"Ah, sial, kenapa harus ada kamera pengawas segala sih di rumah Elang?" gerutu Ratih begitu keluar dari ruangan sang keponakan. Wanita itu bersama anak dan adiknya sungguh dibuat tak berkutik kala mendapat ancaman yang begitu serius dari sang keponakan. "Gimana ini, Ma? aku nggak mau hidup miskin," Talia merengek membuat bertambahnya rasa panik dalam wajah dua wanita dewasa yang bersamanya. Tentu saja Ratih dan Amanda juga tidak mau merasakan hidup serba kekurangan setelah bertahun-tahun numpang hidup dalam nama besar Altemose."Mama juga. Emangnya Mama mau kembali hidup miskin kayak dulu?" sungut Ratih begitu kesal."Lalu, sekarang kita harus bagaimana, Mbak?" Amanda melempar pertanyaan, seakan menyerahkan semua permasalahannya yang terjadi untuk diatasi oleh kakaknya. "Sekarang harus bagaimana? Apa kamu nggak bisa mikir, hah!" dengan geram Ratih malah membentak Amanda sampai adiknya itu begitu terkejut dengan bentakan sang kakak."Kamu itu bisanya cuma numpang doang sama aku. Gili
Untuk beberapa detik, sepasang suami istri itu saling menatap, menyelami dalamnya perasaan dari beningnya bola mata masing-masing. Sampai sebuah suara klakson melengking cukup kencang, membuat mereka harus mengakhiri adegan saling tatap dengan perasaan yang cukup berkecamuk.Keduanya salah tingkah dan sedikit gugup, sampai salah satu diantara mereka tersenyum tipis, sembari kembali melajukan mobil yang dia kendarai untuk melanjutkan perjalanannya.Sepanjang roda berputar, tidak ada lagi pembahasan yang dibicarakan oleh sepasang suami istri tersebut. Hingga mobil itu sampai tujuan, keduanya masih menciptakan rasa hening karena terlalu hanyut dalam pikiran masing-masing.Namun, kala pintu gerbang rumah mereka dibuka, keduanya sempat mengerutkan kening, ketika mata mereka melihat sebuah mobil terparkir di halaman rumah mereka."Mobil siapa itu, Mas?" Ayunda membuka suaranya dengan melempar pertanyaan. Wajar jika dia bertanya karena dia memang belum sepenuhnya tahu pemilik mobil berwarna
Elang mendesah, menormalkan suasana hatinya, yang tadi sempat berkecamuk. Serangkaian kejadian satu hari ini cukup membuat pria itu menggelengkan kepalanya heran. Setelah teermenung beberapa saat sembari melepas kain yang membalut tubuhnya, pria itu beranjak menuju ke arah kamar mandi, untuk menyegarkan diri.Ayunda sendiri juga sudah sibuk dengan kegiatannya di dapur. Dengan dibantu oleh Bi Sari, wanita itu hanya menyiapkan hidangan sederhana dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Tidak membutuhkan waktu lama, hidangan yang sudah matang, kini tersaji rapi di atas meja, dan siap untuk di santap. Ayunda pun tersenyum senang dan wanita itu kembali melanjutkan sisa pekerjaannya.Bersamaan dengan itu pula, Elang mendekat dengan tubuh yang kelihatan segar berbalut sarung kaos putih. Pria itu lalu duduk di salah satu kursi untuk segera menyantap hidangan yang sudah disediakan sang istri."Mas Elang makan dulu apa gimana?" Ayunda yang melihat sang suami datang, langsung menghampiri dengan
