Lucas mendudukkan tubuhnya di kursi di hadapan seorang pria paruh baya berkacamata. Di balik lensa itu, Lucas dapat menyaksikan sepasang mata yang sipit dan tajam. Pria itu berambut hitam, dengan sekali lihat Lucas dapat menebak jika pria di depannya sekarang memiliki genetik daratan Asia."Ada apa? Bukannya urusan dengan K Group sudah ditangani oleh ayahku," tohok Lucas langsung.Pria di depannya hanya tersenyum, kemudian mendesah panjang. "Anda tidak tahu kinerja ayahmu sendiri, ya?""Justru itu. Aku tahu semua."Pria di depannya menatap Lucas lekat. Berharap ada kalimat lagi yang keluar dari bibirnya."Aku tidak akan membuang waktuku. Cepat, langsung katakan to the point saja.""K Group sebenarnya ingin Anda yang menangani proyek ini, Tuan," jawabnya sambil mendecakkan lidah.Lucas menyugar rambutnya perlahan. Menunjukkan betapa tampan dan seksi dirinya. "Tapi aku tidak menyukai perjodohan di antara kerja sama kita. Profesionalitas lebih penting dibanding menyatukan dua keluarga pa
"Brengsek! Kau mendengarku tidak! Apa telingamu sudah tuli!"Gertakan keras Robert langsung membuat Zyan tersadar. Zyan lekas bangkit kemudian bertolak pinggang menantang Robert."Aku tidak tuli! Bahkan telingaku sudah terbiasa mendengar cacianmu!" Zyan mengangkat dagunya, tak ingin mengalah menghadapi Robert.Beberapa orang di belakang Robert langsung tercengung. Zyan benar-benar tipe anak pembangkang. Dan seluruh penjuru negeri tahu itu. Tapi menyaksikan sekarang secara langsung membuat mereka tak bisa menekan rasa terkejutnya.Robert mendengus, lalu meludah ke lantai secara kasar. "Omong kosong! Seharusnya tempatmu bukan di sini! Pergi saja kau yang jauh!"Zyan menyeringai. Meski bibirnya masih dipenuhi oleh luka berdarah dan sebagian menodai gigi putihnya. Zyan mendekati Robert yang hanya setinggi dagunya, kemudian menuding tepat di depan hidung pria paruh baya tersebut."Lihat saja, Robert! Kau akan menyesali semua perbuatanmu! Akan aku hancurkan kehidupanmu sama seperti kau meng
Tampak di kedua netranya, Lucas mengulum senyum sembari mengangkat gelas martini yang telah terisi sampanye tinggi-tinggi demi menyambut kedatangan Chiara.Chiara terpukau. Matanya berbinar saat mengedarkan pandang ke sekelilingnya. Dekorasi dan bunga-bunga segar yang indah. Ini persis seperti di dunia dongeng impian Chiara sejak kecil. Dan lagi, pria di hadapannya sangat seksi dan memesona, menjadikannya semakin larut akan suasana malam yang penuh damai.Perlahan Chiara melangkahkan kaki menghampiri Lucas. Lampu-lampu yang bertebaran indah seakan mendukung dan menyorotnya. Ini mimpi, Chiara yakin ia sekarang menjadi seorang putri yang bertemu pangeran tampan impian. Chiara tersipu sendiri membayangkan hal itu."Kemarilah, suasananya indah. Tak boleh kau lewatkan," ucap Lucas tetap mempertahankan senyum yang luar biasa efeknya bagi Chiara. Chiara seperti tengah melambung tinggi mengangkasa."Kau yang menyiapkan semua ini?" tanya Chiara tanpa berkedip saking kagumnya. Mulutnya terbuka
