"Aku akan merawat cucuku!" tukas James yang kebetulan berada di kantor Edgar untuk mengambil kembali cucunya.
Ia sudah mendengar kabar mengenai Navier yang semakin depresi setelah mengetahui keadaanya.Namun, Edgar sama sekali tidak bergeming.
Sepulang dari rumah sakit, Navier menjadi pribadi yang pendiam dan pemurung.
Dia lebih banyak mendiamkan Edgar ketimbang membalas ucapannya seperti sebelumnya.
Karena itu James ingin membawanya pulang.
James ingin mengenalkan sang cucu pada pegawa di rumahnya. Terutama saat mendengar Navier menjadi lebih pendiam lagi.
Bagi James, Edgar masih belum bisa menjadi pria yang benar-benar bertanggung jawab. Dan, dia tidak bisa memasrahkan sang cucu pada pria seperti itu.
"Tidak bisa! Dia sudah menjadi tunanganku dan harus berada di sini, di dekatku. Tidak bisa kau bawa pulang karena sebentar lagi aku akan menikahinya," balas Edgar tak kalah sengit.
Susah-susah membawa Navier, malah orang lain ingin mengambilnya.
Jujur saja, Edgar tak terima! Tak ada satupun yang bisa memisahkan pria itu dari Navier.
Melihat betapa keras kepalanya Edgar, James menggelengkan kepala. "Anak Muda! Dia memang tunanganmu, tapi janga lupakan dia adalah cucuku. Status pertunangan bisa dibatalkan, tapi statusnya sebagai cucuku tidak akan pernah bisa diubah sampai kapan pun, ingat itu!"
James merasa kesal dengan Edgar.
Sudah cukup berada jauh dengan sang cucu sampai saat ini, dan tidak ingin lebih jauh lagi. Jadi, James bermaksud untuk muncul di hadapan Navier dan mengaku jika dia kakeknya.
Di sudut hatinya, James menyesal telah mengusir putrinya dulu, hingga sang cucu harus dirawat oleh pria yang tak bisa diandalkan dan istrinya yang begitu kejam.
"Jadi, persiapkan Navier ke tempatku," tegasnya lagi.
"Tapi aku ingin bersamanya. Apa itu salah!?" bentak Edgar. Dengan isyarat, pria itu lalu meminta semua pengawalnya untuk berkumpul, seolah menantang James.
"Aku datang secara baik-baik, dan kalau harga dirimu terlalu tinggi, aku akan memohon. Tolong pria tua ini untuk menemui cucunya. Tolong pria tua ini untuk bertemu cucunya," pinta James.
Edgar terdiam. Dia tak sampai hati melihat James memohon padanya. Namun, dia juga tak bisa mengizinkan Navier dibawa oleh James.
"Kalau seperti itu, lebih baik kita tanyakan pada Navier saja. Dia lebih memilihku atau dirimu," balas Edgar cepat.
Dia tampak percaya diri, tetapi diam-diam ia khawatir dan sangat berharap tunangan yang dia cintai sejak dulu itu akan memilihnya.
*****
"Nav, cucuku, aku kakekmu," ucap James di hadapan cucu yang tidak pernah ditemui secara langsung.
Pria kuat itu bahkan sampai menitikkan air matanya kala melihat keadaan Navier yang menyedihkan.
"Kau sungguh mirip ibumu, kecuali bibir dan kelopak matamu," lanjutnya.
James mendekati Navier, dia ingin memeluk sang cucu.
Namun, Navier mencoba menghindar. "Aku sama sekali tak mirip ibuku!" tukasnya cepat.
Selama ini, Navier selalu mendengar jika dia sama sekali tak mirip ibunya. Disebut seperti itu, Navier ingat perlakuan Yuni yang tega menjualnya.
"Kau mirip dengan Elle-ku."
Elle adalah nama kecil ibu Navier. Namun, Navier jelas tak mengenalnya.
"Siapa itu Elle? Nama ibuku itu Yuni!" Dengan setengah hati Navier menyebut nama orang yang selama ini, dia anggap ibunya.
James menggeleng.