Tangan Elang terkepal kuat, matanya menatap tajam pada pria yang kehadirannya sangat tidak diinginkan. Ingin rasanya dia melayangkan kepalan tangannya pada wajah pria itu. Namun semarah apapun Elang saat ini, dia harus bisa menahan diri agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diharapkan."Lebih baik kamu pergi dari sini, tidak perlu merepotkan diri, mengatakan hal yang sangat tidak penting, Erik," Elang berkata dengan segala rasa sabar yang dia tahan. Dari nada bicaranya, pria itu benar-benar berusaha menjaga emosi yang bergemuruh cukup dahsyat dalam benaknya."Emang apa salahnya aku memberi tahu istri kamu tentang perbuatan kamu tempo dulu? Apa kamu takut?" bukannya menghormati permintaan si Tuan rumah, Erik malah terus mengeluarkan perkataan yang seakan sengaja memancing amarah Elang supaya meledak.Elang pun menggeleng tak percaya. Pria itu tidak menyangka kalau Erik akan terus bersikap menyebalkan sampai sekarang."Tentu saja kamu sangat salah," dengan lantang, satu-satunya wanita y
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tapi mata Elang masih terbuka hingga saat ini. Setelah terjadi perdebatan kecil dengan sang istri, pria itu menjadi gundah karena apa yang dikatakan istrinya, membuat pria itu terus memikirkannya.Elang pun memilih turun dari tempat tidur dan melangkah, terus duduk di sebuah sofa. Kemudian, pria itu membuka tas kerjanya yang masih tergeletak di sandaran sofa panjang tersebut. Dari dalam tas kerja, Elang mengambil laptop dan segera menyalakannya."Apa yang harus aku lakukan dengan surat perjanjian ini?" gumamnya, beberapa saat lamanya setelah laptop menyala dan dari dalam layar laptop tersebut, terpampang sebuah surat perjanjian yang siap untuk dicetak.Bukan surat perjanjian kerja dengan pihak lain, tapi yang sedang Elang tatap saat ini adalah surat perjanjian pernikahannya sendiri. Entah kenapa pria itu merasa enggan untuk mencetak surat itu karena Elang sudah merasa nyaman dengan adanya Ayunda selama beberapa hari ini.Wajar jika Elang ce
Ayunda terdiam dengan kening sedikit berkerut. Matanya menatap wanita yang sedang menyeringai, setelah mengatakan sesuatu yang cukup penasaran. Namun, bukannya bertanya balik kepada tamunya, Ayunda malah memilih kembali melayangkan tatapannya pada pohon hias yang tadi sedang dia rapikan.Tentu saja sang tamu yang tadinya merasa senang melihat reaksi Ayunda, wajah seketika berubah tercengang karena apa yang dilakukan Ayunda tidak seperti apa yang dia harapkan. Wanita itu pun mendengus kasar dan menjadi kesal sendiri."Kamu nggak tanya, rahasia apa yang aku ketahui?" karena terlalu tidak suka dengan sikap yang ditunjukan Ayunda, Bella langsung saja melempar pertanyaan untuk memancing kembali lawan bicaranya agar tumbuh rasa penasaran."Bertanya untuk apa?" balas Ayunda diluar dugaan, "aku mau tanya ataupun tidak Mbak Bella bakalan tetap ngasih tahu rahasia bukan? Itu kalau jadi ngasih tahu. Tapi kalau nggak jadi ngasih tahu rahasia itu, lalu apa gunanya Mbak Bella repot-repot menemui s
Sejak datang ke kantor suaminya, Ayunda memilih diam dan fokus pada ponselnya. Sikap dingin yang Elang tunjukan beberapa saat yang lalu, membuat Ayunda lebih memilih tidak menghiraukannya. Ayunda berpikir mungkin karena suaminya sedang fokus bekerja jadi tadi sikapnya agak lain.Jika diperhatikan, memang, sejak Ayunda datang tadi sampai sekarang, Elang lebih fokus menatap layar laptop serta beberapa berkas yang tertata rapi di meja kerjanya. Maka itu, Ayunda tidak mau berpikir buruk atas sikap suaminya yang menyambutnya dengan dingin. Namun, hingga jam makan siang datang, Elang masih terlihat fokus dengan pekerjaanya, membuat Ayunda yang menunggu di sofa sedikit merasa gusar. Berkali-kali wanita itu melirik suaminya, tapi sikap Elang masih sama, tetap menatap layar laptop."Mas, ini sudah jam makan siang loh, apa tidak sebaiknya istirahat dulu?" Ayunda pun akhirnya memutuskan mengeluarkan suaranya, untuk membujuk sang suami. Namun, hingga beberapa detik berlalu, Elang malah tidak me
