"Tuan, tidak perlu mem—"Lucas langsung memotong kalimat Albert dengan mengangkat salah satu tangannya."Harganya 17 juta dollar, Tuan," papar pelayan pria di depannya sambil merekahkan senyum."Ya, aku ambil ini juga. Bungkus semuanya."Si pelayan menuruti titah Lucas. Pria itu sekarang dengan lihai membungkus rapi cincin berikut liontin yang dibeli Lucas."Saya salut dengan Anda, Tuan. Mata Anda tak pernah salah menilai perhiasan cantik ini," ujar pelayan mulai berceloteh kembali. Lucas hanya mendengus kasar karena tak sabar.Saat si pelayan sudah selesai membungkus dan menyerahkannya kepada Lucas dengan sangat hati-hati, Lucas segera menyahutnya tanpa basa-basi. Setelahnya, Lucas dan Albert segera menggiring kaki mereka menuju mobil dan melajukannya hingga sampai tiba di kantor.Keduanya melangkah masuk area lobi, melewati lift dengan beberapa pasang mata mencuri pandang pada bungkusan yang dibawa Lucas. Tampak tertarik.Setelah mencapai ruangan, Lucas membanting tubuhnya dan menar
Seketika Poppy tercengang. Ia berpaling menatap Lucas di sisinya dan menangkap keseriusan terdapat di pria berahang tegas tersebut. Kedua matanya membulat sempurna. Lalu, ia kembali menatap kedua temannya itu."Oh, begitu, hehehe… aku pikir tadi Poppy kau tinggal karena kau berjalan lebih dulu." Kitty tertawa. Wajahnya bersemu merah karena malu.Chloe di sampingnya juga buru-buru mengangguk. "Ya, kupikir tadi juga begitu! Maafkan kami, Lucas." Wanita tersebut tampak memelas.Kini kepercayaan diri Poppy meningkat lagi. Sekarang Poppy semakin menegakkan bahu dan bersedekap menatap sepele kedua temannya."Lain kali, jangan suka mengeluarkan opini dulu sebelum kau tahu kenyataannya." Poppy mengulas senyum tipis.Kekesalan tampak tercetak jelas di wajah Chloe maupun Kitty. Chloe segera memperlebar senyum demi menutupi rasa geramnya, kemudian lekas menarik Kitty yang juga merasa malu."Baik, kami pergi dulu, ya!" ujar Chloe kaku dan memaksakan senyumnya. Poppy tak menanggapi. Ia melihat ked
"Maaf ya, Bu. Aku belum bisa menjenguk Ibu dan Ayah. Kakiku masih sakit," ungkap Chiara sedih ketika Susan meneleponnya.[Tidak apa-apa, Sayang. Yang penting kau selalu sehat. Tapi, aku harus berterima kasih banyak kepada Lucas. Ia sudah melindungimu sejauh ini.]Chiara mengulum senyum. Lucas memang sudah berbuat banyak untuk dirinya.[Halo? Kau sekarang pasti sedang tersenyum ya, Sayang. Apa kau menyukai Lucas?]Chiara terhenyak. Kemudian buru-buru menegakkan badan sambil menggeleng. Meski ibunya tak melihat, tapi Chiara refleks menggerakkan tangannya juga."Tidak, Bu. Aku tidak menyukai Lucas sama sekali, kok," tandasnya berbohong. Bagaimanapun hati Lucas tetap untuk saudara kembarnya sendiri.Namun tanpa ia ketahui, Lucas tak sengaja mendengar kalimat itu terucap dari bibirnya. Lucas membeku di tempat. Sebelah tangannya yang memegang box cincin yang telah ia beli tadi pagi terlepas begitu saja.Chiara terkesiap. Ia langsung menoleh untuk memastikan sumber suara tersebut. Namun gera
