"Siapa yang menyebarkan berita nggak bermutu seperti ini sih!" Seru Erna tak kalah terkejut dengan sang kakak, ketika membaca informasi yang mengulas tentang pernikahan kakak laki-lakinya di salah satu media berita online. Laras yang ikut membaca berita itu pun hanya diam meski dalam benaknya, wanita itu juga sudah bergejolak. Seketika itu juga pikiran Laras tertuju pada adik sepupunya karena baru semalam mereka membicarakan tentang ELang dan pernikahannya."Ma, apa ini yang membuat Mama kepikiran semalaman?" tanya Erna. Wanita itu manatap Laras dengan tatapan seperti orang yang sedang menyelidiki."Jangan-jangan iya ya, Ma? Gara-gara gosip ini Mama jadi kepikiran?" Erlin pun ikut menerkanya, "Mama nggak mungkin kepikiran sampai sakit begini, jika bukan karena berita ini? Apa semalam Om Bonar menemui Mama untuk membicarakan gosip nggak jelas seperti ini. Ma?"Laras tidak langsung menjawab. Hatinya menjadi dilema karena dia sendiri bingung harus mengatakan yang sejujurnya atau tidak.
"Apa Mama beneran setuju dengan rencana Mas Elang?" tanya Ayunda tanpa menatap lawan bicaranya. Wanita itu bersama sang suami kini sudah berada di teras rumahnya sendiri setelah tadi Elang dan Ayunda berbicara dengan Laras."Yah, seperti yang kamu lihat tadi. Meskipun Mama terdiam, tapi dari sikapnya aku yakin Mama setuju dengan rencanaku," balas Elang. Arah pandang pria itu pun sama. Menatap lurus pintu gerbang rumahnya. "Kalau boleh tahu, apa sebenarnya yang akan dilakukan Mas Elang, sampai Mas Elang memohon kepada Mama?" tanya Ayunda lagi. Elang memang tidak mengatakan apa yang dia rencanakan pada Laras dan Ayunda. Pria itu justru meminta kepercayaan pada dua wanita tersebut untuk mengatasi masalahnya sendirian.Elang pun nampak tersenyum sembari menoleh sekilas, menatap wanita yang berdiri di sebelahnya. "Nanti kamu juga akan tahu."Ayunda saat itu juga menoleh, menatap sebentar, pria yang tingginya lebih dari 180 cm itu. Benak Ayunda kembali berkecamuk sampai wanita itu menghel
"Apa, Mbak? Foto yang pernah dilihat Mbak Ayana?" tanya Erna nampak begitu terkejut mendengar penuturan kakaknya. Suara wanita itu bahkan sedikit lebih tinggi dengan mata tajam menatap sang kakak, menuntut penjelasan yang lebih dari itu.Begitu juga dengan Laras. Wanita tiga anak itu sama terkejutnya dengan si bungsu. Meski tidak mengeluarkan suara, dari sorot matanya jelas sekali, kalau Laras sama penasarannya, dan ingin tahu lebih banyak tentang informasi mencengangkan yang baru saja dia dengar.Erlin mengangguk cepat dan terlihat sangat meyakinkan. "Mama ingat kan? Pada hari dimana Mbak Ayana kecelakaan? Waktu itu aku baru saja main ke rumahnya. Aku melihat Mbak Ayana sedang nangis. Waktu aku tanya Mbak Ayana kenapa, di menunjukan foto ini, Ma."Laras semakin tercengang. Sambil menatap putrinya, Pikiran Laras pun saat itu juga langsung bekerja, mencoba mengingat kembali kejadian belasan tahun yang lalu. Begitu juga dengan Erna. Meskipun di saat kajadian itu Erna masih remaja, Wanit