"Bagaimana ceritanya Ayunda bisa menghilang?" tanya Laras pada putranya yang wajahnya terlihat sangat kusut. Laras beserta anak dan menantunya yang lain langsung meluncur ke rumah Elang, begitu mendapat kabar dari putranya tentang Ayunda. Saat ini Aldi dan Marco sedang mencoba mencari Ayunda dibantu oleh seluruh pria yang bekerja pada keluarga Altemose. Sedangkan Laras dan kedua putrinya memilih menunggu kabar di rumah Elang sembari menemani Elang yang kelihatan kacau."Apa kalian bertengkar?" tanya Laras lagi karena sang anak sama sekali tidak memberi respon kala tadi wanita itu melempar pertanyaaan. "Kamu sudah cek, barang-barang Ayunda?""Barang-barangnya masih ada, Ma. Dia tidak mungkin minggat," jawab Elang membalas tatapan Mamanya, lalu tatapan mata itu dia lempar ke arah pintu utama rumahnya yang terbuka lebar."Terus dia pergi kemana? Nggak mungkin Ayunda menghilang begini kalau tidak terjadi sesuatu," terka Erna, "Mas Elang sudah nyuruh orang buat ngecek seluruh kamera penga
Elang dan Ayunda kini sudah bisa bernafas lega. Setelah tadi berbicara cukup lama dengan orang tua Ayunda, akhirnya Malik dan Rumana mengerti dan memahami alasan Elang menikahi anak mereka.Pada akhirnya, Elang memilih jujur, tentang surat tanah yang dijadikan jaminan untuk mengajak Ayunda menikah. Menurut Elang, dia memang lebih baik jujur saat itu juga karena kalau Elang memilih berbohong, Elang takut akan ada kejadian tidak terduga seperti beberapa hari terakhir ini.Tentu saja Rumana dan Malik cukup kecewa kala mendengar kejujuran dari mulut sang menantu. Bahkan Rumana sempat menangis saat dia tahu dari mulut anaknya sendiri, kalau Ayunda mau menikah dengan Elang semata-mata hanya karena ingin menyelamatkan harta berharga milik orang tuanya.Setelah terjadi sedikit perdebatan, akhirnya secara perlahan, Elang mampu meyakinkan orang tua Ayunda kalau dia akan bertanggung jawab penuh atas kebahagiaan istrinya. Elang juga dengan lantang mengatakan kalau pernikahan yang dia jalani bersa
Untuk beberapa saat Ayunda terdiam sembari menatap salah satu sahabatnya, yang baru saja melempar pertanyaan kepadanya. Ayunda tertegun untuk beberapa saat lalu dia berpikir mengenai pertanyaan tersebut dan berusaha mencari jawaban yang tepat.Tak lama setelahnya Ayunda tersenyum dan melempar pandangannya kepada dua sahabatnya. "Kalaupun selamanya Mas Elang tetap memandangku sebagai mantan istrinya yang meninggal, bukankah itu merupakan hal yang bagus?"Sekarang gantian dua sahabatnya yang tertegun mendengar penuturan Ayunda. "Hal yang bagus? Apa maksudmu?" tanya Yanti.Ayunda masih setia dengan senyumnya yang terkembang. "Bayangkan saja, selama Mas Elang menjadi duda, dia selalu tenggelam dalam bayangan istrinya, bukankah setidaknya itu sesuatu yang bagus? Hal itu menunjukan betapa setianya Mas elang pada satu nama wanita. Lalu, apa aku harus terlalu mempermasalahkan jika Mas Elang menganggapku hanya sebagai pelepas rindu pada mantan istrinya?"Untuk beberapa saat Maya dan Yanti menu
