"Ikut aku," kata Nicholas dingin.
"Aku tidak datang ke sini untukmu," kata Rachel singkat, ia berjalan menjauh dari Nicholas sambil mengepalkan tangannya erat-erat, sebaiknya ia membatalkan niatnya."Kau yakin akan terus bertingkah seperti itu? Aku tahu kau membutuhkan uang cepat, ayolah, jangan terus bersikap kekanak-kanakan, itu tidak akan menyelesaikan masalahmu," gumam Nicholas santai, tangannya terulur untuk menarik tangan Rachel dan membawanya masuk ke dalam gedung apartemen.Rachel menggigit bibirnya, berpikir dengan keras tentang solusi yang mungkin bisa menyelesaikan masalahnya. 'Astaga! Aku benar-benar tidak punya pilihan!' ocehnya dalam tanpa suara.
"Lepaskan tanganku! Aku lapar, beri aku makanan!" seru Rachel akhirnya. Ia berbalik badan dan berjalan ke lobi apartemen dengan Nicholas berjalan di belakangnya menahan tawanya.Semua orang mengangguk dan tersenyum sopan saat mereka berjalan melintasi lobi. Yah, tentu saja, bagaimana tidak, ia sedang berjalan dengan pemilik gedung! Lalu tiba-tiba ia berhenti di tengah jalan, mengejutkan Nicholas yang juga berhenti di belakangnya. "Ada apa?" tanyanya dengan satu alis terangkat.
"Aku ingin makan di restoran itu, kudengar mereka punya steak yang enak, kau akan mentraktirku kan?" katanya dengan wajah kesal karena teringat tagihan rumah sakit yang harus ia bayar sebelumnya.
"Tergantung!" Nicholas mengangkat bahu."Tergantung apanya?" Rachel mulai marah."Tergantung jawabanmu, kalau kau masih menolak tentu kau harus membayar semuanya sendiri, ah aku butuh smoothie!" Nicholas meregangkan tangannya sambil berjalan di depan Rachel menuju Restoran Italia yang terletak di lantai pertama gedung itu.Rachel mendengus kesal, ia menghentakkan kakinya sekali sambil mengepalkan tinjunya. Jika bukan karena sertifikat rumah sialan itu, ia akan memilih untuk pergi daripada bersama dengan miliarder gila itu. Dari kejauhan, ia melihat Nicholas yang sedang duduk santai sambil menyantap croissant hangat. Rachel tersenyum licik lalu berjalan ke arahnya dengan wajah masam.
"Permisi!" ia melambaikan tangannya pada pelayan dan duduk di kursi di sebelah Nicholas yang tidak terganggu dan terus mengunyah rotinya dengan penuh kenikmatan. Ia melirik menu dan memesan makanan yang paling mahal. Kemudian ia mengambil keranjang Croissant dari Nicholas dan memakannya dalam satu kali suap."Jika kau sudah menjadi istriku, kau tidak boleh senorak ini," gumam Nicholas, tangannya sibuk menuangkan San Pellegrino ke dalam gelas.
"Oh, terserahlah! Pertama, kau harus menjelaskan kepadaku mengapa kau memilihku untuk menjadi istri sementaramu?" Rachel bertanya, mengambil croissant lagi dan memasukkannya ke dalam mulutnya."Aku tidak harus menjawabnya dan itu ada dalam kontrak," kata Nicholas acuh tak acuh."Apa?!" Rachel berusaha menahan diri untuk tidak mengutuk. Ia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya."Oke terserah kamu, kalau begitu kenapa aku?" ia bertanya, menghindari tatapan Nicholas karena setiap kali ia menatap matanya ia akan teringat apa yang mereka lakukan tadi malam, ciuman, sentuhan..."Kenapa kau? Well, kau sangat membutuhkan uang dan aku pikir kau bukan tipe orang yang bisa jatuh cinta dengan mudah, karena itu adalah hal yang sangar aku hindari, aku tidak ingin istri kontrak-ku untuk jatuh cinta padaku dan aku juga tidak ingin jatuh cinta kepadanya," jawab Nicholas santai.
