Di pesta pertunangan mereka, sepertina hanya Edgar saja yang berbahagia. Sedangkan Navier dan Cassandra tidak.Navier bisa melihat bagaimana tatapan tak suka itu ditujukan padanya.'Setelah ini, apa aku bisa memanggilnya ibu?' batin Navier.Navier tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolak apa yang Edgar siapkan. Sang kakek telah menyetujuinya, dan Navier sudah menolak secara baik-baik, tetapi hanya dianggap angin lalu oleh Edgar."Kau bersiaplah, Sayang. Besok kita sudah melakukan pesta pernikahan," bisik Edgar.Wajah Navier memanas, membayangkan jika setelah hari esok, mereka telah terikat pernikahan.Padahal, Edgar masih belum sembuh secara sempurna.Acara mereka berjalan meriah dengan banyak tamu undangan yang datang. Namun, Tidak satu pun dari mereka yang mengenal dan menyapa Navier. Tidak pula dengan kolega James.Ditambah dengan Cassandra yang sama sekali tidak menyapa, Navier merasa kecil."Setelah ini, aku akan pulang ke kediaman kakek, ya," pinta Navier. Merasakan tatapan taja
"Jangan khawatir, Edgar akan selalu melindungimu," ucap James. Dia menggenggam tangan Navier yang belum memakai sarung tangan, dan bergetar. Navier gugup, itu yang terlihat oleh James. "Aku takut," bisik Navier. Dia telah selesai dirias dan tengah menunggu dipanggil. Hanya tinggal memakai sarung tangan, maka semua selesai dengan sempurna. "Kakek ada bersamamu, Cucuku. Jangan nah mengkhawatirkan apa pun." Navier mengangguk. Dia tahu ucapan sang kakek memang benar adanya. Namun, dia tidak bisa tidak memikirkan hal yang menghantuinya sejak semalam. Penolakan dari Cassandra yang begitu terlihat, dan tak sanggup dia ungkapkan kepada sang kakek. "Kalau begitu, kau harus tenang dan aku akan mengantarkanmu." Dengan telaten, James membantu Navier memakai sarung tangannya. Setelah itu, James mendorong kursi roda Navier ke altar yang tersedia. Di dalam acara pemberkatan, Edgar terlihat begitu sempurna di mata Navier. Membua Navier semakin merasa rendah diri dengan keadaanya. Padahal sel
"Ke mana Edgar?" tanya James. Hatinya tak tenang saat melihat James membawa Navier pergi setelah pesta.James merasa kalut. Akhir-akhir ini hidupnya seperti akan mengalami sesuatu yang besar."Dia sudah pergi tadi pagi, Kek," jawab Navier. Sang kakek yang datang tiba-tiba membuatnya kikuk.Navier, sama sekali tak mempersiapkan apa pun untuk menyambutnya."Dia meminta izin untuk membawamu ke sini, dan sekarang dia malah meninggalkanmu!?"James duduk dengn angkuh, berdecih setelah memindai kediaman baru sang cucu."Kakek tak memberitahu kami. Jadi, dia ....""Oh, jadi dia akan ada di rumah kalau aku memberitahu sebelumnya, dan pergi ketika tahu tidak ada yang akan mengunjunginya? Arogan sekali! Kalian masih pengantin baru dan dia sudah meninggalkanmu di hari pertama kalian setelah menikah!"Navier tak bisa berkata-kata lagi. Dia memang tak bisa mencegah kepergian Edgar tadi pagi, tetapi juga tidak bisa menyanggah ucapan kakeknya.
