Setelah pulang dari taman kota bertemu dengan Sandi, Asih langsung menuju toko.Dia tampaknya tak bersemangat dalam melakukan hal apapun, bahkan saat ini pun dia hanya duduk diam sambil menatap pas bunga di hadapannya.Pikirannya yang melayang jauh seakan ikut membawanya pergi juga, bersama banyaknya masalah yang tengah di hadapinya.Ting!Ponselnya pun bergerak, dia pun melihat nama Barra di sana.Mungkin ini adalah untuk pertama kalinya dia menerima pesan dari pria yang tak lain adalah suaminya.Mungkin tepatnya, suami rahasia.Tapi Asih pun langsung saja membaca isi pesan tersebut.[Kamu sedang apa? Aku jemput ke toko, kita makan siang bersama. Untuk ucapan terima kasih, karena, kamu sudah mau menginap di rumah, Bunda tadi malam] Barra.Asih pun menggaruk alis matanya, dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi.Tapi, semakin lama sikap Barra semakin jauh berbeda.Pria itu terlihat sangat baik dan membuatnya semakin kebingungan saja.Tapi, sesaat kemudian Asih pun memilih untu
"Ketawa aja terus, kamu seneng banget kayaknya kalau ngebully aku!" "Sedikit.""Nah, 'kan? Udah, ah. Mendingan aku nambah.""Kamu, nggak takut lebih gemuk dari ini? Makan banyak sekali," kata Barra."Nggak papa, yang penting sehat dan aku kenyang. Sama, satu lagi. Aku nggak gemuk. Aku itu montok!" papar Asih."Kamu itu gemuk, banyak lemak yang terdapat di tubuh mu!" "Nggak, aku montok. Body bohay, rasa aduhai," jelas Asih sambil memperlihatkan bentuk tubuhnya pada Barra.Kemudian dia pun kembali duduk."Ya, ya, terserah kamu saja, aku ngalah," jawab Barra tanpa ingin membantah sama sekali."Itu bukan mengalah, tapi aku mengatakan yang sebenarnya!""Iya, aku bilang aku ngalah. Aku waras," kata Barra lagi dengan santainya."Maksudnya aku nggak waras?" kini Asih yang menatap Barra dengan kesal."Hehe," Barra pun terkekeh melihat wajah kesal Asih, "aku tidak bilang begitu, itu kamu yang ngomong."Membuat Asih pun memilih untuk kembali fokus pada makannya.Karena, sulit sekali untuk memb
Ting!Barra pun melihat ponselnya yang berbunyi, kemudian di pun tersenyum saat melihat sebuah foto yang dikirimkan padanya.[Kau lihat? Itu istri mu] Sandi.Barra tersenyum membaca pesan yang dikirimkan berikut dengan foto Asih dan Sandi yang berpegangan tangan dengan eratnya.Barra pun membalasnya dengan mengirimkan sebuah foto yang tak kalah mencengangkan, tepatnya saat menginap di rumah Bundanya.Diam-diam Barra mengambil foto Asih saat sedang tidur, bahkan dengan dirinya yang juga berada dalam selimut yang sama.Sesaat kemudian Barra pun langsung melihat panggilan masuk.Dia benar-benar merasa lucu, sebab Sandi langsung saja ingin berbicara dengan dirinya.Barra pun memilih untuk menjawabnya, meskipun merasa sangat tidak penting."Aku akan membuktikan bahwa, Bunda mu akan mati perlahan, setelah tahu kamu dan Asih hanya berpura-pura menjadi suami istri!" kata Sandi secara langsung dari seberang sana."Benarkah?" tanya Barra dengan santainya.Lagi pula bukankah Tias sudah tahu seja
Ting![Mas Barra, kamu sedang apa? Bisakah, kamu menjemput istri mu. Ban motornya pecah,] Asih.Baru saja Barra selesai memikirkan sesuatu hal yang dia pertimbangkan tentang wanita itu.Tetapi, sudah mengirim pesan. Bahkan, ada permintaan tolong juga di sana.[Tunggu, sebentar!] Barra.[Jangan lama] Asih.[Aku sedang buang air besar] Barra.[Dan, kamu membalas pesan juga] Asih.[Sedang mengejan juga] Barra.[Jorok] Asih.Barra tertawa kecil karena melihat pesan balasan dari Asih yang tampaknya sangat kesal padanya.Padahal dia sedang duduk di ruang kerjanya, tidak sedang berada di toilet untuk buang air. Itu hanya sebuah lelucon, namun Asih mengaggap itu adalah kebenaran.Barra pun menyambar kunci mobilnya, kemudian segera pergi.Hingga kini dia sampai di depan toko, ternyata Asih sudah menunggunya di depan toko.Dengan segera Asih pun masuk ke dalam mobil, dan memakaikan sabuk pengaman."Aku pengen cepat sampai rumah, soalnya aku lagi dapet. Mana tembus lagi, kalau aku naik ojek, tak