Rachel ternganga, lalu dia tertawa terbahak-bahak, "Apakah menurutmu seseorang akan jatuh cinta dengan orang menyebalkan sepertimu? Percayalah, tapi tidak ada yang akan jatuh cinta kepadamu! Kalaupun ada wanita yang ingin bersamamu, itu pasti hanya karena kau punya banyak uang!" oceh Rachel, entah kenapa ia merasa sangat kesal karena secara tidak langsung Nicholas mengatakan bahwa ia memilihnya karena ia tidak pantas untuk dicintai."Mengapa kau begitu marah? Apakah kau mengharapkan aku untuk menjawab bahwa aku memilihmu karena aku menyukaimu?" goda Nicholas, setengah tersenyum. Wajah Rachel memerah karena apa yang dikatakan Nicholas sangat benar, ia memang mengharapkan jawaban itu. "Oh kau terlalu banyak berkhayal, dengar baik-baik! Aku tidak akan pernah jatuh cinta padamu! Tidak akan pernah! Bahkan jika hanya ada kau dan aku di dunia ini! Ingat itu baik-baik!" katanya sambil mengarahkan jari telunjuknya ke wajah Nicholas.
Nicholas mendengus tertawa, ia mengangkat bahu, "Itu keren! Aku merasa aman sekarang! Terima kasih! Sungguh melegakan..." katanya dengan menyebalkan. Rachel mengepalkan tinjunya, ia tidak percaya bahwa ia kehilangan keperawanannya karena sosiopat itu. Tak lama makanannya tiba, sepiring Ribeye Steak dengan truffle Potato Gratin.
Ia memotong steaknya, lalu dalam satu kali suapan, suasana hatinya berubah seketika. Semuanya menjadi lebih baik ketika lidahnya dimanjakan oleh makanan lezat. Ia menutup matanya, "Ya Tuhan! Ini sangat enak..." gumamnya seolah-olah tidak ada yang terjadi antara ia dan Nicholas sebelumnya.
"Kau benar-benar aneh, jadi bagaimana menurutmu? Apakah kau setuju dengan tawaranku?" Nicholas bertanya sambil menyingkirkan gelas smoothie pisangnya yang kosong. Rachel menghentikan tangannya yang sedang memotong steak, kembali ke dunia nyata. Ia menatap Nicholas dengan wajah berpikir.
"Pada dasarnya aku setuju tapi aku ingin membaca ulang semua isi kontrak, aku tidak akan tahu jika kau memasukkan hal-hal aneh di sana seperti aku harus bercinta denganmu atau apa," gumamnya serius.Nicholas mendengus, "Kau pikir aku gila atau apa!" katanya sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya, tidak dapat memahami apa yang sedang dipikirkan oleh wanita unik di depannya itu. Lalu matanya tertuju pada dahi Rachel yang memar dan terluka, "Bagaimana keningmu? Tidak ada yang serius kan?" ia bertanya dengan acuh tak acuh.
"Kenapa kau peduli? Kau bahkan tidak membayar biaya rumah sakitku!" jawab Rachel dengan kesal. Nicholas mengangkat bahu, "Kau orang asing bagiku, mengapa aku harus menghabiskan uang untuk kesalahanmu sendiri? Tidak ada yang menyuruhmu membenturkan kepalamu ke gelas keramik bodoh itu," katanya, melambaikan tangannya ke pelayan, meminta bill.
"Yang benar saja!" Rachel memutar bola matanya, ia tidak percaya ia bertemu dengan makhluk paling menjijikkan abad ini."Kau mau kemana?! Aku belum selesai dengan steakku!" Rachel berteriak kesal saat melihat Nicholas bangkit dan berjalan pergi.
"Kau tidak akan memakan piringnya kan?" Nicholas berkata, matanya tertuju pada piring Rachel yang benar-benar kosong.
Rachel, yang sedang mengeruk saus jamur truffle dengan garpunya, segera berhenti, wajahnya merah karena malu. "Bajingan tengik!" ia mendesis dengan kesal. Saat ia sedang mengambil tasnya dan hendak mengikuti Nicholas ke dalam lift, seseorang menghentikannya.
"Rachel Clarke!"Ia berbalik badan dan menemukan Trey Cole, berdiri dan tersenyum padanya. Trey adalah satu-satunya pria yang pernah pernah membuatnya jatuh cinta sejak ia duduk di bangku kuliah. Tubuh Rachel membeku karena terlalu gugup. Namun tiba-tiba seseorang meraih pergelangan tangannya, "Sayang, kenapa kau lama sekali, ayo kita pergi!"