"Aku berubah pikiran, Lucas. Mari hentikan sandiwara ini," ungkap Poppy suatu pagi. Sekarang wanita tersebut dengan santai menyesap teh di hadapannya. Berusaha mengabaikan raut wajah kaget yang terpasang pada Lucas.Lucas mengernyit. Memperhatikan Poppy bergerak seenaknya. "Apa maksudmu? Kau akan menyerah?"Poppy menggelengkan kepala. Tangannya meletakkan kembali cangkir teh ke meja. Sedang mulutnya buru-buru menelan cairan teh yang telah terkumpul di rongga mulutnya."Bukan. Tapi, aku rasa perasaanku sudah berubah. Aku jadi jatuh cinta sungguhan padamu, Lucas," aku Poppy gamang. Matanya menatap lurus hingga menembus manik hazel milik Lucas.Napas Lucas tercekat. Jika ia pikir rencananya lancar, maka Poppy sudah menjadi salah satu hambatannya sekarang. Lucas menegakkan tubuhnya."Perjanjian tetaplah perjanjian. Kau harus profesional. Kau melakukan itu agar fasilitasmu tak blokir oleh Franklin. Sedang aku membutuhkan sandiwara ini untuk membungkam Robert. Kau harusnya ingat itu."Poppy
Chiara mengeluarkan seluruh isi perutnya. Setelah mencuci bersih mulut, ia memandangi cermin kecil yang menempel dinding di hadapannya.Chiara menelan saliva saat kedua matanya beradu pada bayangan yang terpantul pada cermin. Cermin yang sebagian sudah retak tersebut secara kejam menjebol tanda tanya besar di benaknya sekarang.Lalu, suara langkah sepasang kaki terdengar tergopoh-gopoh mendatangi Chiara sekarang. Susan mendongak, memandangi Chiara dengan cemas."Sayang, apa kau tidak apa-apa? Apa kau salah makan pagi ini?"Chiara terdiam. Agak gugup jika harus memikirkannya. Kemudian ia buru-buru menggelengkan kepala agar Susan dan Alan tak khawatir."Tidak, Bu. Sepertinya hanya gangguan pencernaan biasa. Nanti juga pasti sembuh sendiri," tukas Chiara enteng.Susan masih memasang raut wajah cemasnya. "Sungguh, Chiara? Kau terlihat sangat pucat sekarang."Chiara mengulurkan kedua tangan demi menjamah bahu ibunya. Kedua matanya menatap lekat Susan. Berusaha mendapat kepercayaan dari wan
Wajah Lucas merah padam. Ia menggeram karena masa lalu tak mengenakan tersebut akhirnya menghampiri ingatannya kembali. Sejak saat itulah, Lucas tak mau berurusan dengan Zyan lagi. Beruntung waktu itu nyawa Lucas dapat diselamatkan karena Sarah mencari dua anaknya tersebut.Tapi, setelahnya Zyan dihajar habis-habisan oleh Robert. Sementara Sarah hanya tergugu, tak tega melihat anaknya dihajar. Jangan tanya dimana Lucas. Lucas kecil masih terlentang tak berdaya di kamar sambil menjalankan perawatan intensif dari dokter Isaac.Zyan yang waktu itu hanya selisih dua tahun dari Lucas menahan setiap cambukan yang Robert tancapkan ke setiap permukaan kulit hingga menganga, menghasilkan luka seperti terbakar. Zyan mengatupkan rahang. Wajahnya sudah merah padam. Ia bahkan tak bisa menangis lagi. Kedua mata hazelnya tajam memandang lurus. Sedangkan rasa bencinya terhadap Lucas kian bertumbuk."Bisakah kau mencari wanita lain dan itu bukan Chiara?!" sentak Lucas kepada Zyan. Mereka saling berhad
Beruntung, Zyan tangkas menangkap tubuh Chiara. Pria itu langsung menggendong Chiara dan melangkahkan kaki cepat menuju ke dalam mansion Lucas.Zyan harus melewati beberapa penjaga dulu. Baru saat Melly muncul di permukaan, Zyan diperbolehkan masuk. Melly mengekor di belakang Zyan sambil memasang ekspresi cemas.Mereka berlari menaiki tangga hingga akhirnya tiba di kamar Chiara. Perlahan Zyan menurunkan Chiara di atas ranjang. Sementara Melly langsung berhambur keluar untuk menghubungi Lucas yang masih berada di kantor.Zyan menumpukan kedua tangan ke permukaan kasur sambil memandang Chiara yang terpejam dan berwajah pucat. Perasaannya campur aduk. Sedih, frustasi dan marah. Ia akhirnya mendengus kasar dan memutuskan untuk berdiri. Begitu Zyan bangkit, Chiara yang masih lemah memanggil Zyan."Zyan…" lirih wanita tersebut hingga membuat langkah Zyan terhenti.Mau tak mau, Zyan berpaling lagi ke arah Chiara. Chiara tampak memijat pelipisnya, lantas membuka kedua mata sayunya perlahan. S
