Sekitar tiga meter dari kamar Maya, Erlang berpapasan dengan seorang pelayan pria. "Berikan aku satu!" seru Erlang ketika melihat beberapa gelas minuman di atas nampan. Dia merasa haus setelah berdebat dengan Arsya dan Marco.Pelayan itu mengangguk dan menuruti Erlang. Dia memberikan satu gelas, karena sebenarnya semua gelas minuman yang dibawanya juga disediakan atas permintaan Arsya untuk ketiga pria itu.Hanya sekali tegukan, Erlang sudah mengosongkan gelasnya. Dia meletakkannya kembali di atas nampan. "Terima kasih," ucap Erlang, lalu bertanya lagi, "Di mana kamar tamu yang baru saja datang tadi?" Dia bertanya, karena pelayan itulah yang membawa Maya ke dalam kamarnya."Kamarnya yang paling ujung, Pak," jawab pelayan dengan jujur sembari menunjukan kamar Maya.Erlang tersenyum tipis. Setelah itu, dia kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar Maya.Tiga kali ketukan kuat berhasil membuat Maya tersentak di dalam kamarnya. Dia baru keluar dari kamar mandi dan masih mengenakan pak
Sorot mata Maya begitu tajam ketika memperhatikan setiap detail gerakan Marco. Melihat cara pria itu bersikap dan juga memperlakukannya, Maya merasakan sesuatu yang janggal.'Aku tidak akan tinggal diam jika hanya dijadikan sebagai boneka untuk kalian,' gumam Maya dalam hati.Baik Maya, Marco, dan Arsya pada awalnya sama sama memiliki dendam pribadi pada Erlang. Namun, setelah beberapa kali pertemuan, Maya merasakan perubahan dari tujuan awal kedua rekannya. Marco dan Arsya terlihat seperti manusia serakah yang hanya ingin mencari keuntungan pribadi. Maya pun tidak ingin dimanfaatkan tanpa sepengetahuannya. Dia ingin dilibatkan dalam setiap rencana kedua pria itu.Setelah selesai mengirimkan pesan pada Arsya, Marco kembali menatap Maya. "Mari kita jalan bersama!" ajak Marco kemudian. "Kamu mau sarapan juga kan?""Kenapa harus bersama?" Maya bersikap tenang. "Kamu bisa pergi lebih dulu."Maya ingin kembali ke kamarnya. Dia merasa bodoh karena membiarkan Marco melihat bekas cupang leh
Untuk yang ke sekian kalinya, ponsel Erlang yang diletakkan di atas meja makan bergetar. Ada sebuah pesan masuk. Zoya meliriknya dan tidak menemukan nama yang tertera sebagai pengirim. Dengan itu, dia pun mengabaikan pesan tersebut, dan kembali fokus pada kedua anak di sampingnya. Syila di sisi lain merasa bahagia dengan perhatian Erlang. Wajahnya berseri seri karena sang suami memperlakukannya dengan sangat baik. Pria yang menggunakan kaos putih itu tidak hanya menyambutnya, tapi juga meletakkan beberapa makanan kesukaannya di atas piring Syila.Pun dengan Rasputin yang tersentuh melihat keakraban yang ditunjukkan Erlang terhadap putrinya. Dia tidak bisa berkata kata lagi, hingga lupa dengan apa yang akan ditanyakannya beberapa saat yang lalu. Rasputin akan bahagia ketika melihat putri kesayangannya tersenyum ceria.Hanya menghabiskan sedikit makanannya, Rafael sudah berlari dari tempat duduknya. Dia kabur ketika melihat kedatangan Arsyila yang merupakan ibu kandungnya. Entah apa
