningnya, lo malah…yaelah, gue ditinggal kan!” Pandu berdecak sebal saat sang sahabat sudah berpindah lebih dulu.

Dia berusaha mengejar lagi, namun seseorang lebih dulu mendaratkan tangan di bahunya. Lekas Pandu menoleh dan mendapati si oleh yang sepertinya tidak tahu permasalahanya pagi ini.

“Lo kenapa sih pagi-pagi udah berantem sama mahluk satu itu, Ndu?” Miquel menatap Pandu dengan sorot mata bertanya.

“Ck. Lo tau gak sih itu bocah gak mau ikut kegiatan vaksin siang ini? Padahal prof Imam udah ngubungin gue buat bujuk itu anak anjir. Gue yang jadi serba salah di sini!”

Mengetahui permasalahan, Miquel hanya tersenyum. Dia tahu kenapa Rindu sampai sekesal itu pada mereka berdua. Itu karena semalam mereka berdua telat datang, dan Rindu juga kena semprot lelaki mabuk yang entah kenapa sepertinya menarik perhatian gadis itu.

Tanpa mengucap sepatah kata pada Pandu, Miquel melepas rangkulannya dan mengejar Rindu. Dia harus meluruskan masalah sepele mereka.

“Ya elah, kenapa sih kalian berdua pada main tinggal segala? Rasanya effort gue benar-benar un-useless tau gak sih? Bocah freak!” kesal Pandu, mengambil jalan yang berbeda. Dia butuh menyerahkan laporannya ke perpustakaan pagi ini dan gara-gara permintaan salah satu professor mereka, jadilah dia akan telat dan siapa diomelin lagi.

“Apes…apes, udah perut gue keroncongan, punya teman modelan kingkong yang always marah lagi. TBL…TBL..takut banget loh!” guman Pandu sambil berjalan.

Dia tidak peduli jika segala tingkah lakunya yang bermonolog sendiri itu mengundang pemikiran aneh dari para mahasiswa yang juga ada di sana. Siapa yang tidak berpikiran begitu coba? Pandu dan circlenya, selain dikenal pintar, juga dikenal dengan kumpulan orang aneh yang sering bermonolog sendiri.

Tidak di LAB, tidak saat melakukan operasi bedah, bahkan saat berjalan di koridor pun mereka selalu bermolog sendiri.

“Rin!”

Langkah Rindu berhenti, dia menatap tidak suka pada sosok yang menahan pergelangan tangannya.

“Lo mau ngapain? Kalo soal urusan yang Pandu bilang tadi, sory dory mory, gue Big No. Males tau gak sih jadi volunteer. Mana panas lagi, kapan kota Malang jadi sepanas ini!”

“Ini…”

Hampir saja Rindu melangkah pergi, namun karena Miquel menempelkan minuman dingin itu tepat pada wajahnya. Jadilah dia mengurungkan niatnya.

“Lo nyogok gue?”

“Anggap aja gitu!” Miquel sudah berlalu dari sana, tidak lupa mengacak rambut Rindu sebelum pergi, “jangan lupa ikut jadi volunteer vaksin nanti, siapa tau lo ketemu jodoh kan di sana?”

“Dasar…tapi jujur, gue malas tau gak sih? Kayak gak mood aja gitu buat ikut!”

“Lo mau teman lo jadi korban?”

“Pandu?”

Miquel mengangguk, dia memang kasihan dengan Pandu jika sampai tidak bisa memenuhi permintaan sang profesor.

“Ya udah deh, gue ikut. Lo ada kelas apa hari ini?”

“Bedah minor!”

“Sama prof Imam dong?”

“Itu lo tau, gue duluan ya, btw ntar siang makan bareng di kantin kan?”

Rindu dan Miquel berpisah di lift. Hari ini Rindu sebenarnya tidak punya jadwal kelas, dia hanya bimbingan untuk skripsinya yang entah seperti apa kabarnya. Semuanya membludak di akhir, kadang membuat Rindu Overthinking. Udah lulus susah, cari kerja apalagi?

Ya mau gimana lagi ya. Rindu juga harus menyelesaikan studinya tepat waktu agar beasiswanya tidak dicabut.

Siangnya, Rindu berakhir di lapangan rektorat. Wajahnya benar-benar tidak bisa diselamatkan. Dia menatap banyak antrian yang sudah menunggu untuk di vaksin. Pandu yang ada di sebelahnya sejak tadi takut menatap wajah Rindu yang menggambarkan singa kelaparan.

“Rindu, itu dokternya belum datang ya? Lo gak tanya dulu sama Rektor? Kan ini acara mereka, kita cuman mau bantu doang kan ya? Kasihan juga anak-anak udah pada di jemur tuh di lapangan!”

Chika, salah satu mahasiswi kedokteran yang hits karena cantik. Semua orang bisa dikatakan hampir mengenalnya. Namun, baik Rindu dan kedua gengnya tidak pernah menyukai mahluk satu itu.