"Apa kau bilang? Sayang?!" bisik Rachel sambil mendelik menatap Nicholas yang berdiri di sebelahnya, menyeringai dengan tatapannya yang menyebalkan.
*****
"Dia temanmu?" Nicholas bertanya, menunjuk dagunya ke Trey Cole yang menatap Rachel dengan antusias. Rachel mengerutkan kening, matanya tertuju pada lengan Nicholas yang melingkar di pinggangnya."Rachel?" suara Trey menyadarkannya. Rachel tersenyum kaku, "Trey Cole! Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini!" katanya sambil mencoba melepaskan diri dari Nicholas tetapi ia gagal, Nicholas tidak berniat untuk melepaskannya."Ya aku juga, kantorku ada di dekat sini, kau tinggal di gedung ini?" tanya Trey menatap Rachel dengan riang."Tidak, um...""Sayang, kau kan tinggal di sini, begitu kita menikah, tempat ini akan menjadi milikmu juga, mengapa kau masih malu-malu mengakui hal itu..." Nicholas tiba-tiba memotong kata-kata Rachel. Ia menatapnya dengan satu alis terangkat, mengisyaratkannya akan perjanjian yang akan mereka buat, Rachel meringis tetapi tidak mengatakan apa-apa.Trey menganggukkan kepalanya beberapa kali, "Begitukah? Mungkin kita bisa minum bersama kapan-kapan!" ka
"Apa yang kau lakukan! Kau mengacaukan dapurku!" bentak Nicholas, berjalan cepat ke arahnya. Rachel, yang terkejut, segera berdiri, tetapi ia tersandung bangku dan ember es krim di tangannya jatuh ke karpet dan meninggalkan noda yang sangat mencolok di sana. Dia menjerit, menutupi mulutnya dengan satu tangan. "Ya Tuhan, dia akan membunuhku!"Nicholas memelototinya dengan marah, dadanya naik turun karena kesal. "Kau!" desisnya dengan mata menyipit.Rachel menatapnya ketakutan, dia berjongkok dan menutupi kepala dengan tangannya."Apa yang kau lakukan? Kau pikir aku akan memukulmu atau apa?!" bentaknya, menyeka noda es krim dengan serbet. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau tinggal di sini, mungkin aku akan menjadi gila!" ia terus mengoceh tanpa melihat Rachel yang masih menutupi wajahnya dengan tangannya."Hei! Sampai kapan kau akan seperti itu? Bersihkan noda ini sampai tidak ada warna cokelat yang tersisa! Gunakan cairan ini!" katanya sambil melemparkan serbet dan sebotol
"Rachel?!" Nicholas melambaikan tangannya di depan wajah Rachel, menyadarkannya. Rachel buru-buru menarik diri dari Nicholas dan berdeham dengan gugup."Apakah kau sedang memikirkan sesuatu yang kotor? Mengapa wajahmu merah seperti itu?" goda Nicholas sambil mendengus tertawa.Wajah Rachel berubah lebih merah lagi, "Kau sangat menyebalkan!" bentaknya, menghentakkan kakinya lalu berjalan cepat ke pintu utama. Nicholas menahan tawanya dan mengikutinya di belakang. Mereka berdiri bersebelahan tanpa berbicara. Rachel terus mengutuk dirinya sendiri karena tidak bisa melupakan semua yang terjadi semalam. Ia bahkan merasakan sesuatu yang hangat di antara keda pahanya. Astaga! Ia tiba-tiba merasa jijik dengan pikirannya sendiri! Mungkin karena malam itu adalah kali pertama ia melakukan hubungan seks..."Apakah ibumu akan terkejut melihatku datang ke rumahmu?" Nicholas bertanya tiba-tiba."Apa? Kita tidak akan menemui orang tuaku hari ini, kan?" tanyanya panik."Tidak tentu saja tidak, kurasa
