Nia tidak tahu mengapa bisa Bunga malah memohon seperti ini pada dirinya yang tidak ada hak untuk memberikan keputusan.Dirinya merasa hanya orang lain, sekalipun menantu di keluarga tersebut.Tetap saja tidak ada kekuatan yang membuatnya mengambil keputusan untuk hal seperti ini.Lantas mengapa bisa Bunga mintanya untuk membuat Reza tetap tinggi di rumah itu?Ini sangat diluar pikiran Nia selama ini."Mama, ayolah. Jangan begini."Nia pun mencoba untuk membuat Bunga tidak memohon padanya.Tetapi sulit sekali, karena Bunga tetap saja memohon padanya tanpa hentinya.Membuat Nia semakin merasa tidak enak hati saja."Mama mohon Nia," pinta Bunga tidak ada hentinya.Nia pun melihat raut wajah Dion, dia tak tahu apa yang kini di pikiran suaminya tersebut.Tapi dia benar-benar merasa takut, apa lagi Bunga mengatakan ingin menghabiskan masa tua bersama keluarganya.Dia sudah menganggap Bunda sama dengan Ibu kandungannya Farah.Sehingga sulit sekali saat keadaan yang seakan siap membuatnya ha
Suasana malam ini benar-benar berbeda dari biasanya.Tentunya karena kini semua sudah berkumpul kembali.Terutama Bunga yang tak hentinya tersenyum melihat wajah-wajah keluarganya yang kini tengah duduk di kursi meja makan untuk menikmati makanan malam ini setelah lama tidak seperti ini.Tapi tiba-tiba saja wajah Reza tampak seperti ada kesedihan yang mendalam.Padahal sebelumnya terlihat baik-baik saja.Tangannya hanya memegang dua sendok makan.Terdiam dengan pikirannya yang jauh melayang entah kemana."Reza."Panggilan itu membuat Reza pun tersadar dari lamunannya.Melihat wajah wanita paruh baya yang baru saja memangginya.Tampak jelas Bunda begitu menyayangi dirinya, padahal Papanya hanyalah anak angkat.Mungkin pada dasarnya Bunga memang memiliki hati yang baik dan lembut."Ya, Oma," jawab Reza."Kamu tidak bahagia berkumpul dengan Oma ataupun yang lainya?" tanya Bunga.Reza pun meletakkan sendok di tangannya agar berfokus melihat Bunga.Karena itu sangat tidak mungkin, Reza bah
Raya masih terdiam duduk di dapur, pikirannya hanya ada kekacauan yang melanda.Mengingat Reza sudah kembali ke rumah tersebut, lantas bagaimana dengan dirinya yang masih berada di sana?Raya tak mungkin terus berada di rumah itu, bagaimana mungkin tinggal satu atap dengan pria yang sudah akan berpisah.Keputusan terbaiknya adalah pergi secepat mungkin.Hingga Raya pun tersadar dari lamunannya saat melihat ada seseorang yang duduk saling berhadapan dengan dirinya.Raya pun tertegun melihat pria yang tak lain adalah Reza.Tapi apakah yang akan dibicarakan oleh Reza?Dirinya yang tak tahu malu?Dirinya yang diminta untuk segera meninggalkan rumah ini?Adakah kalimat cacian yang nantinya dia dengar?Entahlah.Raya akan menunggu dan mendengarkan semua yang akan dikatakan oleh Reza, dia tak akan berdebat sama sekali.Lelah rasanya terus berdebat dalam masalah yang tidak ada hentinya, berdamai dengan keadaan adalah solusi untuk hidup lebih tenang.Jika pun ada kalimat cacian maka itu tidakl