See? Udah dari tadi berteduh di bawah pohon sambil kipasan, bisa-bisanya datang-datang terus ngeluh gitu? Rindu tidak bisa tahan lama-lama kalo udah gini, apalagi sejak pagi moodnya benar-benar hancur. Niatnya ke kampus biar bisa bimbingan, tapi yang ditunggu-tunggu malah seenak jidatnya membatalkannya perkara hal sepele?

Kan minta ditabok itu kepala dosen. Untung Rindu masih waras, jadi masih bisa tidak barbar. Selain itu, dia juga masih sayang pada nilainya. Jika sudah berbuat masalah, maka kelulusannya yang menjadi taruhan.

“Lo kok diam aja sih? Lo dengar kan?” Chika mulai ngegas.

“Lo…”

“Kenapa bukan lo aja yang nanya sama….”

“Perhatian, karena dokter dari rumah sakitnya sudah datang. Silahkan bersiap-siap ya semuanya, buat yang mau divaksin juga siap-siap ya!”

Chika dan Pandu yang tadi sempat berseteru akhirnya kembali pada posisi masing-masing. Di tempatnya, Rindu sedikit gugup. Tidak sengaja, dia menatap sosok yang semalam muntah tepat di depannya ada di kampus juga. Mengenakan jas putih dan dia dokter? Gumamnya dalam hati.

Dugaan Rindu benar saat sosok itu menuju ke arahnya.

“Jadi…Anda seorang dokter?” Rindu mulai bertanya sambil membuka beberapa jarum suntik. Diperhatikannya sosok itu yang sejak bergabung dengan stannya hanya diam saja, menyapa saja tidak.

Sungguh dingin. Tapi masih dingin Thomas Shelby sih.

Ragata hanya menatap sebentar. Dia jelas ingat siapa sosok yang membantunya. Tapi jujur, Ragata tidak expted jika gadis yang dia temui di café itu adalah mahasiswa kedokteran. Rindu Senja namanya, Ragata membaca name tag gadis di sebelahnya sekilas lalu lanjut dengan kegiatannya.

Ya Ampun, itu mulut bisa ngomong gak sih? Geram Rindu dalam hati.

“Dok, ini dosisnya benar?” Rindu bertanya sambil menunjukkan dosis yang sepertinya terlalu kebanyakan.

“Kamu mahasiswa kedokteran bukan?”

Rindu mengangguk kikuk. Ternyata dia bisa ngomong ya, lanjutnya dalam hati.

“Ya udah, bisa mikir kan seberapa dosis yang benar? Sudah baca buku petunjuk kan?”

Baru kali ini Rindu merasa tertohok. Tidak hanya Rindu saja, tapi Miquel, Pandu dan bahkan Chika yang hanya membantu ikut terkejut saat seorang Rindu Senja diperlakukan demikian. Bukannya apa, tapi Ragata memang sedikit keterlaluan.

Angga yang merasa ada masalah segera menghampiri.

“Gak usah dengerin dia, biasalah, lagi PMS. Sini, tukeran sama stan saya saja!”

Dengan kikuk Rindu berpindah dari sana. Nasibnya hari ini sepertinya tidak baik-baik saja. Dia mengikuti sosok dokter bernama Angga itu ke stan Pandu. Dan posisinya digantikan dengan Pandu. Sepanjang berjalannya kegiatan, Rindu sesekali curi pandang pada sang dokter yang bahkan tidak pernah tersenyum.

Gila. Batin Rindu.

“Dia emang kayak gitu, anyway, saya Angga. Kamu Rindu ya? Pasti nama panjangnya Rindu Sekali?”

Suasana sedikit mencair. Rindu akhirnya banyak bicara, dan juga bertanya. Tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan, dia selalu belajar jika ada kesempatan.

“Oh ternyata itu kamu ya. Tadi professor Imam juga banyak bercerita tentang kamu. Ternyata anaknya memang sepintar ini!” kekeh Angga.

Orang terakhir sudah selesai, dan hari sudah sore. Beberapa panitia yang menyelenggarakan vaksinasi bagi mahasiswa UB itu sudah mulai mempersiapkan makanan.

“Dokter sudah berapa lama bekerja?”

“Sudah hampir 7 tahun, sudah lama bukan?”

Rindu mengangguk, mereka sudah berpindah tempat ke bawah pohon. Di tangannya sudah ada nasi kotak dan juga minuman yang baru dibagikan. Pandu dan juga Miquel lekas bergabung, dan tentu saja dengan Chika yang ketara sekali tertarik dengan Angga. Dia bahkan mengusir Rindu secara halus agar bisa duduk di sebelah Angga.

