Sambil rebahan di ranjang, Asih pun mengirimkan pesan pada Nia.Dia memberitahu bahwa saat ini tidak pulang ke rumah, melainkan pulang ke rumah orang tua Barra.[Nia, malam ini aku nginep di rumah, mertua] Asih.Ting!Nia pun melihat ponselnya dan membaca pesan yang dikirimkan oleh Asih padanya.Dia pun tersenyum sambil jari-jarinya bergerak untuk mengetik pesan balasan.[Cie, yang udah punya mertua] Nia.Dion bingung melihat wajah istrinya yang menurunnya menimbulkan tanya.Membuatnya pun segera mengambil alih ponsel yang ada di tangan istrinya tersebut."Mas!" Nia yang kesal pun mencoba untuk kembali merebut ponselnya.Tapi Dion pun menjauhkannya dari Nia agar tak bisa direbut oleh Nia dengan mudahnya, sebelum dia tahu isi pesan yang membuat istrinya senyum-senyum sendiri."Kirim pesan sama siapa kamu? Kenapa senyum-senyum sendiri?" "Sama, Asih. Mas, itu aja kok marah," kata Nia.Nia pun kembali mencoba untuk merebut ponselnya, tapi lagi-lagi Dion pun menjauhkan dirinya."Dengan, A
"Ya, ampun. Ini perut kok mules banget, udah berapa kali coba aku bolak-balik toilet. Pasti gara-gara makan pedes banget tadi siang," Ranti pun memegang perutnya yang terasa tidak nyaman.Dari tadi dia terus saja keluar masuk kamar mandi untuk buang air."Aduh, ini kok mules lagi," baru saja dia keluar dari kamar mandi, bahkan masih berdiri di depan pintu, tetapi kini sudah kembali masuk lagi dan buang air.Begitulah terus berulang kali, dan membuatnya cukup kelelahan.Tapi kini dia pun mulai merasa lebih baik, dia pun kembali ke ruang keluarga.Dimana sebelumnya Ranti sedang menonton televisi, bahkan televisi dalam keadaan menyala dia tinggalkan, sebab buru-buru ke kamar mandi.Apa lagi jika duduk dengan ditemani teh hangat, pasti bisa membuatnya menjadi sedikit membaik."Pasti, film kesayangan aku udah selesai," kesal Ranti.Tapi saat dia sampai di ruang televisi, mendadak langkah kakinya terhenti.Dia pun gemetaran seperti orang yang sedang shock berat, bahkan untuk berbicara saja
Asih masih saja berdiri di sana, tidak ada yang dia lakukan selain berdiri dan memegang dadanya yang berdebar tiada henti-hentinya itu."Jangan, tolong tenang," Asih pun bingung harus bagaimana lagi, sedangkan dia juga belum ingin keluar."Asih, buka kuncinya. Aku ingin melihat apakah kamu baik-baik saja, karena kamu sudah terlalu lama di dalam sana," kata Barra.Dia terus saja meminta Asih untuk membuka pintu kamar mandi, tapi entah bagaimana pula Asih tak juga membuka pintunya.Sungguh membuat Barra semakin merasa panik saja."Aku nggak papa," jawab Asih lagi dari dalam sana."Kamu buka pintunya, atau. Mas, dobrak!"Asih pun menegang saat mendengar apa yang dikatakan oleh Barra.Apakah pria itu serius ataupun hanya sekedar mengancam saja?Tapi, Asih masih saja berada pada tempatnya tanpa ingin berpindah sama sekali."Baiklah, aku hitung sampai tiga. Aku tidak main-main!"Sejenak Barra menunggu Asih untuk membuka pintu, tetapi tak juga di buka.Akhirnya Barra pun memutuskan untuk ben
