Lucas melepaskan nampan dari tangannya, secara spontan ia berlari pada Chiara. "Chiara!"Chiara tak mempedulikan panggilan Lucas sama sekali, sampai pria itu menarik lengannya dengan kasar. Lucas menyambar pecahan kaca yang tengah dipegang oleh Chiara dan membuangnya ke lantai. "Chiara, jangan melakukan hal bodoh seperti ini! Memangnya kau ingin mati menyusul ibumu?! Kau sudah gila!"Sudut mata Lucas menangkap cermin di meja rias Chiara yang sudah hancur berkeping-keping. Kepingannya berceceran di lantai. Lucas buru-buru menarik pandangannya kepada Chiara kembali saat gadis itu menatapnya dengan penuh kebencian."Iya, aku memang gila. Aku memang bodoh. Aku ingin mati menyusul ibuku!" Chiara berteriak sambil berusaha lepas dari cengkeraman kuat tangan Lucas di lengannya. "Lepaskan aku! Biarkan aku menyusul ibuku!"Bagaikan orang yang kesetanan, Chiara memberontak. Gerakannya tidak terkendali. Tangisannya pecah. "Lepaskan aku! Kau memang sialan, Lucas! Andai kau tak melarangku pergi. Ak
Setelah mendengar perkataan Chiara dan melihat wajah putus asa gadis itu, Lucas tetap bersikeras untuk tak mengakhiri kontraknya. Ia berpikir jika Chiara mengatakannya karena emosi sesaat, dan setelah semuanya membaik gadis itu akan berubah pikiran. Kurang dua setengah bulan lagi, Lucas tak akan menyia-nyiakan waktu yang tinggal sedikit itu untuk mencapai tujuan awalnya. Hanya saja, sekarang sedikit ada perbedaan. Lucas juga akan mempedulikan Chiara, dan lebih memperhatikan gadis itu.Sekarang Lucas berdiri di samping Chiara saat pemakaman ibu Chiara berlangsung. Ia menariknya mendekat, dan memeluknya erat untuk menenangkannya.Lucas tak tahu ia harus mengatakan apa untuk menghibur Chiara. Ia hanya menepuk-nepuk punggung Chiara pelan sambil berucap, "Menangislah. Aku tahu ini sangat sakit untukmu. Maafkan aku."Chiara menangis, ia memukul dada bidang Lucas seakan ia tengah meluapkan rasa amarah dan sedihnya. Kemudian perlahan tangannya melemas dan jatuh di sisi tubuhnya, dengan tetap
Meski masih heran, Albert akhirnya menuruti titah Lucas untuk berhenti. Albert segera turun dan membukakan pintu bagi tuannya itu.Lucas menapakkan kakinya di salah satu toko roti di tengah gempuran barisan bakery lain. Konon, ini yang paling enak se-kota New York raya. Lucas memperbaiki jasnya sebelum melanjutkan langkah ke dalam bakery tersebut.Pintu terbuka. Kehadiran Lucas dan Albert tersorot dan menjadi perhatian di sana. Salah seorang pelayan langsung tergopoh-gopoh menghampiri mereka."Selamat pagi, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya kepada Lucas.Mata dingin Lucas justru sibuk beredar menyapu beberapa cake yang menarik perhatiannya. Albert berdeham, lantas menjawab, "Tolong pilihkan cake yang paling enak di sini." Kepalanya menoleh ke arah Albert, memastikan. "Benar kan, Tuan?"Tanpa membalas kedua pasang tatapan yang dilayangkan untuknya, Lucas mengacungkan salah satu tangan ke udara. "Aku ambil cake yang ada di sana."Lucas mengangkat kepala satu kali, menunjuk salah