Sebenarnya Rindu tidak masalah, namun cara Chika selalu saja tidak ada benar-benarnya di matanya. Tapi demi kebaikan semuanya, dia akhirnya berpindah tempat duduk di sebelah Pandu. Sialnya, sosok yang sejak tadi ingin dia hindari malah duduk di sebelahnya.

Mendadak Rindu merasa gugup. Berdekatan dengan dokter Ragata sungguh tantangan baginya. Aura dokter itu sangat mengintimidasi.

“Maaf!”

“Hah?” Rindu otomatis menoleh.

“Saya tidak bermaksud berkata seperti tadi kepada kamu. Hanya saja saya terbawa suasana karena panas juga, maaf, saya tidak bermaksud!”

“I…iya dok!” guman Rindu kikuk. Tapi entah kenapa dia merasa senang ketika mendengar permintaan maaf itu.

Sejak itu, Rindu akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.

“Dokter…dokter juga sudah lama bekerja?”

“Ya, sama dengan dokter Angga!” jawab Ragata seadanya.

“Dokter tampan sekali, sudah menikah belum?” seru Chika, memainkan matanya bermaksud menggoda Ragata.

Mendadak situasi menjadi awkward. Angga dan Andreas yang tadi bicara hangat kini menatap langsung ke arah Ragata. Raut wajah muka lelaki itu sudah berubah, tidak ada lagi wajah ramah seperti tadi.

Ragata lekas menyelesaikan makannya, mengambil ranselnya dan pergi dari lapangan rektorat. Bahkan mengabaikan sapaan dari Prof Imam yang baru saja bergabung.

Chika di tempatnya merasa serba salah. Dia kan hanya bertanya, tidak salah dong dia mempertanyakan hal itu?

“Lo selalu aja buat masalah, Chika. Kayak lo gak di ajarin aja batasan bertaya!” guman Pandu.

“Ya elah, gue kan cuman nanya dong. Apa salahnya coba? Dokternya saja yang gengsian, mudeng gue. Tau gak, kesel gue jadinya!” Chika ikutan ngambek.

“Udah…udah, Ragata tidak seperti itu kok aslinya. Hanya saja dia ada masalah, dan topik itu cukup sensitif untuknya. Jadi…saya mohon, jika bertemu dengannya sekali lagi, jangan pernah menyinggung masalah tadi. Jangan lupa buat minta maaf juga!”

Angga menengangi. Lalu lekas sibuk berbincang dengan Prof Imam dan beberapa professor lainnya yang masih banyak Angga kenal. Sebagai lulusan dari Universitas itu, jelas saja semuanya membuatnya terasa flashback.

Rindu dan kawan-kawannya pamit lebih dulu. Sejak tadi, mata Rindu tidak bisa berhenti untuk mencari keberadaan sosok itu. Jujur, dia sedikit penasaran kenapa topik itu menjadi sensitif bagi seorang dokter yang memiliki wajah rupawan sepertinya.

Jika untuk masalah gadis, Rindu yakin itu bukan masalah sulit. Karena semua gadis first impression dengan penilaian tampan atau tidak. Masalah perilaku itu adalah masalah terakhir buat para wanita-wanita.

“Lo nyari dokter Ragata?” tebak Miquel.

“Tumben lo tertarik sama cowok, atau jangan-jangan lo…” Pandu menaik turunkan wajahnya, menggoda sang sahabat.

“Bukan, gue cuman mau bilang makasih doang anjir. Tadi gue lupa nanya, mana si Chika berulah lagi!”

“Kenapa sih itu nenek lampir terus buat masalah? Heran gue tau gak sih?”

“Bukan cuman lo kali, Ndu. Hampir semua nyerah sama kelakuan chika!”

“Ya udah deh, gue mau pulang aja.”  Seru Rindu, namun matanya masih menatap ke arah parkiran. Jikalau saja sosok yang tengah dia cari itu ada di sana. Meski cuek begitu, tapi Rindu merasa nyaman ketika berada di dekatnya.

Apa mungkin karena dokter itu sedikit mirip dengan ayahnya ya? Rindu juga tidak tahu, tapi dia tertarik saja dengannya.

“Lo jalan?”

“Ya!”

“Gue anterin aja, ayok!”

“Cie…kok kalian main tinggal-tinggal sih? Gue gimana dong? Kan jadi solo ini!” Pandu memegang tangan Miquel dengan manja.

Namun segera dihempaskan oleh Miquel yang memasang muka jijik. Lalu menjitak kepala Pandu yang selalu saja ada tingkahnya.

“Isss…kok kamu gitu sih mas? Kamu masih gak ingat selama kita kan main panggil sayang-sayangan, terus kamu elus….”

“Stop it, Pandu. Jijik tau gak sih? Lo jangan kebanyakan nonton drama thailand, lama-lama otak lo jadi geser. Udah ah, ayo Rin!”

“Miquel…Miquel…kamu kok tega banget sih!”