Lantas bagaimana dengan Sandi?Sandi sangat tidak terima dengan apa yang barusan terjadi.Bahkan Asih dan Barra tampak baik-baik saja, tidak ada tanda-tanda keduanya akan berpisah seperti apa yang dikatakan oleh Asih.Berulangkali Asih meyakinkan, jika hubungan mereka berdua akan baik-baik saja. Tapi, kenyataan berbicara, seakan menepis dengan nyata.Membuat kepala Sandi yang hampir pecah memikirkan itu semua, sedangkan Asih dan Barra malah baik-baik saja.Ini sangat menjengkelkan sekali."Wanita itu benar-benar tidak bisa di beri kesempatan, dia seperti sedang mempermainkan aku. Apa jangan-jangan mereka berkerja sama untuk membuat aku terjatuh," tebak Sandi sambil terus mengemudikan mobil.Pikirannya benar-benar hanya tertuju pada hubungan Asih dan Barra yang tampak tidak ada masalah sama sekali.Dia tampaknya tak dapat menepikan pikiran buruknya itu.Karena seakan pernyataan tidak sama dengan kenyataan, buktinya keduanya tampak baik-baik saja."Baiklah, aku tidak bisa lagi diam. Wak
"Ya, ampun. Sandi, aku benar-benar pusing dengan keadaanku sekarang. Kamu pasti menghubungi aku, untuk marah-marah dan aku bisa gila kalau begini terus," umpat Asih.Dia yang sudah berada di dalam kamar, kini tengah merebahkan tubuhnya.Perutnya benar-benar tidak nyaman, itu karena sedang datang bulan.Kini bukan hanya perutnya yang tidak nyaman, tetapi juga pikiran, melihat layar ponselnya yang terus menyala dengan nama Sandi yang tertera.Berulangkali Asih mengabaikan panggilan tersebut, tetapi berulang-ulang pula Sandi terus menghubungi.Sepertinya pria itu tidak mengenal lelah, sedangkan untuk saat ini Asih sedang sangat ingin ketenangan.Mungkin dengan menghindari Sandi untuk saat ini.Ada apa?Bukankah biasanya Asih sangat bahagia jika Sandi yang menghubunginya?Lantas mengapa tidak dengan saat ini?Entahlah.Karena, kenyataannya dia pun menyerah dan akhirnya memilih untuk menjawab panggilan tersebut.Sebab, ponselnya terus berbunyi tanpa hentinya."Halo," jawab Asih dengan mala
Beberapa hari kemudian.....Sandi kini sedang berada di dalam mobilnya, tepatnya berada di depan toko kue tempat Asih bekerja.Tidak lama berselang, Sandi pun melihat Asih keluar dari toko.Dengan cepat dia turun dari mobil dan menarik tangan wanita itu, kemudian memaksa masuk ke dalam mobil."Sandi?" Asih pun terkejut melihat kehadiran Sandi, bahkan kini menariknya masuk dengan paksa ke dalam mobil.Asih ingin menolak, tetapi pergerakannya kalah cepat dengan Sandi yang kini duduk di sampingnya."Aku minta maaf kalau kemarin itu bikin kamu kesal. Aku nggak bisa jauh dari kamu, aku sayang sama kamu," Sandi pun memegang kedua tangga Asih.Menggenggam erat tangan wanita itu seakan tak ingin melepaskan sama sekali.Asih tak tahu harus berbuat apa, tetapi justru kini hubungannya dengan Barra sangat baik.Bahkan semakin membaik saja, Asih pun mulai merasa nyaman berada di dekat Barra.Lantas bagaimana dengan Sandi?Apakah masih ada keinginan untuk bersama dengan Sandi?Asih pusing sendiri s
Asih memegang kepalanya yang terasa begitu berat, sekujur tubuhnya pun terasa sangat letih.Dia pun mulai merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku.Kemudian perlahan matanya pun terbuka, menatap sekiranya yang tampak begitu asing.Perlahan Asih pun mendudukkan tubuhnya, kembali menatap sekitarnya dengan lebih jelas."Kepala ku pusing sekali," Asih pun berusaha untuk memijat kepalanya, kemudian dia pun merasa mual.Mungkin karena terlalu banyak minum dan tidak makan sama sekali, bahkan dia baru terbangun di saat waktu siang telah tiba.Tapi, lagi-lagi Asih bingung dengan dirinya yang entah berada di mana."Ini kamar siapa?" tanya Asih pada dirinya sendiri.Kemudian dia pun sadar bahwa dirinya tanpa pakaiannya.Hanya selimut putih yang menutupi tubuh polosnya.Matanya pun melihat pakaiannya yang berserakan di lantai, membuatnya semakin bertanya-tanya akan apa yang sebenarnya terjadi.Sejenak dia mencoba untuk mengingat kejadian malam tadi.Saat itu Sandi membawanya ke tempat hiburan