Nadia langsung berlari ke kamarnya begitu sampai di halaman rumah. Kecewa, malu dan sedih bercampur menjadi satu.
Wajahnya ia telungkupkan di atas bantal. Tangisnya terdengar sesenggukan. Hati gadis remaja itu tumbuh kembali kebencian yang sebelumnya telah sedikit hilang.
Erina yang juga baru pulang dari mengajar merasa heran. Biasanya, anak tirinya selalu bersantai di depan televisi sembari memakan cemilan sepulang sekolah.
Setelah meletakkan tas di dalam kamar, istri Tohir berjalan menuju kamar yang depan pintunya berhias tirai dari kerang.
"Nad!" panggil Erina saat dirinya melihat Nadia tengkurap sambil tergugu.
Nadia bergeming. Membuat Erina semakin melangkah mendekat, hingga kini, duduk di samping tubuh yang masih memakai seragam sekolah.
Nadia bangkit. Dengan sesenggukan diceritakannya kejadian tadi saat bertemu Anti. Erina seperti tidak percaya dengan apa yang dilihat Nadia.
"Barangkali, itu orang ya
"Nadia? Aku sangat menyayangi dia, Ras. Tapi, aku juga tidak menutut untuk dia mau mengakui aku ibunya. Aku wanita yang tidak layak disebut sebagai ibu. Biarlah, bila dengan kejadian tadi membuatnya semakin membenciku, aku ikhlas. Aku akan selalu mendoakan dalam diamku. Perasaan dia terhadap aku, itu urusan Allah.""Mbak, tapi Mbak kan tadi hanya korban mulut lelaki itu? Tidak adakah usaha untuk membuat Nadia tidak salah paham?""Sulit! Karena yang dia lihat tadi memang sangat memalukan. Sudahlah, jangan dipikirkan, Ras! Anggap saja sudah takdir aku seperti. Menjalani sisa hidup dengan penuh kesepian. Toh, ini juga akibat dari perbuatan aku sendiri di masa lalu," ujar Anti, dengan tersenyum lagi."Mbak! Jangan bilang gitu! Mbak Anti masih muda kok. Masih ada harapan untuk bisa menikah lagi. Aku yakin, masih ada jodoh buat Mbak Anti," ucap Rasti penuh semangat."Aku tidak berpikir ke sana, Ras! Siapa yang sudi menikahi aku yang sudah tidak sempurna, juga d
"Anti, lepaskan anakku! Jangan main-main sama aku!" ancam Agam terlihat emosi. Rahangnya mengeras."Aku tidak akan menyakitinya, Mas. Ijinkan aku memeluk. Aku hanya ingin memeluk saja. Sebentar, tolong ...." Lagi, Anti menghiba dengan tatapan memelas."Anti ...." Belum selesai Agam berkata, sebuah tangan halus menepuk bahunya."Biarkan, Mas! Lunakkan hatimu! Dia hanya memeluk anak kita saja. Kecuali bila mau membawanya, baru Mas boleh marah," ujar Laila sambil terus mengelus punggung Agam. Berharap Sang Suami dapat sedikit melunak hatinya."Hanya untuk lima menit!" tegas Agam gusar. Tubuhnya sedikit minggir, mencari ruang agar tidak berhadapan dengan wanita yang telah membuat kehilangan harga diri dan harapan di halaman sebuah rumah sakit.Telapak tangan Agam meremas mulutnya, mencoba menetralisir emosi yang menguasai jiwa.Bayangan Anti yang sama sekali tidak mengindahkan keberadaan dirinya dan Bilal kembali hadir setelah sekian lama lenyap
Ibu kandung Bilal berdiri di balik sebuah pohon menyaksikan kepergian anaknya.Terlihat sekali ketiganya bahagia. Menaiki kendaraan yang sudah berada di jalan dan bersiap pergi. Bilal sudah berada dalam gendongan Laila.'Seandainya aku tidak melakukan hal yang bodoh dan menjijikkan waktu itu,' jerit batin Anti.Tiba-tiba dirinya melihat Agam melempar mainan yang ia belikan ke arah tempat sampah yang berada di pinggir jalan. Sedetik kemudian, motor melaju pelan meniggalkan Anti yang merasa hatinya sangat sakit.Dengan langkah pincangnya, dirinya mendekati tempat sampah dan mengambil benda yang masih terbungkus plastik rapat. Memeluknya seakan tubuh Bilal yang tengah ia dekap. Tetes demi tetes air mata jatuh.Rasti mengusap pelan punggung Anti."Sabar, Mbak, ayo, kita cari teman-teman," ajak Rasti sambil menarik lengan Anti.Di tengah rasa sedih dan sakit hati atas penolakan Agam pada benda yang ia belikan untuk Bilal, Anti berjumpa lag
Semenjak tahu apa yang dibicarakan Erina malam itu, sikap ibu Tohir sedikit berbeda.Lebih banyak diamnya. Bahkan terkesan menghindar. Sesekali hanya menanggapi pertanyaan Erina dengan kata-kata singkat.Istri Tohir sadar bahwa, ini adalah resiko yang harus ia hadapi manakala ingin Nadia menjalin hubungan baik dengan ibu kandungnya."Apa yang dilakukan perempuan ja*ang itu terhadap Tohir dan keluarga ini sudah sangat keterlaluan, Erina! Jadi, jangan coba-coba kamu untuk mempengaruhi Nadia! Kamu bisa bicara ini itu, bahwa, bagaimanapun salah dan jeleknya seorang ibu, ia adalah sosok yang patut dihormati.Akan tetapi, satu hal yang harus kamu ketahui dan kamu ingat-ingat! Kami pernah dipermalukan dan merasa sangat sakit dengan apa yang wanita itu lakukan. Jadi, jangan mencoba menjadi pahlawan untuk dia. Karena itu artinya, kamu telah menyakiti hati kami semua!" ujar ibu Tohir saat Erina yang sudah berada di atas motornya hendak berangkat mengajar."M
