Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam lebih beberapa puluh menit. Namun mata Elang yang sedari tadi terbaring di sofa ruang tengah, sama sekali tidak bisa dia pejamkan. Tatapan mata pria itu terus tertuju pada satu kamar yang saat ini digunakan istrinya.Beberapa kali Elang menghembuskan nafasnya secara kasar maupun secara halus. Otaknya berkecamuk memikirkan segala hal yang terjadi, terutama apa yang dia lakukan pada istrinya saat siang hari tadi. Elang tidak menyangka, dia bisa berkata sekasar itu kepada istrinya. Amarahnya terpancing hanya sebuah aduan yang sudah direncanakan oleh orang terdekatnya.Hanya menyesal yang Elang rasakan sekarang. Merutuki kebodohannya sendiri, yang percaya begitu saja dengan ucapan wanita, hanya karena telah lama bersahabat dengannya. Penyesalan itu semakin menancap dalam di hatinya, kala Elang juga diingatkan tentang masa lalunya akibat sikap Elang yang seperti ini."Bella, apa sebenarnya mau kamu?" gumam Elang lirih.****Beberapa jam kemudi
Di ruang kerja sang pemilik perusahaan, suasana kini terasa begitu mencekam. Bagi beberapa orang yang tiba-tiba dipanggil untuk menghadap Elang, suasana tempat mereka berada saat ini, membuat mereka hanya bisa diam dengan benak kebingungan serta diliputi banyak pertanyaan.Tentu saja, karena panggilan sang bos secara mendadak, orang-orang yang bekerja di beberapa divisi dalam perusahaan Harmoni grup itu hanya bisa menerka-nerka penyebab mereka disuruh menghadap, kala pemilik perusahaan tersebut datang beberapa belas menit yang lalu."Dari kalian, apa ada yang sudah tahu, kenapa kalian saya kumpulkan kalian semua sepagi ini?" Elang yang sedari menunjukan wajah dinginnnya sontak mengeluarkan suara beratnya yang membuat para karyawan itu cukup bergidig takut.Semua orang yang berdiri dan berjejer itu saling pandang mencari sosok di antara mereka yang mungkin sajaa ada yang tahu alasannya. Namun, sekian detik berlalu tidak ada tanda-tanda dari mereka yang mengetahui alasan mereka dikumpul
"Mana orangnya, Pak?" tanya Ayunda. Begitu dia mendengar ada seorang pria yang mencarinya, Ayunda bergegas keluar sembari berpikir tantang tamunya yang katanya datang mencari dirinya. Namun, saat dia keluar menuju pintu gerbang bersama Pak Kardi, Ayunda tidak menemukan satu manusiapun di sana."Lah, iya, orangnya mana?" bukannya menjawab, Pak Kardi malah bertanya balik dengan wajah bingungnya. Pria itu melangkah lebih cepat hingga melewati pintu gerbang dan mengedarkan pandangannya ke sekitar mencari sosok pria yang tadi bertamu."Kemana perginya?" Pak Kardi semakin bingung. Bahkan pria itu sampai menggarukkan kepalanya yang tidak gatal. Meski heran, Ayunda yang saat ini juga berdiri di sebelah Pak Kardi nampak tersenyum setelah memperhatikan sekitar gerbang, memang tidak ditemukan sosok seorangpun di sana. Hanya jalanan sepi dan juga beberapa mobil yang terparkir di depan gerbang tetangga. Itu saja jaraknya cukup jauh.Namun tanpa Ayunda sadari, dari bebeberpa mobil yang terparkir
Sejak bertengkar dengan istrinya, sampai berakhir dengan sebuah penyesalan, sejak itu pula Elang mengalami suasana hati yang terbilang tidak baik-baik saja. Bahkan setelah memberi peringatan pada para karyawan pun hati Elang masih diliputi rasa yang tidak bisa dia jelaskan dengan kata-kata.Hal itu terjadi, mungkin karena Elang belum mendengar kata maaf dari istrinya. Sedari tadi otak pria itu lebih banyak tersita untuk memikirkan istrinya daripada pekerjaanya. Meskipun urusan kantor bisa dia atasi dengan baik, tapi fokusnya lebih banyak tertuju pada Ayunda."Hampir jam makan siang. Coba kamu nganterin makan, pasti banyak yang kita bahas di sini, Ay," keluh Elang kala dia melihat jam yang melingkar di tangannnya. Elang pun menghembuskan nafasnya dengan pelan, menetralkan gemuruh dalam benaknya.Sadar akan jam makan siang segera datang, Elang seketika meraih gagang telfon untuk menghubungi seketrarisnya. Seperti biasa meminta sang sekrtetaris untuk memasankan makanan. Dulu Elang sering