Jika yang lainya larut dalam suasana haru. Maka, berbeda dengan Niko dan juga Ranti.Ranti yang terlelap di bawah selimut merasa terusik.Niko yang menutup lubang hidung Ranti.Jika wanitanya itu sedang kesal.Berbeda dengan Niko yang malah semakin bersemangat untuk melakukan sesuatu yang hendak dia lakukan.Padahal mata Ranti masih sangat berat untuk terbuka, bahkan hanya tangannya yang berusaha untuk menyingkirkan tangan Niko yang tak hentinya menyumbat lubang hidungnya dengan kapas.Sampai akhirnya Ranti benar-benar kesal, dia pun memaksa membuka matanya dengan lebar dan menatap Niko dengan kesal."Niko, kamu itu punya masalah apa coba sama aku?" Niko pun tersenyum melihat Ranti marah padanya.Dan senyuman Niko malah membuat Ranti semakin kesal saja."Lihat!" Ranti menunjuk jam dinding."Ini jam berapa?" tanya Ranti.Niko pun mengangkat kedua bahunya dengan santai."Apa matamu itu rabun?" tanya Niko yang kini semakin membuat Ranti semakin kesal."Kenapa bertanya begitu?" Ranti ta
"Kau menyiksa siapa?" tanya Dion.Dion dan Nia juga mendadak muncul saat mengetahui ada keributan di hari yang masih sangat gelap gulita ini.Tentu saja keduanya bergegas untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di sana.Ternyata benar ada sebuah hal yang sepertinya perlu untuk diselesaikan.Awalnya mengira yang terlibat cekcok adalah Raya dan juga Reza.Tapi nyatanya dia orang itu tak ada di sana, malah hanya ada anaknya Dila."Wanita ini," Niko pun menunjuk Kiara, "dan, putri cantik mu ini," Niko pun kini beralih menunjuk Dila, "menuduhku menyiksa istri ku!" terang Niko."Bukan menuduh, Tuan Dion. Kami punya buktinya," dengan sangat percaya diri Kiara pun mengeluarkan ponselnya.Kemudian mencari hasil rekaman yang dia lakukan sebelum akhirnya masuk.Untuk dijadikan bukti jika saja nanti keadaan berbalik menyerang dirinya.Dan ini adalah buktinya, untung saja Kiara tidak bodoh.Lihat saja semua itu bisa dia gunakan agar keadaan tak berbalik padanya yang malah tertuduh.Padahal Niko
"Apakah ada aroma shampo?" tanya Niko sambil duduk di kursi meja makan untuk sarapan pagi bersama dengan yang lainya.Niko duduk bersebelahan dengan Chandra, dia menggoda seorang duda yang sempat membahas perihal shampo saat kejadian malam tadi.Kata itulah yang dikatakan oleh Chandra padanya.Dan Niko yang lebih dulu memanas-manasi Chandra.Sedangkan yang dimaksud oleh Niko memilih untuk diam, Chandra diam sambil menikmati sarapan pagi dengan sepotong roti di temani secangkir teh hangat.Chandra memilih untuk tidak perduli dengan ucapan Niko yang selalu saja aneh itu."Ayo semuanya sarapan," Bunga pun meletakkan nasi goreng buatannya pada meja.Dia tersenyum puas melihat makanan buatan yang sudah tersaji di atas meja makan."Mama, masak nasi goreng?" tanya Nia yang baru saja ikut bergabung."Pagi ini ada, Ranti yang membantu, Mama. Jadi, rasanya pasti lebih nikmat juga," Bunga pun tersenyum pada Ranti yang berdiri tak jauh darinya.Sedangkan Ranti juga membalas senyuman tersebut, han
Ranti semakin merasa tidak nyaman saja, bahkan untuk sekedar bersantai sendiri tanpa ada Niko pun begitu menyulitkan sekali.Sebelumnya dia juga terpaksa harus ikut menginap di rumah keluarga Nia, dan saat ini dia lagi-lagi harus ikut dengan Niko.Padahal Ranti ingin bersantai di rumah saja, karena dia juga sangat lelah jika terus diajak bergadang oleh Niko karena menuntaskan malam-malam hangat.Melelahkan sekali tentunya."Dok, aku tinggal di rumah saja. Aku butuh waktu untuk beristirahat, aku juga ingin bersantai," protes Ranti."Panggil, Akang!" kata Niko sambil tersenyum pada Ranti.Dia bahkan tak perduli dengan keluh kesah istrinya tersebut.Sedangkan Ranti yang merasa tak dihiraukan pun memilih untuk melihat ke arah luar.Dia pun memutuskan untuk menutup mata saja, karena perjalanan menuju tempat tujuan mereka masih butuh waktu tempuh sekitar dua jam lagi.Niko pun kembali berfokus pada jalanan, sebenarnya yang pergi bukan hanya dirinya saja.Tetapi juga yang lainya.Ini adalah