"Aku tidak tahu apa yang sedang kau pikikan, Pak Tua! Kau tega menyakiti cucumu sendiri!" bentak Edgar.Dia merasa dikhianati olh sosokk yang pernah dihormatinya.Bagaimanapun juga, James adalah sahabat kakeknya. Dan dia juga pernah mendapatkan banyak pelajaran berharga dari James.Akan tetapi, untuk perbuatannya pada Navier, dia tidak bisa mentolerin."Aku tidak pernah berniat menyakitinya sama sekali, Ed! Dia cucuku dan aku tidak sekejam itu!" elak James.Dia memanng terkenal kejam, dan kedatangannya kemrin, sama sekali tidak bermaksud untuk menyakiti Navier."Tapi gara-gara kau, dia kembali frustasi! Aku bahkan harus membawanya ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan intensif!"Kedua pria berbeda generasi itu masih saling memaki, dan saling menyalahkan. Edgar bahkan kehilangan sopan santunya.Dia teramat marah begitu mendapatkan fakta jika yang mengunjungi istrinya, adalah sang kakek sendiri.Apalagi Navier benar-ben
"TIDAK!!!! KUMOHON JANGAN SAKITI KAKEKKU!!!"Navier terus meracau dan berteriak. Di rumah sakit, dia terus menangis dan tenang ketika dokter menyuntiknya dengan obat penenang.Usai kediaman mereka diserang, Navier kembali mengalami trauma.Kurangnya persiapan pengawalan membuat mereka terlambat mengghadang, dan berakhir dengan kekalahan."Kau ini sudah lumpuh, menyusahkan pula!" ucap Cassandra dengan ketus.Wanita itu berniat mengunjungi Navier di ruang rawatnya. Dan, hattinya meradang ketika melihat Navier yang histeris."Untung saja putraku sedang ke lluar negeri!" sambungnya. Dia menghampiri Navier yang masih menangis dan sesekali berteriak."Kau iini selalu menyusahkan!"Navier bukannya tak paham dengan apa yang dikatakan ibu mertuanya. Namun, bayang-bayang malam kelam itu selalu menghantuinya, mengakibatkan dia selalu histeris."Menantu kita sedang membutkan dukungan, bukan makian seperti itu, cassy," tegur Louis.
Jadi, apa yang kau dapatkan?" Edgar menyilangkan kakinya, menatap angkuh pada orang yang datang dengan menundukkan kepala. Sudah beberapa waktu mood-nya memburuk. Dan itu, akibat dari keadaan Navier yang belum juga membaik. Fisiknya mungkin baik-baik saja, tetapi tidak dengan mental. Navier seperti orang gila, itu yang dikatakan ibunya. Ditambang keadaan yang enggan menerima makanan, membuat kondisinya memburuk. "Saya kesulitan melacak siapa otak dari penyerangan malam itu, Tua. Tapi yang pasti, salah satu musuh Tuan James-lah akar masalahnya." "Tidak ada yang lain?" "Tidak ada pergerakan yang mencurigakan." "Aneh." Edgar kemudian menopang dagu dengan tangannya. Berpikir, kalau ada lagi hal ganjil. Mempunyai musuh itu adalah hal wajar untuk seorang seperti James. Namun, siapa dia, itu yang menjadi masalah. Kebanyakan musuh akan menunjukkan diri secara terang-terangan. Berbeda dengan hal ini. "Selain musu
"Aku takut, Edd." Navier menggenggam erat tangan Edgar.Setelah permintaa Luois, Navier menangis keras. Dia yang belum siap harus dihadapkan kenyataan jika pernikahan mereka harus berhasil.Sejujurnya Navier masih takut.Ikatan mereka boleh saja kuat, tetapi untuk menerima Edgar secara penuh, dia sama sekali belum memiliki persiapan apa pun."Mereka tak akan melukaimu, Sayang. Mereka hanya akan memeriksamu. Lagi pula, bukan hanya kau yang akan diperiksa, tapi aku juga. Kita akan baik-baik saja.""Tapi bagaimana jika hasilnya tidak sesuai harapan kita? Apa kau akan meninggalkanku seperti yang lainnya?" Navier menatap wajah Edgar.Menunggu dokter bersiap itu terasa menyakitkan untuk Navier.Sebelum memiliki anak, mereka diharuskan menjalani tes terlebih dahulu. Apakah mereka dalam kondisi yang baik untuk melakukan pembuahan."Apa pun hasilnya, kita akan menerimanya," jawab Edgar mantap.Dia sama sekali tidak meragukan Navi
"Silakan, hasilnya sudah keluar dan kalian bisa melihatnya di mana saja. Dan sebelumnya, aku ingin mengatakan untukmu, Nav. Selamat atas pernikahanmu. Aku adalah teman lama Elle, ibumu. Dan kau, bisa memanggilku Uncle, Paman, atau ... Dad, mungkin," ucap Eris sambil tersenyum dan menyerahkan map berisi hasil pemeriksaan mereka."Terima kasih, Paman. Begitu sajakah aku memanggil? Boleh?" Navier bertanya.Dia merasa sungkan jika harus memanggil Dad. Karena jujur aja, baru kali ini Navier bertemu dengannya.Diminta memanggil dengan panggilan akrab itu tentu tidak nyaman, apalagi oleh orang yang baru ditemui."Tak apa. Aku bisa melihat diri Elle di dalam dirimu, Nav. Jangan sungkan padaku, karena kau sudah kuanggap sebagai anakku sendiri," pinta Eris."Kita pulang!"Edgar yang merasakan ketidaknyamanan dari istrinya, segera mengambil langkah untuk membawa Navier pergi. Dan Navier, hanya bisa menurut saja."Ingat, jangan sungan padaku, ya,