“Kenapa?” Agung bertanya lagi.
“Belum bertemu jodoh.” Kali ini, entah mengapa Anti menjawab hal yang berbeda.
“Karena kamu tidak berusaha membuka hati kamu. Makanya belum bertemu,” kelakar Agung.
“Karena belum bertemu jodoh sehingga Allah tidak membukakan hati aku,”
Agung diam. Menikmati seplastik teh hangat yang dibelikan Anti. Pun dengan Anti, dirinya sibuk menyuapi Felish martabak manis yang ie beli bersama teh tadi.
“Kalau pulang, kamu nginep di rumah orang tua Sesil?” Anti bertanya memecah diam diantara mereka.
“Enggak. Aku masih merasa malu pada mereka. Karena aku merasa, yang menyebabkan anaknya meninggal adalah aku. Jadi, aku bawa Felish ke rumahku dulu. Kami menginap di sana. Karena aku selalu pulang setiap akhir pecan, dia masih mengenal aku,” jawab Agung.
Anti kembali diam. Tatapannya nanar, jauh memandang pohon yang beridri kokoh di seberang jalan.
Jadilah setelah itu, Felish benar-benar diajak bermain ke rumah ibu Nadia dan Bilal. Selama beberapa minggu hal itu berlangsung, membuat hubungan mereka semakin dekat. Pun dengan Nadia. Gadis yang menyukai anak kecil itu cepat akrab dengan Felish.“Maaf, selalu mengganggu waktumu,” ujar Agung merasa tidak enak.“Oh, tidak apa-apa. Bawalah dia ke sini kalau meminta.”“Aku mau dipindah lagi ke sini. Itu artinya, akan sering berjumpa Felish. Tapi, itu juga berarti kami akan sering datang ke sini. Bila kamu keberatan, aku bisa membujuk Felish.”“Jangan! Jangan bujuk dia. Biarlah, bila dia memang senang bertemu aku,” larang Anti. “Apa itu artinya Felish akan tinggal bersamamu?” lanjut Anti lagi.“Tidak akan. Neneknya pasti tidak mengijinkan. Aku hanya boleh menemuinya sesekali waktu. Tapi tidak dengan membawanya benar-benar pergi dari mereka. Aku sudah cukup memberikan penderitaan pada Se
Lama tidak mendapat jawaban dari Anti, Agung mulai resah dan menyesali keputusannya untuk bertanya hal tersebut pada Anti.“Maafkan aku bila aku lancang. Kamu tidak usah menjawabnya. Aku sudah tahu jawabannya. Sekali lagi, aku minta maaf karena telah membuatmu tidak nyaman. Tolong, setelah ini, lupakan saja apa yang aku katakana tadi. Dan bersikaplah biasa terhadap Felish. Aku mohon. Aku akan perlahan membujuknya dan menjauhkannya dari kamu,” ucap Agung lirih. Pandangannya ia tundukkan. Terlihat dari sikapnya kalau pria itu merasa malu dengan apa yang barusan ia katakan.“Aku belum menjawab, kenapa kamu sudah berbicara seperti itu?” Ucapan yang baru saja Agung dengar, membuatnya mendongakkan kepala.“Maksudnya?” Agung bertanya bingung.“Aku akan menjawab setelah aku berbicara hal ini pada Nadia. Bagaimanapun, dia pemegang keputusan terbesar dalam hidupku,” ujar Anti lagi.“Apa itu artinya, bila Nadia setuju, kamu akan menerima? Aku mau tahu dulu perasaan dan jawaban kamu, Anti. Apa ya
Ketukan pada pintu membuat jantung Anti berdegup kencang. Sebelum keluar untuk membukanya, wanita itu menghadap cermin. Berkali-kali melihat penampilannya dan membenarkan posisi khimar yang sudah rapi.Nadia seperti biasa, bila akhir pekan pasti menginap di rumah Tohir. Sehingga nantinya, Anti akan bebas berbicara dengan Agung."Masuk," ucap Anti mempersilakan tamunya. Terdengar kegugupan dari suara yang keluar.Agung menatap Anti sejenak lalu masuk. Duduk dengan tidak tenang. Anti masuk ke dalam untuk mengambilkan minum. Lebih tepatnya, mengatur debar dalam dada.Terlihat orang tuanya tengah menonton televisi di rumah belakang. Mereka memang jarang bersama karena rumah orang tua Anti besar dan bisa dijadikan dia bagian, sehingga seolah-olah mereka seperti hidup di dua rumah.Bau parfum Agung menguar di ruang tamu kalau Anti kembali dengan membawa sebuah nampan berisi teh hangat juga sepiring pisang goreng."Silakan diminum," ucap Anti mepersilakan."Terima kasih." Agung menjawab sera
Mereka larut dalam. pikiran masing-masing. Menciptakan hening di ruangan berukuran empat kali delapan meter itu."Anti," panggil Agung."Ya," Anti mendongakkan kepala."Terima kasih sudah menerima akun yang tidak sempurna ini," ujar Agung pelan"Kita sama-sama tidak sempurna. Tidak ada manusia yang sempurna. Hanya saja, kita harus berusaha menjadi lebih baik," jawab Anti."Aku pernah bersalah sama kamu. Aku pernah melakukan dosa sama kamu,""Dan itu menjadi jalan hijrah kamu. Dan bisa serta membawa Sesil mengenal Allah sebelum dia meninggal.""Apa kamu akan memberitahu ini pada mantan suami kamu? Kalau iya, aku antar kamu ke sana,"Tiba-tiba Anti seperti mengingat satu hal."Aku sudah baik dengan mantan suamiku. Dan juga anakku yang ada padanya. Maksudnya, Mas Agam," jawab Anti merasa malu kar3na memiliki banyak mantan suami."Alhamdulillah, syukurlah. Kapan kamu mau ke sana? Aku antar." Agung menawarkan."Bisakah kita naik mobil? Mengajak Nadia turut serta. Bukan kenapa. Maaf, kita b
