"Kau tidak apa-apa?" tanya Edgar.
dia mendorong pelan kursi roda yang dipakai Navier. Kini, mereka tengah berjalan-jalan ke kebun belakang.Kebun yang berisi tanaman buah anggur nan lebat."Aku selalu baik. Kau saja yang selalu khawatir."Navier membuang muka ke samping. Dia terlalu malu karena Edgar memperlakukannya dengan lembut.Padahal, dia tahu jika bersama anak buahnya, Edgar tidak pernah seperti itu."Aku mengkhawatirkanmu dan anak kita," bisik Edgar.Pipi Navier memerah. "Aku baik-baik saja. Kau tidak perlu berlebihan.""Tidak jika untuk kalian berdua."Setelah memilih pergi karena tidak mau dinikahkan dengan Lissa, Edgar membawa Navier pergi ke tempat yang jauh.Tempat yang sudah dia rencanakan sejak jauh-jauh hari.Di mana dia bisa bersembunyi dari semuanya.Tak hanya itu, mereka juga memalsukan identitas, hingga tidak ada satu pun yang bisa melacak keberadaannya."Maaf, sekilas memang berkas ini terlihat asli, tetapi kami tidak bisa memprosesnya karena palsu!" Tubuh Fernand merasa lemas karenanya. Berkas yang dia bawa ternyata palsu, padahal tadi dia pikir berkas itu adalah asli. Sebab, dia sudah menelitinya secara sempurna. "Apa yang kau teliti jika berkas ini palsu! Ini asli, dan aku bisa menjamin hal itu!" Fernand masih tetap kukuh dengan pendiriannya. Berkas yang dia bawa harus asli! Harus, karena dia sudah melihatnya berkali-kali dan memastikannya dengan sempurna. "Kami memiliki indikasi sendiri untuk melihat keaslian dan keabsahan berkas yang kami keluarkan, Tuan. Dan berkas yang Anda miliki adalah palsu, benar adanya. Kami mengatakan hal ini bukan tanpa bukti, karena dari setiap berkas, kami hanya memiliki satu ciri khusus yang tidak bisa ditiru atau dipalsukan," tutur manager bank itu. Wajah Fernand merah padam. Dia sudah membuat Jonathan sekarat dan meninggalkannya begitu saja. Mungkin, Jonathan sudah meninggal di gudang tempat di
"Aku ikut senang saat kau kembali dengan selamat, Fel. Sebelumnya aku sudah takut kalau kau akan pulang tinggal nama!" tukas Jonathan.Wajah tuanya terlihat dingin, tetapi tidak di dalam hati.Jonathan ingin mengakui jika kepulangan Felix, membuat hatinya senang."Saya selamat berkat campur tangan tuan muda juga, Tuan.""Apa yang kau maksud Edgar!?"Felix mengangguk, dan Jonathan langsung meraih kerah pakaian bawahannya.Jonathan terlalu terkejut. "Katakan bagaimana keadaannya!" perintahnya."Tu-Tuan tenang dulu, Tuan Muda baik-baik saja tanpa satu hal pun. Namun, sepertinya sekarang lebih bahagia karena wajahnya selalu berseri."Pegangan tangan Jonathan pada kerah Felix mengendur. Dia menunduk. Lalu tanpa Felix duga, dia menangis."Syukurlah jika cucuku baik-baik saja. Syukurlah ... syukurlah!" racaunya, "aku lebih bersyukur jika dia lebih bahagia ketimbang masih di sini."Tiba-tiba, kaki Jona
Edgar tidak pernah main-main dengan ucapannya. Setelah Sean melaporkan kemunduran beberapa cabang milik sang ayah, Edgar bergerak mengakuisasi miliknya yang sebelum ini dia tinggalkan.Edgar benar-benar tidak memberi ampun.Luois merasa kecea, tetapi dia sama sekali tidak bisa berbuat apa pun terhadap sang istri."Sayang ... bagaimana ini?" tanya Cassandra.Dia kalut, takut jika nantinya Luois akan membuangnya.Bagaimanapun, perusahaan Edgar yang dititipkan padanya habis tanpa sisa."Aku tidak tahu apa yang telah kau perbuat, Cass. Kau membuang milik anak kita begitu saja!" Ingin rasanya Luois memaki, tetapi dia masih memiliki rasa sayang."Aku juga tidak tahu, Lu. Semua terjadi begitu saja. Aku tidak melakukan apa-apa, dan semuanya kacau," lirih Cassandra.Memang benar dia tidak melakukan apa pun pada perusahaan anaknya. Namun, mengambil penghasilan untuk kepentingan pribadinya sendiri.Perusahaan tanpa progress, tentu
"Jean, ke mana Edgar pergi? Apa dia mengatakan tujuannya?" tanya Navier.Jeanne menggeleng. Dengan cekatan dia berusaha membantu Navier untuk berdiri dan berjalan.Sejak Jonathan dinyatakan tiada dua bulan yang lalu, Navier sudah mengalami kemajuan. Dia sudah bisa melangkah meski harus dibantu tongkat dan pelayannya, Jeanne.Akan tetapi, kemajuan itu masih belum diketahui oleh Edgar."Tuan sama sekali tidak mengatakan ke mana, dan berapa lama perginya, Nyonya," jawab Jeanne.Dengan telaten, Jeanne membantu Navier. Wanita yang tengah hamil tua itu sedang ingin menikmati teh di rumah kaca."Usahakan agar Eddy tidak tahu jika aku sudah ada kemajuan. Bagaimanapun, aku ingin memberinya kejutan!" Saat mengucapkannya, wajah Navier berbinar.Dia sudah tidak sabar untuk menantikan wajah bahagia suaminya.Pertama kali melihat suaminya bahagia adalah saat dia menerima pinangannya. Kedua, saat dia dinyatakan bisa sembuh dan mengandung. Dan
