"Apa yang terjadi sebenarnya?" tanyanya gemetar.Wanita itu tersenyum menatap Lydia, tangannya yang penuh darah berusaha meraih wajah Lydia tapi kemudian terkulai lemas sebelum sempat menyentuh. Ia tewas.Lydia merasakan kesedihan yang teramat sangat, airmata nya mengalir tak terbendung lagi. Entah mengapa hatinya sakit sekali, dan ia tiba-tiba saja merindukan seseorang. Tiba-tiba saja seseorang muncul dalam kelebatan bayangan. Lelaki berambut cepak dengan pakaian ala bangsawan. Tubuhnya yang membelakangi cahaya membuat Lydia tidak bisa melihat wajahnya.Lelaki itu duduk bersimpuh di depan jasad sang wanita, menangis meraung meluapkan kesedihan. Pemandangan yang memilukan itu terjadi di depan mata Lydia. Ia tidak bisa berbuat apapun, Lydia bingung.Cahaya menyilaukan tiba-tiba saja muncul. Sebilah pedang panjang dan besar berkilau memantul mengenai mata Lydia. Ia terkejut dan melindungi matanya secara refleks, dan dalam sekedipan mata pedang tajam itu menembus dada lelaki yang merata
Pak Broto mengkhawatirkan kondisi majikannya itu, sesekali matanya melirik ke arah Wisnu yang terpejam melalui kaca spion. Tampak jelas bahwa bosnya itu kurang tidur semalaman. Kantung mata, wajah lusuh dan emosi yang berlebihan terbaca oleh pak Broto. Ia pun memberanikan diri untuk bertanya pada majikannya itu."Ehm, tuan apa mbak Lydia udah dikasih tahu kita mau datang? Ini kan masih pagi banget tuan, jangan-jangan mbak Lydia masih tidur," tanya pak Broto mengingatkan."Hmm, sudah pak! Jalan aja jangan banyak tanya kepalaku pusing!" perintah Wisnu tanpa membuka mata.Sekali lagi pak Broto melihat Wisnu dalam kondisi yang tak biasa. Bertahun-tahun mengikuti Wisnu baru kali ini ia melihat tuannya begitu tertekan seperti ada beban berat yang menghimpit. Seberat-beratnya beban pekerjaan Wisnu tidak pernah sampai begitu tertekan seperti saat ini. Pak Broto paham betul dengan sikap majikannya itu. Lebih baik diam daripada gajinya disunat.Mo
Lydia tidak menyadari pak Broto memperhatikan dirinya. Pak Broto melambaikan tangannya di depan wajah aneh Lydia. Ia bingung melihat Lydia hanya terdiam dengan mata kosong hingga tak menyadari masakannya berubah warna kehitaman."Mbak! Kok bau hangus?!" Pak Broto seketika membuyarkan lamunan Lydia."Eeh, mana? Astaghfirullah, yaaah gosong udah!" Lydia segera mematikan api di kompornya menatap bingung ke dalam wajan yang kini menghitam."Hhm, kamu mikir apaan sih sampe gosong gitu? Mikir saya?!" tanya Wisnu tanda basa basi."Eeh," Lydia bingung mau menjawab apa."Pede banget sih pak, saya nggak bisa masak!" jawab Lydia tergagap."Hhm, tau gitu kan tinggal nyuruh saya beli mbak di gang depan! Banyak tuh tukang bubur ayam, nasi uduk, sate lontong, kupat tahu, lontong opor …,""Aaah, stop! Kamu ni agen penjualnya apa gimana, semuanya disebutin!" Wisnu memotong perkataan pak Broto.Pak Broto langsung nyengir dan memi