Siang itu, Anti harus mengantarkan berkas ke dinas pendidikan. Ibu kandung Nadia itu memang sekarang dimutasikan ke kantor UPT setelah sebelumnya menjalani masa hukuman dengan dipindah tugas ke kecamatan.Kantor dinas berdekatan dengan polres. Sehingga, banyak polisi berlalu lalang di sekitar jalan.Karena belum sempat sarapan, di perjalanan, Anti merasa pening dan pusing. Akhirnya, memilih berhenti pada sebuah warung untuk sekadar mengisi perut.Sepiring nasi dengan lauk telur balado serta tumis kacang panjang sudah tersaji di hadapannya. Mulailah Anti menyantap menu sederhana yang ia pesan.Saat sedang menikmati hidangan, datang segerombolan oknum berseragam aparat negara.Sekilas Anti melirik. Ada teman Feri yang selalu meledeknya di sana. Bahkan mungkin, mereka adalah orang-orang yang ia temui di alun-alun. Mendadak, Anti seperti kenyang. Namun, hendak disisakan makanannya, takut menjadi mubadzir.Dengan membesarkan hati sendiri, dirinya
Beberapa bulan setelah kepergiannya, Seno kembali pulang untuk mengurus perceraian dengan Eka.Saat di dalam bus menuju daerah tempat tinggalnya, ada kesedihan yang menguar dalam dada. Sebuah pilihan yang sulit yang harus ia ambil.Aku mengambilnya dari tempat itu karena kasihan. Bukan cinta. Dia hidup sebatang kara di dunia ini, bila tidak ada aku yang menolong, entah bagaimana nasibnya. Kesalahan terbesarku dalam hidup terhadap Eka dan Sarah, tapi itu bukan karena inginku mengkhianati mereka. Keadaan yang mengharuskan aku menikahi gadis malang itu. Karena tanpa sebuah pernikahan, mustahil aku dapat hidup bersamanya setiap hari. Eka, cinta dalam hati ini tetap untukmu. Sarah, rasa sayang Bapak terhadapmu melebihi apapun. Kali ini, Bapak akan pulang demi membebaskan kalian. Bapak berharap, akan ada orang yang lebih baik dari Bapak yang akan mengayomi hidup kalian,' ucap Seno dalam hati.Pandangannya menatap tanaman padi yang seakan berjalan melewatinya. Setitik
Erina tidak bisa meyakinkan Tohir untuk bisa memberi ijin pada Anti bertemu Nadia. Akhirnya, pasrah adalah jalan terakhir sambil terus berdoa memohon agar diberikan jalan yang terbaik untuk bisa kembali menjalin hubungan layaknya ibu dan anak seperti dulu kala. Di luar pengetahuan istrinya, Tohir mengajak bicara putrinya hanya berdua. Mencoba mencari tahu apa yang Nadia inginkan. Perlahan dan dengan penuh kehati-hatian, dirinya juga menyinggung perihal Anti. "Kalau Nadia ingin menemui Ibu, Ayah tidak akan melarang. Asalkan, itu berasal dari hati Nadia sendiri. Bukan atas permintaan orang lain," ujar Tohir saat duduk berdua di teras samping kamar Nadia. Nadia menggeleng. "Benar yang Mbah katakan, Ibu tidak akan pernah bisa berubah, jadi lebih baik aku tidak lagi menghubunginya," jawab Nadia pasti. "Kenapa Nadia bilang Ibu tidak akan pernah berubah?" tanya Tohir memastikan. "Aku melihatmu, Yah. Saat Ibu digoda dua orang itu ...." Nadia m
"Terserah Ibu mau percaya atau tidak. Aku melakukan semua hal bukan untuk mencari kepercayaan orang. Ibu tidak usah khawatir! Tanyalah sama Nadia, apa aku pernah menemuinya selama ini atau tidak? Aku berusaha pergi dari hidupnya karena sadar, aku memang bukan seorang ibu yang baik. Ibu silakan mau menghujat dan menghina aku, aku terima. Sepuas hati Ibu, bila memang itu bisa mengobati luka hati yang pernah aku torehkan sama kalian." Saroh bergeming mendengar jawaban Anti. Kehabisan kata untuk menyerang sosok yang ia benci. Dirinya memilih bangun dan beranjak pergi."Satu lagi! Mau dibungkus serapat apapun, tubuh kamu pernah kamu obral dengan laki-laki yang tidak halal untukmu," ucap Saroh saat berada di ambang pintu. Kebencian yang sudah besar membuatnya memiliki kesempatan saat berjumpa untuk menghujat Anti.Setelah kepergian Saroh, Anti urung berangkat. Memilih masuk kembali ke dalam ruang pribadinya dan menangis sesenggukan seorang diri.'Aku berubah bukan untuk dipandang