Dia mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Navier yang di kursi roda. Lalu, dia berucap, "Ellena Wyatt, itu adalah nama ibumu. Aku selalu memanggilnya Elle-ku. Dan pria itu merebut ibumu dariku."
Navier terdiam, dia hanya berusaha mencerna kebenaran yang baru terungkap.
"Aku tidak sedang memperebutkanmu dengan Edgar. Apalagi berniat memisahkan kalian. Hanya saja, aku ingin menghabiskan waktu dengan cucuku. Cucu yang tidak pernah kutemui secara langsung sejak kecil," lanjut James.
Lama Navier berpikir. Kemudian, dia memutuskan untuk mengikuti sang kakek.
"Edgar ... untuk sementara aku ingin bersama kakekku. Bisakah kau mengizinkan?" pinta Navier.
Dekat dengan Edgar membuat hatinya kalut dan merasa minder. Jadi, Navier memilih mengikuti sang kakek dengan maksud menghindari Edgar. Juga, ingin lebih dekat dengan keluarga dari pihak ibunya.
Edgar hanya bisa menyetujui permintaan Navier meski berat.
Karena itu, Navier diboyong ke kediaman James yang letaknya jauh dari pemukiman penduduk.
"Aku tak tahu, apakah aku bisa menjadi kakek yang baik atau tidak. Tapi, aku akan berusaha sebaik mungkin. Jangan sungkan mengatakan padaku apa yang kau butuhkan," ucap James.
Navier mengangguk. Dia mengernyikan dahi ketika meangkap sesuatu yang mengganjal. "Kenapa fotoku ada di sana?" tanyanya.
Ada banyak foto yang terpasang di kediaman itu. Lebih banyak foto seorang wanita dengan pose formal, dan lainnya dengan pose seolah diambil secara diam-diam.
"Kalau kau mengenali fotmu, maka itu iya. Aku memang menempatkan salah satu anak buahku untuk memantaumu dari jauh. Kalau kau menemukan foto lain, maka itu adalah foto ibumu. Aku hanya bisa menyimpan kenangan tentang Elle-ku dengan foto dan barang-barangnya. Tidak ada lagi yang tersisa," tutur James.
Pria tua itu lalu meminta izin untuk mendorong kursi roda Navier, dan menjelaskan dengan detail setiap foto.
Navier yang belum pernah mengetahui rupa sang ibu, hanya bisa diam. Terlalu banyak yang tidak dia ketahui selama ini. Jika ucapan James memang benar adanya, maka semua perlakuan Yuni padanya tentu menjadi masuk akal.
"Setelah ibumu tiada, tentuhanya kaulah pewarisku satu-satunya. Semua harta yang kumiliki, kelak akan menjadi milikmu. Atau kalau kau mau, aku bisa memberikannya saat ini juga."
Bagai terkena petir di siang bolong, Navier terkejut. Kediaman sang kakek saja sudah sebegitu luas. Untuk saat ini, Navier tidak bisa membayangkan berapa nilai kekayaan yang dimilikinya
"Tapi, tentu saja aku tidak bisa memberikan dengan mudah. Kau harus belajar dengan rajin agar bisa memimpin semua ini. Aku tidak bisa selalu berada di sisimu. Tapi, aku berjanji untuk membimbingmu,"lanjut James.
Memang dia mengatakan untuk memberikan semuanya pada Navier, tetapi tentu Navier harus memiliki kualifikasi yang layak untuk itu.
"Tapi, aku hanya lulusan menengah pertama saja. Tidak mungkin aku bisa, Kek. Lebih baik Kakek berikan saja kepada yang membutuhkan atau Kakek bisa mengadopsi anak lain untuk menjadi penerus kakek. Lagi pula, aku ini ... lumpuh."
Ucapan Navier melirih di akhir. Dia benar-benar merasa tidak percaya diri dengan keadaannya yang sekarang.
Navier tahu kekayaan sang Kakek tidak main-main banyaknya.
Barang yang dimiliki Navier kini berkali-kali lipat lebih mahal, dari barang mahal yang adik-adiknya beli. Bahkan, Navier pernah melihat harga satu potong bajunya bisa untuk membeli rumahnya yang dulu.