"Kau mengatakan aku korslet?" tanya Niko yang tiba-tiba muncul di belakang Dion.Dion pun menoleh ke arah Niko."Kok ada di sini?" tanya Nia yang kebingungan.Sedangkan Dion hanya santai saja, dia tak perduli sejak kapan pun Niko berada di sana.Karena pria itu memang lebih cocok di abaikan menurut Dion."Tidak usah banyak bicara, kau memang sangat kurang ajar!" Niko pun melempar Dion dengan tanah.Dion yang kesal pun mengambil tanah juga dan melempar pada Niko sebagai balasan.Hanya saja lemparan Dion jauh lebih banyak dari pada Niko sebelumnya.Niko tertawa terbahak-bahak karena melihat Dion yang kesal akan dirinya, meskipun kini tubuhnya sudah terkenal tanah akibat ulah Dion."Kau mau lagi?" Dion pun kembali melempar tanah ke arah wajah Niko.Dia membalas dengan sangat brutal, bahkan sampai membuat Niko terlungkup di tanah.Hingga wajah pria itu pun kini sudah tertutup oleh lumpur dan Dion pun tersenyum puas melihatnya."Ahahahhaha," Dion tertawa melihat wajah Niko saat ini.Kapan
Satu Pesan dari Ibu[Kau tidak pulang? Jika tidak, Adinda akan menggantikan posisimu sebagai Presiden Direktur!] Membaca itu, Dimas segera mencengkram ponsel di tangannya.Sesaat kemudian ponsel itupun melayang dan berakhir hancur di lantai.Jika sebelumnya Laras mengancam akan menyumbangkan semua kekayaanya pada panti asuhan, maka kini Laras malah lebih gila lagi! Ibunya itu sampai mengatakan Adinda yang akan menggantikan posisinya.Ini gila!Dimas tidak habis pikir kenapa bisa Laras melakukan ini padanya.Dan jika Adinda yang menggantikan posisinya, itu akan jauh lebih membuatnya terhina di hadapan wanita jalang itu.Jelas tidak bisa dibiarkan!"Pak Presdir, Ibu Laras ingin berbicara," kata Gilang sambil memberikan ponsel di tangannya pada Dimas.Tentunya karena ponsel Dimas tak lagi bisa terhubung sebab sudah hancur berantakan di lantai."Katakan padanya saya akan pulang!" Dimas tak menerima ponsel yang diarahkan padanya.Dia menyambar jasnya dan langsung pergi.Jika bukan karen
Setiap kisah dan waktu yang sudah terlewati tak akan bisa diulang kembali.Namun, semua kisah itu seakan lekat dalam ingatan tanpa bisa untuk terlupakan oleh ingatan.Aku Nia putri, menjalin kisah dengan takdir yang kujalani.Harapan ku hanya satu, bisa mendapatkan suatu harapan untuk bisa membuat ibu ku terus bersama ku setelah aku kehilangan ayah ku.Namun, siapa sangka bonus dari semua perjuangkan ku justru hal yang tak terduga.Justru kebahagiaan itu menghampiri ku.Dion seorang pria duda dengan satu anak dan usianya jauh lebih tua dari ku.Kami menjalin hubungan yang rumit karena sebuah alasan yang kuat namun penuh dengan air mata.Tujuan saling menguntungkan malah berakhir dengan saling mendapatkan kenyamanan.Tapi aku katakan aku bahagia.Awal kisah yang ku alami malah membawaku padanya.Meskipun banyak yang tidak aku inginkan dalam kisah ini.Tapi tetap saja aku tidak bisa bisa menolak takdir ku yang rumit itu.Terlepas dari itu semua aku adalah wanita penuh dengan kesalahan y