Bukannya berhenti, Pandu malah semakin menjadi-jadi. Rindu sejak tadi tidak bisa menahan ketawanya. Kedua temannya memang seabsurd itu jika sudah urusan saling menggoda.

“Apaan sih lo, singkirin tangan lo gak?” Miquel mulai jengah.

“Endak mau, aku maunya kamu!” guman Pandu memainkan matanya.

“Please Ndu, gue gak mau kasar sama lo!”

“Iss…berarti kamu memang beneran sayang kan sama aku ahh?”

“SIALAN, GUE…”

“Kabur” sebelum Miquel lepas kendali, Pandu sudah lebih dulu kabur. “Gue duluan ya Rin, makasih buat hari ini!”

“Sinting!” guman Miquel kesal.

“Udah, kayak lo baru kenal Pandu aja!” kekeh Rindu.

“Tapi dia buat kesal terus loh, Rin. Udah deh, gue antar ya.”

“Okay siap!”

Rindu dan Miquel berjalan ke arah parkiran sambil membicarakan banyak hal. Sampai mereka tidak sadar jika sejak tadi, ada seseorang yang mendengar semua percakapan mereka dari lantai 2. Bahkan sampai Miquel dan Rindu menghilang di parkiran, Ragata masih tetap pada posisinya.

Dia menghela nafas, lalu segera pergi dari sana.

Related chapters

  • Istri Mungil Dosen Tengil    5 - Tidak ada yang menarik

    Ragata POVTidak ada yang menarik menjadi seorang dokter. Bagiku begitu. Namun, ketika aku mendengar profesi ini diagung-agungkan, apalah kata yang tepat untuk mengatakan pada mereka bahwa profesi mereka entah apapun itu adalah sama pentingnya?“Ga…gue mau serius nanya sama lo!”Itu suara Angga, sudah hafal betul aku dengan suara itu. Terkadang malas mendengarnya, demi apapun. Terlebih saat ini, pintu ruanganku jelas tertutup dan seharusnya dia sadar apa maksud dari hal itu. Aku sedang tidak ingin menerima tamu untuk hari. Rasanya sungguh malas, dan aku ingin menenangkan pikiran sejenak.Tapi sekeras apapun aku melarang, Angga tetaplah Angga. Dia sungguh batu, dan tidak mengerti kata-kata manusia. Tingkah absurd nya dan juga Andreas yang selalu menarik perhatianku untuk menciptakan pil baru, yang bisa melenyapkan kedua mahluk ini.Namun, aku juga sadar tingkah absurd keduanya lah yang bisa membuatku bertahan hingga saat ini. Jujur, sampai detik ini, aku masih trauma dengan yang namany

    Last Updated : 2023-10-25
  • Istri Mungil Dosen Tengil    6 - Om!?

    “Hari ini kita kedatangan dokter tamu lagi!”Salah seorang asisten praktikum mengumumkan hal itu tepat di depan kelas. Rindu, Miquel dan Pandu hanya mengangguk. Karena hal itu memang sudah biasa, tidak ada yang spesial dengan kedatangan dokter tamu, bahkan dari rumah sakit ternama pun.“Eh…gue kebelet lagi!” Rindu berbisik pelan.“Boker?”“Bukan, mau pipis gue!” Rindu menghela nafas, di luar sedang hujan, terlihat dari jendela kaca yang memisahkan luar dengan gedung LAB. Dengan segera Rindu angkat tangan untuk izin.“Kak, dokternya tampan gak?” salah satu mahasiswi bertanya, lalu di sambut dengan tawa oleh circlenya. Pandu hanya memutar bola matanya malas, entah kenapa dia tidak pernah suka jika pada wanita sudah mulai bertindak seperti itu. Apa-apa selalu pandang fisik.“Kenapa, lo sirik?” seru Miquel yang sudah paham betul dengan maksud dari tatapan Pandu yang mengenaskan itu.“Diam ae lo!”“Ada apa…ada apa?” seru Rindu yang baru saja masuk, “lo ngatain gue?”“Ya, katanya cariin Pan

    Last Updated : 2023-10-25
  • Istri Mungil Dosen Tengil    7- Saya Pulang ya, Prof !