'Kalau adik-adikku dan ayah tahu akan hal ini, bagaimana reaksi mereka?' batin Navier sedih. Namun, wajah bengis Yuni tiba-tiba muncul di ingatan gadis itu.
Tangannya seketika mengepal. 'Apa mereka juga akan memanfaatkanku seperti wanita itu?'
Terima kasih teman-teman pembaca sudah mengikuti kisah Navier dan Edgar. Kira-kira, apa yang akan dilakukan Navier, ya? Akankah dia balas dendam ke Yuni dan orang-orang yang membuatnya lumpuh? Lalu ... kapan dia sadar bahwa Edgar sudah cinta mati dengannya, bahkan tak ingin melepasnya...! Ikuti terus kisahnya, ya. Jangan lupa komentar dan vote juga. Terima kasih
"Aku menyerah, Kakek," ucap Navier.Setelah memutuskan untuk hidup di tempat kakeknya, Navier dilatih dengan baik untuk menjadi seorang pewaris.Navier satu-satunya keturunan murni keluarga Wyatt, harus menjadi pemimpin yang mumpuni dari segi pengetahuan maupun perilaku.Pertama kali melihat Navier secara langsung, James Wyatt merasakan firasat yang baik tentang Navier. Jadi, dia bersungguh-sungguh untuk membantu Navier.Kelumpuhan Navier bukanlah halangan. Jadi, sebisa mungkin dia tidak akan mengungkit hal itu pada Navier."Baru begitu saja kau sudah menyerah!? Kalau begitu kau menikah saja dengan Edgar, agar aku bisa memberikan semua ini padanya!" tukas James.Navier menunduk, lalu menjawab, "Kadang aku berpikir kalau bukan kakekku. Bagaimana bisa ada orang yang memperlakukan cucunya seperti itu? Aku tidur hanya empat jam semalam, setengah jam di siang hari, dan selebihnya tidak ada yang kulakukan selain belajar dan belajar! Bahkan di meja
"Nav, pengawalku menemukan Mobil Edgar tak jauh dari wilayah kita." Pergerakan Navier yang sedang makan, terhenti. Jantungnya mulai berdebar dengan kencang. Dia takut jika .... "Anak buahku menemukan jika Edgar tidak ada di sana. penuh dengan bercak darah. Dari pMobilnyaenyelidikan mereka, darah itu bukan hanya milik Edgar, tapi banyak orang." Navier masih terdiam, mencoba menebak apa yang selanjutnya dikatakan oleh sang kakek. Akan tetapi, dia tidak memungkiri jika hatinya berkata lain. "Dan sayangnya, Keluarga Edgar juga menghubungiku, mengatakan kalau Edgar tidak ada. Kupikir Edgar sudah dibawa keluarganya, tetapi justru mereka pun terlambat. Pagi tadi, lokasi kejadian sudah bersih. Entah siapa yang membersihkannya, aku tak tahu." Trang!!! Sendok dan garpu yang dipakai Navier, terjatuh. Tangannya bergetar dan tiba-tiba air matanya keluar. "Kalau dia tidak ada di sana,, lalu di mana?" tanya Navier. Jam
Keadaan Navier kembali memburuk. Sudah semingu Edgar menghilang tanpa kabar. Apalagi keluarga Edgar seolah menyalahkan Navier atas kejadian yang menimpa Edgar. Setahu mereka, Edgar menghillang setelah mengunjungi Navier. Mereka menduga jika ada konspirasi di atasnya. "Sudah kubilang cucuku sama sekali tidak tahu apa pun! Kau tidak tahu dia bahkan sampai frustrasi dan kesehatannya kembali terganggu!? Kalau kau kembali datang untuk menyalahkan Navier kembali, maka pergilah! Aku akan mengunjungi Jonathan untuk membatalkan pertunangan mereka!" "Anda tahu bagaimana rasanya kehilangan anak dan penerus satu-satnya, bukan? itulah yang kurasakan. Apalagi Edgar menghilang setelah dari cucu Anda! Akan masuk akal jika dia di balik konsprasi semua ini!" Navier ingin sekali menutup telinga rapat-rapat, saat mendengar perdebatan di luar. Selama ini, Navier masih belum pernah bertemu dengan orang tua Edgar. Namun, mereka sendiri yang menemui Navier ketika Edgar tidak ditemukan. Mereka menuduh Na
