Jelas bahwa Maya mengetahui kabar itu dari rekan-rekannya. Namun, dia tidak mungkin memberitahukannya pada Erlang."Aku tanya dari mana kamu mengetahuinya?" desak Erlang.Maya mundur selangkah ketika Erlang mendekatinya dengan tatapan yang mengintimidasi."Jangan menakutiku, Erlang!" Maya mengangkat kedua tangan dan meletakkannya di dada Erlang. "Bukankah kamu sendiri yang mengatakan bahwa kamu akan berkata jujur pada Zoya tentang hubungan kita?""Jangan bertele-tele, jawab saja pertanyaanku!" Wajah Erlang berubah suram."Aku ke sini untuk membantumu, aku ingin ikut menjelaskan tentang hubungan kita. Dengan begitu, Zoya tidak akan salah paham padamu," jelas Maya berbohong. Erlang masih terdiam. Hanya tatapan matanya yang mengkilat, mengisyaratkan agar wanita itu melanjutkan ceritanya. "Ketika aku mengikutimu ke rumah Hendra, salah satu asisten rumah tangga di sana mengatakan jika Zoya telah pergi dengan terburu-buru. Aku langsung menuju ke sini, karena mengira Zoya kembali ke sini.
Erlang tiba di sebuah perumahan sederhana. Tempat itu adalah alamat yang baru saja dikirimkan oleh Maya."Apa yang terjadi di sini?" Erlang menatap lurus di mana di depan sana terpasang tenda dan ada beberapa karangan bunga di setiap sudut.Penasaran, Erlang keluar dari mobil, lalu bertanya pada seorang pejalan kaki. "Pak, apa yang terjadi di sana? Siapa yang meninggal?""Itu pak Mahmud, suaminya Bu Marta meninggal tadi jam sembilan pagi. Saya baru dari sana melayat, Bapak mau ke sana juga?" "Iya, Pak, terima kasih infonya!" balas Erlang sopan.Sebelumnya, Erlang belum pernah berkunjung ke daerah itu. Dia juga baru mengetahui alamat tersebut. Maya tidak memberitahu Erlang apa pun ketika menghubunginya. Wanita itu hanya menangis tanpa mengatakan penyebabnya."Erlang ...." Begitu melihat suaminya tiba, Maya langsung menghambur ke pelukan pria itu. "Ayahku meninggal, Erlang, ayah meninggalkan kami."Erlang tidak ingin menjadi pusat perhatian. Dia segera membawa Maya ke sebuah ruangan u
Menggunakan mobil Erlang, Maya membawa bu Marta kembali. Selama dalam perjalanan Maya hanya diam saja. Pikirannya tertuju pada Erlang dan Zoya. Seandainya, bu Marta tidak berada di sisinya saat itu, Maya juga akan mengikuti Erlang. Dia ingin sekali berhadapan dengan Zoya. 'Aku harap mereka ribut besar saat ini,' gumam Maya dalam hati. Membayangkan itu, hatinya diliputi rasa bahagia. Dua orang yang dianggap sebagai pembunuh kakaknya akhirnya saling membenci.Sembari fokus pada kemudinya, Maya berbicara lagi dalam hatinya. "Semoga Zoya tidak memberi ampun pada Erlang. Dengan begitu, aku akan mudah mengambil hati Erlang.'Sungguh, Maya ingin sekali mengetahui seberapa besar cinta Erlang pada Zoya jika dirinya juga berada di tempat yang sama. Siapa yang akan dipilih dan didahulukan oleh Erlang?Tanpa sadar Maya tersenyum sendiri.Bu Marta yang duduk di sebelah Maya menatap heran pada anak angkatnya. Wanita itu baru saja menangis pilu beberapa saat yang lalu, kenapa sekarang sudah ters