"Ya, besok, kenapa? Apakah kau keberatan?""Bukan itu, tapi aku tidak bisa begitu saja muncul di depan orang tuaku dan mengatakan aku akan menikah dengan orang asing!" Rachel bergumam tidak sabar."Kenapa tidak? Orang tuamu tidak akan keberatan mendapatkan menantu sepertiku, aku tampan, kaya, dan baik hati! Aku memiliki semua yang diperlukan untuk menjadi seorang suami!" kicau Nicholas dengan percaya diri.Rachel memutar matanya sambil menunjukkan ekspresi ingin muntah, "Astaga! Kau benar-benar berpikir kau sempurna, ya? Tapi maaf, bagiku, kau tidak terlihat keren sama sekali," ia berkata dengan wajah kesal.Nicholas mendengus, "Yah, aku tidak peduli apa yang kau pikirkan, yang jelas pernikahan harus diadakan akhir pekan ini atau tidak sama sekali!" katanya acuh tak acuh. "Kau tahu apa yang akan terjadi jika pernikahan itu dibatalkan kan? Kau harus membayar kembali semua uang yang telah aku keluarkan untuk membayar hutangmu, aku tidak peduli bahkan jika aku harus datang ke rumahmu dan
Rachel meringis, dia menatap Nicholas dengan tatapan kesal. "Kami tidak sengaja bertemu satu sama lain, bagaimana denganmu? Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya berusaha terdengar ceria. Nicholas memandangnya dan Trey secara bergantian, "Tidak sengaja bertemu? Apa artinya itu?" gumamnya dengan satu alis terangkat tinggi.Trey berdeham pelan, "Sebaiknya aku kembali ke kantor, Rachel terima kasih atas waktumu!" katanya sambil bangkit, ia mengangguk sekali kepada Nicholas dan kemudian meninggalkan mereka berdua dengan tergesa-gesa, ia tahu sesuatu yang buruk mungkin akan terjadi."Apakah kau mengikutiku?!" Rachel berkata, matanya menyipit menatap Nicholas dengan curiga. Dia terkekeh, "Mengikutimu? Apa menurutmu aku tidak punya pekerjaan lain? Kenapa aku harus mengikutimu?! Aku ingin mengambil sesuatu yang kutinggalkan di kantor Michael dan aku tidak sengaja melihatmu dengan pria menyebalkan itu!""Pria menyebalkan katamu? Kau bahkan tidak mengenalnya! Bagaimana kau bisa memanggilnya s
Dengan wajah kesal Rachel kembali ke penthouse Nicholas, ia masih tidak bisa menerima jebakan yang telah dibuat oleh Nicholas. Jika ia tahu sejak awal bahwa pengeluaran belanjanya akan dipotong dari uangnya sendiri, ia tidak akan menghabiskan sebanyak itu!"Ikuti aku," kata Nicholas, menaiki tangga ke lantai dua."Kita tidak akan tidur bersama, kan?" katanya penasaran. Nicholas tertawa terbahak-bahak, "Apa yang baru saja kau katakan? Apakah kau pikir aku bersedia tidur denganmu? Dengar, kau mungkin masih belum bisa melupakan apa yang terjadi pada kita tadi malam, tapi percayalah kita berdua mabuk dan itu semua terjadi begitu saja!"Rachel tidak menjawab, namun ia kehilangan keperawanannya pada seseorang yang tidak ia inginkan, itu cukup mengganggunya. Ia melangkah di depan Nicholas dengan beberapa tas belanja di tangannya. Nicholas menatap punggung Rachel, sebenarnya, ia mengerti apa yang sedang terjadi di kepala Rachel tetapi ia tidak berbohong ketika ia mengatakan semuanya terjadi b
"Kau tidak bercanda kan?" Rachel bertanya dengan gugup.Nicholas mengangkat bahu, "Kau tahu aku bukan tipe orang yang suka bercanda," katanya sambil melangkah mendekatinya."Apa yang sedang kau lakukan?" Rachel bertanya dengan panik."Apa yang kau katakan? Apakah kau setuju denganku?" Nicholas berdiri hanya beberapa inci dari Rachel sehingga Rachel dapat merasakan napasnya di kulitnya."Aku...aku tidak tahu, aku pikir aku harus pergi..." saat ia bergerak menjauh, Nicholas meraih tangannya dan menariknya mendekat, "Apakah kau yakin kau ingin pergi?"Rachel menahan napas, mengingat semua sentuhan yang diberikan Nicholas padanya tadi malam. Tiba-tiba ia merasakan dorongan kuat untuk mendekatkan wajahnya ke wajah Nicholas. Kemudian semuanya terjadi begitu cepat, ia menempelkan bibirnya dan menciumnya dengan gairah yang membara. Ia bisa merasakan tangan Nicholas yang menarik handuk kimononya dan mulai menyentuh bagian belakang pinggangnya. Rachel menghela nafas lembut ketika tangan Nichola