"Selamat pagi, cantik," kata Barra.Asih yang baru saja membuka matanya pun mendadak merasa malu.Malu?Tentu saja?Semalam adalah hal yang juga cukup bersejarah bagi dirinya, karena malam yang mereka lalui penuh dengan kehangatan dan juga kemesraan.Bahkan di pagi hari ini tubuh Asih rasanya begitu remuk, tapi itu tidak masalah karena begitu menghangatkan perasaan untuk pagi ini.Tak pernah terpikirkan jika kini dia dan Barra benar-benar menyatu dalam pernikahan yang sesungguhnya.Namun, begitulah keadaan yang mereka lalui tanpa bisa ditebak sama sekali."Kenapa?" tanya Barra saat menyadari Asih yang sepertinya sedang menahan malu.Malu, tentu saja, jika pagi kemarin hari dia bangun saat Barra sudah berangkat ke kantor, namun berbeda dengan kali ini.Tubuh polos keduanya pun masih terbalut oleh selimut putih, sungguh rasanya sangat menggetarkan jiwa."Kamu kok ngeliatnya gitu banget, sih?" tanya Asih.Ya, dia memberanikan diri untuk bertanya pada Barra.Sebab tatapan mata pria itu ra
"Kamu kenapa?"Asih pun mulai menyadari kehadiran Barra, mungkin karena terlalu fokus untuk mematikan ponselnya membuatnya menjadi tidak menyadarinya sebelum bersuara."Mas?" Asih pun kini melihat Barra dengan tatapan penuh tanya, dia benar-benar terkejut.Semuanya karena Sandi, dia buru-buru mengakhiri panggilan karena takut nanti akan menjadi masalah dengan Barra.Namun, akhirnya malah dia yang di buat seperti orang bodoh."Kamu kenapa? Mikirin sesuatu?" tanya Barra yang terus bertanya kepada Asih."Nggak, Mas, sudah selesai mandi?"Barra pun diam saat mendengar pertanyaan Asih, sebab wajah istrinya itu tampak sedang panik."Menurut mu? Atau kamu mau kita mandi bersama? Mas, tidak masalah kalau harus mandi lagi," goda Barra."Ish, apaansih, udah ah."Asih pun langsung saja meloncat dari atas ranjang, kemudian buru-buru masuk ke dalam kamar mandi.Sedangkan Barra hanya tersenyum saja saat melihat wajah panik Asih.Dan Barra tahu penyebab mengapa Asih menjadi seperti itu, tapi dia tid
Pernahkah kamu merasakan hal yang membuat mu merasa di hembus angin kencang dan seakan membuat mu menggigil?Angin bisa membuat kamu menggigil?Ini sungguh luar biasa bukan?Karena itulah yang tengah dirasakan oleh Asih.Dia melipat kedua kakinya di bawah meja, sambil memulai sarapan paginya.Dan ini adalah sarapan pagi paling mengerikan, belum lagi senyuman Barra yang terus saja tertuju padanya.Sebenarnya juga tidak masalah jika pria itu tersenyum di sana.Hanya saja yang menjadi masalah adalah penyebab pria itu tersenyum padanya.Ah.Ingin sekali Asih berteriak keras dan berlari sejauh mungkin dan mencari goa untuk dia tempati agar Barra tak menemukannya.Ini semua karena dalaman sialan yang sedang dia pakai, sungguh memalukan.Tidak di pakai sungguh keadaan yang darurat, sedangkan di pakai pun dirinya yang dibuat malu sekali."Ehem-ehem," Ranti pun berdehem, dia memperhatikan sejak awal bergabung di meja makan Barra terus saja tersenyum pada Asih.Sedangkan Asih tampak begitu mena
"Mbak Asih," Nilam pun kembali menghampiri Asih yang masih berada di ruangannya.Membuat Asih semakin kesal saja, padahal belum beberapa menit mengusir Nilam untuk keluar dari ruangannya.Tapi kenapa wanita itu malah kembali lagi, membuat mood Asih yang rusak semakin rusak."Nilam! Aku sudah memintamu untuk keluar, kenapa kau masuk lagi ke sini!" gerem Asih."Mbak Asih, Nilam, ke sini mau bilang. Kalau di luar ada, Mas Sandi," kata Asih yang akhirnya mengatakan apa tujuannya kembali ke ruangan Asih."Sandi?" Asih pun terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Nilam.Bagaimana tidak, karena dia merasa tidak meminta Sandi untuk menemuinya. Bahkan, saat pagi tadi pun sudah jelas mengatakan bahwa dia hanya ingin bersama suaminya saja.Dan kenapa malah menemui dirinya seperti ini, Asih sangat bertanya-tanya."Mungkin dia ke sini mau beli roti, Ibunya, suka roti di toko ini," kata Asih yang menepis apa yang dikatakan oleh Nilam.Sebab, sebelumnya juga Sandi adalah pelanggan setia."Nggak, Mb