Tentu saja Erlang langsung menyetujuinya. "Kapan kamu bisa? Aku akan mengaturnya untukmu," ucap Erlang bersemangat.Zoya menyebutkan waktu dan tempat. Setelah itu, dia berpamitan pada Erlang karena harus melakukan hal yang lainnya."Tidak bisakah aku ikut denganmu? Aku masih ingin bersamamu," Erlang menolak untuk berpisah secepat itu. Dia masih merindukan istrinya.Zoya memberi alasan yang pasti. "Aku harus menjemput Angkasa, kemudian mengantarnya lagi ke tempat les. Sebaiknya kamu temui Maya, katakan padanya agar mempersiapkan diri untuk bertemu denganku!"Mau tidak mau, Erlang setuju melepaskan Zoya hari itu. Tapi sebelum berpisah, dia lebih dulu mendaratkan ciuman di kening dan bibir wanita itu.Tidak ada penolakan dari Zoya karena sejujurnya dia juga merindukan suaminya. Hanya karena sedikit ego saat ini, Zoya enggan memberitahukan bahwa penyakit yang sempat di deritanya sudah dinyatakan sembuh total.Malam semakin larut, tapi kafe tersebut masih terlihat ramai. Sembari menyibukkan
Malam itu Erlang mengajak Maya untuk langsung beristirahat. Suasana hati Erlang mungkin bagus setelah bertemu dengan Zoya, namun tidak dengan Maya yang tengah dalam keadaan berduka.Erlang bersandar di headboard ranjang. Sebelum bercerita dengan Maya, dia masih sempat mengirimkan pesan pada Zoya.Pesan teks yang dikirim Erlang sudah masuk, namun belum terbaca oleh Zoya. "Apa Zoya sudah tidur?" Erlang kecewa. Mereka sudah berbaikan, tapi kenapa istrinya itu masih mengabaikan pesan darinya."Lagi chating- an sama siapa?" Maya masih berpikir jika Erlang sedang patah hati berat saat ini. Apalagi ketika mendapati wajah cemas Erlang, dalam hati dia pun menertawakan pria itu."Dengan Zoya, tapi dia mungkin sudah tidur." Erlang meletakkan ponselnya di atas nakas. "Apa kamu mau langsung tidur?" tanyanya.Maya sudah naik ke atas ranjang. Dia menggelengkan kepala. "Tidak, aku ingin bertanya sesuatu.""Apa itu?""Tentang hubunganmu dengan kedua istrimu, apa kalian pernah berbulan madu ke New Zea
Tidak hanya memiliki rasa percaya diri yang tinggi, Maya juga tampak angkuh ketika berjalan menuju ruangan privasi. Gaya berjalannya juga sudah seperti model papan atas, tidak tertandingi oleh rakyat biasa lagi.Sikap Maya yang demikian tentu saja ingin menunjukkan pada Zoya jika dirinya sangat layak untuk menjadi istri sah dari seorang Erlang Januar."Turunkan kepalamu itu, berjalanlah seperti orang normal!" titah Erlang dengan tegas.Bukannya bangga, Erlang justru malu melihat kelakuan Maya. Biasanya, wanita itu tidak pernah bersikap sombong, namun mendadak bertingkah aneh ketika akan dipertemukan dengan Zoya.Maya mencebik dengan kepala yang masih terangkat. "Aku seperti ini hanya ingin membantu kamu agar image mu tidak turun di mata istri keduamu itu."Erlang berhenti melangkah tatkala mereka sudah tiba di depan pintu ruangan. Dia juga menahan Maya, kemudian menurunkan kepala wanita itu agar terlihat sopan di mata Zoya."Dengar, Maya, Zoya bukan jenis wanita yang seperti di dalam
Dari cara bicara Maya, Zoya sudah bisa menyimpulkan bahwa istri muda Erlang memiliki niat terselubung dalam pernikahannya.Selain ingin membalas dendam atas kematian Herman, sudah sangat jelas jika Maya juga menginginkan harta kekayaan Erlang yang kini dipegang secara penuh oleh Zoya.Erlang baru tiba di depan pintu ruangan ketika Maya mulai menunjukkan kecerobohannya. Dia segera mendekati istri ketiganya. "Apa yang kamu bicarakan, Maya?" "Aku mengatakan yang sesungguhnya, bukankah kita sudah pernah membahas ini sebelumnya? Dan aku rasa saat itu kamu tidak masalah dengan keinginanku ini." Maya tidak pernah takut pada akibat dari ucapan yang baru saja diutarakannya. Selagi tubuhnya masih menjadi penghangat ranjang satu-satunya bagi Erlang, posisinya akan tetap aman.Erlang menggelengkan kepala. "Tidak, Maya ... aku rasa kamu terlalu buru-buru. Pertemuan kita hari ini murni hanya untuk perkenalan, bagaimana bisa kamu meminta sesuatu dari Zoya padahal kami berdua belum pernah membicara
