Rachel masih menatap penuh harap. Dia bahkan menggenggam erat telapak tangan sang papa yang masih diam.“Apa Papa tidak menyayangiku? Papa, kenapa Papa hanya diam? Papa tidak mau membantuku?” tanya Rachel memelas.“Apa Papa tega melihatku dipenjara, Pak? Ini fitnah, mereka melakukan ini hanya untuk menjebloskanku ke pencara. Kai memfitnahku, Pa.” Rachel merengek dan berusaha meyakinkan Frederic untuk memercayainya.“Kai sepertinya sudah terpengaruh oleh wanita itu, Pa. Papa tahu ‘kan, hubungan kami baik, tapi setelah Kai menikah, kenapa aku dituduh begini sampai polisi pun terlibat,” ucap Rachel, “Papa harus percaya padaku, aku ini putrimu.”Frederic menatap nanar pada Rachel. Tidak tahu mana yang benar dan salah, tapi sebagai seorang ayah, tentu Frederic ingin yang terbaik untuk putrinya.Saat Frederic hendak membuka suara, terdengar ketukan pintu lalu satu polisi wanita dan satu polisi pria masuk ke ruang inap itu. Keduanya mengangguk sopan sebelum berjalan menghampiri Rachel dan Fr
Kai berada di kamar sedang duduk di kamar berbalas pesan dengan Tian membahas pekerjaan.Ketika baru saja selesai membalas pesan Tian, Kai mendapat panggilan dari polisi.“Halo, selamat malam, Pak Kaisar.”Kai mendengar suara polisi. Dia membalas sapaan itu ramah.“Maaf mengganggu waktu Anda, ada yang perlu kami sampaikan kepada Anda.”Satu tangan Kai terkepal mendengar ucapan polisi. Dia sudah merasakan feeling jika ada sesuatu yang terjadi.“Kami mengawal saudari Rachel untuk dibawa ke polisi dan dimintai keterangan. Namun, karena kelalaian dari staff yang bertugas, membuat kami kehilangan saudari Rachel.”Kai menegakkan badan. “Apa maksud Anda?”“Saudari Rachel melarikan diri saat akan dibawa ke kantor polisi. Saat ini tim kami sedang berusaha mencari keberadaannya. Kami juga sudah menggeledah rumah keluarga tersangka, tapi kami tidak menemukannya.”“Dia kabur?” Kai benar-benar tak menyangka. Emosinya meluap mengetahui kalau wanita itu lari dari jeratan hukum.“Kami sedang berusaha
Nindy sangat syok sampai mundur dari posisinya. Dia tak menyangka Rachel datang ke rumah itu.“Ke-kenapa kamu ke sini?” tanya Nindy berusaha bersikap biasa.Namun, bukannya menjawab pertanyaan Nindy, Rachel mendorong Nindy masuk rumah lalu membanting pintu. Bahkan Rachel langsung mengulurkan kedua tangan ke leher Nindy lalu mencekiknya.Nindy tak bisa menghindar. Dia terjatuh ke belakang saat Rachel mencekiknya, bahkan kini Rachel ada di atas tubuh Nindy.“Ap-pa yang ka-mu la-ku-kan, le-pas-kan.” Nindy berusaha menyingkirkan tangan Rachel, tapi tidak berhasil.“Pasti kamu dan ibumu yang membocorkan kalau aku yang menyuruh kalian, kan? Setelah kalian mengkhianatiku, apa kalian pikir bisa hidup tenang? Lihat saja, aku akan membuatmu dan ibumu menyesal!”Rachel mencekik kuat-kuat leher Nindy, dia bahkan tertawa, menggila dengan perbuatannya.Wajah Nindy memerah. Dia mulai kehabisan napas karena Rachel mencekiknya sangat kuat. Namun, Nindy tak mau pasrah, dia terus berusaha melepaskan tan