Barra hanya diam sambil menahan tawanya, bahkan wajahnya tampak hanya datar saja.Penyebabnya tak lain adalah perihal dalaman yang menimbulkan kesalahpahaman.Sungguh di luar akal sehat bukan?Tentu, ini adalah sesuatu hal yang sangat konyol dan tidak pernah terpikirkan sebelumnya."Mas, jelasin sama, Nia. Jangan diam aja dong!" kata Asih yang menatap kesal pada Barra.Suaminya itu tampak hanya diam saja, sedangkan dirinya yang harus kebingungan untuk menjelaskan semuanya pada Nia.Padahal sudah jelas penyebabnya adalah dalaman Barra.Dasar pria aneh, dalamannya saja bisa membuat masalah. Apa lagi orangnya."Ya, ampun. Seharusnya kalian bisa ke hotel, aku rasa tidak seberapa untuk satu hari di saja. Perlu aku yang bayar? Kenapa, malah di tempat seperti ini?" tanya Nia lagi yang tak habis pikir dengan ulah Asih dan juga Barra."Nia, aku sama, Mas Barra nggak ngapa-ngapain. Aku cuman mau mengembalikan dalaman dia!" "Konyol!""Ibu Nia, benar. Bagaimana kalau kita ke hotel saja, aku tahu
Satu Pesan dari Ibu[Kau tidak pulang? Jika tidak, Adinda akan menggantikan posisimu sebagai Presiden Direktur!] Membaca itu, Dimas segera mencengkram ponsel di tangannya.Sesaat kemudian ponsel itupun melayang dan berakhir hancur di lantai.Jika sebelumnya Laras mengancam akan menyumbangkan semua kekayaanya pada panti asuhan, maka kini Laras malah lebih gila lagi! Ibunya itu sampai mengatakan Adinda yang akan menggantikan posisinya.Ini gila!Dimas tidak habis pikir kenapa bisa Laras melakukan ini padanya.Dan jika Adinda yang menggantikan posisinya, itu akan jauh lebih membuatnya terhina di hadapan wanita jalang itu.Jelas tidak bisa dibiarkan!"Pak Presdir, Ibu Laras ingin berbicara," kata Gilang sambil memberikan ponsel di tangannya pada Dimas.Tentunya karena ponsel Dimas tak lagi bisa terhubung sebab sudah hancur berantakan di lantai."Katakan padanya saya akan pulang!" Dimas tak menerima ponsel yang diarahkan padanya.Dia menyambar jasnya dan langsung pergi.Jika bukan karen
Setiap kisah dan waktu yang sudah terlewati tak akan bisa diulang kembali.Namun, semua kisah itu seakan lekat dalam ingatan tanpa bisa untuk terlupakan oleh ingatan.Aku Nia putri, menjalin kisah dengan takdir yang kujalani.Harapan ku hanya satu, bisa mendapatkan suatu harapan untuk bisa membuat ibu ku terus bersama ku setelah aku kehilangan ayah ku.Namun, siapa sangka bonus dari semua perjuangkan ku justru hal yang tak terduga.Justru kebahagiaan itu menghampiri ku.Dion seorang pria duda dengan satu anak dan usianya jauh lebih tua dari ku.Kami menjalin hubungan yang rumit karena sebuah alasan yang kuat namun penuh dengan air mata.Tujuan saling menguntungkan malah berakhir dengan saling mendapatkan kenyamanan.Tapi aku katakan aku bahagia.Awal kisah yang ku alami malah membawaku padanya.Meskipun banyak yang tidak aku inginkan dalam kisah ini.Tapi tetap saja aku tidak bisa bisa menolak takdir ku yang rumit itu.Terlepas dari itu semua aku adalah wanita penuh dengan kesalahan y