"Kamu ingin bertemu dengan istri Elang?" sontak, Laras langsung bertanya kembali begitu mendengar permintaaan mantan besannya. Dengan kening berkerut dan mata agak menyipit, Laras menatap lawan bicaranya, menuntut alasan dibalik permintaan tamunya itu.Rebeca mengangguk yakin. Wanita berwajah blesteran itu mambalas tatapan Laras dan tatapannya sukar untuk diartikan. "Aku ingin melepas rindu pada anakku, Jeng," ucap Rebeca lirih dan wanita itu sedikit menunduk.Laras semakin menunjukan wajah terkejutnya. Namun setelah pikirannya mencerna untuk beberapa saat, kepala Laras mengangguk beberapa kali sebagai tanda kalau dia memahami tujuan tamunya meski ada perasaan sedikit curiga."Asal tidak ada niat lain, saya sendiri tidak keberatan kamu menemui menantuku," Laras menjawabnya dengan tenang dan pelan, tapi sukses membuat lawan bicaranya menatapnya penuh tanya."Apa maksud kamu?" Rebeca bertanya dengan wajah terlihat bingung."Selama ini, aku sering mendengar, kamu selalu menyalahkan anakk
"Mama!" Bella sedikit memekik kala matanya menangkap sosok wanita yang sudah melahirkannya, berada dalam ruang kerjanya. Dari sorot mata sang mama, Bella dengan jelas melihat amarah yang besar dan Bella bisa menebak kalau amarah itu tertuju kepadanya.Di sana juga ada sosok pria yang menatap Bella dengan pandangan yang cukup membuat Bella semakin gelisah. Bella tidak menyangka kalau pria yang baru saja dia hubungi melalui telephone, ada di kantornya, membuat wanita itu diliputi penuh tanda tanya juga."Mama ngapain di sini?" tanya Bella dengan sikap yang dibuat setenang mungkin. Meski dia sudah tahu tujuan wanita yang akrab dipanggil Marina berada di kantornya, tapi Bella memang harus bisa bersikap biasa saja."Maksud kamu apa, berbuat seperti itu kepada Elang?" Marins langsung melempar pertanyaan yang menjadi sumber kemarahannya. "Berbuat apa sih, Ma?" Bella bertanya seperti orang bodoh dan sikap wanita itu justru semakin membuat sang Mama bertambah murka."Nggak perlu banyak drama
"Mas Erik!" suara Ayunda sedikit meninggi karena dia cukup terkejut dengan kedatangan tamu tak terduga, yang baru saja disebut namanya. Sudah pasti rasa heran tumbuh dalam benak wanita itu dan saat itu juga banyak pertanyaan yang bermunculan dalam pikirannya."Apa kabar, Ayund?" sapa pria yang sudah duduk di kursi, yang ada di teras rumah Ayunda. Pria itu bahkan langsung berdiri dan segera mengulurkan tangan, mengajak Ayunda untuk berjabat tangan. "Baik," jawab Ayunda agak tidak nyaman, meski dia membalas uluran tangan tamunya, lalu dia kembali mengajak pria itu untuk duduk. "Mas Erik tahu darimana rumah saya?" tanya wanita itu penuh selidik karena hal itu salah satu alasan yang membuat Ayunda heran."Dari orang-orang sekitar kota ini. Kebetulan aku sedang ada pekerjaan di kota ini, jadi ya aku sekalian aja pengin mampir. Tidak cukup sulit loh mencari alamat rumah kamu," jawab Erik nampak begitu tenang dengan senyum tipis yang masih terkembang."Terus, bagaimana Mas Erik tahu aku a
"Sayang?" gumam Ayunda lirih dengan kening berkerut. Wanita itu merasa heran serta takjub secara bersamaan, begitu mendengar kata sayang keluar dari mulut Elang. "Apa dia sudah gila?" gumamnya lagi merasa geli dan wanita itu menahan senyumnya agar tidak merekah.Ayunda sungguh terperangah kala menyaksikan sang suami dengan penuh rasa percaya diri mengucapkan kata sayang dalam acara konferensi persnya. Entah apa yang harus Ayunda lakukan saat ini, dia seketika diliputi rasa bingung. "Nggak usah pura-pura kaget gitu," celetuk Rumana yang diam-diam memperhatikan tingkah putrinya sampai Ayunda terkesiap dan menoleh ke arahnya saat itu juga."Apaan sih, bu?" sungut Ayunda menutupi rasa malunya. Wanita itu sedikit salah tingkah karena tatapan dan senyum sang ibu, benar-benar sedang meledeknya."Ya harusnya kamu seneng dong, kalau Elang beneran sayang sama kamu. Berarti dia memang nggak main-main waktu ngajak nikah kamu secara mendadak," ucap Rumana mencoba bersikap bijak dan sedikit mengh
