"Asal Anda tahu saja, Nyonya. Ayah Lissa hanya memperalatmu. Dia ingin maju tanpa ada yang menyaingi. Anda pikir, memang ada yang tidak mau jika ada orang lain yang merawat anaknya, menyayangi dan memberi limpahan materi yang begitu banyak tanpa mau banyak berkorban? Kalaupun tidak ada, mungkin orang itu benar-benar kelebihan harta dan menganggap harta tidak berguna!"
Cassandra menggeleng keras.
Selama ini dia tidak pernah sekali pun merasa dipermainkan, atau dimanfaatkan oleh orang tua Lissa. Apalagi disaingi seperti yang Navier ucapkan.
Memang benar, jika dia menaruh rasa pada ayah Lissa. Pria yang berwibawa dan memiliki senyum menawan itu telah merebut hatinya dari Luois sejak pertama berjumpa. Sayangnya dia tidak ingin membuang Luois hanya demi orang yang masih memiliki istri.
Cassandra masih memiliki kewarasan untuk tidak masuk ke keluarga lain, apalagi menjadi istri kedua. Dia masih ingin hidup damai, omong-omong. Hanya saja kewarasannya hilang saat
"Kau menemukan sesuatu yang menarrik dari pertemuan dengan Mom?" tanya Edgar. Dia melirik Navier dari sudut matanya.Wanita yang sudah melahirkan satu anak itu, menghempaskan diri ke sofa yang tak jauh dari Edgar. Sedangkan Edgar sendiri, tengan menikmati secangkir teh herbal dengan ditemani tablet berisi pekerjaan yang harus dia tinjau ulang.Kepergian Luois membuat semua berubah.Edgar memiliki lebih banyak waktu untuk bekerja, karena perusahaan yang Luois tinggalkan menambah beban kerjanya. Namun, semua itu tidak masalah karena kesehatan Edgar sudah berangsur pulih. Sepertinya dia emang benar pada ucapannya, yakni memiliki penawar racun itu.Tak hanya kesehatannya yang berangsur pulih, wajahnya pun terlihat lebih segar dari yang sebelumnya."Tidak ada. Benar-benar membosankan bertemu dengan beliau. Kalau saja bukan karena kau, aku tidak akan mau. Mana sudi aku menjenguk dan merawat orang yang memberikan banyak kesakitan untukku dan keluargaku,"
Edgar tidak main-main dengan ucapannya. Dia benar-benar melindungi semua tentang Cassandra dan memberikan semua bukti untuk menjatuhkan Lissa.Lissa yang sudah tidak bisa apa-apa lagi, hanya bisa berteriak dan meronta ketika polisi membawanya. Edgar hanya menatapnya datar tanpa apa berniat melakukan apa pun, sedangkan Navier memendam jengkel. Menurutnya, setidaknya Edgar harus memberikan persembahan khusus pada wanita yang sudah banyak memberi mereka halangan untuk mencapai bahagia."Hanya ini saja yang bisa kau lakukan?" tanya Navier.Edgar yang tidak mengerti maksud istrinya, hanya diam."Setidaknya kau beri warna pada pelepasannya pada kebebasan, itu maksudku. Bukan terasa hambar dan hampa seperti ini. Ck!!!" Navier berdecak, "setidaknya beri hal yang bisa mewarnainya. Kalau begini bukankah terasa amat biasa saja?""Dia sudah mengambil terlalu banyak warna dari kita. Jadi aku ingin dia tidak merasakan warna apa pun lagi."Semakin lama, Na
Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, Navier memilih untuk merelakan semua yang telah terjadi.Dia menyerahkan segala urusan Lissa pada yang berwajib, setelah Edgar memberikan semua bukti keterlibatan wanita itu di setiap hal. Tak hanya itu, Edgar juga menambahkan nama Lissa dan ayahnya sebagai tersangka penggelapan dana perusahaan, dan berakibat dengan kebangkrutan. Dengan begitu, hakim memutuskan Lissa bisa mendekam seumur hidupnya.Sedikit melegakan untuk Navier. Tinggal menenangkan hati dan perahan memaafkan Cassandra. Lagi pula, wanita tua itu sudah hidup dengan cukup menyedihkan.Suaminya meninggal tanpa memberikan aset yang luar biasa untuk dia nikmati dengan layak. Cinta yang dia perjuangkan mati-matian juga hilang tak berbekas. Hanya menyisakan kehampaan di rumah yang pernah menjadi kenangan yang tak terlupakan untuknya.Semakin dia mencoba melupakan kenangan itu, Cassandra semakin tersiksa.Ingatannya semakin memaksa untuk mengingat kena
