Bagaikan badai di tengah keindahan, impian indah berakhir dengan pengkhianatan yang tidak pernah terbayangkan.Cinta suci dibalas dusta, impian bahagia bersama tinggal cerita.Jika Reza bukan lelaki pertama untuk Raya, masih bisa diterima dengan hati suka rela mengatas namakan cinta.Namun, tidak untuk kesalahan ini. Jika sudah menyangkut tentang kehamilan bersama pria lain, rasanya tidak mungkin. Reza hanya dijadikan tumbal sehingga anak di kandungan Raya memiliki Ayah, tak pernah terpikirkan sebelumnya semua ini terjadi padanya."Pergi dari rumah ini!" Reza benar-benar tak dapat mempertahankan pernikahannya, sekalipun cinta masih ada.Apa yang dilakukan oleh Raya terlalu menyakitkan hati, menipu tanpa rasa belas kasih. Tanpa perduli ada yang tersakiti setelahnya."Kamu pikir aku akan memohon untuk tetap di sini sama kamu? Tidak!" Raya memilih membereskan pakainya.Selama berbulan-bulan lamanya terus menjadi istri yang baik membuatnya terkurung, tidak memiliki kebebasan seperti sebel
Karma.Kata itu terus saja terngiang-ngiang di kepala Reza, ucapan Dion yang memang begitu aneh membuatnya berpikir keras.Karma seperti apa yang dimaksud oleh Dion barusan, jarang sekali Dion mau berbicara. Namun, sekali ini semua tampak terdengar begitu saja, pikiran Reza benar-benar kacau karena keadaan yang begitu rumit.Rumah tangga impian bersama seorang yang dicintainya benar-benar hancur tanpa sisa.Wanita yang diperjuangkannya ternyata adalah wanita paling licik di dunia ini.Sisa tinggal sisa, meninggalkan luka dan air mata.Akh!Reza pun memukul benda apa saja yang ada didekatnya, vas bunga dan cermin yang tampak memantulkan wajahnya begitu kusut, pun menjadi sasarannya.Kamarnya persis seperti kapal pecah, semua berserakan tanpa ada yang tersisa."Reza!" Bunga terkejut melihat kamar cucunya yang berantakan, tampaknya apa yang kini menimpanya begitu membuatnya terpukul.Sehingga kamarnya menjadi sasaran amukan."Oma, apa Mama bisa sembuh?" tanya Reza dengan mengusap wajahny
Hari ini, pekerjaan Reza tidak ada yang benar. Pikirannya terkuras habis memikirkan nasib pernikahannya dengan wanita yang selama ini dicintainya, diperjuangkan dengan mati-matian.Namun, apa daya ternyata tak selamanya yang diharapkan bisa dimilikinya. Lalu, tidak selamanya yang terlihat indah adalah yang terbaik.Terlalu besar mencintai ternyata tak berbalas dengan sempurna. Nyatanya, dirinya hanya dimanfaatkan saja.Puas merenungi tentang masa-masa indah dengan Raya, akhirnya di sore hari ini memutuskan untuk pulang, ingin melihat keadaan Liana yang juga sangat memprihatikan.Tak disangka kehancuran rumah tangganya berdampak begitu buruk pada Liana.Lalu, di mana kini Raya? Tak ada kah keinginan untuk meminta maaf sama sekali atas apa yang terjadi? Tak adakah rasa bersalah di hati wanita licik itu?Tampak semuanya sia-sia.Hingga saat perjalanan pulang menuju rumah tiba-tiba Reza menepikan mobilnya. Dia merasa mengenali seorang wanita yang tengah duduk di kursi taman.Reza pun m