    “Prof, saya sudah bisa pulang?”Rindu menghela nafas untuk kesekian kalinya. Bibirnya tidak berhenti mengomel dalam hati, sejak dia mendadak mau menjadi volunteer untuk menggantikan Pandu yang seharusnya ada di posisinya ini. Berkali-kali Rindu menilik sosok yang ada di depannya dengan sabar.Sosok itu tengah sibuk dengan laptopnya dengan tangan yang sejak tadi mengetik. Entah apa yang lelaki itu kerjakan, Rindu Pun tidak tahu.“Siapa suruh kamu jadi pengganti?” Rangga jaketnya, dan beranjak dari tempat duduknya, merapikan laptopnya.“Prof…” Rindu panik saat sosok itu masih tidak memberikan jawaban yang pasti. Ini gimana nasibnya? Masa dia harus melototin kodok yang ada di depannya sih? Sudah 2 jam dia menjadi orang bodoh seperti ini. Mau gimana lagi? Dia sendiri yang sok-sokan menjadi pahlawan kesorean.Satu alis Ragata tertarik.“Ada apa?”“Nasib saya gimana prof, saya kan udah melototin ini kodok sejak 2 jam lalu. Mata saya mulai pegal nih prof!”“Siapa yang nyuruh kamu masih di si

    Last Updated : 2023-10-25
  • Istri Mungil Dosen Tengil    8 - Berdua Hati

    Sudah 1 jam menunggu, namun dosen yang masuk mata kuliah pagi ini tidak kunjung datang. Rindu dan kedua temannya duduk sambil menatap ponselnya masing-masing. Tidak hanya mereka sebenarnya, tapi hampir semua orang tengah berfokus dengan kesibukannya sendiri-sendiri.“Rin, lo ga ke rumah sakit hari ini?”“Iya, tapi habis kelas!”Pandu mengangguk, lalu kembali merebahkan kepalanya. Pagi ini tubuhnya sedang tidak baik-baik saja, dan dia butuh istirahat. Dan berselang 10 menit kemudian, Bram—sang ketua kelas, mengumumkan bahwa kelas hari ini di cancel.Jadilah Rindu, Miquel dan Pandu berjalan menuju parkiran. Ketiganya harus berpisah karena rumah sakit yang akan mereka datangi juga berbeda.“Lo gapapa naik ojol? Gue anterin aja!” Miquel masih menawarkan.“Kita bedah arah, Miq, mending gue naik ojol aja deh. Lagian udah gue pesen, tinggal bentar lagi kok!”“Apa lo bawa…”“Udah itu, gue duluan ya. Jangan lupa ntar malam kita ke tempat biasa!”“Okey, hati-hati!”Pandu dan Miquel juga lekas m

    Last Updated : 2023-11-01
  • Istri Mungil Dosen Tengil    9 – Waktunya Gak pas

    Miquel dan Pandu menatap Rindu yang terlihat tidak seperti biasanya dengan heran. Gadis yang biasanya selalu menghabiskan banyak waktu untuk membaca lembar demi lembar buku, kini tengah senyum-senyum tidak jelas sambil menatap ke luar jendela. Parahnya, gadis itu juga mengabaikan kedua temannya.Sekali lagi Pandu dan Miquel saling menatap, dan menggeleng karena tidak mendapatkan jawaban atas alasan gadis itu menjadi aneh.“Rindu, lo gak sakit kan?”“Apaan sih pegang-pegang?” Rindu menepis tangan Pandu yang berada di keningnya. Rindu selalu kesal jika disentuh, apalagi di kening.“Ya kan lo dari tadi kayak orang kehilangan tujuan hidup tau gak sih? Senyum-senyum aja dari tadi, kenapa, lo kesambet apaan di jalan tadi? Jangan-jangan arwah nenek moyang di gedung Fakultas teknik nyangkut lagi ke lo!”“Sialan, tuh bibir bisa gak sih di jaga cara ngomongnya?”“Ya kan lo gak jawab senyum-senyum karena apa.” Pandu masih ngotot, mereka berdua terdiam selama beberapa menit sambil menunggu dosen

    Last Updated : 2023-11-01
  • Istri Mungil Dosen Tengil    10 – Dok?

    Setelah menyelesaikan pekerjaannya di rumah sakit, Rindu bergegas untuk pulang. Namun baru saja beberapa langkah dari lobby, hujan deras sudah melingkupi malam hari. Padahal rencananya Rindu masih harus membeli beberapa kebutuhannya di supermarket dekat rumah sakit. Mana dia tidak bawa payung lagi.“Neng, mau pulang?” tegur pak satpam.“Ya pak, sekalian mau ke supermarket terdekat sih. Tapi hujan, gak bawa payung lagi!”“Mending pesen taxi aja neng, besok-besok aja ke sononya.”“Iya pak!”Rindu menghela nafas, dia merasa sedikit sakit di perutnya. Sepertinya dia akan datang bulan, dan dia kehabisan stok pembalut. Bukan kabar baik tentunya. Rindu berjalan mendekati hujan, menaikkan tangannya dan merasakan air hujan membasahinya.Rindu Senja dan hujan. Dia menyukai setiap kali hujan turun, rasanya damai ketika mendengar bunyi air mengalir. Banyak perasaan yang ingin dia tuangkan ketika hujan turun. Namun Rindu tidak suka petir. Tekad Rindu sudah bulat, sepertinya dia harus menerobos hu