"Kau mau kalau kita mengunjungi kampung halamanku, Edd?"Navier mengutarakan keinginannya untuk pergi ke wilayah di mana dia dilahirkan. Entahlah, setelah sekian lama dia merasa rindu karena sudah lama tidak ke sana.Masa lalu yang kelam, ditambah terakhir kali dia ke sana dan berakhir buruk, membuat Navier enggan kembali. Hanya saja, untuk kali ini dia ingin kembali dan melihat sejauh mana tempat itu berkembang."Aku bisa menemanimu ke sana, tetapi biarkan aku menyelesaikan pekerjaan yang penting terlebih dahulu. Kau tahu aku tidak bisa pergi dengan waktu yang mendadak, kan?"Navier mengangguk saja.Toh, dia juga memang tidak akan pergi dalam waktu dekat. Dia cukup mengerti jika Edgar pasti tidak sebebas dirinya. Ada banyak hal yang harus diselesaikan, terutama hal yyang menyangkut perusahaan.Semenjak Edgar mengatakan untuk memaafkan diri sendiri dan orang lain, Navier melakukannya dengan perlahan.Untuk pertama kali dia memaafkan d
Edgar benar-benar menepati janjinya. Dia mengajak Navier beserta keluarganya untuk pergi ke kampung halaman Navier.Mereka pergi dengan membawa kendaraan yang sederhana. Tidak ada jejak kemewahan sesuai permintaan Navier sebelumnya. Untuk Edgar dan Henry, mereka tidak keberatan dengan hal itu. Bahkan terkesan menerima dengan senang hati.Bagi Henry, hal itu adalah sesuatu yang langka, belum tentu setiap bulan dia akan melakukan hal itu. Dengan kata lain, dia melakukannya seolah hal itu menjadi hiburan untuknya."Saat Dad mengatakan akan membawa mobil bersejarah, kukira dia akan membawa kodoknya!"Yang dimaksud Henry adalah mobil lama yang disebut kodok, mobil kesayangan ayahnya yang disimpan apik di garasi terdalam mereka. Hanya sesekali saja saat berkencan dengan Navier, Edgar membawanya."Tidak, Sayang. Mobil ini adalah mobil bersejarah yang bisa membawa kita ke kenangan masa lalu. Apa kau sudah lupa?" tanya Navier.Henry mencoba mengingat
"A-Ayah!"Navier hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Ayah yang sejak dirinya lahir hingga dijemput Edgar menemaninya, dan tidak pernahlagi mereka bertemu setelah dijual Yuni, ada di hadapanynya.Wajah yang sudah tua termakan usia, dan tidak lagi semuda dulu membuat hati Navier menjadi trenyuh. Ayahnya itu tidak pernah melakukan tindak kekerasan seperti yang Yuni lakukan. Dan hingga hari terakhirnya di kota itu, Navier belum sempat untuk perpamitan.Pun dengan pernikahannya dengan Edgar, sang ayah pastilah tidak pernah tahu akan hal itu. Tidak akan ada kabar yang didengar jika Edgar sudah memutuskan untuk menutup rapat semua yang berpotensi untuk menyebar berita.Kepergiannya kala itu memang terjadi karena terpaksa."Kau putriku, Navier?"Navier mengangguk. Matanya sudah hampir dibanjiri air mata jika tidak dia tahan."Aku merindukan Ayah," lirih Navier. Dia menghambur ke pelukan ayahnya yang kini sudah tidak sempur
"Jadi, kini hanya Ayah yang biasa mengerjakan pekerjaan rumah. Rumah itu telah sepi semenjak kau pergi, dan bertambah sepi setelahnya."Navier menggigit bibir bawahnya. Tidak menyangka jika hidup mereka yang dia tinggalkan, begitu menyedihkan.Ayahnya lumpuh sebelah karena kecelakaan kerja. Karena itu, ayahnya dipensiunkan dini. Ibunya mengambil alih mencari nafkah setelah uang tunjangan ayahnya habis, dan kedua adiknya berhenti sekolah karena malu. Kemudian mereka bekerja sebagai buruh kasar di pasar.Dari yang diceritakan ayahnya, Navier mendapat beberapa informasi. Adik pertamanya, Davian, telah menikah dan seorang wanita yang merupakan putri dari pemilik tempatnya bekerja. Setelah istrinya melahirkan di usia pernikahan mereka yang baru enam bulan, satu bulan kemudian mereka bercerai dan membawa anak itu bersamanya.Ayahnya menduga jika wanita itu menikahi Davier hanya untuk menutupi aib karena hamil terlebih dahulu dengan mantan pacarnya yang tidak ma
"Apa tidak apa-apa jika ibu tahu aku akan datang?" tanya Navier.Setelah mereka berbincang, Navier memutuskan untuk ikut ayahnya pulang ke kediaman mereka yang dulu. Ayahnya takut jika Yuni datang dan tidak mendapati di mana pun. Karena bahan persediaan di rumah mereka telah habis, jadi Navier hanya bisa menurut.Sebenarnya dia bisa saja meminta Edgar atau Henry untuk mengantar bahan makanan itu. Terutama Edgar yang telah mengetahui di mana lokasinya. Sayang, Navier menolak dengan tegas. Dia tidak ingin suaminya turun tangan langsung, atau semuanya akan kacau."Tidak apa-apa, dia pasti sangat senang kau datang. Bukankah sudah lama kalian tidak bertemu?"'Yah ... itu sih kalau Ibu tidak dendam padaku,' batin Navier.Dia meringis saat mengingat masa lalu. Di mana dia yang kabur dan meninggalkan banyak masalah untuk ibunya.Tidak bisa dikatakan dia yang meninggalkan masalah untuk mereka, sebenarnya. Melainkan Yuni sendiri yang telah mengambil r