Di tempat lainnya ada juga yang sedang berbahagia.Raya kembali melahirkan seorang anak laki-laki Dan kini anak itu diberi nama 'Raza' perpaduan antara nama Raya dan Reza.Itu adalah saran nama dari Dion.Reza dan Raya pun setuju saja."Itu nama dari, Opa Dion," kata Reza sambil tersenyum pada bayinya."Benar, dan ini adalah, Oma," Raya pun menunjuk Nia.Nia pun tersenyum karena merasa lucu, tapi bagaimana pun juga itu memang benar dan tidak masalah juga menjadi Oma diusia yang masih muda ini."Aduh, cucu Oma," Nia pun menggendong bayi lucu itu.Dia melihat wajah anak itu yang sangat mirip dengan Reza.Bahkan sedikit mirip dengan Zaki."Nia, berikan pada, Opanya," Dion pun menunjuk ke arah Chandra.Chandra pun tersenyum karena kini sudah memiliki seorang cucu."Bagaimana kalau berikan pada, Oma Kiara," celetuk Nia.Kiara yang dari tadi hanya diam pun seketika terkejut mendengar ucapan Nia."Ibu Nia, saya masih ting-ting. Saya masih mahasiswa, saya masih kecil, saya dipanggil, Kak Kia
Beberapa bulan kemudian...Niko dan Ranti menyambut bahagia saat kelahiran putra mereka yang diberi nama 'Fatih Niko Adiguna'Sesuai dengan keinginan Niko, mereka hanya memiliki satu orang anak saja.Niko tidak ingin serakah, dia sudah merasa cukup dengan kehadiran seorang anak laki-laki untuk menjadi pewarisnya.Terlebih lagi tidak ingin melihat Ranti harus berada dalam sebuah keadaan yang menegangkan.Dia tak mau mengambil resiko.Meskipun keadaan rahim Ranti masih memungkinkan untuk mengandung lagi.Dia sangat mencintai istrinya dalam keadaan apapun.Menurutnya memiliki anak adalah sebuah hadiah.Tapi memiliki Ranti adalah anugerah.Jadi, dia sudah sangat bahagia dengan satu putra saja.Selebihnya dia menganggap anak Barra juga anaknya.Apa lagi Barra memiliki 3 orang anak, membuat Niko merasa anaknya sudah memiliki Kakak walaupun hanya sepupu saja."Wajahnya lebih mirip, Mama," kata Ranti.Dia pun melihat wajah Mama mertuanya dan lagi-lagi melihat wajah putranya.Putra kecil yang
"Dokter Niko, lihat ini," Adam menunjuk layar monitor.Saat itu Niko pun melihat ke arah yang ditunjuk oleh Dokter Adam.Tapi Niko yang sedang tidak baik-baik saja tidak mengerti."Ada apa?" tanya Niko.Bodoh?Ya, Niko akan sangat bodoh jika sudah menyangkut tentang Ranti.Begitu juga dengan saat ini.Bahkan dia sendiri tidak dapat berpikir jernih, padahal Dokter Adam sudah menunjukkan dengan jelas.Namun, Niko masih bertanya.Dia butuh jawaban, sekaligus penjelasan yang pasti.Jangan memintanya untuk menyimpulkan sendiri, dia tidak bisa.Otaknya sedang sulit untuk bisa berpikir jernih."Tidak ada masalah dengan rahim istri anda, janinnya juga sudah berada di dalam rahim," terang Dokter Adam.Niko pun terkejut mendengarnya dia pun segera mendekat dan melihat dengan jelas."Ini keajaiban, Dokter Niko. Lihat ini," Dokter Adam pun kembali memperlihatkan bagian lainya, rasanya pemeriksaan sebelumnya dan saat ini jauh lebih baik."Apakah ini mungkin?" tanya Niko yang belum percaya."Iya, i
"Aku pun akan mati, jika kamu mati," tambah Niko lagi.Ranti terdiam mendengar ucapan suaminya itu."Tapi aku akan tetap mempertahankan anak ku," kata Ranti dengan penuh keyakinan.Siapa pun ibu tak akan tega membunuh anaknya, begitu juga dengan Ranti."Vina, panggil, Dokter Winda!" pinta Niko.Untuk kaki ini dia tak bisa lagi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Dia tidak memiliki keberanian untuk mengetahui keadaan Ranti saat ini.Dia butuh bantuan dokter lain untuk bisa membantunya, sedangkan Dokter Winda adalah dokter senior yang sudah banyak menangani pasien dan Niko sudah tak tahu dengan kehebatannya.Meskipun perasannya begitu was-was akan keadaan Ranti saat ini.Tapi jelas terlihat bahwa Ranti akan dengan kerasnya pendiriannya yang tak akan menggugurkan kandungannya."Selamat siang, anda memanggil saya, Dok?" Dokter Winda pun telah tiba seperti yang di sampaikan oleh Vina untuk segera menemui Niko.Niko pun mulai tersadar dari pikirannya yang kacau, sambil melihat wajah
