Ketukan pada pintu membuat jantung Anti berdegup kencang. Sebelum keluar untuk membukanya, wanita itu menghadap cermin. Berkali-kali melihat penampilannya dan membenarkan posisi khimar yang sudah rapi.Nadia seperti biasa, bila akhir pekan pasti menginap di rumah Tohir. Sehingga nantinya, Anti akan bebas berbicara dengan Agung."Masuk," ucap Anti mempersilakan tamunya. Terdengar kegugupan dari suara yang keluar.Agung menatap Anti sejenak lalu masuk. Duduk dengan tidak tenang. Anti masuk ke dalam untuk mengambilkan minum. Lebih tepatnya, mengatur debar dalam dada.Terlihat orang tuanya tengah menonton televisi di rumah belakang. Mereka memang jarang bersama karena rumah orang tua Anti besar dan bisa dijadikan dia bagian, sehingga seolah-olah mereka seperti hidup di dua rumah.Bau parfum Agung menguar di ruang tamu kalau Anti kembali dengan membawa sebuah nampan berisi teh hangat juga sepiring pisang goreng."Silakan diminum," ucap Anti mepersilakan."Terima kasih." Agung menjawab sera
Mereka larut dalam. pikiran masing-masing. Menciptakan hening di ruangan berukuran empat kali delapan meter itu."Anti," panggil Agung."Ya," Anti mendongakkan kepala."Terima kasih sudah menerima akun yang tidak sempurna ini," ujar Agung pelan"Kita sama-sama tidak sempurna. Tidak ada manusia yang sempurna. Hanya saja, kita harus berusaha menjadi lebih baik," jawab Anti."Aku pernah bersalah sama kamu. Aku pernah melakukan dosa sama kamu,""Dan itu menjadi jalan hijrah kamu. Dan bisa serta membawa Sesil mengenal Allah sebelum dia meninggal.""Apa kamu akan memberitahu ini pada mantan suami kamu? Kalau iya, aku antar kamu ke sana,"Tiba-tiba Anti seperti mengingat satu hal."Aku sudah baik dengan mantan suamiku. Dan juga anakku yang ada padanya. Maksudnya, Mas Agam," jawab Anti merasa malu kar3na memiliki banyak mantan suami."Alhamdulillah, syukurlah. Kapan kamu mau ke sana? Aku antar." Agung menawarkan."Bisakah kita naik mobil? Mengajak Nadia turut serta. Bukan kenapa. Maaf, kita b
Ada debar bahagia, dalam hati mereka. Namun, kedua insan yang telah memegang teguh ajaran agama itu tidak mau larut ke dalam suasana yang dapat menimbulkan sebuah dosa."Salam buat Felish," ucap Anti."Ok. Akan aku sampaikan, dia dapat salam dari Ibu Anti." Mendengar itu, Anti tersipu malu. "Kita ke rumah mantan suami kamu jika waktu pernikahan sudah dekat. Sementara ini, rahasiakan saja, ya?" ucap Agung memberi saran."Apapun yang menurut kamu baik, aku akan menuruti," jawab Anti pasrah."Kamu istri idaman," ujar Agung."Kita sudah tua," tukas Anti."Siapapun berhak bahagia. Berhak juga untuk merasakan jatuh cinta lagi." Pipi Anti bersemu merah. Senyum malu tergambar di sana. "Anti,""Ya,""Apakah kamu akan selalu memanggil aku dengan sebutan kamu?" tanya Agung penasaran."Em, itu, akan aku pikirkan. Panggilan yang tepat. Maaf kalau selama ini kurang sopan," jawab Anti merasa tidak nyaman."Baiklah. Terserah kamu, kamu mau panggil apapun sama aku, asal kamu nyaman. Tapi sepertinya, j
Anti benar-benar memanfaatkan waktunya untuk bisa melakukan banyak hal dengan Bilal yang sudah berusia empat tahun lebih itu. Hubungan mereka sudah tidak canggung seperti dulu. Seperti biasanya, bila ada Bilal, Anti dan Nadia menempati rumah yang satunya. Karena ibu Anti yang juga nenek Bilal belum bisa bersikap selayaknya terhadap cucu.“Bu, ibu Bilal ada dua, ya?” tanya bocah balita itu saat bermain bersama di teras rumah.“Iya, ibu Bilal ada dua. Ibu Laila dan Ibu Anti. Bilal boleh tinggal dengan siapapun kalau Bilal mau. Kalau sedang ingin bersama Ibu Anti, Bilal bobok sini, ya?” jawab Anti.“Terus, Bilal dulu ada di perut siapa?” Pertanyaan polos barusan membuat Anti bingung menjawab. Bukannya tidak bisa. Akan tetapi, dirinya berpikir ada orang yang lebih berhak untuk menjelaskan itu.“Yang tahu, Ibu Laila. Bilal tanya ke Ibu Ila, ya?” jawab Anti. Bilal mengangguk.Didorong oleh segala rasa sedih dan sayang, Anti mendekap erat tubuh anak bungsunya yang berada di pangkuan.“Jadil