Maya meneliti Arsyila dari atas hingga ke bawah. Sekilas tidak ada masalah yang tampak dari wanita berparas anggun itu. Arsyila sama saja seperti wanita dewasa pada umumnya.Ini pertama kalinya Maya berduaan dengan Arsyila dan dia terkejut dengan tuduhan wanita itu."Kamu bilang apa tadi?" Maya menantang. "Kamu digaji oleh si pelakor itu kan?" ulang Arsyila menuduh dengan sesuka hati. "Berapa dia membayarmu? Katakan saja padaku, aku akan membayar dua kali lipat bahkan sepuluh kali lipat pun aku mampu, asal kamu bekerja padaku saja?" Maya sedikit tertarik karena dia juga tidak menyukai Zoya. Dia melirik kiri kanan untuk memastikan tidak ada yang mendengarkan obrolan mereka. "Apa yang akan kamu berikan padaku?" Maya mengecilkan suaranya. "Jika kamu memiliki banyak uang, kenapa tidak menyewa orang lain saja untuk menghabisi si Zoya itu?"Dibandingkan dengan Maya, Arsyila lebih cocok melakukan perbuatan jahat itu. Maya tidak ingin mengotori tangannya, sedangkan Arsyila yang masih dala
Tanpa menghiraukan alasan dari Zoya, Erlang langsung menyambar istrinya yang kebetulan malam itu hanya menggunakan lingerie. Khawatir mendapat penolakan seperti hari-hari sebelumnya, dia pun menggiring sang istri menuju ranjang. "Jangan terburu-buru seperti ini, Lang!" Zoya mendesah tatkala mulut Erlang menyentuh dadanya. "Apa kamu tidak ingin mendengar sesuatu dariku?" Dia berharap Erlang menanyakan tentang penyakitnya.Namun, Erlang tidak mau tahu lagi tentang semua itu. Mulutnya lebih sibuk menghisap, memilin dan mengemut semua bagian tubuh Zoya.Ketika melihat Zoya masih ingin berbicara, Erlang segera menyambar mulut wanita itu. Dia tidak butuh alasan untuk percintaan malam itu, bahkan dia siap menerima resiko apapun, jika harus tertular penyakit Zoya.Setelah lebih dari tiga tahun berlalu, malam yang sangat panjang telah terulang kembali untuk sepasang suami istri itu. Erlang tidak puas dengan hanya satu ronde, dia melakukan penyatuan itu secara berulang-ulang hingga akhirnya te
Dua hari berlalu dengan cepat.Erlang masih belum menyadari maksud tujuan Rasputin memanggilnya ke mansion Bagaskara. Terbiasa menghadapi sang ayah mertua karena rengekan Arsyila membuat Erlang merasa enteng dengan permintaan tersebut."Selamat malam, Dad!" Erlang menyapa ayah mertuanya yang sedang duduk santai di ruang keluarga."Selamat malam, Erlang," Rasputin menyambut dengan hangat. "Silakan duduk dulu, tidak usah langsung menemui Arsyila."Erlang duduk tanpa pikiran aneh apa pun.Di sebelah Rasputin, tampak Rafael yang juga sedang asyik bermain gadget. Anak kecil itu tidak terlalu fokus lagi akan kehadiran Erlang, karena di tangannya ada permainan yang lebih seru.Malam itu, Rasputin ingin membicarakan hal penting, jadi dia segera berbisik pada cucunya. "Kakek dan daddymu akan membicarakan hal penting, jadi pergilah bermain di kamarmu!" suruhnya.Masih sibuk dengan mainan barunya, Rafael menurut saja. Dia berjalan sambil bermain ponsel tanpa menghiraukan nasehat dari kakeknya.