"Aku siap," ucap Maya tanpa ragu. "Good girl." Marco mengacungkan kedua jempolnya.Ada rasa geram melihat kepribadian Marco, namun Maya tetap setuju dengan rencana baru dari pria itu. Dia harus lebih dulu mendekati Zoya dan juga Arsyila. Menjadikan kedua wanita itu sebagai teman, lalu perlahan mengadu dombanya."Tapi bagaimana jika Erlang sudah merencanakan sesuatu saat ini? Bagaimana jika dia sudah tidak menginginkanku lagi, lalu menendangku seperti sampah?"Maya mengutarakan kekhawatirannya. Dari cara Erlang memperlakukannya tadi malam hingga pagi hari, sudah jelas jika pria itu tengah menyimpan sesuatu dalam dirinya dan akan meledak ketika mereka bertemu nanti."Itu bukan masalah besar, Arsya yang akan mengurus semua itu. Dengan atau tidak ada izin Erlang, kamu pasti masih bisa tinggal di rumah mewah itu." Sikap santai Marco tak berubah sedikit pun. Mata genitnya kini tertuju pada bagian dada Maya.Oh .. Jika diberi kesempatan, Marco tidak akan menyia-nyiakan waktu berduaan dengan
Menjelang malam, Maya keluar dari butiknya, dan langsung menuju sebuah stand makanan. Ketika sedang memesan makanan, ponsel Maya berdering. Dia segera memeriksa. Ternyata Erlang yang sedang melakukan panggilan."Halo," ucap Maya sopan.[Kamu di mana sekarang?] "Aku sedang memesan makanan."[Aku ingin bicara denganmu.]"Sekarang?" Maya melirik arloji di tangannya. Pukul 6 sore dan dia masih memiliki urusan lain. Dan bahkan hingga larut malam, dia tidak akan bisa bertemu dengan suaminya itu.[Apa kamu selalu sibuk?] Erlang mulai kesal, karena Maya tidak langsung menyetujui permintaannya. Wanita itu selalu memiliki alasan untuk menghindari percakapan yang dalam dengannya.Sudah satu minggu berlalu semenjak Maya tinggal di rumah keluarga Bagaskara. Namun, mereka tidak bisa bertemu secara langsung. Meski berada dalam satu atap yang sama, mereka berdua tidak memiliki kesempatan untuk menghabiskan waktu berdua.Erlang dan Maya seperti orang asing saat berada di kediaman keluarga Bagaskara.
"Untuk siapa lagi dia melakukan itu?" Erlang mencengkram ponselnya setelah menyaksikan isi dalam video.Bersama Heru, dia masih akan mengikuti Maya."Apa kali ini untuk Marco atau si Arsya keparat itu?" Kecurigaan Erlang selalu mengarah pada kedua pria itu, karena keduanya masih belum memiliki penghasilan tetap.Beberapa hari yang lalu, Heru telah memberitahu jika salah satu keluarga angkat Maya yang kini dirawat di rumah sakit, harus menjalani operasi besar dan membutuhkan biaya yang banyak karena penyakit yang dideritanya. Itu sebabnya Maya kerap mengambil uang Erlang tanpa sepengetahuannya.Erlang berjanji akan memaafkan Maya dan memilih untuk membahas masalah uang tersebut secara langsung. Dia ingin berbicara dengan Maya, namun belum pernah mendapat kesempatan hingga detik ini.Selalu saja ada halangan. Terkadang Erlang sibuk dengan pekerjaan, sibuk dengan anak dan juga kedua istrinya yang lain. Dan ketika Erlang ingin bicara dengan Maya melalui sambungan telpon, wanita itu juga se
Erlang merasakan detak jantungnya terpacu dengan cepat. Pikirannya kalut dan susah mencerna mana yang baik dan yang buruk. Meski seperti terasa ada beban berat yang menimpa pundaknya, Erlang melangkah dengan panjang menuju ruko. Marah, cemburu, sakit hati dan terkhianati bercampur menjadi satu. Dari raut wajahnya, Erlang tampak akan meledak saat itu juga."Tahan dulu!" Heru segera meraih lengan Erlang. "Lebih baik kita tunggu beberapa saat lagi," bujuknya.Di dalam ruko, Maya masih menunggu Andy. Duduk di sofa yang sama dengan Jarpen membuatnya merasa risih. Sudah sekitar sepuluh menit, namun Andy belum juga kembali."Tenang saja, uang 100 juta mu pasti akan datang sebentar lagi," Jarpen berkata dengan santai. Tingkahnya terlihat aneh, terkadang memainkan mata dan juga menggosok gosok dagunya.Hal itu tentu saja membuat Maya bertambah khawatir. Dia melirik pintu ruangan Andy, lalu kembali melirik pria di sebelahnya. Dia berada di tempat asing dan bergabung dengan orang yang baru sa