    Last Updated : 2023-11-01
  • Istri Mungil Dosen Tengil    11— SMS aja

    Ragata memutuskan memutar haluan mobilnya menuju rumah orang tuanya. Dia memang sangat mengantuk dan sangat ingin merebahkan tubuhnya. Namun mendadak dia teringat jika dia harus memastikan bahwa Rindu baik-baik saja. Dia juga tidak enak hati meninggalkan gadis itu seorang diri. Takut jika Rindu tidak nyaman dengan keluarganya.Namun, baru saja Ragata turun dari mobil dan melangkah ke ruang tamu. Suara tawa adiknya—Lia—memenuhi seisi rumah. Dari penjelasan penjaga rumah, ibu dan ayahnya sudah pergi 1 jam lalu. Ragata melangkah menuju kamar adiknya saat tidak menemui Rindu di kamarnya. Pintu yang tidak terkunci rapat membuatnya bisa melihat jika adiknya tengah diajari oleh Rindu?Wait. Sejak kapan keduanya sangat dekat?Dia pikir keduanya bukan berada pada angkatan yang sama, selain itu, Lia cukup ekstrovert menjadi manusia. Sangat tidak jika Rindu bisa berteman dengan adiknya yang bar-bar. Apa jangan-jangan….“Bang?”Rindu yang tidak menyadari kehadiran sosok itu lekas mengalihkan pand

    Last Updated : 2023-11-01
  • Istri Mungil Dosen Tengil    12- Maaf

    Sudah beberapa hari berlalu, tapi sosok Ragata tidak pernah muncul di depan Rindu. Senja berlalu dan tidak ada yang istimewa. Sepertinya Rindu sudah terbawa virus tercandu-candu oleh ketampanan Ragata, dan juga perangai baiknya. Habisnya, siapa anak gadis yang tidak akan baper jika diperlakukan seperti itu?“Lo…kenapa? Kelihatannya dari tadi gak serius, something wrong?” Pandu yang duduk di sebelah Rindu memang memperhatikan gerak-gerik Rindu yang terlihat bukan biasanya.“Gue emang kenapa?”“Ya lo kayak lagi gak pengen belajar gitu, kan biasanya lo yang semangat 45 buat nugas.”Miquel yang duduk di hadapan Rindu akhirnya ikut memperhatikan. Mereka sedang berada di discussion room perpustakaan. Ruangannya tertutup, dan bisa di isi sampai dengan 10 orang. Biasanya digunakan untuk diskusi atau kerja kelompok.Lalu tatapan Miquel jatuh pada lengan Rindu. “Tangan lo kenapa? Lo sakit?”Pandu baru me-notice. Tatapannya mengikuti arah Miquel, dan benar saja, lengan Rindu ada tusukan dan meli

    Last Updated : 2023-11-01

Latest chapter

  • Istri Mungil Dosen Tengil    75 – Pandawa Part II

    Resort ramai. Mereka memutuskan menginap di resort karena semalaman penuh, Bali diterjang hujan. Bahkan pagi ini, gerimis masih terlihat menyelimuti tempat wisata. Namun tetap saja ada rombongan yang berkunjung, bahkan sang sopir terlihat baru keluar dari mobil usai memarkirkan bus besar di parking area hotel.Jarum jam sudah menunjuk ke arah pukul 09.00, dan Pandu yang baru saja memarkirkan mobil hanya bisa berceloteh ringan. Bahkan sosok yang membuatnya bangun pagi-pagi buta untuk menuju bandara I Gusti Ngurah Rai, tidak mengatakan apa-apa setelah mobil tiba di parkiran hotel.Langsung membuka pintu mobil, dan pergi begitu saja. Membuatnya kesal setengah mati. Pandu lekas mengikuti Ragata yang sudah menghilang di balik lift. Memang ya, kalau sudah mencintai seseorang, tidak ada kata bertahan berpisah. Kekesalan Pandu selain itu, karena baru tahu Rindu juga harus pulang malam ini. Itu artinya rencana mereka ke Lombok juga tertunda.Di tengah langkahnya yang hendak menuju kamar Rindu

  • Istri Mungil Dosen Tengil    74 - Karena aku mencintaimu

    Pandu POVMungkin, orang-orang tidak tahu seberapa besar arti dari sebuah persahabatan. Bagiku, bertemu dengan dua manusia yang meskipun sedang sibuk makan seperti pork dan tidak menyisakan bagianku, aku tetap menyayangi mereka tulus dari lubuk hatiku.Hari sedang cerah di luar, terlihat jelas dari gorden ruang tamu yang berterbangan dan cahaya yang menembus sehingga ruang tengah terang benderang.Kami sedang liburan di Bali, mumpung ada weekend, dan aku pun bisa mengambil jatah libur. Awalnya Rindu mengatakan tidak bisa ikut, tapi dengan segala akal yang aku punya, jadilah dia diberikan kesempatan.Sudah beberapa bulan berselang. Bayi imut yang dulu tidak bisa memanggilku kini sudah mulai mengenaliku. Walau tidak bisa mengeluarkan suara. William sedang berada di pangkuanku. Dan lihatlah, dia benar-benar menggemaskan.Setidaknya itu menghilangkan rasa kesalku pada induknya yang sibuk makan di hadapanku. Tidak ada bedanya dengan Miquel. Mereka berdua benar-benar menikmati hidangan itu t

  • Istri Mungil Dosen Tengil    73 – Pergi!