Ada debar bahagia, dalam hati mereka. Namun, kedua insan yang telah memegang teguh ajaran agama itu tidak mau larut ke dalam suasana yang dapat menimbulkan sebuah dosa."Salam buat Felish," ucap Anti."Ok. Akan aku sampaikan, dia dapat salam dari Ibu Anti." Mendengar itu, Anti tersipu malu. "Kita ke rumah mantan suami kamu jika waktu pernikahan sudah dekat. Sementara ini, rahasiakan saja, ya?" ucap Agung memberi saran."Apapun yang menurut kamu baik, aku akan menuruti," jawab Anti pasrah."Kamu istri idaman," ujar Agung."Kita sudah tua," tukas Anti."Siapapun berhak bahagia. Berhak juga untuk merasakan jatuh cinta lagi." Pipi Anti bersemu merah. Senyum malu tergambar di sana. "Anti,""Ya,""Apakah kamu akan selalu memanggil aku dengan sebutan kamu?" tanya Agung penasaran."Em, itu, akan aku pikirkan. Panggilan yang tepat. Maaf kalau selama ini kurang sopan," jawab Anti merasa tidak nyaman."Baiklah. Terserah kamu, kamu mau panggil apapun sama aku, asal kamu nyaman. Tapi sepertinya, j
Anti benar-benar memanfaatkan waktunya untuk bisa melakukan banyak hal dengan Bilal yang sudah berusia empat tahun lebih itu. Hubungan mereka sudah tidak canggung seperti dulu. Seperti biasanya, bila ada Bilal, Anti dan Nadia menempati rumah yang satunya. Karena ibu Anti yang juga nenek Bilal belum bisa bersikap selayaknya terhadap cucu.“Bu, ibu Bilal ada dua, ya?” tanya bocah balita itu saat bermain bersama di teras rumah.“Iya, ibu Bilal ada dua. Ibu Laila dan Ibu Anti. Bilal boleh tinggal dengan siapapun kalau Bilal mau. Kalau sedang ingin bersama Ibu Anti, Bilal bobok sini, ya?” jawab Anti.“Terus, Bilal dulu ada di perut siapa?” Pertanyaan polos barusan membuat Anti bingung menjawab. Bukannya tidak bisa. Akan tetapi, dirinya berpikir ada orang yang lebih berhak untuk menjelaskan itu.“Yang tahu, Ibu Laila. Bilal tanya ke Ibu Ila, ya?” jawab Anti. Bilal mengangguk.Didorong oleh segala rasa sedih dan sayang, Anti mendekap erat tubuh anak bungsunya yang berada di pangkuan.“Jadil
Akhirnya, anak kecil itu bermai bersama Anti di lantai. Sementara Agung mengamati dari kursi. Namun, tak lama kemudian, dirinya ikut bergabung. “Tante, kapan doa aku dikabulkan?” tanya Felish di sela-sela aktivitas mainnya. “Doa yang mana?’” Anti bertanya. “Doa, aku minta sama Allah agar aku punya ibu seperti Tante Anti,” jawab Felish. Dia menghentikan kegiatan mainnya sejenak. Anti dan Agung berpandangan. “Sebentar lagi, Tante Anti akan menjadi ibu Felish,” jelas Agung. “Benarkah?” Felish bertanya dengan mata penuh binar bahagia. “Iya,” jawab Agung memasrikan. “Makanya, mulai sekarang, Felish coba latiha memanggil Ibu,” lanjutnya lagi. “Baik, Ayah. Tante, bolehkan aku memanggil Ibu?” tanya Felish dengan menatap Anti lekat. Anti hanya menjawab dengan anggukan. Felish bertepuk tangan girang. Tak lama Nadia pulang. Dan menfajak Felish membeli jajan ke luar. Saat itulah digunakan Agung untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan mereka. Tentu saja, hal itu melibat
Beberapa hari sebelum pernikahan, seperti rencana awal, Agung mengajak Anti beserta Nadia berkunjung ke rumah Agam. Tak lupa, Felish ia ajak serta.Di rumah mungil mantan suami Anti, untuk pertama kalinya Agung berkenalan dengan ayah Bilal. Mereka langsung terlihat akrab. Pun dengan Felish dan Bilal. Kedua bocah balita dengan jarak usia dua tahun lebih itu bermain dan tertawa bersama.Pada kesempatan itu, Agung menyampaikan secara langsung pada Agam bahwa ia akan meminang Anti, ibu kandung dari Bilal.“Saya bersyukur sekali, Mas Agung, akhirnya Anti menemukan jodoh yang baik dan sholeh,” ucap Agam terlihat lega.“Saya manusia yang banyak dosa dan harus banyak belajar lagi. Hanya saja, saya merasa, Anti adalah wanita sholehah yang saya yakin bisa saya ajak hidup bersama mencari ridho Allah,” sahut Agung merendah.Mendengar dirinya dipuji, Anti yang duduk di kasur depan televisi bersama Laila--hanya menunduk dan terlihat malu.Pada kesempatan itu, Agung juga meminta secara khusus, agar