"Zoya mengakui sendiri, kalau dia masih mencintaimu seperti dulu, dan dia ingin kembali ke sisimu selamanya. Maka perjuangkan dia, jangan membuatnya kecewa lagi!" isi pesan yang baru saja dibaca oleh Erlang.Erlang bahkan tidak sabar untuk menemui Zoya kembali. Pesan yang dikirimkan oleh Hendra membuat semangat pria itu membara. Segera setelah itu, Erlang mengirimkan pesan balasan pada sang sahabat.[Tentu saja, Hend. Terima kasih banyak sudah memberitahuku. Terima kasih juga karena selama ini selalu bersama dengan Zoya dan selalu menjaganya dengan baik.] Erlang membalas dengan cepat dan senyum yang berseri seri."Cepatlah berputar waktu!" Erlang berharap seperti pemuda belasan tahun yang baru saja merasakan cinta pertama.Di lain tempat.Zoya baru saja tiba di salah satu kafe miliknya."Bu Zoya, ada wanita yang mengaku sebagai saudara Ibu dan saat ini sedang menunggu di ruang VIP," jelas seorang pelayan ketika Zoya baru saja masuk memasuki kafe."Siapa namanya?" Zoya mengerutkan dahi
Tidak hanya setuju dengan pengakuan Zoya, Hendra justru terharu mendengar keinginan sahabatnya itu. Senyum ceria seketika terlukis di wajah pria itu. Dia mendukung seratus persen. "Tentu saja kamu tidak salah, Zoya, Erlang itu hanya milikmu seorang. Dulu Syila berusaha merebut Erlang darimu, dan sekarang Maya yang datang. Jika Syila saja bisa kamu taklukkan, kenapa tidak dengan si Maya ingusan itu." Hendra tidak akan pernah bosan mempengaruhi sahabatnya itu, karena menurutnya Zoya lah yang paling pantas menjadi pemenangnya."Kamu bicara apa sih?" Zoya segera berjalan menuju parkiran. Dia masih enggan untuk mengiyakan seluruh perkataan Hendra. Namun dalam hati, dia juga setuju dengan pendapat pria beranak satu itu."Itu kenyataan." Hendra berjalan beriringan dengan Zoya. "Kamu mencintai Erlang, begitu juga Erlang masih sangat mencintaimu. Kalian itu sudah ditakdirkan untuk bersama dan saling memiliki. Selamanya akan seperti itu.""Tapi dia masih suami sahnya Syila, dan sekarang juga
Maya melotot tajam menyaksikan adegan di depan matanya. Kedua bola mata wanita itu nyaris keluar mengetahui Zoya berada di ruangan yang sama dengan Erlang dan dalam posisi yang sangat intim. Ini pertama kalinya Maya menyaksikan kemesraan sepasang suami istri itu, dan dia iri melihatnya. Tidak.Bukan hanya cemburu, tapi saat ini Maya juga marah besar hingga rasanya ingin melabrak wanita yang merupakan madunya itu."Tidak tahu malu kalian!" Maya memaki, tidak terima karena sebelumnya Erlang telah memintanya untuk segera datang ke hotel tersebut. Namun, apa yang dilihat di depan mata, Zoya yang muncul lebih dulu.Erlang segera meraih taplak meja dan buru buru menutupi menutupi bagian bawah tubuhnya. Meski kedua wanita yang bersama dengannya adalah para istrinya, namun tetap ada rasa malu ketika mereka bertiga berada dalam satu ruangan."Sorry, Sayang," Erlang justru minta maaf pada Zoya, karena membuat wanita itu merasa tidak nyaman. Dia lebih peduli pada istri keduanya itu daripada me
Terkejut dengan keberadaan Maya, sontak saja Erlang menekan tombol merah dalam ponselnya tatkala melihat istri mudanya itu tengah bersama dengan Rasputin."Apa yang dia lakukan di sini?" Erlang berpikir seraya mengamati istrinya yang sedang berbincang bincang asyik dengan sang ayah mertua. Sesekali Maya tampak tertawa ketika mendengar cerita dari Rasputin. Hal itu membuat Erlang penasaran dan memutuskan mendekati keduanya."Erlang ....!" Rasputin menyapa lebih dulu begitu melihat menantunya. "Apa yang kamu lakukan di sana? Kenapa berdiri saja? Apa Syila sudah tidur?" cecarnya."Ya, Syila sudah tidur, Dad, jadi aku berencana untuk keluar malam ini, karena masih banyak urusan yang harus kuselesaikan," Erlang menjawab dengan tenang. Rasputin paham jika Erlang tengah dilanda satu masalah saat ini. Jadi dia membiarkan Erlang pergi malam itu tanpa banyak protes. "Baiklah kalau kamu mau pergi, tapi jika bisa, sebaiknya bawa kembali Zoya dan Angkasa ke rumah ini. Dengan bersama mereka di rum