Anna menatap iba pada Nindy yang gemetaran. Dia memutuskan mengajak Nindy untuk masuk rumah lebih dahulu.Anna berjalan sambil merangkul pundak Nindy, apalagi kakak tirinya ini berpenampilan berantakan.Begitu sampai di dalam rumah. Anna meminta pelayan membuatkan minuman hangat, bahkan dengan penuh perhatian Anna merapikan rambut Nindy dan mengusap wajah sang kakak tiri yang penuh keringat dan air mata.“Ada apa? Kenapa kamu gemetaran seperti ini?” tanya Anna mencoba kembali mengajak bicara Nindy.Pelayan datang membawa teh hangat. Anna meminta Nindy untuk minum lebih dulu agar lebih tenang.Anna memperhatikan Nindy yang sedang minum. Setelahnya dia mengambil cangkir dari tangan Nindy, lalu meletakkannya di meja.“Ada apa sebenarnya? Kenapa kamu begitu ketakutan sampai gemetaran? Apa yang terjadi?” tanya Anna sekali lagi saat melihat Nindy sudah agak tenang.Nindy menatap Anna. Dia mengatur napasnya lalu mulai bercerita.“Wanita gila itu, Rachel, datang ke rumah dan dia mencekikku. D
Kai sudah berada di rumah sakit saat Anna menghubunginya. Dia benar-benar geram karena Rachel semakin menjadi-jadi. Kai harus berusaha menemukan Rachel secepat mungkin, bagaimanapun caranya.“Ada apa, Pak?” tanya Tian karena sejak tadi melihat atasannya itu sangat emosi.“Rachel berusaha menghabisi Nindy, untung saja Nindy bisa kabur,” jawab Kai dengan satu tangan berkacak pinggang.Tian sangat syok. Dia pun tak menyangka kalau wanita dari kalangan atas dan begitu elegan seperti Rachel, bisa bertindak gegabah seperti itu.Kai menghela napas kasar. “Aku harus segera bicara pada Frederic dan memaksanya memberitahu, di mana Rachel bersembunyi,” ucap Kai lagi.“Iya, Pak.” Tian setuju karena Rachel sudah tidak bisa dibiarkan bebas begitu saja.Kai kembali melanjutkan langkah di koridor rumah sakit menuju kamar inap Frederic.Sesampainya di sana, Kai melihat depan kamar inap Frederic dijaga ketat polisi, hal ini guna mengawasi dan memantau jika saja Rachel datang menemui Frederic.Setelah
“Biarkan aku masuk lebih dulu.” Rachel merangsek masuk ke dalam rumah Justin tanpa dipersilakan.Justin diam memandang Rachel. Lalu dia melongok keluar, memastikan tidak ada yang melihat Rachel masuk ke rumahnya, sebelum akhirnya dia menutup pintu dan menguncinya.“Apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa kamu malah kabur dari polisi, kamu buronan sekarang. Bahkan berita pencarianmu sudah tersebar di banyak saluran televisi,” ucap Justin seraya menghampiri Rachel yang sudah berada di ruang keluarga.Rachel mengguyar kasar rambut ke belakang. Dia menatap kesal pada Justin karena cerewet.Sejak awal Rachel menawarkan kerjasama dengan Justin dengan imbalan Justin bisa mendapat lebih banyak saham di perusahaan Kai. Rachel tahu Justin dan Kai bersaing, karena itu Rachel memanfaatkan pria itu untuk kepentingannya.“Apa kamu berhasil mendekati Anna?” tanya Rachel sambil menatap pada Justin. Namun, detik berikutnya dia mengambil gelas berisi jus di meja, lalu menenggaknya hingga tandas.Justin m
Anna kembali bekerja seperti biasa meski perasaan waswas kadang hinggap di hatinya. Namun, semua berjalan dengan normal, sehingga Anna mencoba tenang dan tetap fokus pada pekerjaannya.Saat siang hari, Anna masih fokus dengan pekerjaannya ketika dia mendapat sebuah pesan.Anna tersenyum lebar. Dia segera berdiri dari kursinya lalu menghampiri meja Justin.“Pak.” Anna berdiri dengan senyum merekah.Justin mengangkat pandangan. Dia terkesiap melihat senyum Anna yang begitu lebar dan lepas.“Ada apa?” tanya Justin.“Saya mau minta izin ke lobi, apa boleh? Mungkin sekalian makan siang karena orang tua saya menunggu di bawah,” ucap Anna sambil menatap penuh harap Justin memberinya izin.Justin menengok pada arloji yang melingkar di pergelangan tangan, lalu dia kembali menatap pada Anna. “Pergilah.”Anna semakin melebarkan senyum. Dia mengangguk cepat karena sangat senang. “Terima kasih, Pak.”Setelahnya Anna segera pergi meninggalkan ruang kerja Justin untuk menemui Stefanie yang berkata j