Pagi buta sekali, dua mobil hitam berkilat meluncur cepat ke salah satu bangunan yang tinggi besar. Bangunan tersebut didominasi oleh dinding warna cream dengan sebagian catnya terkelupas. Sedang di depannya, hanya ada rolling door abu-abu tua yang menggantikan fungsi pintu pada umumnya.Pintu mobil akhirnya terbuka, menampilkan sejumlah pria yang berpakaian serba hitam memasuki bangunan tersebut secara diam dan cepat. Saking heningnya, kaki-kaki mereka tak terdengar menapak tanah.Sebagian dari mereka menjebol pintu samping. Sisanya memasuki bangunan itu dengan memanjat balkon dan menyusup dari atas.Berikutnya, mereka dengan gerakan cepat dan hening menangkap dan membius orang-orang yang ada di dalam. Hanya ada tiga pria dan satu wanita di dalam sana. Lantas pasukan pria yang memakai serba hitam mengumpulkan sejumlah korbannya di dalam gudang yang berisi banyak produk minuman berkarbonasi.Setelah orang-orang ditangkap tersebut siuman, salah satu pria melangkah maju. Menyodorkan seb
Robert menekuk wajahnya. Ia lalu mengalihkan tatapan ke arah Zyan yang baru saja mengulum senyum saat menatap kepergian Lucas. Setelahnya, pria itu justru membalas tatapan Robert sambil mengedikkan bahu.Sontak Robert menggertakkan gigi. Ia segera menggerakkan tangan demi menjalankan kursi rodanya. Sedangkan Sarah bingung dengan apa yang tengah dilakukan Robert."Sayang, kau mau kemana?" tanyanya. Karena Robert tak meresponnya sama sekali, ia jadi khawatir.Sarah kemudian harus membungkukkan badan berkali-kali demi meminta maaf kepada tamunya karena ia akan menyusul Robert. Lantas, Sarah bergerak cepat untuk membantu mendorong kursi roda Robert."Kau mau pergi kemana, Sayang? Biar aku bantu," desis Sarah."Antarkan aku kepada Zyan," tegasnya.Meskipun bingung, tapi Sarah tetap mengikuti permintaan suaminya tersebut. Mendekat ke posisi Zyan, Robert sudah bersiap-siap."Apa yang kau lakukan sampai adikmu pergi begitu saja, hah?!" gertak Robert langsung.Zyan justru memiringkan senyum. "
"Dad, kau menaruh kamera CCTV mikro di sini?"Pertanyaan Poppy seketika langsung menghentikan perbincangan kedua pria di depannya. Kedua orang itu tampak saling melempar pandang sekarang.Chen Ze kemudian segera melangkahkan kaki untuk memeriksanya. Ia pun jadi sedikit terkejut."Tuan, ada yang mengawasi kita!" celetuk Chen Ze yang membuat napas Franklin tercekat.Franklin mau tak mau berderap mendekat juga. Ingin membuktikan langsung dengan mata kepala sendiri. Setelah mengamati CCTV tersebut, bibirnya tekatup rapat."Sial! Siapa yang melakukannya?! Sejak kapan kamera itu berada di sini!" umpat Franklin kesal. Ia berkacak pinggang dengan sesekali membuang napas gusar.Chen Ze juga terlihat berpikir keras. Ia terdiam selama sepersekian detik sebelum menyebutkan sebuah nama."Menurut Anda, apakah Albert adalah anak Ashley, Tuan?"Mendengar itu, perhatian Franklin akhirnya tersedot kepada Chen Ze juga. Kedua matanya saling mencari-cari jawaban ketika saling berhadapan."Seharusnya kita