"Pi, kita harus bagaimana sekarang?" tanya seorang wanita kepada suaminya. Dari nada bicaranya, wanita itu tedengar cukup gelisah dengan semua yang sudah dibayangkan, akibat dari perbuatan salah satu anggota keluarganya."Tidak tahu, Mi. Mungkin memang sudah seharusnya kita pindah ke luar pulau," jawab suami dari wanita itu terdengar begitu lemah. Selain panik, wajah pria itu juga sesekali menunjukan kegeramannya karena tidak menduga hal ini akan terjadi kepadanya."Masa pindah sih, pi? Aku nggak mau," satu-satunya putri sepasang suami istri itu merengek, karena dia sangat keberatan dengan kepindahan tempat tingggalnya. Mendengar rengekan sang anak, sontak membuat sang Ayah menatap tajam kepadanya."Kalau bukan karena kebodohan kamu, kita nggak bakalan bernasib seperti ini!" tunjuk Papi lantang dengan segala amarah yang masih membara dalam benaknya. "Papi tuh sudah bilang sama kamu, sudah ngasih peringatan, jangan bertindak gegabah, biar papi aja yang bergerak. Tapi kalian, malah see
Setelah menghubungi seseorang, pria yang saat ini masih duduk di sofa dalam kamarnya kembali terdiam. Matanya menerawang, menatap ranjang yang malam ini hanya akan dia gunakan sendirian. Pria itu mendesah, mengurai sesak yang menghimpit rongga dadanya."Baru tadi pagi kamu pergi, tapi entah kenapa, rasa sepi yang sering aku rasakan kembali melanda hatiku, Ay," gumam pria itu kala kembali teringat akan istrinya. Pria itu kembali terdiam, merenungi segala hal yang telah dia lewati bersama istri barunya. Beberapa kali pula pria itu mendesah, hingga pikirannya buyar saat telinganya mendengar pintu kamar ada yang mengetuknya."Iya, Bi," teriak pria itu menyahuti hingga si pengetuk pintu langsung mmenghentikan ketukannya."Di depan ada Tuan Marco, Tuan," balas sang Bibi dengan suara yang cukup lantang juga. Bukan karena Bibi tidak sopan, tapi agar majikannya mendengar karena pintu kamarnya tertutup."Iya, Bi, suruh tunggu sebentar," sahut pria itu, dan setelahnya suara Bibi pun menghilang.
Seperti yang sudah direncanakaan, saat ini Elang nampak berdiri tegap, menatap gedung tinggi yang bertuliskan nama perusahaannya sendiri. Sebelum masuk ke dalam gedung itu, Elang menghela nafasnya dalam-dalam lalu mata pria itu terpejam, memanjatkan doa serta menenangkan gemuruh di dalam hatinya.Setelah sekian detik kemudian, mata Elang terbuka dan senyum pria itu terkembang. Elang melangkah penuh keangkuhan dan rasa percaya diri yang begitu tinggi, seperti yang biasa dia lakukan selama ini. Kedatangan Elang yang terlihat tenang tentu menjadi perhatian semua mata yang melihatnya.Ya, semua mata yang menyaksikan sosok Elang saat ini, nampak begitu heran. Dari dalam benak mereka timbul banyak pertanyaan atas sikap yang ditunjukan pemimpin Harmoni grup tersebut. Pria itu begitu tenang, bahkan senyumnya terkembang bersamaan sikap ramah yang dia tunjukan kepada orang yang menyapanya. Sikap Elang yang tidak biasa, membuat semua mata nampak terpukau sekaligus tercengang.Sudah pasti, semua
"Wahh, foto apa itu?" seru beberapa orang kala mata mereka menyaksikan beberapa foto yang terpampang pada layar lebar. Bukan hanya orang-orang yang berada dalam satu ruangan pertemuan dimana dalam ruangan tersebut terdapat banyak wartawan, tapi suara penuh keterkejutan juga menggema dari berbagai pelosok, orang-orang yang menyaksikan tayangan konferensi pers seorang pemimpin perusahaan dari berbagai media."Elang? Kenapa dia bisa berbuat nekat seperti itu? Apa sebenarnya yang dia rencanakan?" gumam seseoang, yang sedari tadi duduk di antara para wartawan. Orang yang memilih kursi di deretan paling belakang tersebut benar-benar tercengang dengan apa yang dilakukan Elang saat ini.Berbagai tanggapan dan dugaan pun mulai bermunculan seiring terpampangnya beberapa foto tersebut. Ada yang mengomentarinya dengan cukup bijak, ada juga yang langsung menghina dan memaki serta menvonis dengan segala perkataan buruk. "Ma, kenapa Mas Elang menunjukan foto-foto itu? Apa Mas Elang mau nyari mati?