"Lyd, aku mau mandi pinjam handuk!" Wisnu tanpa basa basi langsung berdiri dan menuju ke kamar mandi Lydia."Eeh pak, jangan kesitu kran airnya belum jalan masih diperbaiki sama tukang!" cegah Lydia."Laah terus?""Pake kamar mandi saya aja di dalam!" Lydia sedikit ragu tapi apa boleh buat, ia tidak mungkin melarang Wisnu mandi."Ini handuknya, emang bapak bawa baju ganti?" tanya Lydia yang sedikit kebingungan."Broto!" Suara Wisnu memanggil sopir pribadinya dengan keras membuat Lydia menutup telinganya."Cck, pak nggak bisa apa nggak pake teriak?" gerutu Lydia."Nggak!"Pak Broto dengan tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Lydia dengan paper bag berisi pakaian Wisnu. "Ini pak sudah siap semua!""Eeh udah bawa baju segala?" Lydia keheranan."Pak Wisnu selalu bawa pakaian ganti di mobil mbak, buat acara darurat. Ada jas, sepatu, dasi, juga Daleman, komplit udah bagasinya!" sahut pak Broto dengan
"Pak, kita sudah sampai. Saya tunggu disini apa ikut aja pak?" tanya pak Broto."Disini aja, ngapain juga kamu ikut?!" jawab Wisnu "Ya kali aja, bapak sama mbak Lydia pingsan lagi kan bisa saya tolongin segera pak," sahut pak Broto kalem."Kali ini kita nggak bakalan pingsan lagi pak. Udah tunggu kita disini aja!" Wisnu mengatakan seraya keluar dari mobil.Ia menunggu Lydia turun lalu mereka berjalan berdampingan menyusuri kembali pedestrian yang masih lengang."Semoga pemiliknya ada di toko biar urusan kita cepat selesai," kata Wisnu dengan penuh harap.Lydia terdiam ia juga berharap yang sama tapi seperti halnya Wisnu, Lydia juga meragukan hal itu terjadi. Dengan langkah pasti mereka berjalan dan berjalan menuju lokasi toko souvenir antik itu. Detik, menit mereka lalui tapi waktu seolah berjalan lambat sekali."Pak, ini perasaan saya aja apa kita muter-muter aja disini sih?" Lydia kebingungan dengan apa yang mereka alami."Iya juga ya, perasaa
Karyawan dengan tag name Agus di dadanya itu juga menyapa Lydia dengan senyum. Wisnu belum menjawab, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling toko.Sekali lagi Wisnu hanya bisa tersenyum masam, sejauh mata memandang yang terlihat hanya berbagai contoh model keramik, wastafel, alat-alat pelengkap rumah tangga, kebutuhan alat dapur, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan pernak pernik pelengkap rumah.Wisnu menggaruk kepalanya dan bertanya pada Agus, yang masih setia berdiri menemani Lydia dan Wisnu."Mas, mau nanya ini toko berdiri dari kapan ya?""Dari tahun kemarin bapak, tepatnya di bulan November. Apa bapak baru datang kesini? Ada special offer bagi member baru, mau coba?" jawabnya ramah seraya memberikan brosur penawaran toko pada Wisnu."Eeh, tahun kemarin?" Lydia terperanjat."Apa ada toko perhiasan di dekat sini mas, ehm sejenis toko suvenir antik?" Wisnu menyambung pertanyaan Lydia.Agus mengernyit mencoba untuk mengingat. Ia kemudian meng
"Pak Wisnu sudah berangkat Bu, dari jam lima pagi,""Hah, jam lima? Pagi bener! Kemana dia?!" Shella terkejut dengan jawaban Bi Inah."Tadi sih mau mengurus sesuatu sama mbak Lydia, penting! Jadi buru-buru,""Lydia? Sekretarisnya? Sepagi itu, aneh?!""Saya kurang paham Bu, maaf saya tinggal dulu ke dapur Bu," pamit bi Inah.Shella berpikir dan mengetuk ngetuk jemarinya diatas meja makan. Shella sedikit terganggu dengan tingkah tak biasa Wisnu."Tumben, ada apa Wisnu pergi ke rumah Lydia?"Rasa penasarannya menuntun Shella untuk mencari tahu jadwal Wisnu melalui staff yang lain. "Apa pak Wisnu ada?" tanya Shella saat terdengar suara Budi di seberang sana."Pak Wisnu belum datang ke kantor hari ini Bu," jawab Budi sedikit bingung."Belum datang? Lydia?" tanya Shella mulai curiga."Belum datang juga Bu, tadi mbak Lydia minta kami untuk mengosongkan jadwal pak Wisnu hari ini," jawab Budi lagi."Kamu tahu mereka kemana?" "Maaf Bu