Sambil mengatupkan rahangnya, Sarah duduk di jok penumpang belakang dengan tubuh yang menegang. Bahkan pemandangan di sisi kanan dan kirinya tak mampu mengalihkan rasa emosinya. Masih terbayang-bayang olehnya tentang perkataan Poppy tadi pagi."Lucas dan Lala ternyata selama ini membohongi kita, Bu. Mereka hanya menikah secara kontrak."Waktu itu, kedua mata Sarah langsung terbelalak lebar. Rasanya kecewa dibohongi oleh anaknya sendiri. Apalagi itu Lucas.Sarah menggertakkan gigi. Ini semua pasti karena pengaruh gadis miskin itu. Padahal dari dulu, ia membenci Lala sekaligus keluarganya. Ia takut jika Lucas terpengaruh karena pola pikir orang miskin dan keluarganya berbeda. Apalagi sampai tertular penyakit mereka. Bulu kuduk Sarah meremang. Pokoknya, ia sangat anti dengan Lala yang miskin, kotor dan liar.Tak terasa mobil yang ia tumpangi sudah tiba di depan mansion Lucas. Si pegawai membukakan pintu, memberi jalan kepada Sarah. Sekarang wanita itu mendaratkan kakinya dengan yakin.Sa
Pagi buta sekali, dua mobil hitam berkilat meluncur cepat ke salah satu bangunan yang tinggi besar. Bangunan tersebut didominasi oleh dinding warna cream dengan sebagian catnya terkelupas. Sedang di depannya, hanya ada rolling door abu-abu tua yang menggantikan fungsi pintu pada umumnya.Pintu mobil akhirnya terbuka, menampilkan sejumlah pria yang berpakaian serba hitam memasuki bangunan tersebut secara diam dan cepat. Saking heningnya, kaki-kaki mereka tak terdengar menapak tanah.Sebagian dari mereka menjebol pintu samping. Sisanya memasuki bangunan itu dengan memanjat balkon dan menyusup dari atas.Berikutnya, mereka dengan gerakan cepat dan hening menangkap dan membius orang-orang yang ada di dalam. Hanya ada tiga pria dan satu wanita di dalam sana. Lantas pasukan pria yang memakai serba hitam mengumpulkan sejumlah korbannya di dalam gudang yang berisi banyak produk minuman berkarbonasi.Setelah orang-orang ditangkap tersebut siuman, salah satu pria melangkah maju. Menyodorkan seb
Beruntung, Zyan tangkas menangkap tubuh Chiara. Pria itu langsung menggendong Chiara dan melangkahkan kaki cepat menuju ke dalam mansion Lucas.Zyan harus melewati beberapa penjaga dulu. Baru saat Melly muncul di permukaan, Zyan diperbolehkan masuk. Melly mengekor di belakang Zyan sambil memasang ekspresi cemas.Mereka berlari menaiki tangga hingga akhirnya tiba di kamar Chiara. Perlahan Zyan menurunkan Chiara di atas ranjang. Sementara Melly langsung berhambur keluar untuk menghubungi Lucas yang masih berada di kantor.Zyan menumpukan kedua tangan ke permukaan kasur sambil memandang Chiara yang terpejam dan berwajah pucat. Perasaannya campur aduk. Sedih, frustasi dan marah. Ia akhirnya mendengus kasar dan memutuskan untuk berdiri. Begitu Zyan bangkit, Chiara yang masih lemah memanggil Zyan."Zyan…" lirih wanita tersebut hingga membuat langkah Zyan terhenti.Mau tak mau, Zyan berpaling lagi ke arah Chiara. Chiara tampak memijat pelipisnya, lantas membuka kedua mata sayunya perlahan. S
Wajah Lucas merah padam. Ia menggeram karena masa lalu tak mengenakan tersebut akhirnya menghampiri ingatannya kembali. Sejak saat itulah, Lucas tak mau berurusan dengan Zyan lagi. Beruntung waktu itu nyawa Lucas dapat diselamatkan karena Sarah mencari dua anaknya tersebut.Tapi, setelahnya Zyan dihajar habis-habisan oleh Robert. Sementara Sarah hanya tergugu, tak tega melihat anaknya dihajar. Jangan tanya dimana Lucas. Lucas kecil masih terlentang tak berdaya di kamar sambil menjalankan perawatan intensif dari dokter Isaac.Zyan yang waktu itu hanya selisih dua tahun dari Lucas menahan setiap cambukan yang Robert tancapkan ke setiap permukaan kulit hingga menganga, menghasilkan luka seperti terbakar. Zyan mengatupkan rahang. Wajahnya sudah merah padam. Ia bahkan tak bisa menangis lagi. Kedua mata hazelnya tajam memandang lurus. Sedangkan rasa bencinya terhadap Lucas kian bertumbuk."Bisakah kau mencari wanita lain dan itu bukan Chiara?!" sentak Lucas kepada Zyan. Mereka saling berhad