"Nicholas berdeham pelan, "Ya, lanjutkan!" katanya sambil menyalakan mobil dengan tenang.Rachel menarik napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan."Oke, kita akan menambahkan 'hubungan seksual' dengan beberapa syarat, pertama, kamu harus selalu menggunakan kondom, kedua kita bisa melakukannya jika kita berdua menginginkannya, ketiga, kita tidak boleh melibatkan perasaan lain saat melakukannya..." Sementara mengucapkan kata-kata itu pipinya menjadi sedikit merah muda.Nicholas menganggukkan kepalanya, "Oke, aku akan menambahkannya ke kontrak kita," katanya tanpa menoleh."Tunggu! Haruskah kita melibatkan Michael Ford, maksudku, apa kau tidak malu?" katanya sambil meringis.Nicholas mengangkat bahu, "Apakah kau tidak ingin membuat semuanya legal? Bukankah itu lebih aman untukmu, well untukku juga,"Rachel menelan ludah, "Yah, untuk yang itu, aku ingin itu hanya di antara kita..."Nicholas mengangguk, "Oke, nanti aku cetak secara terpisah," katanya datar."Oke, bagus. Jadi kau selalu m
Beberapa minggu kemudian,"Aku tidak percaya diri dengan tubuhku..." bisik Rachel ketika Nicholas mencoba membuka resleting gaunnya. "Jangan merasa seperti itu, kau wanita paling seksi yang pernah kukenal dalam hidupku..." kata Nicholas, mencium bagian belakang lehernya. Gaun Rachel jatuh ke lantai, hanya menyisakan bra dan celana dalam. Dia memejamkan mata, menikmati setiap sentuhan bibir Nicholas di kulitnya.Dia mengangkatnya dan membaringkannya di tempat tidur dengan lembut. "Kau hanya perlu berbaring dengan santai, aku akan melakukan segalanya..." gumam Nicholas dan mulai menurunkan celana dalam Rachel. "Jangan masuk ke sana, aku tidak ingin kita menyakiti bayi itu," kata Rachel saat Nicholas mulai membenamkan wajahnya di antara pahanya. Nicholas mendongak, dia tersenyum, "Apakah kau merasa tidak nyaman? Maksudku tidak apa-apa, kita bisa melakukannya lain kali?" katanya Nicholas dengan ringan.Rachel berdeham, pipinya memerah, "Entahlah, aku hanya, kau tahu kehamilan ini adalah s
"Rach, haruskah kau membeli sebanyak itu?" kata Nicholas, menatap tumpukan makanan yang dijejalkan Rachel ke dalam bagasi mobil."Julia pasti punya banyak teman di sel nya, bagaimana kita bisa membawanya hanya sedikit makanan? Kau benar-benar pelit!" celoteh Rachel setengah bercanda."Jadi sekarang kau teman dekat Julia atau apa? Kenapa kau begitu peduli padanya padahal dia pernah membahayakan nyawamu," gertak Nicholas saat mengemudikan mobilnya ke Pulau Rikers."Dia sudah bilang maaf, setiap orang selalu punya kesempatan kedua," kata Rachel acuh tak acuh. Dia membuka keripik kentang dan sibuk memasukkannya ke dalam mulutnya.Nicholas tersenyum bangga pada wanita yang duduk di sebelahnya, "Kau selalu mengejutkanku sepanjang waktu, aku tidak menyangka kau bisa bertindak begitu dewasa seperti ini, jangan salahkan aku jika aku akan terus memujimu setiap hari, " ucapnya tulus."Ya Tuhan Nic, kau harus berhenti memujiku! Aku bisa terbang ke langit dan merusak atap mobilmu!" Rachel bercanda