"Jalan pak!" Wisnu memberi perintah pada pak Broto."Siap pak, mau kemana kita?""Balik ke kantor aja,""Yakin pak? Nggak mau cari toko suvenir lagi nih?" tanya pak Broto lagi."Iya, yakin! Udah jangan bawel nyopir aja yang bener!" Wisnu menjawab seraya merapikan jasnya dengan serba salah. Matanya sesekali melirik Lydia yang juga kikuk dan mencuri pandang padanya. Desiran aneh terasa begitu kuat di dada Wisnu. Rasa yang tak bisa ia hindari, rasa yang perlahan tapi pasti membelenggunya dalam ikatan cinta tabu.Mereka tiba di kawasan perkantoran mega bussines milik keluarga Dhanuaji. Satpam dengan sigap membuka pintu mobil menyambut kedatangan sang presdir muda. Lydia menyusul setelah pak Broto membukakan pintu untuknya."Lyd, saya butuh …,""Kopi? Baik pak, saya ke sana dulu sebentar!" Lydia dengan sigap berjalan mendahului Wisnu."Sandwich too?" Lydia kembali bertanya pada Wisnu.Wisnu heran k
Frans mengambil kamera kecil tersembunyi lalu mengarahkan pada meja Shella.Mila datang dengan secangkir kopi dan cemilan kesukaan Frans, Apple strudel."Thanks sayang," Mata Mila menangkap kamera kecil milik Frans, "Frans?" Ia meminta dari penjelasan Frans."Sorry, didepan sana ada target penyelidikan. Kau lihat pasangan di dekat jendela sana? Itu Shella menantu tuan besar Dhanuaji." "No, kau bercanda kan? Mana mungkin, bukankah Shella itu sudah bersuami? Wisnu kan, terus siapa laki-laki bule disana?" Mila menajamkan mata untuk melihat dengan jelas pria di samping Shella."Eehm, tunggu! Aku kayaknya kenal deh sama dia?" Mila mengubah posisi duduknya."Ohya, dimana?"Mila berusaha mengingat, "Kalo nggak salah dia itu …," Mila tercekat matanya membulat sempurna tak percaya membuat Frans gemas. "Apa? Siapa dia?"Mila hanya terkekeh, ia merasa geli sendiri. "Kau tidak akan percaya kalau aku bilang siapa dia,"Frans bingung, "Coba aja, siap
Tidak ada kasus yang tidak bisa dipecahkan Frans. Tingkat ketelitian tinggi dan totalitas tanpa batas dalam setiap pengerjaan kasus membuat Frans berada di jajaran penyelidik swasta level atas. Frans selalu menjaga privasi para kliennya dan ia belum pernah gagal dalam menjalankan misinya. Tapi kali ini memang sedikit berbeda, kasus yang diberikan tuan besar Dhanuaji menyangkut dunia ghaib. Dunia yang tidak dia paham. Frans merasa perlu bantuan dari penyelidik lain, Adi. Tak lama menunggu, seorang lelaki muda dengan dandanan metropolis menyapa Frans. Senyum manisnya terkembang dari wajah tampan hasil blasteran Inggris Indonesia."Hhhm, ini sedikit aneh!" Kening Adi berkerut saat selesai membaca informasi dalam map coklat."Kau tahu sesuatu?" Frans bertanya, ia penasaran dengan tanggapan Adi.Adi menatap Frans sejenak, secangkir coffe latte disajikan pelayan Mila dengan sepiring crouffle keju yang menggoda selera. "Silakan mas," ujar pelayan itu dengan senyu