Chiara mengeluarkan seluruh isi perutnya. Setelah mencuci bersih mulut, ia memandangi cermin kecil yang menempel dinding di hadapannya.Chiara menelan saliva saat kedua matanya beradu pada bayangan yang terpantul pada cermin. Cermin yang sebagian sudah retak tersebut secara kejam menjebol tanda tanya besar di benaknya sekarang.Lalu, suara langkah sepasang kaki terdengar tergopoh-gopoh mendatangi Chiara sekarang. Susan mendongak, memandangi Chiara dengan cemas."Sayang, apa kau tidak apa-apa? Apa kau salah makan pagi ini?"Chiara terdiam. Agak gugup jika harus memikirkannya. Kemudian ia buru-buru menggelengkan kepala agar Susan dan Alan tak khawatir."Tidak, Bu. Sepertinya hanya gangguan pencernaan biasa. Nanti juga pasti sembuh sendiri," tukas Chiara enteng.Susan masih memasang raut wajah cemasnya. "Sungguh, Chiara? Kau terlihat sangat pucat sekarang."Chiara mengulurkan kedua tangan demi menjamah bahu ibunya. Kedua matanya menatap lekat Susan. Berusaha mendapat kepercayaan dari wan
"Aku berubah pikiran, Lucas. Mari hentikan sandiwara ini," ungkap Poppy suatu pagi. Sekarang wanita tersebut dengan santai menyesap teh di hadapannya. Berusaha mengabaikan raut wajah kaget yang terpasang pada Lucas.Lucas mengernyit. Memperhatikan Poppy bergerak seenaknya. "Apa maksudmu? Kau akan menyerah?"Poppy menggelengkan kepala. Tangannya meletakkan kembali cangkir teh ke meja. Sedang mulutnya buru-buru menelan cairan teh yang telah terkumpul di rongga mulutnya."Bukan. Tapi, aku rasa perasaanku sudah berubah. Aku jadi jatuh cinta sungguhan padamu, Lucas," aku Poppy gamang. Matanya menatap lurus hingga menembus manik hazel milik Lucas.Napas Lucas tercekat. Jika ia pikir rencananya lancar, maka Poppy sudah menjadi salah satu hambatannya sekarang. Lucas menegakkan tubuhnya."Perjanjian tetaplah perjanjian. Kau harus profesional. Kau melakukan itu agar fasilitasmu tak blokir oleh Franklin. Sedang aku membutuhkan sandiwara ini untuk membungkam Robert. Kau harusnya ingat itu."Poppy
"Maaf ya, Bu. Aku belum bisa menjenguk Ibu dan Ayah. Kakiku masih sakit," ungkap Chiara sedih ketika Susan meneleponnya.[Tidak apa-apa, Sayang. Yang penting kau selalu sehat. Tapi, aku harus berterima kasih banyak kepada Lucas. Ia sudah melindungimu sejauh ini.]Chiara mengulum senyum. Lucas memang sudah berbuat banyak untuk dirinya.[Halo? Kau sekarang pasti sedang tersenyum ya, Sayang. Apa kau menyukai Lucas?]Chiara terhenyak. Kemudian buru-buru menegakkan badan sambil menggeleng. Meski ibunya tak melihat, tapi Chiara refleks menggerakkan tangannya juga."Tidak, Bu. Aku tidak menyukai Lucas sama sekali, kok," tandasnya berbohong. Bagaimanapun hati Lucas tetap untuk saudara kembarnya sendiri.Namun tanpa ia ketahui, Lucas tak sengaja mendengar kalimat itu terucap dari bibirnya. Lucas membeku di tempat. Sebelah tangannya yang memegang box cincin yang telah ia beli tadi pagi terlepas begitu saja.Chiara terkesiap. Ia langsung menoleh untuk memastikan sumber suara tersebut. Namun gera