"Hamil?" Niko terdiam saat menyaksikan sendiri ada janin di rahim istrinya.Dia pun mengingat kembali saat itu Ranti menggodanya dan hal itu pun terjadi sebelum dia berpikir untuk membuat sel telurnya tidak bekerja.Bahkan saat itu tidak hanya satu kaki, namun berkali-kali.Lantas bagaimana ini?"Kamu ngomong apa tadi?" tanya Ranti yang mendengar ucapan Niko.Niko pun kini melihat Ranti dengan pikirannya yang kacau."Niko, aku hamil?" tanya Ranti memastikan, "berarti testpack yang aku gunakan tadi tidak keliru," tambah Ranti.Ranti terus saja tersenyum bahagia membayangkan sebentar lagi anak menjadi seorang ibu.Dia langsung saja memeluk Niko dengan penuh kebahagiaan.Tak tahu harus bagaimana untuk meluapkannya tapi Ranti benar-benar tidak akan pernah bisa melupakan saat ini."Tuh, kan, nggak perlu adopsi anak. Buktinya sekarang aku hamil, artinya kita akan jadi orang tua," Ranti semakin mempererat pelukannya.Begitu larut dalam kebahagiaan yang tak bisa teralihkan sama sekali.Kemud
Beberapa hari kemudian.....Ranti menatap alat uji kehamilan di tangannya dengan malas.Entah sudah berapa kali dia menggunakannya demi mengetahui apakah ada janin yang tumbuh di rahimnya atau tidak.Mungkin saja ini sudah testpack yang ke 50.Dan hasilnya masih saja garis satu, sungguh membuatnya merasa sedih.Dia pun akhirnya segera menuju ranjang, hari ini dia sangat malas melakukan hal apapun.Sedangkan Niko sedang berada di rumah sakit.Dan seharusnya Ranti selalu mengantar makan siang untuk suaminya itu, sekaligus akan makan bersama-sama.Tapi dia pun malah tertidur pulas dan lupa untuk mengantarkan makanan siang untuk Niko.Hingga ponselnya pun berdering, tidurnya pun terusik dan dengan rasa malas menjawab panggilan itu."Halo," Ranti tak melihat terlebih dahulu nama siapa yang ada di layar ponselnya.Dia langsung saja menjawabnya."Sayang, kamu sudah di mana?" tanya Niko.Ranti pun baru tersadar jika yang menghubungi dirinya adalah Niko.Kemudian dia melihat jam dinding, dia p
Keesokan harinya."Kamu nggak ke kantor?" Ranti melihat Niko tampak santai di atas ranjang sambil memeluk dirinya.Ini tidak biasanya terjadi, karena kebiasaan Niko jika pagi begini pergi bekerja."Aku mau di rumah aja sama kamu," jawab Niko."Kenapa begitu?""Libur untuk satu hari rasanya tidak salah," kata Niko lagi.Ranti pun mengangguk mengerti.Mungkin Niko juga kelelahan dan butuh waktu untuk beristirahat.Mengingat selama ini Niko selalu saja disibukkan dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya."Ranti, bagaikan kalau kita mengadopsi anak."Deg!Jantung Ranti rasanya keluar dari dadanya.Dia begitu shock mendengar pertanyaan Niko barusan.Tunggu dulu.Itu pertanyaan atau pernyataan?Ranti tak pernah berpikir jika Niko akan berkata demikian.Apakah Niko sudah sangat ingin memiliki anak sehingga dia mengatakan demikian."Tapi aku juga bisa hamil, kenapa harus mengadopsi anak?" tanya Ranti yang bingung.Niko pun menutup matanya dia pun segera bangkit dari atas ranjangnya berjalan