Lucas mendesah frustasi sambil menatap ke arah jendela luas di depannya. Ia tak tahu jika sekarang Chiara ada di balik pintu kamar dan sedang menguping pembicaraannya bersama pihak rumah sakit."Siapa bendahara rumah sakit? Aku ingin bicara padanya. Waktu aku ke sana dan menyuruh kau menekan wali dari si pasien, aku sudah mentransfer uang," sengit Lucas. Ia tak ingin membahas masalah yang sudah lumayan lama itu.Mata Chiara membelalak lebar. Apa maksud Lucas menekan wali dari Olivia Palmer adalah dirinya?Chiara kemudian teringat hari dimana rumah sakit menghubunginya dan menekan biaya yang cukup besar hingga mau tak mau membuatnya mencari Lucas lagi. Hari itu ia memohon-mohon serta mengesampingkan harga diri demi kontrak yang pernah ditawarkan oleh pria dingin tersebut. Chiara juga ingat, Lucas sempat bersikap sombong dengan mengatakan bahwa kesempatannya sudah habis.Jadi selama ini Lucas sengaja mempermainkannya?Lalu kedua mata Chiara berkaca-kaca dan merebak begitu saja. Pembuluh
Chiara termangu, seketika dunianya berhenti begitu saja. Dadanya sesak, ia segera meraup udara sebanyak-banyaknya.Chiara menggeleng. Mengingat potong demi potong momen dimana Lucas mengganti namanya menjadi Lala Cordelia Esme. Juga saat pria itu sering menyebut nama Lala ketika terlelap."Tidak… tidak mungkin." Chiara mengatupkan bibirnya rapat. Jadi, wanita yang selama ini dicintai oleh Lucas adalah kembarannya sendiri?Tapi bagaimana mungkin ia tak tahu jika punya kembaran. Selama ini ia terlalu bahagia dengan kehidupannya bersama Ernest dan Olivia. Apakah mereka sengaja menyembunyikan kenyataan ini darinya?Chiara menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Mendelik mengamati sosok gadis yang ada di dalam foto. Siapa lagi yang bisa ia tanyai soal ini? Air mata Chiara merembes lagi. Ia sedih, tapi juga kecewa.Baik Lala, Olivia dan Ernest sudah tidak ada lagi di dunia. Lalu, kedua orang di foto sebelumnya itu siapa?Tangan Chiara bergerak lincah membuka halaman sebelumnya. Mengamati du
"Siapa?" Chiara mencoba bertanya. Ia agak bingung ketika menyaksikan Zyan yang justru terkejut dan termenung selama sepersekian detik.Zyan menoleh ke arah Chiara, lalu menunjuk sebuah pintu tertutup di sana. "Chiara, kau sembunyi dulu."Chiara mengerjapkan mata. Siapa yang datang hingga ia harus bersembunyi? Tapi semakin ke sini bel apartemen Zyan berbunyi semakin sering. Sepertinya orang itu tak sabaran.Mau tak mau, Chiara kemudian menuntun langkahnya ke tempat yang ditunjuk Zyan. Chiara membuka pintu lantas menyelinap di sana.Sebelum membuka pintu, Zyan menarik napas panjang. Ia mulai menarik kenop, lalu muncul seorang wanita dewasa berambut panjang cokelat bergelombang."Hai, Sayang…" ujar si wanita langsung berhambur memeluk Zyan.Zyan panik, sesekali matanya melirik ke arah kamar. Ia segera melepas pelukan sang wanita."Kenapa kau ada di sini?!" desis Zyan protes.Wanita itu tetap bergelayut manja. Ia kembali memeluk dan mencumbu mesra Zyan. Zyan tak sabar, lalu mengurai dekap
"Eh?"Zyan tertawa lalu mengubah tampangnya menjadi lebih serius dari yang tadi. Wajahnya semakin mendekat. Ia mengamati Chiara yang mengerjap."Atau… jangan-jangan kau masih terbayang-bayang oleh badanku yang seksi ya?"Chiara buru-buru melambaikan tangannya. "Eh, bukan." Wajahnya langsung memerah menahan malu. "Aku hanya kepikiran ternyata kau bisa memasak, ya?"Sontak Zyan menegakkan tubuhnya lagi. Kini bahunya bergetar karena terbahak-bahak. Tawanya semakin menjadi-jadi."Kau meremehkanku, huh?" Zyan mengangkat alis. Tatapannya tajam, namun lebih hangat dibanding sebelumnya."Bukan begitu—""Iya, aku bisa masak. Aku jauh dari rumah, tidak ada pelayan yang mengurusku. Jadi aku harus bisa melakukan apapun sendiri," jawab Zyan lugas.Chiara manggut-manggut. Teringat bahwa Zyan sengaja dibuang dari keluarga Knight. Entah apa yang menyebabkannya. Chiara merasa tak perlu tahu lebih jauh. Ia hanya orang luar yang sementara waktu terkontrak oleh Lucas. Meskipun itu semua gara-gara campur