    Pandu sudah mulai membaik, itu sebuah kemajuan besar. Chika sedang duduk sambil mengamati wajah lelaki yang sedang tertidur itu. Sejak semalam, dia tidak pulang. Bersikeras untuk merawat Pandu. Bahkan rela melewatkan seminarnya, padahal itu adalah kesempatan besar untuk Chika. “Kau tidak kerja hari ini, Chika?”Xavier akhirnya bisa menghilangkan pikiran buruk sangkanya setelah melihat bagaimana Chika merawat sang adik. Sambil meletakkan secangkir teh di atas meja, Xavier mengambil duduk tidak jauh dari kedua orang itu. Udara di rumah sakit amat sangat dia benci. Tapi karena itu adalah Pandu, mau tidak mau Xavier harus mengesampingkan egonya.“Saya shift malam, kak.”“Panggil nama saja, tidak usah terlalu formal. Toh juga aku dengan Pandu hanya beda menit lahirnya.”Chika mengangguk, sambil meneguk isi gelas berisi teh Rosella itu. Sepertinya homemade. Dari rasanya Chika bisa tau. Jemari Pandu mulai bergerak, membuat Chika bersemangat. Tapi menunggu sepersekian menit, tidak ada tanda-

  • Istri Mungil Dosen Tengil    72 – Rencana Kedua?

    Suasana rumah sakit di pagi hari sedikit berbeda daripada sebelumnya. Perbedaan itu paling terasa pada Chika. Sejak tadi dia hanya memantau kehadiran sosok yang sudah menghantuinya belakangan ini. Bahkan nomornya saja tidak bisa di hubungi. Dan Pandu tidak masuk sudah beberapa hari. Gimana gak panik coba?Begitu melihat sosok Rindu yang berjalan dengan tenang, Chika berlari. Menarik tangan Rindu yang hampir saja menghindarinya lagi.“Rin, gue tau lo pasti tau kenapa Pandu gak ngangkat nomor gue kan? Please, I need a hand right know, dia gak balas pesan gue udah dua hari ini. Something happened?”Ekspresi datar Rindu membuat Chika menghela nafas. Dia sudah berusaha menjelaskan bahwa malam itu adalah sebuah kesalahpahaman. Tapi tak satupun yang percaya padanya. Miquel dan Rindu, hanya diam saja.“Rin, kalo emang Pandu gak seberarti itu buat gue, ngapain juga gue rela nungguin dan mau ngasih tahu kalo malam di club itu adalah kesalahan? Tapi karena gue suka sama dia, makanya gue mau nge

  • Istri Mungil Dosen Tengil    71 - Salah Paham

    Suasana club mulai ramai. Chika duduk di salah satu sofa, tidak jauh darinya ada seorang lelaki yang tengah meneguk cocktailnya. Malam itu adalah ulang tahun dari salah satu teman Chika, dan seperti biasa bagi kaula muda. Mereka merayakannya di club.“Chika, lo yakin mau ngelanjutin hubungan lo sama dia? Atau lo emang cuman kasihan sama usaha bokap lo?”“Kevin, please deh gak usah bahas soal itu.”“Lo belom move on dari gue?” Kevin menyeringai. Dia tahu Chika belum menerima Pandu, karena itu hanyalah alibi semata.“Kev, lo itu cowok berengsek tau gak sih? Buat apa mertahanin manusia sampah kayak lo. Mending lo jauh dari sini.”“Aigoo…kalian berdua ini seperti kucing dan tikus saja. Setiap bertemu pasti akan berdebat, apa tidak ada kegiatan yang bisa kalian berdua lakukan selain ini?” Gangga menyela sambil menatap Kevin datar. Dia adalah salah satu teman kuliah Chika, dan juga kenal baik dengan Kevin.Chika hanya menghela nafas. Beberapa dari teman mereka sudah mulai mabuk, dan sudah b