Lucas mengunyah daging setenang mungkin. Setelah berusaha menelannya, ia berkata, "Tidak apa-apa. Aku bisa punya keturunan dari Poppy. Tapi setelah aku mempunyai anak dengan Lala."Lucas mendongak memperhatikan ekspresi beberapa orang di depannya. Sarah tampak bersungut-sungut, sedang Robert nyaris saja memecah gelas kaca melalui genggaman tangannya.Berada di tengah-tengah keluarga ini membuat tubuh Chiara menegang. Nyatanya ia tak suka saat Lucas mengatakan bahwa dirinya harus ikut makan malam lagi bersama keluarga Knight. Sekarang Chiara mencoba mengunyah pelan daging yang seharga hampir sejuta dollar, meski matanya sesekali melirik Lucas khawatir.Poppy dengan rakus menjelajahi ekspresi antara Lucas dan Chiara, lalu tergelak. Bibir tebalnya mengunci sebuah senyuman miring. Ia memainkan rambut cokelat gelombangnya, kemudian mulai ikut menimbrung."Begitu kah? Apa kau yakin akan menjadikanku istri kedua, Lucas?"Perhatian Chiara beralih ke Poppy. Bagaimanapun ia tahu, Poppy seksi da
Pagi-pagi sekali Chiara sudah terbangun dari tidurnya. Tangannya tangkas membuka korden yang menyelimuti jendela luas di dalam kamar. Chiara menopang dagu, menyaksikan sekumpulan burung hinggap lalu terbang bebas mengangkasa.Chiara mengembuskan napas dengan berat. Seandainya ia dapat menjelma menjadi burung-burung itu. Dan lagi, Chiara belum bisa tidur nyenyak dikarenakan mimpi berupa sejumlah kenangan bersama ayah dan ibunya masih berputar di alam bawah sadarnya. Mendadak dadanya sesak kembali. Ia tak punya siapa-siapa lagi di dunia ini.Lalu tiba-tiba pintunya terbuka. Chiara terjingkat, namun merengutkan wajah ketika tahu Lucaslah yang masuk. Pria itu masih memakai kaos putih polos dan celana jeans pendek. Jika saja Chiara sedang tak sedih, mungkin wanita tersebut menyadari jika kaos polos itu sangat cocok menempel di tubuh kekar Lucas. Semua wanita pasti akan tergila-gila ingin menjamah tubuh pria tersebut."Kenapa kau masuk ke dalam kamarku pagi-pagi begini?" senggak Chiara tanp
"Ada apa, Tuan?" Albert yang berada di dekatnya bertanya khawatir.Lucas menggeleng. "Ada hal yang terjadi di kantor, aku akan membereskannya sebentar."Lucas beranjak dari duduknya. Diikuti oleh gerakan grasah-grusuh Albert. Namun Lucas segera mencegah pria itu."Albert, sebaiknya kau di sini bersama Chiara.""Ta-tapi, Tuan—""Ingat, dia sudah jadi incaran kakakku," bisiknya dekat telinga Albert. Sedang Chiara mengerutkan dahinya jelas."—Baik, Tuan." Albert akhirnya menurut meski dengan berat hati.Lucas mendesah kemudian berderap cepat menuju mobil meninggalkan Chiara dan Albert yang masih termangu akan kepergiannya. Semakin lama derum mobil menjauh dan hilang dari indra pendengar mereka.Sesampainya di perusahaan, Lucas segera menuju ruangannya. Di sana sudah berdiri Robert dan Sarah. Rona wajah mereka nyaris sama. Wajah Robert merah padam, sementara Sarah tampak kalut."Lucas! Dari mana saja kau!""Sayang, sudah. Tahan dulu," bujuk Sarah di dekat Robert."Tidak bisa! Lama-lama an
Lucas putus asa. Ia mengusap rambutnya frustasi, kemudian meraih jasnya dan berderap keluar. Namun saat berada di ambang pintu, Lucas harus menarik langkahnya kembali karena ada dua bodyguard sekaligus yang berdiri tegap di depan ruangnya.Lucas mendengus kasar. Perlahan ia memakai jasnya, lantas sedikit menaikkan kedua lengannya. Setelah itu ia melanjutkan langkahnya gontai.Ketika bayangan Lucas tertangkap di ekor salah satu bodyguard, pria gagah tersebut langsung menghadangnya. Lucas mengernyit, menatap pantulan bayangannya sendiri lewat kaca mata hitam yang dikenakan pria dihadapannya."Maaf, Tuan. Anda tidak bisa meninggalkan ruangan Anda. Ini adalah perintah," tegas salah satunya."Oh iya?" Lucas menaikkan alisnya. Dengan gerakan gesit, ia langsung menyodorkan sebuah tonjokan keras menuju tubuh pria gagah itu.Tetapi pria tersebut lihai mengelak dari pukulan Lucas. Justru kedua bodyguard menyerang balik Lucas demi menegaskan sebuah perintah dari atasan mereka. Baku hantam lalu t