"Papi!" teriak Dila dengan penuh semangat saat melihat Dion sudah kembali.Dion pun menghampiri putrinya, menggendong Dila dan menciumi pipi menggemaskan itu."Papi, lihat Adik Zaki, deh!" Dila pun menunjuk Zaki yang kini digendong oleh Nia.Nia hanya menunduk tanpa berani menatap Dion. Hatinya begitu takut jika saja dilarang untuk membawa anaknya ke rumah tersebut."Maaf, Tuan! Saya harus membawa anak saya ke mana pun. Karena, tidak mungkin menitipkan pada Ibu di rumah. Ibu juga masih proses pemulihan Tuan. Saya berjanji tidak akan membuat Dila telat makan ataupun telat mengurus keperluannya," kata Nia.Perempuan itu berkata lebih awal sebelum Dion yang berbicara.Dion lalu tampak diam dan tak ingin berbicara sama sekali pada Nia. Entah apa yang ada di kelapa pria dingin itu."Dila, hari ini ngapain aja?" Dion memilih berfokus pada Dila, mengabaikan saat Nia mengajaknya berbicara."Banyak, Pi. Makan sama Adek Zaki. Tidur siang sama Adek Zaki. Mandi juga sama-sama. Terus, main sama-sa
Dari tadi, mulut Niko terus saja berbicara, sedangkan orang yang dibicarakannya adalah Nia.Hal ini tentu membuat Dion merasa pusing sekali, hingga akhirnya dia dan menunjukkan arah pintu keluar untuk Niko."Pintunya masih di sana!"Mendengar itu, Niko pun terdiam sejenak sambil menggaruk kepalanya. Seketika, dia menyadari Dion tak ingin mendengar ceritanya."Baiklah, kalau begitu. Aku, pamit pulang dulu. Tapi, aku menemui Nia dulu. Dan, sepertinya aku akan lebih sering ke sini," Niko pun tersenyum bahagia kemudian segera keluar dari ruangan Dion.Dengan penuh semangat, Niko pun berjalan menuju dapur. Dia mencari keberadaan Nia di sana. Sayangnya, tak ada orang yang dicarinya di situ."Ke mana dia?" Niko pun bertanya-tanya sambil terus mengedarkan pandangannya. Namun, tak juga tampak apa yang dicarinya.Untungnya, itu tidak membuat Niko patah semangat. Seketika itu juga, Niko mendapat ide untuk mencari Nia di luar.Tak lama, bibirnya tersenyum saat menemukan Nia sedang menyirami tana
Malam harinya, Dila pun tidur dengan Nia dan juga Zaki. Namun, tiba-tiba Dila terbangun karena mendengar sebuah suara.Awalnya, Dila merasa takut, tetapi setelah mengetahui asal suara, dia justru menjadi bingung."Mami, kenapa? Meriang?" tanya Dila melihat Nia yang menggigil kedinginan, "Mami, sakit ya?" Dila pun merasa kasihan pada Nia, apa lagi wajah Nia tampak begitu pucat.Seketika itu juga, Dila menuju kamar Dion. Untung saja, sesampainya di sana, ternyata Dion belum tidur.Pria itu tampak berdiri di balkon, dengan bersandar miring bertumpu pada dinding. Sedangkan kedua tangannya, melipat di dada. Dion hanya menatap dedaunan kering di bawah sana.Pikirannya menerawang jauh, seakan menembus kegelapan malam.Hari-harinya tidak berwarna sama sekali. Hanya dipenuhi dengan bekerja dan bekerja tanpa henti.Tak ada yang mampu menghiburnya saat lelahnya bekerja. Hidupnya dipenuhi dengan kehampaan dan hanya Dila yang menjadi sumber kekuatannya kini."Papi!" seru Dila dengan kencangnya.Di
Pagi harinya, Nia pun terbangun dari tidurnya. mMtanya seketika menatap jam yang terpasang pada dinding.Awalnya, Nia hanya biasa saja sambil memijat kepalanya yang masih terasa pusing. Namun, sesaat kemudian Nia pun mulai tersadar bahwa matahari sudah terbit dengan teriknya, sedangkan Nia masih saja berada di bawah selimut. Bagaimana dengan Dila yang sudah menjadi tanggung jawabnya?"Jam 07:00?" Nia pun segera melihat sekiranya, mencari anaknya dan juga Dila.Jantung Nia berdegup kencang karena panik. Keduanya tidak ada di situ. Bagaimana bisa tidur nyenyak semalaman penuh, sedangkan Zaki juga masih begitu kecil? Bahkan, hari ini, bayi itu baru genap berusia satu bulan. Jadi, tak mungkin dia bisa berpindah tempat tanpa dipindahkan. Jadi, di mana anaknya?Nia pun melihat sekitarnya dan menyadari di mana kini berada.Otak Nia pun berpikir keras, sebab semalam mengingat jelas tidur di kamar Dila.Namun mengapa malah pagi ini berada di kamar Dion.Tunggu, kamar Dion?Nia pun panik setel