  • Istri Mungil Dosen Tengil    70 - Melamar Chika

    “Mas, aku mau kerja lagi.”Ragata langsung berhenti mengetik di tuts keyboardnya. Diam beberapa menit, lalu berjalan mendekati sang istri yang sedang menatapnya sambil berdiri. Seolah Rindu sedang laporan padanya. Ragata tersenyum, mengambil tangan sang istri dan membawanya duduk di sofa.Bukannya ingin membatasi ruang gerak sang istri. Ragata justru senang jika sang istri tetap produktif. Sebab, Ragata tahu istrinya itu hanya merasa bosan. Jika masalah finansial, Ragata yakin mereka tidak kekurangan. Dia memberikan Rindu Black cardnya, dan bebas mau dibelanjakan untuk apa saja.“Kalo kita sama-sama kerja, nanti yang jaga William siapa sayang? Kalo dia udah umur 4 tahun, baru nanti bisa sekolah atau di jaga sama ibu. Dia baru jalan satu setengah tahun, kamu gak kasihan sama dia?”Wajah Rindu sedikit ditekuk. Tapi tidak mengurungkan niat wanita itu untuk membujuk sang suami. “Tapi kalo di rumah terus, aku bosan banget, Mas. Aku bisa ambil shift pagi, terus nanti William di jaga sama i

  • Istri Mungil Dosen Tengil    69 - Mandi Bareng

    Rindu sudah mantap dengan pilihannya. Dia akan kembali bekerja seperti dulu. Bukan karena Ragata tidak mampu membiayai kehidupan mereka, tapi karena Rindu bosan setengah mati di rumah terus. Hanya menjaga putra mereka yang kini sudah berusia satu tahun.Malam ini Rindu harus bicara. Apalagi William sedang dijaga oleh mertuanya. Jadi Rindu sedikit leluasa hari ini.“Lo serius mau kerja lagi? Gue gak yakin sih Ragata ngizinin, dia takut kalo lo ntar kecapean. Lagian masih setahun Rin, apa yang lo kejar sih?” ujar Pandu. Sambil mengambil minuman Ocha yang ada di meja. Mereka bertiga—Rindu, Miquel, dan Pandu—sedang berada di mall di hari weekend ini. Mencoba banyak permainan dan juga games. Rencananya mereka akan menonton juga. Tapi karena filmnya baru mulai sekitar 2 jam lagi, jadilah mereka berakhir di salah satu gerai ramen.“Gue setuju sih, Ragata gak ngasih izin sih feeling gue,” Miquel ikut menimpali.“Tapi bosan banget tau kalo di rumah terus. Selain sama William, kayak gada akti

  • Istri Mungil Dosen Tengil    68 - Jatuh Cinta

    Sudah dua hari sejak percakapan dengan Miquel, Lia masih mengurungkan niatnya untuk memberitahu masalahnya kepada Ragata ataupun orang tuanya. Lia cukup kecewa pada Gary. Sebab mereka itu sudah kenal sejak semester awal. Dan hanya karena masalah peringkat, Gary ingin melakukan hal seperti itu padanya?Demi apapun Lia tidak terima.Hari ini kampus sepi. Wajar, karena jarang mahasiswa yang datang ke kampus di hari Sabtu. Hanya para mahasiswa semester akhir, atau anak organisasi yang sedang sibuk rapat. Lia baru saja keluar dari perpustakaan, untungnya kampus mereka membuka layanan perpustakaan di hari weekend. Tapi, di koridor, mata Lia menangkap manusia yang membuatnya hampir kehilangan kesuciannya. Disana, tepat di dekat parkiran paling pojok, lelaki itu sedang duduk sendirian. Mengenakan hoodie, dan menutupi wajahnya. Seolah keberadaannya tidak ingin diketahui oleh siapapun.Lia menghela nafas, dan berjalan ke arah parkiran. Dia tahu Gary ingin mengatakan sesuatu.“Lia…please, gue m

  • Istri Mungil Dosen Tengil    67 - Syok

    Hari ini jadwal Rindu periksa ke rumah sakit. Berhubung Ragata sedang tugas selama 2 hari di luar kota. Jadilah Lia yang ikut ke rumah sakit. 5 bulan tidak terasa sudah berlalu, dan Rindu sudah sangat sehat. Ragata juga sudah memberinya izin keluar rumah sendiri. Tapi tidak dengan bekerja. “Sini, biar Lia aja, mbak Rin.”Tangan Lia dengan sigap membawa tas bayi dari mobil. Rindu tersenyum. Dia menggendong William yang sedang tidur lelap. Bayinya itu sangat pengertian jika Ragata tidak di rumah. Beda cerita kalau sudah ada Ragata. Bawelnya bukan main. Bahkan waktu mereka berdua selalu terganggu. Seolah William tahu apa yang akan dilakukan oleh ayahnya itu jika berduaan dengan sang ibu.Beberapa orang menyapa Rindu. Baik para perawat, dan dokter lainnya.“Lo bisa gak sih, kalo makan gak usah kayak orang gak makan seratus tahun?” Angga menatap Andreas kesal. Mereka berdua sedang makan cake pemberian Chika di lobby.“Ya kan gue emang gak makan udah seratus tahun. Eh…ada Rindu, nih, lo ma

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status