Jam kerja kini telah berakhir. Dengan memasang wajah dingin dan datar, Elang nampak gagah melangkah, tanpa peduli pada mata yang menatapnya. Meskipun terkesan angkuh, pria yang usianya hampir 41 tahun itu tetap terlihat mempesona bagi kaum wanita yang saat ini sedang memandangnya.Di tempat kerja Elang sendiri, hampir semua wanita mengagumi sosok seorang pemimpin tersebut. Bahkan tidak sedikit pula Elang menjadi obyek khayalan para karyawan wanita yang ingin melakukan hubungan ranjang dengannnya. Hal itu pula yang menjadi faktor penyebab para wanita mudah terprovokasi kala ada yang menilai buruk pada istri Elang saat ini tanpa tahu kebenarannya.Begitu keluar dari kantornya, Elang segera saja maasuk ke dalam mobil yang akan dikendarainya. Mobil itu telah berada di depan kantor karena sudah menjadi kebiasan, jika Elang hendak keluar kantor, maka akan ada salah satu petugas yang menyiapkan mobil di depan kantornya.Hari ini Elang begitu ingin lekas sampai di rumah. Pria itu sudah tidak
"Nyonya Ratih, anda di suruh masuk oleh Tuan. Tuan Elang menunggu di ruang tengah bersama istrinya," ucap Pak Kardi sesuai yang diperintahkan Elang kepadanya.Wanita itu nampak mendengus. Dia bergegas melangkah bersama sepupunya menuju ke ruangan yang dimaksud.Dua wanita itu melangkah pelan memasuki rumah mewah tersebut dengan perasaan yang cukup berkecamuk. Merek masih tidak menyangka kalau apa yang mereka lakukan akan berdampak buruk kepada mereka sendiri, setelah keduanya mendapat kabar dari Bonar.Dua wanita itu juga sudah mempersiapkan kata-kata yang akan dijadikan alasan atas apa yang telah mereka lakukan. Ratih dan Amanda tidak mau, menjalani hidup yang tidak mereka inginkan dan akan membujuk Elang dengan sekuat tenaga agar membatalkan keputusannya."Lang," sapa Ratih dengan suara rendah kala wanita itu melihat sang keponakan sedang ngobrol bersama istirnya. Ada perasaan geram dalam benak Ratih dan Amanda, menyaksikan kemesraam suami istri itu. Ingin rasanya dia memaki istri
"Ini makanannya cuma segini?" tanya Ayunda kala hidangan yang dipesankan suaminya, sudah tersaji di hadapannya. Mata wanita bahkan sampai melebar sedikit kala pertama kali melihat hidangan yang ukurannya jauh dari perkiraan."Kenapa?" tanya Elang sedikit heran. Meskipun pria itu agak heran dengan pertanyaan istrinya."Makanan mahal-mahal cuma dapatnya segini? astaga! Mana kenyang?" antara protes dan mengeluh, Ayunda langsung berkata jujur dengan hidangan yang menurut dirinya porsinya sangat sedikit. Hidangan yang terbuat dari daging sapi yang dibakar dan di siram saus berwarna coklat, dengan didampingi beberapa butir jagung, beberapa potong buncis dan wortel, terjadi dalam piring yang cukup lebar. Sebenarnya selain steak, ada berbagai hidangan lain yang Elang pesan. Mungkin karena Ayunda baru menghadapi hidangan restoran mewah yang memiliki porsi sedikit, membuat wanita itu begitu keheranan."Kalau kurang kenyang ya nanti aku pesankan lagi," balas Elang enteng dan dia dengan santai
"Gimana, Mas? Seru, kan?" Ayunda seketika melempar pertanyaan kala wanita itu dan suaminya baru saja turun dari sebuah wahana yang bentuknya mirip kincir air. Entah sudah berapa wahana yang dicoba sepasang suami istri tersebut, dan mereka terlihat sangat menikmatinya.Sang suami tersenyum cukup lebar sembari mengangguk. Jika diperhatikan sedari tadi, Elang memang sangat menikmati setiap wahana yang tidak pernah sekalipun dia coba sejak dia lahir di dunia. Mungkin karena terlahir menjadi orang kaya dan juga dunia pergaulannya yang membuat Elang sama sekali tidak mengenal hiburan rakyat kelas menengah ke bawah tersebut."Kita istirahat di sana yuk," ajak Ayunda tanpa melepaskan genggaman tangan suaminya. Meski kening Elang sempat mengernyit kala melihat tempat yang ditunjuk istrinya, tapi pria itu tidak melayangkan protes sedikitpun. "Mas Elang mau pesan nggak?" tanya Ayunda begitu mereka sudah sampai di tempat seorang pedagang wedang ronde. sepasang suami istri itu duduk di atas tika