Untuk beberapa detik lamanya, Elang masih berdiri, menatap layar lebar yang menampilkan beberapa foto wajah istrinya. Foto-foto yang Elang pamerkan saat menikmati waktu berdua bersama sang istri, meninggalkan kesan tersendiri dalam benak pria tersebut."Apa anda semua percaya dengan yang namanya tertarik pada pandangan pertama?" suara Elang memecah keheningan ruangan konferensi pers. Setelah tadi hampir semua terdiam karena menunggu Elang berbicara, saat ini ruangan tersebut kembali terdengar riuh begitu Elang mengeluarkan satu pertanyaan.Elang tersenyum, lalu pria itu berbalik badan dan melangkah pelan menuju tempat duduk yang sedari tadi dia gunakan. "Kalian pasti pernah merasakan tertarik kepada seseorang pada pandangan pertama kali bukan?" tanya Elang lagi sembari melangkah.Beberapa suara langsung berkomentar, mengiyakan pertanyaan pria tersebut. "Apa itu yang anda alami kepada istri anda yang sekarang?" tanya salah satu wartawan.Elang kembali menunjukkan senyum bahagianya de
Wanita yang sedari tadi duduk di antara para wartawan, seketika terkesiap kala Elang dengan sangat tenang menunjukan jari ke arahnya. Dia begitu terkejut dan tidak menyangka kalau Elang akan mengetahui kehadirannya dalam jumpa pers kali ini.Saat itu juga, semua mata dan kamera pun langsung mengarah kepada wanita yang namanya baru saja disebut oleh pria yang sekarang berdiri angkuh sembari menunjukkan senyum sinisnya. Bella seketika merasa terpojok dan terlihat begitu salah tingkah.Sungguh, apa yang dilakukan Elang saat ini membuat Bella syok luar biasa. Penyamaran yang menurutnya sempurna, nyatanya tidak bisa mengelabui mata Elang. Bella benar-benar dibuat terkecoh dengan sikap Elang yang sedari tadi nampak tidak memandang ke arahnya."Apa! Kamu menuduhku? Nggak salah?" karena sudah terlanjur tertangkap basah, Bella pun tidak memiliki pilihan lain selain membuka masker dan menunjukan dirinya. Wanita itu juga berpikir cepat untuk membela diri agar terlepas dari tuduhan yang Elang lay
"Wahh, foto apa itu?" seru beberapa orang kala mata mereka menyaksikan beberapa foto yang terpampang pada layar lebar. Bukan hanya orang-orang yang berada dalam satu ruangan pertemuan dimana dalam ruangan tersebut terdapat banyak wartawan, tapi suara penuh keterkejutan juga menggema dari berbagai pelosok, orang-orang yang menyaksikan tayangan konferensi pers seorang pemimpin perusahaan dari berbagai media."Elang? Kenapa dia bisa berbuat nekat seperti itu? Apa sebenarnya yang dia rencanakan?" gumam seseoang, yang sedari tadi duduk di antara para wartawan. Orang yang memilih kursi di deretan paling belakang tersebut benar-benar tercengang dengan apa yang dilakukan Elang saat ini.Berbagai tanggapan dan dugaan pun mulai bermunculan seiring terpampangnya beberapa foto tersebut. Ada yang mengomentarinya dengan cukup bijak, ada juga yang langsung menghina dan memaki serta menvonis dengan segala perkataan buruk. "Ma, kenapa Mas Elang menunjukan foto-foto itu? Apa Mas Elang mau nyari mati?