Dari balik pintu, Erlang telah mendengar semua perdebatan antara Maya dan mantan kekasihnya. Kini, dia paham kesulitan istrinya sekaligus menyadari jika ternyata Maya tidak seburuk yang dipikirkan. Maya telah banyak mengalami penderitaan selama ini. Hidupnya sebatang kara sebelum diasuh oleh sebuah keluarga sederhana. Dia bekerja keras untuk orang terdekatnya, namun ditipu oleh orang yang sangat dicintainya. Pada akhirnya, Maya juga harus menerima penawaran pernikahan di bawah tangan hanya karena ingin terlepas dari jeratan hutang.Erlang bisa merasakan penderitaan Maya. Dia juga merasa bersalah. Kebenciannya seketika sirna tergantikan oleh rasa iba. Dia menoleh pada Heru."Kita masuk sekarang!" Erlang berdiri tegak, lantas menendang pintu ruangan dengan sekencangnya, hingga terdengar bunyi yang yang sangat keras.Baaammm.Jonny tersentak. Dia menoleh ke belakang dan mendapati dua orang pria dengan amarah yang meluap-luap. Baru saja berjongkok mendekati Maya, seorang pria asing suda
Tanpa menghiraukan alasan dari Zoya, Erlang langsung menyambar istrinya yang kebetulan malam itu hanya menggunakan lingerie. Khawatir mendapat penolakan seperti hari-hari sebelumnya, dia pun menggiring sang istri menuju ranjang. "Jangan terburu-buru seperti ini, Lang!" Zoya mendesah tatkala mulut Erlang menyentuh dadanya. "Apa kamu tidak ingin mendengar sesuatu dariku?" Dia berharap Erlang menanyakan tentang penyakitnya.Namun, Erlang tidak mau tahu lagi tentang semua itu. Mulutnya lebih sibuk menghisap, memilin dan mengemut semua bagian tubuh Zoya.Ketika melihat Zoya masih ingin berbicara, Erlang segera menyambar mulut wanita itu. Dia tidak butuh alasan untuk percintaan malam itu, bahkan dia siap menerima resiko apapun, jika harus tertular penyakit Zoya.Setelah lebih dari tiga tahun berlalu, malam yang sangat panjang telah terulang kembali untuk sepasang suami istri itu. Erlang tidak puas dengan hanya satu ronde, dia melakukan penyatuan itu secara berulang-ulang hingga akhirnya te
Dua hari berlalu dengan cepat.Erlang masih belum menyadari maksud tujuan Rasputin memanggilnya ke mansion Bagaskara. Terbiasa menghadapi sang ayah mertua karena rengekan Arsyila membuat Erlang merasa enteng dengan permintaan tersebut."Selamat malam, Dad!" Erlang menyapa ayah mertuanya yang sedang duduk santai di ruang keluarga."Selamat malam, Erlang," Rasputin menyambut dengan hangat. "Silakan duduk dulu, tidak usah langsung menemui Arsyila."Erlang duduk tanpa pikiran aneh apa pun.Di sebelah Rasputin, tampak Rafael yang juga sedang asyik bermain gadget. Anak kecil itu tidak terlalu fokus lagi akan kehadiran Erlang, karena di tangannya ada permainan yang lebih seru.Malam itu, Rasputin ingin membicarakan hal penting, jadi dia segera berbisik pada cucunya. "Kakek dan daddymu akan membicarakan hal penting, jadi pergilah bermain di kamarmu!" suruhnya.Masih sibuk dengan mainan barunya, Rafael menurut saja. Dia berjalan sambil bermain ponsel tanpa menghiraukan nasehat dari kakeknya.