Anna, Stefanie, dan Reino sudah berada di restoran yang agak dekat dengan perusahaan. Kai juga sudah datang dan ikut bergabung dengan mereka.“Mama sudah melihat bukti tentang dirimu di berita saat dalam perjalanan kemari. Mama lega karena akhirnya orang-orang tahu dan takkan memandang sebelah mata lagi padamu,” ucap Stefanie sambil memotong steak pesanannya.Anna mengangguk-angguk.Stefanie mengalihkan pandangan dari daging yang ada di hadapannya, ke arah Anna yang duduk berhadapan dengannya.“Anna, kamu sudah terbukti kalau memang anakku. Apa kamu mau kembali pada mama?” tanya Stefanie sambil menatap penuh harap.Anna terkejut. Dia menatap Stefanie sedang memandangnya penuh harap, lalu dia menatap pada Reino dan Kai secara bergantian.“Aku sudah punya suami, Ma. Sudah pasti aku ikut suamiku,” ucap Anna yang belum paham dengan maksud Stefanie.Stefanie tersenyum kecil. “Bukan soal tempat tinggal, Anna. Tapi statusmu. Mama ingin kamu memiliki status yang sama dengan mama, sebagai kelu
Anna diam mendengar ucapan Alex. Benar, mungkin dia masih bisa mengatasi Alex, tapi tidak yakin bisa mengatasi kakek mereka. Jika Stefanie saja tak bisa melawan kakeknya itu, apalagi Anna.Namun, meski begitu apa Anna harus mundur? Tidak, dia takkan mundur. Dia harus mendapatkan apa yang seharusnya didapatkan, ibunya!“Kenapa diam? Kamu gemetar? Lebih baik urungkan niatmu itu dan pergilah, kembali ke suamimu. Bukankah kamu sudah punya suami kaya yang bisa memberimu segalanya, untuk apa lagi kamu masih berharap pada mamaku, apa harta yang suamimu beri masih kurang?”Anna mengepalkan erat telapak tangannya. Apa Alex sedang menghinanya? Menganggapnya hanya menginginkan harta sang mama. Menebak apa yang ada di pikiran sang adik, Anna tersenyum miring.“Apa? Kenapa kamu tersenyum seperti itu?” tanya Alex mendadak ngeri melihat senyum Anna yang berbeda.Anna menarik tangannya dari tepian meja, tatapannya begitu tajam pada Alex.“Sepertinya pikiranmu memang selalu buruk, Alex. Bagaimana kal
Anna keluar dari lift dan berjalan di koridor menuju ruangan Alex. Kedatangan Anna di sana menarik perhatian para staff yang ada di lantai itu.Anna berjalan dengan gaya anggun meski sebenarnya gugup. Dia tidak terlalu suka menjadi pusat perhatian seperti ini.“Silakan, ini ruang kerja Pak Alex,” kata office boy yang mengantar.Anna mengangguk. Dia ingin meraih gagang pintu, tapi lebih dulu ada staff yang mencegah.“Maaf, apa Anda sudah membuat janji dengan Pak Alex?” tanya staff itu yang ternyata sekretaris Alex.Anna ingin menjawab tapi office boy yang bersamanya sudah lebih dulu menjawab.“Pak Alex sudah mengizinkan Nona ini ke ruangannya, lebih baik jangan dipermasalahkan lagi,” kata office boy itu.Sekretaris itu memerhatikan penampilan Anna, lalu akhirnya mengizinkan Anna masuk.Anna akhirnya masuk ke ruangan Alex. Dia melihat adiknya itu berdiri di dekat jendela memunggungi pintu. Anna berjalan perlahan menghampiri Alex, hanya terdengar suara langkah kaki sepatunya menggema di