"Apakah itu Lucy? Lucy temanku?" Rachel bertanya ketika dia melihat Nicholas menutup telepon. Nicholas menggaruk kepalanya, "Ya...""Mengapa kamu mematikan panggilan?" Rachel semakin curiga."Um, aku hanya sedang tidak ingin bicara," kata Nicholas gugup yang hanya membuat Rachel menyipitkan mata ingin tahu.Telepon Nicholas berdering lagi, Lucy.“Kau masih tidak mau menerimanya juga? Jika kamu tidak memiliki rahasia yang kau simpan, terima telepon dan pasang di pengeras suara agar aku bisa mendengar apa yang kalian bicarakan,” kata Rachel dengan tangan terlipat di dada.Dengan ragu Nicholas menekan tombol hijau,"Nic! Kau gila ya! Kenapa kamu menolak panggilanku? Jadi kau sudah bicara dengan Nenek?! Beritahu Nenek ibuku akan datang malam ini! Okay? Halo? Nico kau di sana kan?"Rachel terperangah, dia menatap Nicholas dengan mata terbelalak."Lucy, apa yang kau bicarakan?""Astaga! Rachel? Apakah itu kau?""Ya, ini aku! Jadi apa yang kalian sembunyikan dariku!” katanya kesal."Lucy, ku
Dia mendengar suara siulan yang semakin dekat, Rachel mencengkeram benda di tangannya dengan erat, sebelum itu, dia berusaha sangat keras sehingga dia akhirnya berhasil melepaskan tangannya dari borgol, dia tidak yakin apakah ibu jarinya patah atau tidak tapi rasa sakit yang dia rasakan tak tertahankan.Pintu terbuka, Trey Cole muncul dengan wajah polosnya."Hanya seorang pengantar makanan, aku tahu kau lapar, aku membelikan pizza untukmu!" katanya riang. Rachel terdiam, dia yakin Trey Cole benar-benar kehilangan akal sehatnya."Buka mulutmu," katanya, mengangkat sepotong pizza tinggi-tinggi dan memasukkannya ke mulut Rachel, "Aku tidak bisa memakannya, mendekatlah sedikit," kata Rachel, sedikit gemetar. Dia tahu jika rencananya gagal, Trey mungkin akan marah dan dia mungkin akan melakukan sesuatu yang lebih gila lagi.Trey tersenyum, dia melangkah maju sambil menyodorkan pizza ke mulut Rachel, saat itulah Rachel bergerak cepat. dia menyetrum Trey dengan alat setrum portabel yang diti
Rachel menatap layar ponselnya, menunggu kabar dari Nicholas, tetapi sampai satu jam kemudian tidak ada panggilan sama sekali. Dia mendorong kursi rodanya ke sekeliling ruangan dengan gugup, apa yang harus dia lakukan? Ini semua salahnya, Trey Cole bertingkah gila karena kesalahannya. dia seharusnya sudah mengantisipasinya sejak awal, semuanya sudah terlambat.Saat dia menggigit kukunya dengan gugup, dering telepon mengagetkannya. Dari Lucy,"Ya! Kabar baik please!" katanya cemas."Aku berhasil menghubungi Michael Ford, ini benar-benar mengejutkan, dia masuk ke kantor Michael dan mengambil dokumen begitu saja, dia mematikan semua CCTV tetapi dia lupa CCTV yang terselip di tumpukan dokumen, Mike sedang melakukan sesuatu sekarang," kata Lucy cepat."Syukurlah Lucy, aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan tanpamu, terima kasih banyak! Aku selamanya berhutang budi padamu!""Omong kosong! Aku hanya melakukan hal-hal kecil! Jadi bagaimana Nenek?"Rachel menarik napas dalam-dalam,"Aku masih
"Wow! Ada apa dengan semua makanan sehat ini? Apakah kau dirasuki oleh hantu yang sehat atau semacamnya?” celoteh Lucy saat melihat Rachel makan semangkuk besar sup sayuran dengan potongan ikan Dory di dalamnya. Rachel tersenyum kecil, tidak mengatakan apa-apa.Lucy menutup mulutnya,"Tidak mungkin! Kau tidak benar-benar hamil kan?!" katanya kaget.Rachel hanya mengangkat bahu sebentar membuat Lucy semakin penasaran."Rach! Katakan padaku!" tuntut Lucy, sambil memegang bahu Rachel."Kau akan menjadi bibi...""AAAAAAAH!" Lucy berteriak gembira, dia memeluk Rachel dengan hangat, tetapi beberapa detik kemudian dia melepaskannya perlahan, wajahnya berubah."Tapi bagaimana dengan hubunganmu? Maksudku, apakah Nicholas...""Dia bersedia mempertimbangkannya, aku yakin begitu dia memulai sesi terapinya, semuanya akan baik-baik saja," kata Rachel dengan keyakinan penuh.Lucy tersenyum lebar, "Aku senang melihatmu seperti ini, lihat senyum di wajahmu, itu sangat tulus dan murni..."Rachel melamb