"Frans sudah datang tuan!" Manda, sekretaris tuan besar Dhanuaji memberitahukan kedatangan lelaki tegap berjaket kulit hitam yang menunggu tenang di luar ruangan."Hhm, suruh dia masuk!" Tuan besar Dhanuaji menjawab dengan mata yang tak lepas dari map coklat diatas meja.Frans masuk keruangan dan memberi salam kepada tuan besar Dhanuaji. Ia duduk dan menyerahkan sebuah minidisc padanya."Apa ini?""Ini hasil pengintaian kami selama satu minggu terakhir tuan!"Tuan besar Dhanuaji mengetuk ngetuk jarinya ke meja ia gamang antara ingin melihat isinya atau tidak. "Apa sudah bisa dipastikan?"Frans menjawab dengan mantap, "Ya tuan! Kecurigaan tuan sudah bisa dipastikan kebenarannya!"Tuan besar Dhanuaji menghela nafas dengan berat. Kebimbangan di hatinya terasa semakin menekan dada. "Hmm, baiklah,"Tuan besar Dhanuaji memberikan kode pada Manda. Tak berapa lama sebuah video berdurasi satu jam lebih diputar. Tuan besar Dhanuaji menatap nanar setiap tay
Wisnu masih asik meneliti laporan yang diserahkan Lydia, tapi ia tidak tuli. Telinganya menangkap jelas suara laknat dari mulut Lydia. Wisnu semakin tidak bisa mengendalikan dirinya. Pikirannya kacau seketika. Ia merindukan sentuhan wanita untuk melepaskan ketegangan yang tanpa permisi datang saat bersentuhan dengan Lydia.Nyeri kepala melanda Wisnu, ia gamang antara ingin menuntaskan hasratnya atau menjaga image sebagai bos di depan Lydia. Pesona sang sekertaris yang kini duduk di sofa itu membiusnya. Wisnu melirik ke arah Lydia yang menggigit bibir bawahnya, terasa sensual di mata Wisnu.Ya Tuhan, kenapa kamu berpose begitu Lydia!Wisnu menahan debaran di dada yang semakin menyesakkan. Sulit baginya untuk berkonsentrasi memeriksa lembaran-lembaran kertas di depannya. Nafasnya terasa berburu dengan waktu, seperti pelari maraton yang hendak memasuki garis finish.Yah, menahan gejolak hasrat yang tanpa permisi datang memang sangat merepotkan. Membuat nyeri kepala
"Ada apa ini rame-rame? Pembagian sembako?" Suara Wisnu terdengar dengan nada sedikit tinggi membuat para staf tak terkecuali Lydia terkejut. "Eh, pak Wisnu! Ini tadi kak Lydia sedikit … ehm, masuk angin!" Budi yang panik mencolek Lusi untuk membantunya. Lusi dengan tergagap segera merespon."Ah, iya pak masuk angin! Kak Lydia agak nggak enak badan! Iya kan kak?" Lusi kembali mengerjapkan matanya memohon pada Lydia untuk membantu mereka.Wisnu selalu bisa tunduk pada kata-kata Lydia, jadi keduanya meminta Lydia ikut menjawab."Ehm, iya pak mereka mau nolongin saya tadi buat … ehm, ngecilin AC!" sambung Lydia sedikit ragu karena memberikan alasan yang agak tidak masuk akal.Wisnu mengernyit dan menatap stafnya bergantian, ia ingin mengeluarkan kalimat panjang dari mulutnya tapi kemudian matanya tertuju pada berkas yang masih berserakan di lantai. Ia berjongkok dan mengambil salah satu kertas terdekat, membacanya sejenak lalu,"Lh
Lutut Lydia lemas, pertanyaan tuan besar bak petir yang menyambarnya. Bayangan pemecatan dengan tidak hormat tiba-tiba saja terbayang di pelupuk mata. Dalam pikirannya pasti tuan besar Dhanuaji sudah berpikir macam-macam tentang dirinya dan Wisnu.Duh Gusti mimpi apa aku semalam!Lydia merutuki nasib sial yang menimpanya kini. Cincin itu benar-benar membawanya dalam situasi rumit yang tak berujung."Aku tidak mungkin salah mengenali cincin ini,""Tuan besar tahu tentang cincin ini?"Tuan besar Dhanuaji tersenyum getir dan menurunkan tangan Lydia. Ia tidak menjawab dan masuk ke dalam lift, meninggalkan Lydia yang bingung dan dipenuhi rasa penasaran. *********Tuan besar Dhanuaji duduk dengan gelisah di seat mobilnya, kelebatan bayangan masa lalu menghantuinya lagi. "Marisa, bukankah urusan kita sudah selesai?" Wajah tuanya nampak muram membayangkan Marisa wanita pemilik toko souvenir."Apa yang harus a