Wanita yang sedari tadi duduk di antara para wartawan, seketika terkesiap kala Elang dengan sangat tenang menunjukan jari ke arahnya. Dia begitu terkejut dan tidak menyangka kalau Elang akan mengetahui kehadirannya dalam jumpa pers kali ini.Saat itu juga, semua mata dan kamera pun langsung mengarah kepada wanita yang namanya baru saja disebut oleh pria yang sekarang berdiri angkuh sembari menunjukkan senyum sinisnya. Bella seketika merasa terpojok dan terlihat begitu salah tingkah.Sungguh, apa yang dilakukan Elang saat ini membuat Bella syok luar biasa. Penyamaran yang menurutnya sempurna, nyatanya tidak bisa mengelabui mata Elang. Bella benar-benar dibuat terkecoh dengan sikap Elang yang sedari tadi nampak tidak memandang ke arahnya."Apa! Kamu menuduhku? Nggak salah?" karena sudah terlanjur tertangkap basah, Bella pun tidak memiliki pilihan lain selain membuka masker dan menunjukan dirinya. Wanita itu juga berpikir cepat untuk membela diri agar terlepas dari tuduhan yang Elang lay
Elang dan Ayunda kini sudah bisa bernafas lega. Setelah tadi berbicara cukup lama dengan orang tua Ayunda, akhirnya Malik dan Rumana mengerti dan memahami alasan Elang menikahi anak mereka.Pada akhirnya, Elang memilih jujur, tentang surat tanah yang dijadikan jaminan untuk mengajak Ayunda menikah. Menurut Elang, dia memang lebih baik jujur saat itu juga karena kalau Elang memilih berbohong, Elang takut akan ada kejadian tidak terduga seperti beberapa hari terakhir ini.Tentu saja Rumana dan Malik cukup kecewa kala mendengar kejujuran dari mulut sang menantu. Bahkan Rumana sempat menangis saat dia tahu dari mulut anaknya sendiri, kalau Ayunda mau menikah dengan Elang semata-mata hanya karena ingin menyelamatkan harta berharga milik orang tuanya.Setelah terjadi sedikit perdebatan, akhirnya secara perlahan, Elang mampu meyakinkan orang tua Ayunda kalau dia akan bertanggung jawab penuh atas kebahagiaan istrinya. Elang juga dengan lantang mengatakan kalau pernikahan yang dia jalani bersa
Untuk beberapa saat Ayunda terdiam sembari menatap salah satu sahabatnya, yang baru saja melempar pertanyaan kepadanya. Ayunda tertegun untuk beberapa saat lalu dia berpikir mengenai pertanyaan tersebut dan berusaha mencari jawaban yang tepat.Tak lama setelahnya Ayunda tersenyum dan melempar pandangannya kepada dua sahabatnya. "Kalaupun selamanya Mas Elang tetap memandangku sebagai mantan istrinya yang meninggal, bukankah itu merupakan hal yang bagus?"Sekarang gantian dua sahabatnya yang tertegun mendengar penuturan Ayunda. "Hal yang bagus? Apa maksudmu?" tanya Yanti.Ayunda masih setia dengan senyumnya yang terkembang. "Bayangkan saja, selama Mas Elang menjadi duda, dia selalu tenggelam dalam bayangan istrinya, bukankah setidaknya itu sesuatu yang bagus? Hal itu menunjukan betapa setianya Mas elang pada satu nama wanita. Lalu, apa aku harus terlalu mempermasalahkan jika Mas Elang menganggapku hanya sebagai pelepas rindu pada mantan istrinya?"Untuk beberapa saat Maya dan Yanti menu