"Aku bisa mengantarkanmu dengan pesawat pribadiku. Atau kalau kau mau, aku akan menemanimu di sana," tawar Edgar.Dia kini di bandara, mengantarkan sang kekasih ke tempat kelahirannya.Navier yang meminta untuk menyelesaikan masalahnya ternyata bukan isapan jempol belaka. Wanita itu benar-benar pergi.Ditemani salah satu bawahan sang kakek, Navier pergi. Dan hal itu membuat Edgar geram.Edgar ingin ikut, sayangnya dia tidak bisa."Aku mendapat laporan dari bawahanmu kalau pekerjaanmu masih banyak. Jadi, selesaikan dulu semuanya. Baru kau bisa mengantarku," ucap Navier.Edgar menatap Navier dengan sendu. "Aku cemburu, jadi jangan dekat-dekat dengannya," ucapnya kemudian.'Ya Tuhan ...,' batin Navier. "Dia hanya pengawal yang ditugaskan kakek untuk menjagaku," ucap Navier.Dengan berat hati, Edgar melepaskan Navier.Mau tak mau dia harus membiarkan Navier pergi hanya dengan pengawal yang James tunjuk.Edgar tahu jika Navie
"Nona, perlukah aku juga membawa bos mereka ke sini?" tanya Martin.Setelah menerima perintah dari Navier, Martin langsung mencari banyak hal tentang transaksi yang dilakukan oleh Yuni.Sejujurnya, Navier penasaran dengan apa yang menimpanya."Tak perlu sampai bos mereka. Aku hanya ingin tahu kebenaran dari mereka sendiri."Navier mengembus napas kasar. Kini dia sedang berada di balkon hotel mewah yang tempati.Setelah bertemu Yuni dan mengetahui keadaan keluarganya,Navier belum memutuskan untuk kembali."Sayangnya, Nona, tunangan Anda itu sudah menghabiskan mereka yang terlibat pada malam itu. Tentu dengan meninggalkan petinggi mereka saja. Saya tidak tahu jelasnya, yang pasti Tuan Edgar sudah turun tangan masalah ini," tutur Edgar.Navier terdiam sejenak. Dia tahu jika malam itu Edgar yang menolongnya. Namun, dia tidak tahu apa saja yang dilakukan oleh pria itu setelahnya."Lalu, apa yang telah kau dapatkan? Tak mungkin ibu tiriku langsung bertemu begitu saja dengan bos besar yang
Di pesta pertunangan mereka, sepertina hanya Edgar saja yang berbahagia. Sedangkan Navier dan Cassandra tidak.Navier bisa melihat bagaimana tatapan tak suka itu ditujukan padanya.'Setelah ini, apa aku bisa memanggilnya ibu?' batin Navier.Navier tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolak apa yang Edgar siapkan. Sang kakek telah menyetujuinya, dan Navier sudah menolak secara baik-baik, tetapi hanya dianggap angin lalu oleh Edgar."Kau bersiaplah, Sayang. Besok kita sudah melakukan pesta pernikahan," bisik Edgar.Wajah Navier memanas, membayangkan jika setelah hari esok, mereka telah terikat pernikahan.Padahal, Edgar masih belum sembuh secara sempurna.Acara mereka berjalan meriah dengan banyak tamu undangan yang datang. Namun, Tidak satu pun dari mereka yang mengenal dan menyapa Navier. Tidak pula dengan kolega James.Ditambah dengan Cassandra yang sama sekali tidak menyapa, Navier merasa kecil."Setelah ini, aku akan pulang ke kediaman kakek, ya," pinta Navier. Merasakan tatapan taja