"Zoya mengakui sendiri, kalau dia masih mencintaimu seperti dulu, dan dia ingin kembali ke sisimu selamanya. Maka perjuangkan dia, jangan membuatnya kecewa lagi!" isi pesan yang baru saja dibaca oleh Erlang.Erlang bahkan tidak sabar untuk menemui Zoya kembali. Pesan yang dikirimkan oleh Hendra membuat semangat pria itu membara. Segera setelah itu, Erlang mengirimkan pesan balasan pada sang sahabat.[Tentu saja, Hend. Terima kasih banyak sudah memberitahuku. Terima kasih juga karena selama ini selalu bersama dengan Zoya dan selalu menjaganya dengan baik.] Erlang membalas dengan cepat dan senyum yang berseri seri."Cepatlah berputar waktu!" Erlang berharap seperti pemuda belasan tahun yang baru saja merasakan cinta pertama.Di lain tempat.Zoya baru saja tiba di salah satu kafe miliknya."Bu Zoya, ada wanita yang mengaku sebagai saudara Ibu dan saat ini sedang menunggu di ruang VIP," jelas seorang pelayan ketika Zoya baru saja masuk memasuki kafe."Siapa namanya?" Zoya mengerutkan dahi
Tidak hanya setuju dengan pengakuan Zoya, Hendra justru terharu mendengar keinginan sahabatnya itu. Senyum ceria seketika terlukis di wajah pria itu. Dia mendukung seratus persen. "Tentu saja kamu tidak salah, Zoya, Erlang itu hanya milikmu seorang. Dulu Syila berusaha merebut Erlang darimu, dan sekarang Maya yang datang. Jika Syila saja bisa kamu taklukkan, kenapa tidak dengan si Maya ingusan itu." Hendra tidak akan pernah bosan mempengaruhi sahabatnya itu, karena menurutnya Zoya lah yang paling pantas menjadi pemenangnya."Kamu bicara apa sih?" Zoya segera berjalan menuju parkiran. Dia masih enggan untuk mengiyakan seluruh perkataan Hendra. Namun dalam hati, dia juga setuju dengan pendapat pria beranak satu itu."Itu kenyataan." Hendra berjalan beriringan dengan Zoya. "Kamu mencintai Erlang, begitu juga Erlang masih sangat mencintaimu. Kalian itu sudah ditakdirkan untuk bersama dan saling memiliki. Selamanya akan seperti itu.""Tapi dia masih suami sahnya Syila, dan sekarang juga
Maya melotot tajam menyaksikan adegan di depan matanya. Kedua bola mata wanita itu nyaris keluar mengetahui Zoya berada di ruangan yang sama dengan Erlang dan dalam posisi yang sangat intim. Ini pertama kalinya Maya menyaksikan kemesraan sepasang suami istri itu, dan dia iri melihatnya. Tidak.Bukan hanya cemburu, tapi saat ini Maya juga marah besar hingga rasanya ingin melabrak wanita yang merupakan madunya itu."Tidak tahu malu kalian!" Maya memaki, tidak terima karena sebelumnya Erlang telah memintanya untuk segera datang ke hotel tersebut. Namun, apa yang dilihat di depan mata, Zoya yang muncul lebih dulu.Erlang segera meraih taplak meja dan buru buru menutupi menutupi bagian bawah tubuhnya. Meski kedua wanita yang bersama dengannya adalah para istrinya, namun tetap ada rasa malu ketika mereka bertiga berada dalam satu ruangan."Sorry, Sayang," Erlang justru minta maaf pada Zoya, karena membuat wanita itu merasa tidak nyaman. Dia lebih peduli pada istri keduanya itu daripada me
Terkejut dengan keberadaan Maya, sontak saja Erlang menekan tombol merah dalam ponselnya tatkala melihat istri mudanya itu tengah bersama dengan Rasputin."Apa yang dia lakukan di sini?" Erlang berpikir seraya mengamati istrinya yang sedang berbincang bincang asyik dengan sang ayah mertua. Sesekali Maya tampak tertawa ketika mendengar cerita dari Rasputin. Hal itu membuat Erlang penasaran dan memutuskan mendekati keduanya."Erlang ....!" Rasputin menyapa lebih dulu begitu melihat menantunya. "Apa yang kamu lakukan di sana? Kenapa berdiri saja? Apa Syila sudah tidur?" cecarnya."Ya, Syila sudah tidur, Dad, jadi aku berencana untuk keluar malam ini, karena masih banyak urusan yang harus kuselesaikan," Erlang menjawab dengan tenang. Rasputin paham jika Erlang tengah dilanda satu masalah saat ini. Jadi dia membiarkan Erlang pergi malam itu tanpa banyak protes. "Baiklah kalau kamu mau pergi, tapi jika bisa, sebaiknya bawa kembali Zoya dan Angkasa ke rumah ini. Dengan bersama mereka di rum