Permintaan dan tindakan Syila sontak mengingatkan Erlang pada kejadian beberapa tahun yang lalu. Kelakuan Syila sama persis seperti yang dilakukannya saat menjebak Erlang di awal perkenalan mereka.Kala itu, Syila memanfaatkan kepolosan dan ketidakmampuan Erlang yang belum memiliki pengaruh apa pun di dunia bisnis. Namun, siapa sangka dalam waktu singkat, Erlang telah menjelma menjadi pria sukses dan disegani banyak kalangan. Hanya butuh waktu kurang lebih dua tahun, Erlang sudah mampu mengembangkan usahanya di berbagai bidang. Bahkan lebih dari setengah saham yang dimiliki Rasputin Bagaskara telah berpindah tangan atas nama Zoya Maharani sebagai satu satunya wanita yang dicintai Erlang.Kini, kata kata Arsyila tidak berguna lagi untuk Erlang. Sekali pun wanita itu mengemis cintanya, Erlang tidak akan menurut. Dia tidak akan mudah ditundukkan hanya dengan bujuk rayu.Dengan kasar, Erlang melepas kedua tangan Syila. Dia menghempaskannya, lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Erlang
Zoya berdiri untuk menyambut Maya. Sikap sopannya masih terjaga walau sebenarnya dalam hati ingin mencekik wanita yang menggunakan dress kuning terang itu."Selamat sore, Maya!" sapa Zoya dengan sopan. "Terima kasih sudah mau datang menemuiku.""Tidak ada alasan untuk menolakmu bukan?" Maya tersenyum tipis. "Sebelumnya kita sudah pernah bertemu dan semua terlihat baik baik saja, jadi aku tidak mungkin menolak permintaanmu ini seandainya kamu mengundangku secara langsung," sindir Maya karena Zoya telah menggunakan Hendra hanya untuk meminta pertemuan itu."Apa itu perlu dibahas?" Zoya segera duduk. ",Kurasa tidak penting sama sekali." Kesabarannya diuji sekali lagi. Maya benar benar selalu percaya diri dalam setiap hal, dan tidak peduli dengan perasaan orang lain.Maya juga mendaratkan bokongnya dia atas kursi, lalu bersikap seakan dia adalah orang yang sangat penting pada pertemuan itu. "Kamu yang mengundang aku ke sini, aku harap kamu lah yang memberi penjelasan dan juga tujuan kamu
Erlang mengernyitkan dahinya ketika menyaksikan seringai di wajah Maya. Sudah berulang kali dia melihat ekspresi itu. Jika ditanya, Maya akan memberi alasan yang sama. "Apa yang ingin dia bahas kali ini?" pikir Maya setelah membaca pesan dari Hendra dengan isi ajakan untuk bertemu dengan Zoya secara pribadi."Apa tentang kafenya?" Maya menduga duga dan belum menyadari jika Erlang tengah memperhatikannya.Semakin penasaran, Erlang mendekati istrinya yang masih duduk selonjoran di atas ranjang itu."Apa yang kamu pikirkan, Maya?" Erlang mengagetkan istrinya. "Dengan siapa kamu chatingan? Sibuk banget," sindir Erlang.Dengan sikap santainya, Maya menoleh. Dia tidak terkejut karena sudah terbiasa dengan pertanyaan itu. Dan seperti biasa, Maya pun menjawab dengan alasan yang sama."Hanya klien baru," Maya berkata santai. "Ada tawaran produk baru, tapi aku tidak terlalu menyukai konsepnya.""Klien lagi?" ulang Erlang. "Apa kamu sedang banyak penawaran kerja sama saat ini? Kenapa kamu selal