"Jangan khawatir, Edgar akan selalu melindungimu," ucap James. Dia menggenggam tangan Navier yang belum memakai sarung tangan, dan bergetar. Navier gugup, itu yang terlihat oleh James. "Aku takut," bisik Navier. Dia telah selesai dirias dan tengah menunggu dipanggil. Hanya tinggal memakai sarung tangan, maka semua selesai dengan sempurna. "Kakek ada bersamamu, Cucuku. Jangan nah mengkhawatirkan apa pun." Navier mengangguk. Dia tahu ucapan sang kakek memang benar adanya. Namun, dia tidak bisa tidak memikirkan hal yang menghantuinya sejak semalam. Penolakan dari Cassandra yang begitu terlihat, dan tak sanggup dia ungkapkan kepada sang kakek. "Kalau begitu, kau harus tenang dan aku akan mengantarkanmu." Dengan telaten, James membantu Navier memakai sarung tangannya. Setelah itu, James mendorong kursi roda Navier ke altar yang tersedia. Di dalam acara pemberkatan, Edgar terlihat begitu sempurna di mata Navier. Membua Navier semakin merasa rendah diri dengan keadaanya. Padahal sel
"Ke mana Edgar?" tanya James. Hatinya tak tenang saat melihat James membawa Navier pergi setelah pesta.James merasa kalut. Akhir-akhir ini hidupnya seperti akan mengalami sesuatu yang besar."Dia sudah pergi tadi pagi, Kek," jawab Navier. Sang kakek yang datang tiba-tiba membuatnya kikuk.Navier, sama sekali tak mempersiapkan apa pun untuk menyambutnya."Dia meminta izin untuk membawamu ke sini, dan sekarang dia malah meninggalkanmu!?"James duduk dengn angkuh, berdecih setelah memindai kediaman baru sang cucu."Kakek tak memberitahu kami. Jadi, dia ....""Oh, jadi dia akan ada di rumah kalau aku memberitahu sebelumnya, dan pergi ketika tahu tidak ada yang akan mengunjunginya? Arogan sekali! Kalian masih pengantin baru dan dia sudah meninggalkanmu di hari pertama kalian setelah menikah!"Navier tak bisa berkata-kata lagi. Dia memang tak bisa mencegah kepergian Edgar tadi pagi, tetapi juga tidak bisa menyanggah ucapan kakeknya.
Selama ini Yuni tidak pernah merasa menyesal telah menyakiti Navier.Dia merasa selama ini Navier-lah yang membuatnya menderita. Ibunya merebut suami yang dia cintai, dan membagi rasa sayang yang dulu didapatkan secara penuh. Karena itulah ketika Elle meninggal, Yuni masih sanggup untuk menyiksa anak kecil itu.Hati Yuni sudah mati rasa untuk memberi rasa kasih untuk anak tirinya.Hingga Navier yang mulai membantu mencari penghasilan pun, Yuni tetap pada pendiriannya. Dia dengan kejam mampu meminta semua pendapatan Navier untuk diberikan pada putranya.Akan tetapi, perlahan rasa itu mulai terkikis.Yuni merasa bersalah saat melihat Navier tidak sadarkan diri dengan berbagai alat untuk menopang kehidupannya.'Sebenarnya aku bahkan tidak tahu alasan untuk membencimu,' batin Yuni.Dia memandang sendu, tak percaya dengan beberapa waktu yang lalu, di mana dia tidak sadar telah mencelakakan nyawa anak tirinya."Ib
"A-aku tidak menyangka jika kau bisa merencanakan semua ini pada Navier, Yun." Yuni terpekur. Dia sama sekali tidak menyangka jika suaminya akan mendengar perdebatannya dengan Navier, dan sedang saat mengungkit malam kelam itu. Tak hanya itu, Yuni juga menangkap raut kekecewaan yang terlalu kentara. "Aku sudah merawatnya sejak kecil! Kau pikir mudah membesarkan anak dari wanita yang menjadi madu di dalam rumah tangganya? Pikirkan itu, Lex! Ah, ya. Kau yang hanya membawa masalah mana paham hal yang seperti ini!" Di seumur mereka menikah, belum pernah dia mendengar nada kecewa dari Yuni hingga seperti itu. Dia tak tahu jika selama ini, istri pertamanya menyimpan luka dan melampiaskannya pada anaknya. Dulu, Alex mengira jika Yuni bisa menerima Navier selayaknya putri sendiri, karena Elle telah tiada. "Kukira kau menerimanya sebagai anak kandungmu sendiri, Yun. Kalau tahu kau setega itu padanya, kenapa tidak kau katakan saja padaku? Aku