Chiara berusaha menarik lengan Zyan dan menjauhkan dari pria yang sudah terjerembap di lantai restoran. Namun tubuh Zyan membelot ingin menuntaskan pukulannya untuk pria yang sudah membuat masalah dengannya."Zyan, tunggu! Jangan memukulinya lagi!" cegah Chiara setengah memekik. Kini seluruh perhatian tertuju kepada mereka. Bahkan beberapa ponsel terpasang untuk merekam kejadian tersebut."Tidak bisa, Chiara! Dia harus segera diberi pelajaran!" tegas Zyan bersikukuh untuk tetap menghajar si pria.Chiara mendengus, lantas menarik lengan Zyan lebih kuat lagi. "Tidak. Aku tahu kau tidak sejahat dan seburuk itu, Zyan."Tatapan Chiara tegas dan seakan dapat menghunus tengkorak Zyan hingga dapat memengaruhi pola pikir pria tersebut. Kedua bahu Zyan akhirnya menurun. Ia mengikuti Chiara yang kini sudah menggandeng tangannya dan pergi dari tempat makan itu.Keduanya lalu berjalan dan kembali menuju apartemen milik Zyan. Tanpa mereka sadari sepasang mata telah mengawasi keduanya dari dalam mob
Robert menekuk wajahnya. Ia lalu mengalihkan tatapan ke arah Zyan yang baru saja mengulum senyum saat menatap kepergian Lucas. Setelahnya, pria itu justru membalas tatapan Robert sambil mengedikkan bahu.Sontak Robert menggertakkan gigi. Ia segera menggerakkan tangan demi menjalankan kursi rodanya. Sedangkan Sarah bingung dengan apa yang tengah dilakukan Robert."Sayang, kau mau kemana?" tanyanya. Karena Robert tak meresponnya sama sekali, ia jadi khawatir.Sarah kemudian harus membungkukkan badan berkali-kali demi meminta maaf kepada tamunya karena ia akan menyusul Robert. Lantas, Sarah bergerak cepat untuk membantu mendorong kursi roda Robert."Kau mau pergi kemana, Sayang? Biar aku bantu," desis Sarah."Antarkan aku kepada Zyan," tegasnya.Meskipun bingung, tapi Sarah tetap mengikuti permintaan suaminya tersebut. Mendekat ke posisi Zyan, Robert sudah bersiap-siap."Apa yang kau lakukan sampai adikmu pergi begitu saja, hah?!" gertak Robert langsung.Zyan justru memiringkan senyum. "
"Dad, kau menaruh kamera CCTV mikro di sini?"Pertanyaan Poppy seketika langsung menghentikan perbincangan kedua pria di depannya. Kedua orang itu tampak saling melempar pandang sekarang.Chen Ze kemudian segera melangkahkan kaki untuk memeriksanya. Ia pun jadi sedikit terkejut."Tuan, ada yang mengawasi kita!" celetuk Chen Ze yang membuat napas Franklin tercekat.Franklin mau tak mau berderap mendekat juga. Ingin membuktikan langsung dengan mata kepala sendiri. Setelah mengamati CCTV tersebut, bibirnya tekatup rapat."Sial! Siapa yang melakukannya?! Sejak kapan kamera itu berada di sini!" umpat Franklin kesal. Ia berkacak pinggang dengan sesekali membuang napas gusar.Chen Ze juga terlihat berpikir keras. Ia terdiam selama sepersekian detik sebelum menyebutkan sebuah nama."Menurut Anda, apakah Albert adalah anak Ashley, Tuan?"Mendengar itu, perhatian Franklin akhirnya tersedot kepada Chen Ze juga. Kedua matanya saling mencari-cari jawaban ketika saling berhadapan."Seharusnya kita