Chiara melebarkan kedua mata tak percaya. "Aku bukan wanita seperti itu!" balas Chiara memekik tak terima. Ia kesal karena Lucas secara berani mengatakan demikian; bahwa dirinya wanita matre dan murahan.Tangan Chiara lalu menghempaskan lengan Lucas yang semula mencengkeramnya. Namun, ia begitu terkejut karena Lucas justru limbung dan jatuh pingsan di lantai."Eh, Lucas—" Chiara langsung terduduk dan menggoyang-goyangkan tubuh pria itu."Lucas, bangun! Tolong! Ada orang di luar?!"Mendengar suara Chiara membuat beberapa pelayan—termasuk Albert dan Melly tergopoh mendatangi mereka. Tanpa aba-aba Albert langsung memapah tubuh Lucas, dibantu oleh Chiara dan diekori oleh sejumlah pelayan.Mereka langsung membawa Lucas menuju kamar pribadi pria itu. Chiara cemas, lantas mencoba memeriksa kondisi badan Lucas dengan menempelkan telapak tangannya pada dahi pria tersebut."Albert, sepertinya Lucas demam." tandasnya mulai panik.Lalu Melly dan yang lainnya dengan tangkas menyiapkan obat. Sement
Robert menekuk wajahnya. Ia lalu mengalihkan tatapan ke arah Zyan yang baru saja mengulum senyum saat menatap kepergian Lucas. Setelahnya, pria itu justru membalas tatapan Robert sambil mengedikkan bahu.Sontak Robert menggertakkan gigi. Ia segera menggerakkan tangan demi menjalankan kursi rodanya. Sedangkan Sarah bingung dengan apa yang tengah dilakukan Robert."Sayang, kau mau kemana?" tanyanya. Karena Robert tak meresponnya sama sekali, ia jadi khawatir.Sarah kemudian harus membungkukkan badan berkali-kali demi meminta maaf kepada tamunya karena ia akan menyusul Robert. Lantas, Sarah bergerak cepat untuk membantu mendorong kursi roda Robert."Kau mau pergi kemana, Sayang? Biar aku bantu," desis Sarah."Antarkan aku kepada Zyan," tegasnya.Meskipun bingung, tapi Sarah tetap mengikuti permintaan suaminya tersebut. Mendekat ke posisi Zyan, Robert sudah bersiap-siap."Apa yang kau lakukan sampai adikmu pergi begitu saja, hah?!" gertak Robert langsung.Zyan justru memiringkan senyum. "
"Dad, kau menaruh kamera CCTV mikro di sini?"Pertanyaan Poppy seketika langsung menghentikan perbincangan kedua pria di depannya. Kedua orang itu tampak saling melempar pandang sekarang.Chen Ze kemudian segera melangkahkan kaki untuk memeriksanya. Ia pun jadi sedikit terkejut."Tuan, ada yang mengawasi kita!" celetuk Chen Ze yang membuat napas Franklin tercekat.Franklin mau tak mau berderap mendekat juga. Ingin membuktikan langsung dengan mata kepala sendiri. Setelah mengamati CCTV tersebut, bibirnya tekatup rapat."Sial! Siapa yang melakukannya?! Sejak kapan kamera itu berada di sini!" umpat Franklin kesal. Ia berkacak pinggang dengan sesekali membuang napas gusar.Chen Ze juga terlihat berpikir keras. Ia terdiam selama sepersekian detik sebelum menyebutkan sebuah nama."Menurut Anda, apakah Albert adalah anak Ashley, Tuan?"Mendengar itu, perhatian Franklin akhirnya tersedot kepada Chen Ze juga. Kedua matanya saling mencari-cari jawaban ketika saling berhadapan."Seharusnya kita