Anna dan Kai pergi ke perusahaan milik Reino. Mereka di mobil yang terparkir di seberang jalan perusahaan, mengamati aktivitas yang terjadi di luar perusahaan itu.“Kamu benar-benar mau menemui Alex?” tanya Kai memastikan. Dia menatap Anna yang duduk di kursi samping kemudi.Anna tak langsung menjawab. Dia masih mengamati tempat itu.“Mau tidak mau, aku harus menemuinya, Kai.” Anna akhirnya bicara, tatapannya sudah beralih ke suaminya itu. “Aku tidak mau harta mereka, aku hanya ingin hakku sebagai anak.”Kai selalu yakin kalau Anna tidak matrealistis. Kai mendukung keinginan Anna itu.“Aku akan menemanimu menemuinya,” kata Kai.Anna menggeleng. “Ini urusan keluarga, aku akan menghadapinya sendiri.”“Kamu yakin?” tanya Kai memastikan. Takut kalau terjadi sesuatu pada Anna jika tak berada dalam pengawasannya.Anna mengangguk mantap. “Aku bisa mengatasinya.”Kai ragu, tapi karena Anna memaksa pergi sendiri, akhirnya Kai mengizinkan tapi tetap mengawasi.Anna turun dari mobil. Dia berjala
Saat siang hari. Pelayan Fransisca memanggil Anna dan Kai untuk bergabung di ruang makan.Anna dan Kai mengikuti langkah pelayan itu sampai mereka tiba di ruang makan. Fransisca sudah menunggu mereka dan tersenyum melihat kedatangan Anna dan Kai.“Ayo, duduklah. Kita makan siang dulu,” ajak Fransisca mempersilakan.Anna mengangguk. Dia duduk bersama Kai lalu pelayan mulai melayani mereka.“Aku tidak tahu makanan kesukaanmu, jadi aku harap kamu tidak kecewa dengan menu yang disajikan,” ucap Fransisca sebelum memulai makan siang.Anna menggeleng pelan. “Aku tidak pilih-pilih makanan, Bi.”“Baguslah.” Fransisca terlihat senang.Mereka makan siang bersama, tidak ada pembahasan apa pun saat di meja makan. Anna juga tidak berani membuka pertanyaan karena takut menyinggung.Setelah makan, Fransisca mengajak Anna dan Kai duduk di ruang keluarga.Anna masih menunggu sampai Fransisca memulai pembicaraan.“Aku bertemu mamamu sekali saja setelah dia dipindah ke sini. Setelahnya aku tidak tahu bag
Keesokan harinya. Anna dan Kai naik pesawat penerbangan pagi menuju kota tempat Stefanie tinggal. Anna duduk di dekat jendela sambil memandang ke luar pesawat yang masih menunggu lepas landas.Kai melihat Anna yang hanya diam. Dia meraih telapak tangan Anna, lalu meletakkannya di pangkuan.“Memikirkan apa?” tanya Kai saat Anna menoleh padanya.Anna menggeleng pelan. “Entahlah, banyak sekali yang memenuhi kepalaku sekarang. Rasanya seperti mau meledak.”Kai mengusap lembut rambut Anna. Menghadapi masalah keluarga memang lebih berat daripada masalah perusahaan, tentu Kai memahami posisi Anna saat ini.“Kita berusaha menemui mamamu, tapi apa pun hasilnya nanti, kuharap kamu jangan bersedih berkepanjangan,” kata Kai tidak ingin Anna terlalu kecewa.Anna mengangguk pelan. “Aku hanya mau memastikan Mama baik-baik saja, bisa melihatnya sekali saja untuk mengobati rindu, setelahnya aku pasrah walau aku masih berharap bisa bersama Mama lagi.”“Aku tahu,” balas Kai, “tapi semua di luar kehendak
Kai sangat mencemaskan kondisi Anna, apalagi wajah Anna memang sangat pucat.“Ayo ke rumah sakit,” ajak Kai sambil menggenggam telapak tangan Anna.Anna menatap Kai yang panik, dia mencoba tersenyum untuk menenangkan.“Tidak usah, lagian ini pusing biasa. IGD tidak menerima pasien yang hanya masuk angin,” seloroh Anna diakhiri tawa kecil meski wajahnya pucat.Kai menatap tak senang karena Anna menyepelekan kondisi kesehatan.“Masuk angin pun, kalau salah penanganan, bisa membahayakan, paham.” Kai kukuh ingin membawa Anna ke rumah sakit.Anna menatap dalam pada suaminya, dia mencoba memahami kecemasan yang sedang Kai rasakan.Anna tersenyum kecil. “Begini saja, kalau besok pagi kondisiku masih kurang baik, kita ke rumah sakit, ya.”Kai menatap ragu, tapi karena Anna tidak mau pergi sekarang, dia akhirnya mengalah,“Baiklah, kalau nanti malam kamu merasa sakit, kita harus pergi memeriksakannya,” ucap Kai mengalah.Anna mengangguk-anggukkan kepala.“Aku mau mandi dulu,” kata Anna siap be