Wisnu menghabiskan cemilan siangnya dengan lahap. Ia tak menyadari tuan besar Dhanuaji yang sedari tadi memperhatikan dirinya."Kamu lapar? Nggak sarapan di rumah?" Tuan besar Dhanuaji bertanya, ia ingin memastikan kebenaran informasi dari orang sewaannya.Wisnu tersedak dan segera meminum kopi yang dipesannya tadi. Setelah sedikit melegakan tenggorokannya dari sumbatan makanan, Wisnu menjawab."Ehm, nggak sempat tadi ada keperluan mendadak.""Kalian nggak pernah sarapan sama-sama?" Tuan besar Dhanuaji masih memperhatikan perubahan ekspresi putra kesayangannya itu. Ia ingin memastikan Wisnu menjawabnya dengan jujur."Ehm, itu … sarapan kok, kita sering sarapan sama-sama. Cuma memang pagi tadi aja kita belum ketemu,"Wisnu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia bingung harus menjawab apa karena memang pada kenyataannya mereka tidak pernah bertegur sapa di pagi hari. Apalagi untuk sarapan bersama. Tuan besar Dhanuaji su
"Jalan pak!" Wisnu memberi perintah pada pak Broto."Siap pak, mau kemana kita?""Balik ke kantor aja,""Yakin pak? Nggak mau cari toko suvenir lagi nih?" tanya pak Broto lagi."Iya, yakin! Udah jangan bawel nyopir aja yang bener!" Wisnu menjawab seraya merapikan jasnya dengan serba salah. Matanya sesekali melirik Lydia yang juga kikuk dan mencuri pandang padanya. Desiran aneh terasa begitu kuat di dada Wisnu. Rasa yang tak bisa ia hindari, rasa yang perlahan tapi pasti membelenggunya dalam ikatan cinta tabu.Mereka tiba di kawasan perkantoran mega bussines milik keluarga Dhanuaji. Satpam dengan sigap membuka pintu mobil menyambut kedatangan sang presdir muda. Lydia menyusul setelah pak Broto membukakan pintu untuknya."Lyd, saya butuh …,""Kopi? Baik pak, saya ke sana dulu sebentar!" Lydia dengan sigap berjalan mendahului Wisnu."Sandwich too?" Lydia kembali bertanya pada Wisnu.Wisnu heran k
"Pak Wisnu sudah berangkat Bu, dari jam lima pagi,""Hah, jam lima? Pagi bener! Kemana dia?!" Shella terkejut dengan jawaban Bi Inah."Tadi sih mau mengurus sesuatu sama mbak Lydia, penting! Jadi buru-buru,""Lydia? Sekretarisnya? Sepagi itu, aneh?!""Saya kurang paham Bu, maaf saya tinggal dulu ke dapur Bu," pamit bi Inah.Shella berpikir dan mengetuk ngetuk jemarinya diatas meja makan. Shella sedikit terganggu dengan tingkah tak biasa Wisnu."Tumben, ada apa Wisnu pergi ke rumah Lydia?"Rasa penasarannya menuntun Shella untuk mencari tahu jadwal Wisnu melalui staff yang lain. "Apa pak Wisnu ada?" tanya Shella saat terdengar suara Budi di seberang sana."Pak Wisnu belum datang ke kantor hari ini Bu," jawab Budi sedikit bingung."Belum datang? Lydia?" tanya Shella mulai curiga."Belum datang juga Bu, tadi mbak Lydia minta kami untuk mengosongkan jadwal pak Wisnu hari ini," jawab Budi lagi."Kamu tahu mereka kemana?" "Maaf Bu