"Kau!!! Kau masih punya muka untuk kembali ke sini!?" bentak Yuni.Navier tidak mengindahkan peringatan Edgar agar tidak kembali ke sana. Dia bersikukuh untuk kembali ke rumah tempatnya dibesarkan. Bagaimanapun juga, tempat itu berisi banyak kenangan yang tak bisa dia lupakan."Ibu, jangan lupa aku pernah kau besarkan. Aku pernah kau asuh dan kau beri makan," lirih Navier."Lalu dengan apa kau akan membayarnya? Bukankah saat itu kau sudah memiliki kesempatan, tetapi malah membuangnya? Kau!!! Bukannya membayar jasaku, malah meninggalkan semua kesulitan itu!?"Navier menunduk. Dia tetap berdiri di pintu gerbang halaman dan tidak diizinkan untuk masuk oleh Yuni.Sejak awal, Navier tidak tahu jika Yuni sedang libur bekerja. Namun, dia juga tidak berharap penuh jika Yuni sedang tidak ada.Dia hanya ingin beritikad baik dengan meluruskan kesalahpahaman di antara mereka."Aku memang tidak bisa membalasnya dengan keadaan saat itu, Ibu. Tapi ketahuilah! Aku juga melalui masa yang sulit. Aku ti
"Ada hal yang bisa kau gunakan untuk membela diri, Sayang?" tanya Edgar.Dia menatap tajam sang istri yang kini tengah berdiri dengan senyum seperti anak kecil yang ketahuan telah melakukan kesalahan. Di samping kiri sang istri, ada putra semata wayangnya yang sedang menunduk.Edgar merasa kesal karena mendapati wajah istrinya babak belur, dan puntranya tidak apa-apa. Padahal sebelumnya dia telah berpesan untuk menggantikannya menjaga satu-satunya wanita di keluarga mereka. Edgar tak ragu, karena dia sudah tahu bagaimana kemampuan Henry. Sayang sekali ekspektasinya terlalu tinggi."Jangan salahkan Henry, ya. Dia sudah melakukan hal yang kau pinta sebaik mungkin. Tidak ada hal sebaik Henry. Hanya saja dia datang terlalu terlambat untuk menjemputku," bela Navier."Jadi, ini semua adalah salahmu, begitu?""Tentu saja!""Lalu, apa yang bisa kau lakukan untuk menggantikan hukuman yang akan Henry dapatkan, Sayang?"Badan Navier bergidik nge
"Yun, hentikan!"Bukannya berhenti, Yuni justru semakin gencar mencerca Navier dengan kata-kata yang buruk. Suaminya sama sekali tidak dipedulikan lagi. Dia seolah buta dan tuli untuk semua hal.Yuni buta akan kebaikan yang selama itu Navier lakukan untuk keluarganya. Bagaimana dia yang harus berhenti untuk belajar, dan justru mencari pekerjaan sebanyak mungkin, dan membantu memenuhi semua hal yang diinginkan kedua adik tirinya.Dan tuli, akan segala perkataan suaminya."Bu, kau boleh menyalahkanku atas semua kesalahan yang terjadi di keluarga kita. Tapi kumohon untuk tidak menyudutkanku. Waktu sudah banyak berubah, dan aku juga tidak ingin mengingat masa lalu lagi. Aku akan melupakan semua yang telah kau lakukan padaku, dan mari untuk hidup lebih baik," pinta Navier.Yuni menggeleng. Air matanya mengalir semakin deras. Dia memandang ke arah suaminya yang kini sudah tidak sesempurna dulu. Memandang putra sulungnya yang juga tidak bisa mendapat kehi