Sambil mengatupkan rahangnya, Sarah duduk di jok penumpang belakang dengan tubuh yang menegang. Bahkan pemandangan di sisi kanan dan kirinya tak mampu mengalihkan rasa emosinya. Masih terbayang-bayang olehnya tentang perkataan Poppy tadi pagi."Lucas dan Lala ternyata selama ini membohongi kita, Bu. Mereka hanya menikah secara kontrak."Waktu itu, kedua mata Sarah langsung terbelalak lebar. Rasanya kecewa dibohongi oleh anaknya sendiri. Apalagi itu Lucas.Sarah menggertakkan gigi. Ini semua pasti karena pengaruh gadis miskin itu. Padahal dari dulu, ia membenci Lala sekaligus keluarganya. Ia takut jika Lucas terpengaruh karena pola pikir orang miskin dan keluarganya berbeda. Apalagi sampai tertular penyakit mereka. Bulu kuduk Sarah meremang. Pokoknya, ia sangat anti dengan Lala yang miskin, kotor dan liar.Tak terasa mobil yang ia tumpangi sudah tiba di depan mansion Lucas. Si pegawai membukakan pintu, memberi jalan kepada Sarah. Sekarang wanita itu mendaratkan kakinya dengan yakin.Sa
Pagi buta sekali, dua mobil hitam berkilat meluncur cepat ke salah satu bangunan yang tinggi besar. Bangunan tersebut didominasi oleh dinding warna cream dengan sebagian catnya terkelupas. Sedang di depannya, hanya ada rolling door abu-abu tua yang menggantikan fungsi pintu pada umumnya.Pintu mobil akhirnya terbuka, menampilkan sejumlah pria yang berpakaian serba hitam memasuki bangunan tersebut secara diam dan cepat. Saking heningnya, kaki-kaki mereka tak terdengar menapak tanah.Sebagian dari mereka menjebol pintu samping. Sisanya memasuki bangunan itu dengan memanjat balkon dan menyusup dari atas.Berikutnya, mereka dengan gerakan cepat dan hening menangkap dan membius orang-orang yang ada di dalam. Hanya ada tiga pria dan satu wanita di dalam sana. Lantas pasukan pria yang memakai serba hitam mengumpulkan sejumlah korbannya di dalam gudang yang berisi banyak produk minuman berkarbonasi.Setelah orang-orang ditangkap tersebut siuman, salah satu pria melangkah maju. Menyodorkan seb
Beruntung, Zyan tangkas menangkap tubuh Chiara. Pria itu langsung menggendong Chiara dan melangkahkan kaki cepat menuju ke dalam mansion Lucas.Zyan harus melewati beberapa penjaga dulu. Baru saat Melly muncul di permukaan, Zyan diperbolehkan masuk. Melly mengekor di belakang Zyan sambil memasang ekspresi cemas.Mereka berlari menaiki tangga hingga akhirnya tiba di kamar Chiara. Perlahan Zyan menurunkan Chiara di atas ranjang. Sementara Melly langsung berhambur keluar untuk menghubungi Lucas yang masih berada di kantor.Zyan menumpukan kedua tangan ke permukaan kasur sambil memandang Chiara yang terpejam dan berwajah pucat. Perasaannya campur aduk. Sedih, frustasi dan marah. Ia akhirnya mendengus kasar dan memutuskan untuk berdiri. Begitu Zyan bangkit, Chiara yang masih lemah memanggil Zyan."Zyan…" lirih wanita tersebut hingga membuat langkah Zyan terhenti.Mau tak mau, Zyan berpaling lagi ke arah Chiara. Chiara tampak memijat pelipisnya, lantas membuka kedua mata sayunya perlahan. S
Wajah Lucas merah padam. Ia menggeram karena masa lalu tak mengenakan tersebut akhirnya menghampiri ingatannya kembali. Sejak saat itulah, Lucas tak mau berurusan dengan Zyan lagi. Beruntung waktu itu nyawa Lucas dapat diselamatkan karena Sarah mencari dua anaknya tersebut.Tapi, setelahnya Zyan dihajar habis-habisan oleh Robert. Sementara Sarah hanya tergugu, tak tega melihat anaknya dihajar. Jangan tanya dimana Lucas. Lucas kecil masih terlentang tak berdaya di kamar sambil menjalankan perawatan intensif dari dokter Isaac.Zyan yang waktu itu hanya selisih dua tahun dari Lucas menahan setiap cambukan yang Robert tancapkan ke setiap permukaan kulit hingga menganga, menghasilkan luka seperti terbakar. Zyan mengatupkan rahang. Wajahnya sudah merah padam. Ia bahkan tak bisa menangis lagi. Kedua mata hazelnya tajam memandang lurus. Sedangkan rasa bencinya terhadap Lucas kian bertumbuk."Bisakah kau mencari wanita lain dan itu bukan Chiara?!" sentak Lucas kepada Zyan. Mereka saling berhad