Di tempat lainnya ada juga yang sedang berbahagia.Raya kembali melahirkan seorang anak laki-laki Dan kini anak itu diberi nama 'Raza' perpaduan antara nama Raya dan Reza.Itu adalah saran nama dari Dion.Reza dan Raya pun setuju saja."Itu nama dari, Opa Dion," kata Reza sambil tersenyum pada bayinya."Benar, dan ini adalah, Oma," Raya pun menunjuk Nia.Nia pun tersenyum karena merasa lucu, tapi bagaimana pun juga itu memang benar dan tidak masalah juga menjadi Oma diusia yang masih muda ini."Aduh, cucu Oma," Nia pun menggendong bayi lucu itu.Dia melihat wajah anak itu yang sangat mirip dengan Reza.Bahkan sedikit mirip dengan Zaki."Nia, berikan pada, Opanya," Dion pun menunjuk ke arah Chandra.Chandra pun tersenyum karena kini sudah memiliki seorang cucu."Bagaimana kalau berikan pada, Oma Kiara," celetuk Nia.Kiara yang dari tadi hanya diam pun seketika terkejut mendengar ucapan Nia."Ibu Nia, saya masih ting-ting. Saya masih mahasiswa, saya masih kecil, saya dipanggil, Kak Kia
Beberapa bulan kemudian...Niko dan Ranti menyambut bahagia saat kelahiran putra mereka yang diberi nama 'Fatih Niko Adiguna'Sesuai dengan keinginan Niko, mereka hanya memiliki satu orang anak saja.Niko tidak ingin serakah, dia sudah merasa cukup dengan kehadiran seorang anak laki-laki untuk menjadi pewarisnya.Terlebih lagi tidak ingin melihat Ranti harus berada dalam sebuah keadaan yang menegangkan.Dia tak mau mengambil resiko.Meskipun keadaan rahim Ranti masih memungkinkan untuk mengandung lagi.Dia sangat mencintai istrinya dalam keadaan apapun.Menurutnya memiliki anak adalah sebuah hadiah.Tapi memiliki Ranti adalah anugerah.Jadi, dia sudah sangat bahagia dengan satu putra saja.Selebihnya dia menganggap anak Barra juga anaknya.Apa lagi Barra memiliki 3 orang anak, membuat Niko merasa anaknya sudah memiliki Kakak walaupun hanya sepupu saja."Wajahnya lebih mirip, Mama," kata Ranti.Dia pun melihat wajah Mama mertuanya dan lagi-lagi melihat wajah putranya.Putra kecil yang
"Dokter Niko, lihat ini," Adam menunjuk layar monitor.Saat itu Niko pun melihat ke arah yang ditunjuk oleh Dokter Adam.Tapi Niko yang sedang tidak baik-baik saja tidak mengerti."Ada apa?" tanya Niko.Bodoh?Ya, Niko akan sangat bodoh jika sudah menyangkut tentang Ranti.Begitu juga dengan saat ini.Bahkan dia sendiri tidak dapat berpikir jernih, padahal Dokter Adam sudah menunjukkan dengan jelas.Namun, Niko masih bertanya.Dia butuh jawaban, sekaligus penjelasan yang pasti.Jangan memintanya untuk menyimpulkan sendiri, dia tidak bisa.Otaknya sedang sulit untuk bisa berpikir jernih."Tidak ada masalah dengan rahim istri anda, janinnya juga sudah berada di dalam rahim," terang Dokter Adam.Niko pun terkejut mendengarnya dia pun segera mendekat dan melihat dengan jelas."Ini keajaiban, Dokter Niko. Lihat ini," Dokter Adam pun kembali memperlihatkan bagian lainya, rasanya pemeriksaan sebelumnya dan saat ini jauh lebih baik."Apakah ini mungkin?" tanya Niko yang belum percaya."Iya, i
"Aku pun akan mati, jika kamu mati," tambah Niko lagi.Ranti terdiam mendengar ucapan suaminya itu."Tapi aku akan tetap mempertahankan anak ku," kata Ranti dengan penuh keyakinan.Siapa pun ibu tak akan tega membunuh anaknya, begitu juga dengan Ranti."Vina, panggil, Dokter Winda!" pinta Niko.Untuk kaki ini dia tak bisa lagi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Dia tidak memiliki keberanian untuk mengetahui keadaan Ranti saat ini.Dia butuh bantuan dokter lain untuk bisa membantunya, sedangkan Dokter Winda adalah dokter senior yang sudah banyak menangani pasien dan Niko sudah tak tahu dengan kehebatannya.Meskipun perasannya begitu was-was akan keadaan Ranti saat ini.Tapi jelas terlihat bahwa Ranti akan dengan kerasnya pendiriannya yang tak akan menggugurkan kandungannya."Selamat siang, anda memanggil saya, Dok?" Dokter Winda pun telah tiba seperti yang di sampaikan oleh Vina untuk segera menemui Niko.Niko pun mulai tersadar dari pikirannya yang kacau, sambil melihat wajah