Sambil mengatupkan rahangnya, Sarah duduk di jok penumpang belakang dengan tubuh yang menegang. Bahkan pemandangan di sisi kanan dan kirinya tak mampu mengalihkan rasa emosinya. Masih terbayang-bayang olehnya tentang perkataan Poppy tadi pagi."Lucas dan Lala ternyata selama ini membohongi kita, Bu. Mereka hanya menikah secara kontrak."Waktu itu, kedua mata Sarah langsung terbelalak lebar. Rasanya kecewa dibohongi oleh anaknya sendiri. Apalagi itu Lucas.Sarah menggertakkan gigi. Ini semua pasti karena pengaruh gadis miskin itu. Padahal dari dulu, ia membenci Lala sekaligus keluarganya. Ia takut jika Lucas terpengaruh karena pola pikir orang miskin dan keluarganya berbeda. Apalagi sampai tertular penyakit mereka. Bulu kuduk Sarah meremang. Pokoknya, ia sangat anti dengan Lala yang miskin, kotor dan liar.Tak terasa mobil yang ia tumpangi sudah tiba di depan mansion Lucas. Si pegawai membukakan pintu, memberi jalan kepada Sarah. Sekarang wanita itu mendaratkan kakinya dengan yakin.Sa
Pagi buta sekali, dua mobil hitam berkilat meluncur cepat ke salah satu bangunan yang tinggi besar. Bangunan tersebut didominasi oleh dinding warna cream dengan sebagian catnya terkelupas. Sedang di depannya, hanya ada rolling door abu-abu tua yang menggantikan fungsi pintu pada umumnya.Pintu mobil akhirnya terbuka, menampilkan sejumlah pria yang berpakaian serba hitam memasuki bangunan tersebut secara diam dan cepat. Saking heningnya, kaki-kaki mereka tak terdengar menapak tanah.Sebagian dari mereka menjebol pintu samping. Sisanya memasuki bangunan itu dengan memanjat balkon dan menyusup dari atas.Berikutnya, mereka dengan gerakan cepat dan hening menangkap dan membius orang-orang yang ada di dalam. Hanya ada tiga pria dan satu wanita di dalam sana. Lantas pasukan pria yang memakai serba hitam mengumpulkan sejumlah korbannya di dalam gudang yang berisi banyak produk minuman berkarbonasi.Setelah orang-orang ditangkap tersebut siuman, salah satu pria melangkah maju. Menyodorkan seb
Beruntung, Zyan tangkas menangkap tubuh Chiara. Pria itu langsung menggendong Chiara dan melangkahkan kaki cepat menuju ke dalam mansion Lucas.Zyan harus melewati beberapa penjaga dulu. Baru saat Melly muncul di permukaan, Zyan diperbolehkan masuk. Melly mengekor di belakang Zyan sambil memasang ekspresi cemas.Mereka berlari menaiki tangga hingga akhirnya tiba di kamar Chiara. Perlahan Zyan menurunkan Chiara di atas ranjang. Sementara Melly langsung berhambur keluar untuk menghubungi Lucas yang masih berada di kantor.Zyan menumpukan kedua tangan ke permukaan kasur sambil memandang Chiara yang terpejam dan berwajah pucat. Perasaannya campur aduk. Sedih, frustasi dan marah. Ia akhirnya mendengus kasar dan memutuskan untuk berdiri. Begitu Zyan bangkit, Chiara yang masih lemah memanggil Zyan."Zyan…" lirih wanita tersebut hingga membuat langkah Zyan terhenti.Mau tak mau, Zyan berpaling lagi ke arah Chiara. Chiara tampak memijat pelipisnya, lantas membuka kedua mata sayunya perlahan. S
Wajah Lucas merah padam. Ia menggeram karena masa lalu tak mengenakan tersebut akhirnya menghampiri ingatannya kembali. Sejak saat itulah, Lucas tak mau berurusan dengan Zyan lagi. Beruntung waktu itu nyawa Lucas dapat diselamatkan karena Sarah mencari dua anaknya tersebut.Tapi, setelahnya Zyan dihajar habis-habisan oleh Robert. Sementara Sarah hanya tergugu, tak tega melihat anaknya dihajar. Jangan tanya dimana Lucas. Lucas kecil masih terlentang tak berdaya di kamar sambil menjalankan perawatan intensif dari dokter Isaac.Zyan yang waktu itu hanya selisih dua tahun dari Lucas menahan setiap cambukan yang Robert tancapkan ke setiap permukaan kulit hingga menganga, menghasilkan luka seperti terbakar. Zyan mengatupkan rahang. Wajahnya sudah merah padam. Ia bahkan tak bisa menangis lagi. Kedua mata hazelnya tajam memandang lurus. Sedangkan rasa bencinya terhadap Lucas kian bertumbuk."Bisakah kau mencari wanita lain dan itu bukan Chiara?!" sentak Lucas kepada Zyan. Mereka saling berhad