Kondisi Navier kritis karena tekanan yang dia terima. Tak hanya itu, dia terpaksa berjuang untuk melahirkan anak yang dia kandung.Saat diinterogasi polisi, Jeanne bersikukuh untuk menghubungi Edgar. Dan, Edgar datang setelah atu jam berlalu.Kini, dia tengah mendampingi Navier melahirkan anaknya.Navier secara khusus meminta kepada dokter agar mengizinkan sang suami untuk menmaninya, bukan yang lain."Seharusnya kau mengambil jalan operasi saja," lirih Edgar.Melihar wajah Navier yang pucat dan napas tersengal, dia tak tega."A-aku ... aku ingin melahirkannya dengan sempurna. Aku ingin menjadi ibu yang sempurna untuk anak kita," ucapnya sambil tersengal.Peralatan medis terpasang di hidung dan tangannya."Kau melakukan operasi pun, tetap menjadi ibu yang semurna untuk anak kita."Sebisa mungkin, Edgar memberikan semangat untuk Navier. Dia tidak ingin kehilangan sang istri dan calon anaknya.Sebelum masuk ke ruang
"Ck!" Edgar berdecak.Pemeriksaan berjalan dengan alot dan membuar Edgar bosan. Dia ingin segera bertemu dengan anak dan istrinya. Mengetahui keadaan dan bagaimana perkembangan mereka.Dari Jeanne, Edgar mendapatkan kesaksian yang tak sempurna. Mereka tidak diketahui, dan hilang setelah Jeanne menyerahkan diri pada polisi.Tak ada bukti yang tertinggal. Bahkan rekaman CCTV pun tidak berbekas, dan seseorang telah menghapusnya.Jika sudah seperti itu, Edgar harus menggali lebih dalam lagi.Ciri-ciri yang disebutkan Jeanne sam sekali tidak membantu karena para bawahannya juga memakai idenditas seperti itu."Katakan pada Sean untuk segera menemukan mereka kurang dari sepuluh jam" perintah Edgar pada Jeanne. Dia masih belum diperbolehkan untuk pulang sebelum semuaya selesai."Dan hubungi pihak rumah sakit untuk menanyakan kondisi istriku. Jangan lupa untuk memberikan ruang rawat yanterbaik. Jaga keamanannya, dan minta dua pengawal paling t
"Saya mendapat perintah untuk mnegetahui bagaimana keadaan Nyonya Navier, Tuan," ujar Felix."Kau pasti sudah tahu bagaimana jawabanku, Fel." Edgar bermuka masam.Dia tidak menyangka jika sang kakek terus menerus mengutus bawahannya untuk melihat Navier secara langsung.Sudah satu bulan sejak kelahiran bayi mereka, Edgar tidak mengizinkan siapa pun untuk menjenguknya. Kecuali memang orang yang dipercayakan untuk menjaga Navier.Bahkan sang kakek pun tidak dia izinkan.Alasannya mudah. Hanya karena Jonathan tidak datang secara langsung, lantas Edgar tidak mengizinkannya."Mohon dimengerti, Tuan. Tuan Jonathan tidak bisa datang karena memang keadaan beliau yang memaksa. Anda pasti sudah tahu tentang semuanya, kan? Jadi, beliau hanya bisa mengutus saya untuk memastikan keadaan Nyonya secara langsung."Felix tetap pada tujuannya, yakni melihat Navier secara langsung."Aku sudah memberikan laporan secara detail pada kakek. Lagi pula, kau ti
Akhirnya, Edgar mengetahui kalau Navier telah sembuh dan bisa berjalan, meski sedikit pincang. Hanya saja, mereka tetap belum menemukan keberadaan Henry dan Jeanne. Sudah dua hari berlalu. Dan sejak itu, Edgar beserta Navier bersikap kejam pada bawahannya. Navier seolah bisa mengimbangi Edgar. Edgar benar-benar tak pandang bulu. Bahkan, tubuh dan wajah Sean sudah memiliki banyak memar akibat dihajar. Semua hanya karena Sean belum bisa menemukan di mana posisi incarannya. "Jika kau masih tidak tahu di mana mereka Sean, maka kukembalikan kau pada kakekku. Kau telah gagal!" Dengan dikembalikannya Sean pada sang kakek, itu artinya dia sudah tidak berharga lagi. Sean akan dibuang, tidak dipedulikan, dan tidak akan lagi memiliki kehidupan seperti sebelumnya. "Tidak! Jangan lakukan itu, Tuan. Saya akan berusaha lebih keras lagi!" "Kalau begitu, cepat pergi!" Bruk!!! Bukannya berlari, Sean justru pings