Chiara mengeluarkan seluruh isi perutnya. Setelah mencuci bersih mulut, ia memandangi cermin kecil yang menempel dinding di hadapannya.Chiara menelan saliva saat kedua matanya beradu pada bayangan yang terpantul pada cermin. Cermin yang sebagian sudah retak tersebut secara kejam menjebol tanda tanya besar di benaknya sekarang.Lalu, suara langkah sepasang kaki terdengar tergopoh-gopoh mendatangi Chiara sekarang. Susan mendongak, memandangi Chiara dengan cemas."Sayang, apa kau tidak apa-apa? Apa kau salah makan pagi ini?"Chiara terdiam. Agak gugup jika harus memikirkannya. Kemudian ia buru-buru menggelengkan kepala agar Susan dan Alan tak khawatir."Tidak, Bu. Sepertinya hanya gangguan pencernaan biasa. Nanti juga pasti sembuh sendiri," tukas Chiara enteng.Susan masih memasang raut wajah cemasnya. "Sungguh, Chiara? Kau terlihat sangat pucat sekarang."Chiara mengulurkan kedua tangan demi menjamah bahu ibunya. Kedua matanya menatap lekat Susan. Berusaha mendapat kepercayaan dari wan
"Aku berubah pikiran, Lucas. Mari hentikan sandiwara ini," ungkap Poppy suatu pagi. Sekarang wanita tersebut dengan santai menyesap teh di hadapannya. Berusaha mengabaikan raut wajah kaget yang terpasang pada Lucas.Lucas mengernyit. Memperhatikan Poppy bergerak seenaknya. "Apa maksudmu? Kau akan menyerah?"Poppy menggelengkan kepala. Tangannya meletakkan kembali cangkir teh ke meja. Sedang mulutnya buru-buru menelan cairan teh yang telah terkumpul di rongga mulutnya."Bukan. Tapi, aku rasa perasaanku sudah berubah. Aku jadi jatuh cinta sungguhan padamu, Lucas," aku Poppy gamang. Matanya menatap lurus hingga menembus manik hazel milik Lucas.Napas Lucas tercekat. Jika ia pikir rencananya lancar, maka Poppy sudah menjadi salah satu hambatannya sekarang. Lucas menegakkan tubuhnya."Perjanjian tetaplah perjanjian. Kau harus profesional. Kau melakukan itu agar fasilitasmu tak blokir oleh Franklin. Sedang aku membutuhkan sandiwara ini untuk membungkam Robert. Kau harusnya ingat itu."Poppy
"Maaf ya, Bu. Aku belum bisa menjenguk Ibu dan Ayah. Kakiku masih sakit," ungkap Chiara sedih ketika Susan meneleponnya.[Tidak apa-apa, Sayang. Yang penting kau selalu sehat. Tapi, aku harus berterima kasih banyak kepada Lucas. Ia sudah melindungimu sejauh ini.]Chiara mengulum senyum. Lucas memang sudah berbuat banyak untuk dirinya.[Halo? Kau sekarang pasti sedang tersenyum ya, Sayang. Apa kau menyukai Lucas?]Chiara terhenyak. Kemudian buru-buru menegakkan badan sambil menggeleng. Meski ibunya tak melihat, tapi Chiara refleks menggerakkan tangannya juga."Tidak, Bu. Aku tidak menyukai Lucas sama sekali, kok," tandasnya berbohong. Bagaimanapun hati Lucas tetap untuk saudara kembarnya sendiri.Namun tanpa ia ketahui, Lucas tak sengaja mendengar kalimat itu terucap dari bibirnya. Lucas membeku di tempat. Sebelah tangannya yang memegang box cincin yang telah ia beli tadi pagi terlepas begitu saja.Chiara terkesiap. Ia langsung menoleh untuk memastikan sumber suara tersebut. Namun gera