"Dav, hentikan!!!" tegur ayah mereka.Keduanya masih saling beradu dan tidak menggubris teguran ayahnya. Sesekali Navier membalas pukulan adiknya, dan sisanya dia akan menghindar. Gerakan Davian begitu acak, menandakan bagaimana pria itu dididik dengan otodidak, bukan oleh ahilnya."Ternyata kau belajar cukup banyak, ya? Tidak seperti dulu yang hanya bisa berlindung di bawah ketiak ibu," sindir Navier."Diam kau! Kau tidak tahu masalah apa yang sudah kau tinggalkan untuk kami! Kau sama sekali tidakkk punya hati!"Navier mendecih sinis. Tidak punya hati? Bukankah kata-kata itu lebih patut dikatakan untuk Yuni, dan bukan dirinya?Setelah itu, dia memancing Davian untuk berkelahi di luar ruangan, dan masih mengundang pekikan ayahnya. Hanya sang adik yanag terkesn menuntut untuk menyerang, sedangkan Navier lebih tenang dan menghindar. Karena itu, ayah mereka benar-benar khawatir. Ia takut jika Davian melukai kakak perempuannya."Kalau begitu kau
"Apa tidak apa-apa jika ibu tahu aku akan datang?" tanya Navier.Setelah mereka berbincang, Navier memutuskan untuk ikut ayahnya pulang ke kediaman mereka yang dulu. Ayahnya takut jika Yuni datang dan tidak mendapati di mana pun. Karena bahan persediaan di rumah mereka telah habis, jadi Navier hanya bisa menurut.Sebenarnya dia bisa saja meminta Edgar atau Henry untuk mengantar bahan makanan itu. Terutama Edgar yang telah mengetahui di mana lokasinya. Sayang, Navier menolak dengan tegas. Dia tidak ingin suaminya turun tangan langsung, atau semuanya akan kacau."Tidak apa-apa, dia pasti sangat senang kau datang. Bukankah sudah lama kalian tidak bertemu?"'Yah ... itu sih kalau Ibu tidak dendam padaku,' batin Navier.Dia meringis saat mengingat masa lalu. Di mana dia yang kabur dan meninggalkan banyak masalah untuk ibunya.Tidak bisa dikatakan dia yang meninggalkan masalah untuk mereka, sebenarnya. Melainkan Yuni sendiri yang telah mengambil r
"Jadi, kini hanya Ayah yang biasa mengerjakan pekerjaan rumah. Rumah itu telah sepi semenjak kau pergi, dan bertambah sepi setelahnya."Navier menggigit bibir bawahnya. Tidak menyangka jika hidup mereka yang dia tinggalkan, begitu menyedihkan.Ayahnya lumpuh sebelah karena kecelakaan kerja. Karena itu, ayahnya dipensiunkan dini. Ibunya mengambil alih mencari nafkah setelah uang tunjangan ayahnya habis, dan kedua adiknya berhenti sekolah karena malu. Kemudian mereka bekerja sebagai buruh kasar di pasar.Dari yang diceritakan ayahnya, Navier mendapat beberapa informasi. Adik pertamanya, Davian, telah menikah dan seorang wanita yang merupakan putri dari pemilik tempatnya bekerja. Setelah istrinya melahirkan di usia pernikahan mereka yang baru enam bulan, satu bulan kemudian mereka bercerai dan membawa anak itu bersamanya.Ayahnya menduga jika wanita itu menikahi Davier hanya untuk menutupi aib karena hamil terlebih dahulu dengan mantan pacarnya yang tidak ma
"A-Ayah!"Navier hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Ayah yang sejak dirinya lahir hingga dijemput Edgar menemaninya, dan tidak pernahlagi mereka bertemu setelah dijual Yuni, ada di hadapanynya.Wajah yang sudah tua termakan usia, dan tidak lagi semuda dulu membuat hati Navier menjadi trenyuh. Ayahnya itu tidak pernah melakukan tindak kekerasan seperti yang Yuni lakukan. Dan hingga hari terakhirnya di kota itu, Navier belum sempat untuk perpamitan.Pun dengan pernikahannya dengan Edgar, sang ayah pastilah tidak pernah tahu akan hal itu. Tidak akan ada kabar yang didengar jika Edgar sudah memutuskan untuk menutup rapat semua yang berpotensi untuk menyebar berita.Kepergiannya kala itu memang terjadi karena terpaksa."Kau putriku, Navier?"Navier mengangguk. Matanya sudah hampir dibanjiri air mata jika tidak dia tahan."Aku merindukan Ayah," lirih Navier. Dia menghambur ke pelukan ayahnya yang kini sudah tidak sempur