Di sebuah ruangan, seorang pria tengah duduk di kursi kebesarannya. Kakinya berada di atas meja, sedangkan tangannya memegang bolpoin. Sesekali, tangannya bergerak mengetuk meja.Pikirannya mendadak menerawang jauh, memikirkan seorang wanita yang tidak tahu mengapa bisa membuatnya terus kepikiran.Semalaman, Dion memang mengurus Nia. Namun, entah mengapa membuat pagi ini terus membayangkan wajah wanita itu.Wajah pucat dengan peluh yang bercucuran.Wajah yang membuatnya merasa kasihan, seakan wajah itu begitu banyak menyimpan keresahan, bahkan luka.Luka yang begitu dalam, namun hanya bisa diam menerima semua kenyataan.Tampak ada kerinduan yang begitu dalam pada kedua orang tuanya. Semalaman penuh, Nia terus memanggil kedua orang tuanya."Apa dia sangat menderita?" Dion pun bertanya-tanya, dan merasa tertarik akan hidup Nia sebelum menikah dengannya.Seolah rekaman, Dion memutar kembali ingatannya saat Nia menceritakan tentang kisah hidupnya, hingga mengandung anak dari Reza.Dion p
Satu Pesan dari Ibu[Kau tidak pulang? Jika tidak, Adinda akan menggantikan posisimu sebagai Presiden Direktur!] Membaca itu, Dimas segera mencengkram ponsel di tangannya.Sesaat kemudian ponsel itupun melayang dan berakhir hancur di lantai.Jika sebelumnya Laras mengancam akan menyumbangkan semua kekayaanya pada panti asuhan, maka kini Laras malah lebih gila lagi! Ibunya itu sampai mengatakan Adinda yang akan menggantikan posisinya.Ini gila!Dimas tidak habis pikir kenapa bisa Laras melakukan ini padanya.Dan jika Adinda yang menggantikan posisinya, itu akan jauh lebih membuatnya terhina di hadapan wanita jalang itu.Jelas tidak bisa dibiarkan!"Pak Presdir, Ibu Laras ingin berbicara," kata Gilang sambil memberikan ponsel di tangannya pada Dimas.Tentunya karena ponsel Dimas tak lagi bisa terhubung sebab sudah hancur berantakan di lantai."Katakan padanya saya akan pulang!" Dimas tak menerima ponsel yang diarahkan padanya.Dia menyambar jasnya dan langsung pergi.Jika bukan karen
Setiap kisah dan waktu yang sudah terlewati tak akan bisa diulang kembali.Namun, semua kisah itu seakan lekat dalam ingatan tanpa bisa untuk terlupakan oleh ingatan.Aku Nia putri, menjalin kisah dengan takdir yang kujalani.Harapan ku hanya satu, bisa mendapatkan suatu harapan untuk bisa membuat ibu ku terus bersama ku setelah aku kehilangan ayah ku.Namun, siapa sangka bonus dari semua perjuangkan ku justru hal yang tak terduga.Justru kebahagiaan itu menghampiri ku.Dion seorang pria duda dengan satu anak dan usianya jauh lebih tua dari ku.Kami menjalin hubungan yang rumit karena sebuah alasan yang kuat namun penuh dengan air mata.Tujuan saling menguntungkan malah berakhir dengan saling mendapatkan kenyamanan.Tapi aku katakan aku bahagia.Awal kisah yang ku alami malah membawaku padanya.Meskipun banyak yang tidak aku inginkan dalam kisah ini.Tapi tetap saja aku tidak bisa bisa menolak takdir ku yang rumit itu.Terlepas dari itu semua aku adalah wanita penuh dengan kesalahan y