"Kamu ingin bertemu dengan istri Elang?" sontak, Laras langsung bertanya kembali begitu mendengar permintaaan mantan besannya. Dengan kening berkerut dan mata agak menyipit, Laras menatap lawan bicaranya, menuntut alasan dibalik permintaan tamunya itu.Rebeca mengangguk yakin. Wanita berwajah blesteran itu mambalas tatapan Laras dan tatapannya sukar untuk diartikan. "Aku ingin melepas rindu pada anakku, Jeng," ucap Rebeca lirih dan wanita itu sedikit menunduk.Laras semakin menunjukan wajah terkejutnya. Namun setelah pikirannya mencerna untuk beberapa saat, kepala Laras mengangguk beberapa kali sebagai tanda kalau dia memahami tujuan tamunya meski ada perasaan sedikit curiga."Asal tidak ada niat lain, saya sendiri tidak keberatan kamu menemui menantuku," Laras menjawabnya dengan tenang dan pelan, tapi sukses membuat lawan bicaranya menatapnya penuh tanya."Apa maksud kamu?" Rebeca bertanya dengan wajah terlihat bingung."Selama ini, aku sering mendengar, kamu selalu menyalahkan anakk
"Mama!" Bella sedikit memekik kala matanya menangkap sosok wanita yang sudah melahirkannya, berada dalam ruang kerjanya. Dari sorot mata sang mama, Bella dengan jelas melihat amarah yang besar dan Bella bisa menebak kalau amarah itu tertuju kepadanya.Di sana juga ada sosok pria yang menatap Bella dengan pandangan yang cukup membuat Bella semakin gelisah. Bella tidak menyangka kalau pria yang baru saja dia hubungi melalui telephone, ada di kantornya, membuat wanita itu diliputi penuh tanda tanya juga."Mama ngapain di sini?" tanya Bella dengan sikap yang dibuat setenang mungkin. Meski dia sudah tahu tujuan wanita yang akrab dipanggil Marina berada di kantornya, tapi Bella memang harus bisa bersikap biasa saja."Maksud kamu apa, berbuat seperti itu kepada Elang?" Marins langsung melempar pertanyaan yang menjadi sumber kemarahannya. "Berbuat apa sih, Ma?" Bella bertanya seperti orang bodoh dan sikap wanita itu justru semakin membuat sang Mama bertambah murka."Nggak perlu banyak drama
"Mas Erik!" suara Ayunda sedikit meninggi karena dia cukup terkejut dengan kedatangan tamu tak terduga, yang baru saja disebut namanya. Sudah pasti rasa heran tumbuh dalam benak wanita itu dan saat itu juga banyak pertanyaan yang bermunculan dalam pikirannya."Apa kabar, Ayund?" sapa pria yang sudah duduk di kursi, yang ada di teras rumah Ayunda. Pria itu bahkan langsung berdiri dan segera mengulurkan tangan, mengajak Ayunda untuk berjabat tangan. "Baik," jawab Ayunda agak tidak nyaman, meski dia membalas uluran tangan tamunya, lalu dia kembali mengajak pria itu untuk duduk. "Mas Erik tahu darimana rumah saya?" tanya wanita itu penuh selidik karena hal itu salah satu alasan yang membuat Ayunda heran."Dari orang-orang sekitar kota ini. Kebetulan aku sedang ada pekerjaan di kota ini, jadi ya aku sekalian aja pengin mampir. Tidak cukup sulit loh mencari alamat rumah kamu," jawab Erik nampak begitu tenang dengan senyum tipis yang masih terkembang."Terus, bagaimana Mas Erik tahu aku a
"Sayang?" gumam Ayunda lirih dengan kening berkerut. Wanita itu merasa heran serta takjub secara bersamaan, begitu mendengar kata sayang keluar dari mulut Elang. "Apa dia sudah gila?" gumamnya lagi merasa geli dan wanita itu menahan senyumnya agar tidak merekah.Ayunda sungguh terperangah kala menyaksikan sang suami dengan penuh rasa percaya diri mengucapkan kata sayang dalam acara konferensi persnya. Entah apa yang harus Ayunda lakukan saat ini, dia seketika diliputi rasa bingung. "Nggak usah pura-pura kaget gitu," celetuk Rumana yang diam-diam memperhatikan tingkah putrinya sampai Ayunda terkesiap dan menoleh ke arahnya saat itu juga."Apaan sih, bu?" sungut Ayunda menutupi rasa malunya. Wanita itu sedikit salah tingkah karena tatapan dan senyum sang ibu, benar-benar sedang meledeknya."Ya harusnya kamu seneng dong, kalau Elang beneran sayang sama kamu. Berarti dia memang nggak main-main waktu ngajak nikah kamu secara mendadak," ucap Rumana mencoba bersikap bijak dan sedikit mengh