Nicholas berjalan mendekat, ia terlihat semakin tampan dengan jeans dan crewneck hitam yang ia kenakan. Dia berjongkok di depan Rachel, menyeka air mata yang mengalir di pipi wanita yang menarik perhatiannya beberapa minggu terakhir, wanita yang sering membuat detak jantungnya berdetak lebih keras dan membuat darahnya mengalir lebih cepat. Dia menatapnya dengan kasihan, mengasihani Rachel karena jatuh cinta dengan pria bermasalah sepertinya."Kau baik baik saja?" dia bertanya dengan lembut. Rachel mencoba tersenyum, "Ya, aku hanya terpesona oleh kejutan yang kalian berikan," katanya gugup. Sejak berita kehamilan, mereka belum benar-benar berbicara dengan benar."Aku juga mengalami hal yang sama saat mengandungmu Rachie, hormon kehamilan sering membuat mood kita kacau," tiba-tiba ibu Rachel mendekat, dia membelai rambut Rachel dengan lembut. Rachel terkesiap, hormon kehamilan? Oh Tuhan! Kenapa dia tidak memikirkan itu? Tidak heran dia menjadi sangat sensitif dalam beberapa hari terakhi
Dr. Brown berdeham pelan,"Apakah berita ini benar-benar mengejutkan kalian berdua?" dia bertanya, menatap Rachel dan Nicholas secara bergantian. Mereka tampak sangat terkejut sehingga mereka tidak mengatakan apa-apa untuk sementara waktu."Mr. Anthony, sir?" Dr Brown melambaikan tangannya di depan wajah Nicholas."Maaf, aku benar-benar sangat terkejut!" Nicholas berkata gugup, dia melirik Rachel yang tampak masih terpana."Rachel?" dia mengulurkan tangannya, menyentuh tangan Rachel dengan lembut.Rachel segera tersentak, "Maaf, aku terlalu terkejut!" katanya dengan tawa yang dipaksakan. Dia menatap perutnya yang masih rata dan kemudian meletakkan tangannya di sana, "Jadi, aku hamil?" gumamnya masih tidak percaya."Menurut hasil lab ya kau hamil, tapi kita harus melakukan USG transvaginal untuk mengetahui usia kehamilanmu karena mungkin tidak muncul dengan USG normal," katanya sedikit kaku karena menyadari kabar yang dibawanya tampaknya bukan sesuatu yang diharapkan pasangan Anthony.
Rachel berbalik ke arah pintu ketika dia mendengar langkah kaki menjauh, "Nic, apakah kau mendengar itu?" dia bertanya dengan panik. Nicholas berjalan cepat ke pintu untuk melihat siapa yang ada di sana. Di lorong dia melihat seorang wanita berjalan cepat, dia mengerutkan kening karena dia bisa mengenali wanita itu dari belakang."Nic? Apa benar ada yang mengintip kita tadi?" tanya Rachel setengah berteriak."Entahlah, mungkin, tunggu sebentar aku harus memastikan sesuatu," katanya tanpa menoleh ke belakang.Rachel menggigit bibirnya, bukan karena dia malu jika ada yang melihat mereka tetapi karena dia punya firasat buruk bahwa Julia yang mengintip mereka. Tentu saja, dia seharusnya senang karena secara kebetulan Julia dapat melihat dengan jelas bahwa Nicholas dan Rachel sangat menginginkan satu sama lain, tetapi dia khawatir tentang hal lain, bagaimana jika Julia mulai mengacau lagi dan memasukkan Nicholas ke dalam posisi sulit lainnya?Dia mencoba untuk bangun dari tempat tidur teta