Permintaan dan tindakan Syila sontak mengingatkan Erlang pada kejadian beberapa tahun yang lalu. Kelakuan Syila sama persis seperti yang dilakukannya saat menjebak Erlang di awal perkenalan mereka.Kala itu, Syila memanfaatkan kepolosan dan ketidakmampuan Erlang yang belum memiliki pengaruh apa pun di dunia bisnis. Namun, siapa sangka dalam waktu singkat, Erlang telah menjelma menjadi pria sukses dan disegani banyak kalangan. Hanya butuh waktu kurang lebih dua tahun, Erlang sudah mampu mengembangkan usahanya di berbagai bidang. Bahkan lebih dari setengah saham yang dimiliki Rasputin Bagaskara telah berpindah tangan atas nama Zoya Maharani sebagai satu satunya wanita yang dicintai Erlang.Kini, kata kata Arsyila tidak berguna lagi untuk Erlang. Sekali pun wanita itu mengemis cintanya, Erlang tidak akan menurut. Dia tidak akan mudah ditundukkan hanya dengan bujuk rayu.Dengan kasar, Erlang melepas kedua tangan Syila. Dia menghempaskannya, lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Erlang
Zoya berdiri untuk menyambut Maya. Sikap sopannya masih terjaga walau sebenarnya dalam hati ingin mencekik wanita yang menggunakan dress kuning terang itu."Selamat sore, Maya!" sapa Zoya dengan sopan. "Terima kasih sudah mau datang menemuiku.""Tidak ada alasan untuk menolakmu bukan?" Maya tersenyum tipis. "Sebelumnya kita sudah pernah bertemu dan semua terlihat baik baik saja, jadi aku tidak mungkin menolak permintaanmu ini seandainya kamu mengundangku secara langsung," sindir Maya karena Zoya telah menggunakan Hendra hanya untuk meminta pertemuan itu."Apa itu perlu dibahas?" Zoya segera duduk. ",Kurasa tidak penting sama sekali." Kesabarannya diuji sekali lagi. Maya benar benar selalu percaya diri dalam setiap hal, dan tidak peduli dengan perasaan orang lain.Maya juga mendaratkan bokongnya dia atas kursi, lalu bersikap seakan dia adalah orang yang sangat penting pada pertemuan itu. "Kamu yang mengundang aku ke sini, aku harap kamu lah yang memberi penjelasan dan juga tujuan kamu
Erlang mengernyitkan dahinya ketika menyaksikan seringai di wajah Maya. Sudah berulang kali dia melihat ekspresi itu. Jika ditanya, Maya akan memberi alasan yang sama. "Apa yang ingin dia bahas kali ini?" pikir Maya setelah membaca pesan dari Hendra dengan isi ajakan untuk bertemu dengan Zoya secara pribadi."Apa tentang kafenya?" Maya menduga duga dan belum menyadari jika Erlang tengah memperhatikannya.Semakin penasaran, Erlang mendekati istrinya yang masih duduk selonjoran di atas ranjang itu."Apa yang kamu pikirkan, Maya?" Erlang mengagetkan istrinya. "Dengan siapa kamu chatingan? Sibuk banget," sindir Erlang.Dengan sikap santainya, Maya menoleh. Dia tidak terkejut karena sudah terbiasa dengan pertanyaan itu. Dan seperti biasa, Maya pun menjawab dengan alasan yang sama."Hanya klien baru," Maya berkata santai. "Ada tawaran produk baru, tapi aku tidak terlalu menyukai konsepnya.""Klien lagi?" ulang Erlang. "Apa kamu sedang banyak penawaran kerja sama saat ini? Kenapa kamu selal