Untuk beberapa detik lamanya, Elang masih berdiri, menatap layar lebar yang menampilkan beberapa foto wajah istrinya. Foto-foto yang Elang pamerkan saat menikmati waktu berdua bersama sang istri, meninggalkan kesan tersendiri dalam benak pria tersebut."Apa anda semua percaya dengan yang namanya tertarik pada pandangan pertama?" suara Elang memecah keheningan ruangan konferensi pers. Setelah tadi hampir semua terdiam karena menunggu Elang berbicara, saat ini ruangan tersebut kembali terdengar riuh begitu Elang mengeluarkan satu pertanyaan.Elang tersenyum, lalu pria itu berbalik badan dan melangkah pelan menuju tempat duduk yang sedari tadi dia gunakan. "Kalian pasti pernah merasakan tertarik kepada seseorang pada pandangan pertama kali bukan?" tanya Elang lagi sembari melangkah.Beberapa suara langsung berkomentar, mengiyakan pertanyaan pria tersebut. "Apa itu yang anda alami kepada istri anda yang sekarang?" tanya salah satu wartawan.Elang kembali menunjukkan senyum bahagianya de
Wanita yang sedari tadi duduk di antara para wartawan, seketika terkesiap kala Elang dengan sangat tenang menunjukan jari ke arahnya. Dia begitu terkejut dan tidak menyangka kalau Elang akan mengetahui kehadirannya dalam jumpa pers kali ini.Saat itu juga, semua mata dan kamera pun langsung mengarah kepada wanita yang namanya baru saja disebut oleh pria yang sekarang berdiri angkuh sembari menunjukkan senyum sinisnya. Bella seketika merasa terpojok dan terlihat begitu salah tingkah.Sungguh, apa yang dilakukan Elang saat ini membuat Bella syok luar biasa. Penyamaran yang menurutnya sempurna, nyatanya tidak bisa mengelabui mata Elang. Bella benar-benar dibuat terkecoh dengan sikap Elang yang sedari tadi nampak tidak memandang ke arahnya."Apa! Kamu menuduhku? Nggak salah?" karena sudah terlanjur tertangkap basah, Bella pun tidak memiliki pilihan lain selain membuka masker dan menunjukan dirinya. Wanita itu juga berpikir cepat untuk membela diri agar terlepas dari tuduhan yang Elang lay
"Wahh, foto apa itu?" seru beberapa orang kala mata mereka menyaksikan beberapa foto yang terpampang pada layar lebar. Bukan hanya orang-orang yang berada dalam satu ruangan pertemuan dimana dalam ruangan tersebut terdapat banyak wartawan, tapi suara penuh keterkejutan juga menggema dari berbagai pelosok, orang-orang yang menyaksikan tayangan konferensi pers seorang pemimpin perusahaan dari berbagai media."Elang? Kenapa dia bisa berbuat nekat seperti itu? Apa sebenarnya yang dia rencanakan?" gumam seseoang, yang sedari tadi duduk di antara para wartawan. Orang yang memilih kursi di deretan paling belakang tersebut benar-benar tercengang dengan apa yang dilakukan Elang saat ini.Berbagai tanggapan dan dugaan pun mulai bermunculan seiring terpampangnya beberapa foto tersebut. Ada yang mengomentarinya dengan cukup bijak, ada juga yang langsung menghina dan memaki serta menvonis dengan segala perkataan buruk. "Ma, kenapa Mas Elang menunjukan foto-foto itu? Apa Mas Elang mau nyari mati?