Chiara mengeluarkan seluruh isi perutnya. Setelah mencuci bersih mulut, ia memandangi cermin kecil yang menempel dinding di hadapannya.Chiara menelan saliva saat kedua matanya beradu pada bayangan yang terpantul pada cermin. Cermin yang sebagian sudah retak tersebut secara kejam menjebol tanda tanya besar di benaknya sekarang.Lalu, suara langkah sepasang kaki terdengar tergopoh-gopoh mendatangi Chiara sekarang. Susan mendongak, memandangi Chiara dengan cemas."Sayang, apa kau tidak apa-apa? Apa kau salah makan pagi ini?"Chiara terdiam. Agak gugup jika harus memikirkannya. Kemudian ia buru-buru menggelengkan kepala agar Susan dan Alan tak khawatir."Tidak, Bu. Sepertinya hanya gangguan pencernaan biasa. Nanti juga pasti sembuh sendiri," tukas Chiara enteng.Susan masih memasang raut wajah cemasnya. "Sungguh, Chiara? Kau terlihat sangat pucat sekarang."Chiara mengulurkan kedua tangan demi menjamah bahu ibunya. Kedua matanya menatap lekat Susan. Berusaha mendapat kepercayaan dari wan
"Aku berubah pikiran, Lucas. Mari hentikan sandiwara ini," ungkap Poppy suatu pagi. Sekarang wanita tersebut dengan santai menyesap teh di hadapannya. Berusaha mengabaikan raut wajah kaget yang terpasang pada Lucas.Lucas mengernyit. Memperhatikan Poppy bergerak seenaknya. "Apa maksudmu? Kau akan menyerah?"Poppy menggelengkan kepala. Tangannya meletakkan kembali cangkir teh ke meja. Sedang mulutnya buru-buru menelan cairan teh yang telah terkumpul di rongga mulutnya."Bukan. Tapi, aku rasa perasaanku sudah berubah. Aku jadi jatuh cinta sungguhan padamu, Lucas," aku Poppy gamang. Matanya menatap lurus hingga menembus manik hazel milik Lucas.Napas Lucas tercekat. Jika ia pikir rencananya lancar, maka Poppy sudah menjadi salah satu hambatannya sekarang. Lucas menegakkan tubuhnya."Perjanjian tetaplah perjanjian. Kau harus profesional. Kau melakukan itu agar fasilitasmu tak blokir oleh Franklin. Sedang aku membutuhkan sandiwara ini untuk membungkam Robert. Kau harusnya ingat itu."Poppy
"Maaf ya, Bu. Aku belum bisa menjenguk Ibu dan Ayah. Kakiku masih sakit," ungkap Chiara sedih ketika Susan meneleponnya.[Tidak apa-apa, Sayang. Yang penting kau selalu sehat. Tapi, aku harus berterima kasih banyak kepada Lucas. Ia sudah melindungimu sejauh ini.]Chiara mengulum senyum. Lucas memang sudah berbuat banyak untuk dirinya.[Halo? Kau sekarang pasti sedang tersenyum ya, Sayang. Apa kau menyukai Lucas?]Chiara terhenyak. Kemudian buru-buru menegakkan badan sambil menggeleng. Meski ibunya tak melihat, tapi Chiara refleks menggerakkan tangannya juga."Tidak, Bu. Aku tidak menyukai Lucas sama sekali, kok," tandasnya berbohong. Bagaimanapun hati Lucas tetap untuk saudara kembarnya sendiri.Namun tanpa ia ketahui, Lucas tak sengaja mendengar kalimat itu terucap dari bibirnya. Lucas membeku di tempat. Sebelah tangannya yang memegang box cincin yang telah ia beli tadi pagi terlepas begitu saja.Chiara terkesiap. Ia langsung menoleh untuk memastikan sumber suara tersebut. Namun gera