Di tempat lainnya ada juga yang sedang berbahagia.Raya kembali melahirkan seorang anak laki-laki Dan kini anak itu diberi nama 'Raza' perpaduan antara nama Raya dan Reza.Itu adalah saran nama dari Dion.Reza dan Raya pun setuju saja."Itu nama dari, Opa Dion," kata Reza sambil tersenyum pada bayinya."Benar, dan ini adalah, Oma," Raya pun menunjuk Nia.Nia pun tersenyum karena merasa lucu, tapi bagaimana pun juga itu memang benar dan tidak masalah juga menjadi Oma diusia yang masih muda ini."Aduh, cucu Oma," Nia pun menggendong bayi lucu itu.Dia melihat wajah anak itu yang sangat mirip dengan Reza.Bahkan sedikit mirip dengan Zaki."Nia, berikan pada, Opanya," Dion pun menunjuk ke arah Chandra.Chandra pun tersenyum karena kini sudah memiliki seorang cucu."Bagaimana kalau berikan pada, Oma Kiara," celetuk Nia.Kiara yang dari tadi hanya diam pun seketika terkejut mendengar ucapan Nia."Ibu Nia, saya masih ting-ting. Saya masih mahasiswa, saya masih kecil, saya dipanggil, Kak Kia
Beberapa bulan kemudian...Niko dan Ranti menyambut bahagia saat kelahiran putra mereka yang diberi nama 'Fatih Niko Adiguna'Sesuai dengan keinginan Niko, mereka hanya memiliki satu orang anak saja.Niko tidak ingin serakah, dia sudah merasa cukup dengan kehadiran seorang anak laki-laki untuk menjadi pewarisnya.Terlebih lagi tidak ingin melihat Ranti harus berada dalam sebuah keadaan yang menegangkan.Dia tak mau mengambil resiko.Meskipun keadaan rahim Ranti masih memungkinkan untuk mengandung lagi.Dia sangat mencintai istrinya dalam keadaan apapun.Menurutnya memiliki anak adalah sebuah hadiah.Tapi memiliki Ranti adalah anugerah.Jadi, dia sudah sangat bahagia dengan satu putra saja.Selebihnya dia menganggap anak Barra juga anaknya.Apa lagi Barra memiliki 3 orang anak, membuat Niko merasa anaknya sudah memiliki Kakak walaupun hanya sepupu saja."Wajahnya lebih mirip, Mama," kata Ranti.Dia pun melihat wajah Mama mertuanya dan lagi-lagi melihat wajah putranya.Putra kecil yang
"Dokter Niko, lihat ini," Adam menunjuk layar monitor.Saat itu Niko pun melihat ke arah yang ditunjuk oleh Dokter Adam.Tapi Niko yang sedang tidak baik-baik saja tidak mengerti."Ada apa?" tanya Niko.Bodoh?Ya, Niko akan sangat bodoh jika sudah menyangkut tentang Ranti.Begitu juga dengan saat ini.Bahkan dia sendiri tidak dapat berpikir jernih, padahal Dokter Adam sudah menunjukkan dengan jelas.Namun, Niko masih bertanya.Dia butuh jawaban, sekaligus penjelasan yang pasti.Jangan memintanya untuk menyimpulkan sendiri, dia tidak bisa.Otaknya sedang sulit untuk bisa berpikir jernih."Tidak ada masalah dengan rahim istri anda, janinnya juga sudah berada di dalam rahim," terang Dokter Adam.Niko pun terkejut mendengarnya dia pun segera mendekat dan melihat dengan jelas."Ini keajaiban, Dokter Niko. Lihat ini," Dokter Adam pun kembali memperlihatkan bagian lainya, rasanya pemeriksaan sebelumnya dan saat ini jauh lebih baik."Apakah ini mungkin?" tanya Niko yang belum percaya."Iya, i
"Aku pun akan mati, jika kamu mati," tambah Niko lagi.Ranti terdiam mendengar ucapan suaminya itu."Tapi aku akan tetap mempertahankan anak ku," kata Ranti dengan penuh keyakinan.Siapa pun ibu tak akan tega membunuh anaknya, begitu juga dengan Ranti."Vina, panggil, Dokter Winda!" pinta Niko.Untuk kaki ini dia tak bisa lagi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.Dia tidak memiliki keberanian untuk mengetahui keadaan Ranti saat ini.Dia butuh bantuan dokter lain untuk bisa membantunya, sedangkan Dokter Winda adalah dokter senior yang sudah banyak menangani pasien dan Niko sudah tak tahu dengan kehebatannya.Meskipun perasannya begitu was-was akan keadaan Ranti saat ini.Tapi jelas terlihat bahwa Ranti akan dengan kerasnya pendiriannya yang tak akan menggugurkan kandungannya."Selamat siang, anda memanggil saya, Dok?" Dokter Winda pun telah tiba seperti yang di sampaikan oleh Vina untuk segera menemui Niko.Niko pun mulai tersadar dari pikirannya yang kacau, sambil melihat wajah