Saat sore hari. Anna dan Kai pergi ke kantor polisi setelah mendapat informasi soal penetapan tersangka pada Justin.Anna sangat syok, dia tak menyangka Justin benar-benar terlibat kasus yang menjerat Rachel.Anna dan Kai sudah menunggu di ruang kunjungan, lalu beberapa saat kemudian Justin masuk ruang kunjungan dengan kedua tangan terborgol.Justin tersenyum pada Anna, lalu duduk berhadapan dengan Anna tapi tak bersikap ramah pada Kai.“Kamu benar-benar terlibat?” tanya Anna tak menyangka.Justin tersenyum tipis. “Aku sudah janji akan menjawab jujur, aku hanya berusaha jujur.”“Aku tidak terkejut,” ucap Kai.“Aku tidak meminta pendapatmu,” balas Justin ketus, “aku hanya berusaha menepati janjiku pada Anna.”Kai kesal. Dia menatap tajam pada Justin, apa Justin menyukai Anna?Anna benar-benar masih tak percaya, dia benar-benar tidak pernah membayangkan jika Justin benar-benar terlibat.“Bagaimana bisa?” tanya Anna meminta penjelasan.Justin mengalihkan pandangan dari Kai pada Anna. Dia
“Tunggu.” Anna mencegah Justin yang mau ikut polisi.Justin menghentikan langkah. Lalu membalikkan badan ke arah Anna begitu juga dengan polisi.“Ada apa?” tanya Justin sambil menatap Anna. Tatapan matanya memperlihatkan jika dia tak marah sama sekali pada Anna.Anna menghampiri Justin, dia berdiri tepat di hadapan atasannya itu.“Aku tidak tahu kamu bersalah atau bukan, aku hanya berharap kamu tidak terlibat karena meski mungkin kamu membenciku karena suamiku, tapi aku menganggapmu pria baik,” ucap Anna.Anna hanya tak ingin menambah musuh. Jika bisa dicegah dengan sikap baik, maka Anna akan berusaha meminimalisir kemungkinan Justin membencinya dan Kai.Justin tersenyum getir, dia tak menyangka jika Anna menganggapnya baik padahal awalnya Justin ingin memanfaatkan Anna.“Aku akan bicara jujur menjawab semua pertanyaan polisi,” ucap Justin, “terima kasih sudah memercayaiku,” imbuhnya.Anna mengangguk, lalu dia membiarkan Justin pergi dengan polisi.Semua staff di sana berdiri karena t
Di kota tempat Stefanie tinggal. Dia masih dirawat di rumah sakit yang dijaga ketat oleh beberapa bodyguard. Bahkan Reino dibuat tak bisa keluar masuk sembarangan, Reino ikut dipantau oleh pengawal bayaran Abraham.“Apa kamu anggap mamamu ini sebagai tahanan, Alex? Bagaimana bisa kamu memperlakukanku seperti ini?” Stefanie menatap datar pada Alex.Stefanie terkejut saat mengetahui kalau sudah dipindah kota saat pertama kali membuka mata. Bahkan saat dia menanyakan keberadaan dan kabar Anna, Alex langsung membentaknya.“Ini demi kesembuhan Mama, sebaiknya Mama nurut apa kata dokter agar pemulihan kesehatan Mama lebih cepat,” ucap Alex dengan tenang.Stefanie benar-benar tidak tahu, kenapa Alex berbuat demikian.“Apa kamu bahagia melihat mama terkurung di sini seperti orang yang sedang dihukum?” tanya Stefanie dengan tatapan dingin pada Alex.Alex tetap tenang. Dia membuka penutup tempat makanan milik Stefanie, lalu mengambil sendok.“Makanlah dulu,” kata Alex.Stefanie benar-benar tak