Akhirnya, anak kecil itu bermai bersama Anti di lantai. Sementara Agung mengamati dari kursi. Namun, tak lama kemudian, dirinya ikut bergabung. “Tante, kapan doa aku dikabulkan?” tanya Felish di sela-sela aktivitas mainnya. “Doa yang mana?’” Anti bertanya. “Doa, aku minta sama Allah agar aku punya ibu seperti Tante Anti,” jawab Felish. Dia menghentikan kegiatan mainnya sejenak. Anti dan Agung berpandangan. “Sebentar lagi, Tante Anti akan menjadi ibu Felish,” jelas Agung. “Benarkah?” Felish bertanya dengan mata penuh binar bahagia. “Iya,” jawab Agung memasrikan. “Makanya, mulai sekarang, Felish coba latiha memanggil Ibu,” lanjutnya lagi. “Baik, Ayah. Tante, bolehkan aku memanggil Ibu?” tanya Felish dengan menatap Anti lekat. Anti hanya menjawab dengan anggukan. Felish bertepuk tangan girang. Tak lama Nadia pulang. Dan menfajak Felish membeli jajan ke luar. Saat itulah digunakan Agung untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan mereka. Tentu saja, hal itu melibat
Beberapa hari sebelum pernikahan, seperti rencana awal, Agung mengajak Anti beserta Nadia berkunjung ke rumah Agam. Tak lupa, Felish ia ajak serta.Di rumah mungil mantan suami Anti, untuk pertama kalinya Agung berkenalan dengan ayah Bilal. Mereka langsung terlihat akrab. Pun dengan Felish dan Bilal. Kedua bocah balita dengan jarak usia dua tahun lebih itu bermain dan tertawa bersama.Pada kesempatan itu, Agung menyampaikan secara langsung pada Agam bahwa ia akan meminang Anti, ibu kandung dari Bilal.“Saya bersyukur sekali, Mas Agung, akhirnya Anti menemukan jodoh yang baik dan sholeh,” ucap Agam terlihat lega.“Saya manusia yang banyak dosa dan harus banyak belajar lagi. Hanya saja, saya merasa, Anti adalah wanita sholehah yang saya yakin bisa saya ajak hidup bersama mencari ridho Allah,” sahut Agung merendah.Mendengar dirinya dipuji, Anti yang duduk di kasur depan televisi bersama Laila--hanya menunduk dan terlihat malu.Pada kesempatan itu, Agung juga meminta secara khusus, agar
Agam berkali-kali mengucap rasa syukurnya dalam hati. Anti adalah sosok yang memiliki sebuah tempat special dalam hatinya. Meskipun saat ini, rasa itu bukanlah sebuah cinta. Namun, sebuah kenangan yang telah terjadi diantara keduanya adalah lukisan dalam hati yang tidak akan pernah hilang. Dari wanita itu, ia merasakan apa itu arti cinta pertama. Bahkan, untuk pertama kalinya merasakan banyak hal dengannya. Sebuah pengalaman, mengunjungi tempat-tempat yang baru, itu sering ia lakukan. Kini, hatinya telah lega, perempuan yang mengandung Bilal telah menemukan teman hidup, yang akan menemaninya dalam suka dan duka. Dan teman hidup Anti adalah lelaki sholeh yang bertanggung jawab. Ia berharap, setelah ini, hidup mereka akan baik-baik saja. Dan akan terus bisa menjalin tali silaturahmi. Sementara Tohir merasa, ada setitik sedih dalam hati. Tidak dipungkiri, rasa cintanya masih ada untuk wanita yang menjadi istri pertamanya itu. Dengan status baru Anti, tentu saja, Tohir harus mengubur dala
Selesai acara foto bersama dengan keluarga kecil Agam menjadi tanda berakhirnya acara yang sangat sederhana itu.Saatnya mantan suami Anti beserta anaknya berpamitan pulang."Terima kasih, Mas Agam, sudah bersedia untuk datang di acara akad nikah kami," ujar Agung setelah Agam mengucapkan kalimat sebagai ucapan pamit."Sama-sama, Mas Agung. Titip Anti, ya? Semoga kalian bahagia selamanya sampai jannahnya Allah," sahut Agam.Agung mengangguk paham. Mereka saling berjabat tangan. Ketika Bilal hendak pulang, Anti memeluk anak itu lama sekali. Sedih tentu saja selalu ia rasa saat ingin berpisah dengan balutan yang pernah tinggal di rahimnya selama sembilan bukan itu. Namun, kali ini wanita yang memakai baju syar'i itu mencoba menguatkan diri. Bahwa hidupnya kini, telah memasuki fase yang baru. Yang tidak boleh ia larut dalam kesedihan yang sama.Bilal akan selalu ada dalam hatinya. Itu yang ua tekankan pada diri."An, pulang, ya?" pamit Agam. Anti hanya menangkupkan tangan."Mbak, pulang,