"Hamil?" Niko terdiam saat menyaksikan sendiri ada janin di rahim istrinya.Dia pun mengingat kembali saat itu Ranti menggodanya dan hal itu pun terjadi sebelum dia berpikir untuk membuat sel telurnya tidak bekerja.Bahkan saat itu tidak hanya satu kaki, namun berkali-kali.Lantas bagaimana ini?"Kamu ngomong apa tadi?" tanya Ranti yang mendengar ucapan Niko.Niko pun kini melihat Ranti dengan pikirannya yang kacau."Niko, aku hamil?" tanya Ranti memastikan, "berarti testpack yang aku gunakan tadi tidak keliru," tambah Ranti.Ranti terus saja tersenyum bahagia membayangkan sebentar lagi anak menjadi seorang ibu.Dia langsung saja memeluk Niko dengan penuh kebahagiaan.Tak tahu harus bagaimana untuk meluapkannya tapi Ranti benar-benar tidak akan pernah bisa melupakan saat ini."Tuh, kan, nggak perlu adopsi anak. Buktinya sekarang aku hamil, artinya kita akan jadi orang tua," Ranti semakin mempererat pelukannya.Begitu larut dalam kebahagiaan yang tak bisa teralihkan sama sekali.Kemud
Beberapa hari kemudian.....Ranti menatap alat uji kehamilan di tangannya dengan malas.Entah sudah berapa kali dia menggunakannya demi mengetahui apakah ada janin yang tumbuh di rahimnya atau tidak.Mungkin saja ini sudah testpack yang ke 50.Dan hasilnya masih saja garis satu, sungguh membuatnya merasa sedih.Dia pun akhirnya segera menuju ranjang, hari ini dia sangat malas melakukan hal apapun.Sedangkan Niko sedang berada di rumah sakit.Dan seharusnya Ranti selalu mengantar makan siang untuk suaminya itu, sekaligus akan makan bersama-sama.Tapi dia pun malah tertidur pulas dan lupa untuk mengantarkan makanan siang untuk Niko.Hingga ponselnya pun berdering, tidurnya pun terusik dan dengan rasa malas menjawab panggilan itu."Halo," Ranti tak melihat terlebih dahulu nama siapa yang ada di layar ponselnya.Dia langsung saja menjawabnya."Sayang, kamu sudah di mana?" tanya Niko.Ranti pun baru tersadar jika yang menghubungi dirinya adalah Niko.Kemudian dia melihat jam dinding, dia p
Keesokan harinya."Kamu nggak ke kantor?" Ranti melihat Niko tampak santai di atas ranjang sambil memeluk dirinya.Ini tidak biasanya terjadi, karena kebiasaan Niko jika pagi begini pergi bekerja."Aku mau di rumah aja sama kamu," jawab Niko."Kenapa begitu?""Libur untuk satu hari rasanya tidak salah," kata Niko lagi.Ranti pun mengangguk mengerti.Mungkin Niko juga kelelahan dan butuh waktu untuk beristirahat.Mengingat selama ini Niko selalu saja disibukkan dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya."Ranti, bagaikan kalau kita mengadopsi anak."Deg!Jantung Ranti rasanya keluar dari dadanya.Dia begitu shock mendengar pertanyaan Niko barusan.Tunggu dulu.Itu pertanyaan atau pernyataan?Ranti tak pernah berpikir jika Niko akan berkata demikian.Apakah Niko sudah sangat ingin memiliki anak sehingga dia mengatakan demikian."Tapi aku juga bisa hamil, kenapa harus mengadopsi anak?" tanya Ranti yang bingung.Niko pun menutup matanya dia pun segera bangkit dari atas ranjangnya berjalan