"Hamil?" Niko terdiam saat menyaksikan sendiri ada janin di rahim istrinya.Dia pun mengingat kembali saat itu Ranti menggodanya dan hal itu pun terjadi sebelum dia berpikir untuk membuat sel telurnya tidak bekerja.Bahkan saat itu tidak hanya satu kaki, namun berkali-kali.Lantas bagaimana ini?"Kamu ngomong apa tadi?" tanya Ranti yang mendengar ucapan Niko.Niko pun kini melihat Ranti dengan pikirannya yang kacau."Niko, aku hamil?" tanya Ranti memastikan, "berarti testpack yang aku gunakan tadi tidak keliru," tambah Ranti.Ranti terus saja tersenyum bahagia membayangkan sebentar lagi anak menjadi seorang ibu.Dia langsung saja memeluk Niko dengan penuh kebahagiaan.Tak tahu harus bagaimana untuk meluapkannya tapi Ranti benar-benar tidak akan pernah bisa melupakan saat ini."Tuh, kan, nggak perlu adopsi anak. Buktinya sekarang aku hamil, artinya kita akan jadi orang tua," Ranti semakin mempererat pelukannya.Begitu larut dalam kebahagiaan yang tak bisa teralihkan sama sekali.Kemud
Beberapa hari kemudian.....Ranti menatap alat uji kehamilan di tangannya dengan malas.Entah sudah berapa kali dia menggunakannya demi mengetahui apakah ada janin yang tumbuh di rahimnya atau tidak.Mungkin saja ini sudah testpack yang ke 50.Dan hasilnya masih saja garis satu, sungguh membuatnya merasa sedih.Dia pun akhirnya segera menuju ranjang, hari ini dia sangat malas melakukan hal apapun.Sedangkan Niko sedang berada di rumah sakit.Dan seharusnya Ranti selalu mengantar makan siang untuk suaminya itu, sekaligus akan makan bersama-sama.Tapi dia pun malah tertidur pulas dan lupa untuk mengantarkan makanan siang untuk Niko.Hingga ponselnya pun berdering, tidurnya pun terusik dan dengan rasa malas menjawab panggilan itu."Halo," Ranti tak melihat terlebih dahulu nama siapa yang ada di layar ponselnya.Dia langsung saja menjawabnya."Sayang, kamu sudah di mana?" tanya Niko.Ranti pun baru tersadar jika yang menghubungi dirinya adalah Niko.Kemudian dia melihat jam dinding, dia p
Keesokan harinya."Kamu nggak ke kantor?" Ranti melihat Niko tampak santai di atas ranjang sambil memeluk dirinya.Ini tidak biasanya terjadi, karena kebiasaan Niko jika pagi begini pergi bekerja."Aku mau di rumah aja sama kamu," jawab Niko."Kenapa begitu?""Libur untuk satu hari rasanya tidak salah," kata Niko lagi.Ranti pun mengangguk mengerti.Mungkin Niko juga kelelahan dan butuh waktu untuk beristirahat.Mengingat selama ini Niko selalu saja disibukkan dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya."Ranti, bagaikan kalau kita mengadopsi anak."Deg!Jantung Ranti rasanya keluar dari dadanya.Dia begitu shock mendengar pertanyaan Niko barusan.Tunggu dulu.Itu pertanyaan atau pernyataan?Ranti tak pernah berpikir jika Niko akan berkata demikian.Apakah Niko sudah sangat ingin memiliki anak sehingga dia mengatakan demikian."Tapi aku juga bisa hamil, kenapa harus mengadopsi anak?" tanya Ranti yang bingung.Niko pun menutup matanya dia pun segera bangkit dari atas ranjangnya berjalan