Derap langkah sepatu boots kulit menggema sepanjang selasar rumah sakit. Para petugas yang berjaga di garda terdepan merinding dan gemetar ketakutan. Wajah berjuta pesona itu memancarkan aura memburu seolah hendak mematahkan tulang mangsa.Arjuna bersumpah dalam hati akan membalas siapapun pelakunya. Ia tidak akan memberi ampun karena telah menyakiti wanitanya. Apalagi jika Clau sampai kehilangan calon bayi kembar mereka, dapat dipastikan kobaran amarah mampu melahap lawannya.“Pasien atas nama Claudya Caldwell, di kamar nomor berapa?”“T-tapi Tuan. Tidak ada Nyonya Muda di sini.”“Tidak mungkin! Kalian pasti salah lihat! Katakan di mana istriku!” bentak Arjuna kepada petugas informasi.Sedangkan Givano terseok-seok mengejar langkah lebar Sang Bos. Asisten ini sudah sakit, dan sekarang berusaha menenangkan Arjuna. Menggiringnya untuk duduk di sofa, menunggu hasil pencarian petugas.Sebelum lobi utama rumah sakit ini berantakan akibat ulah Arjuna, Bu Laras berjalan hendak keluar mengam
Elea mendengus sebal, lantaran pria di sampingnya acuh tak acuh. Ia sendiri bingung akan perasaannya belakangan ini, bibirnya lantang mengucap benci tetapi hati dan pikiran kerap merindukan Givano. Meski yakin semua ini tidak lain karena efek bawaan bayi dalam kandungan. Mungkin saja kedua anaknya ingin diakui oleh Givano.“Jadi benar, semua pria yang memiliki uang dan keuasaan membeli wanita dengan mudah. Anda tidak lebih dari iblis bercangkang pria.” Ketus Elea hampir saja meneteskan air mata.Sedangkan Givano bukan enggan menanggapi, tidak terbiasa berhadapan dengan wanita membuatnya kebingungan. Pada akhirnya Givano menerima segala caci maki dan julukan yang disematkan. Lagi pula menurut artikel yang dibaca, sifat inti wanita semuanya sama selalu menyalahkan pria.Givano yang telah terbiasa membuat surat kontrak dan segala keperluan Arjuna. Dalam waktu kurang dari 15 menit berkas perjanjian pra nikah telah siap ditandatangani Elea.“Ini, baca isinya. Kalau ada yang tidak kamu paha
Berbeda dengan sejoli yang saling mencinta, Clau kelelahan baru menyelesaikan hukuman dari Arjuna. Jika saja perutnya tidak melakukan protes, pasti malam ini ibu hamil berkerja lembur. Sebab Arjuna kembali mengungkung Clau, memberi sentuhan seringan bulu halus menyebabkan sang pemilik raga meremang. Tetapi apa daya, dua bayi dalam rahim kelaparan, suara berisik tentunya mengganggu kegiatan berbagi peluh.“Ok, Daddy mengalah.” Lirih Arjuna menyingkir dari ranjang. “Mau makan apa? aku yang masak.”“Mie instan boleh ‘kan? Tadi siang aku lihat di minimarket mie instan pedas. Kalau tidak salah Alisha selalu membelinya, minta satu ya? Mereka yang mau, bukan aku.” Clau memakai senjata andalan, mengusap perut sedikit buncitnya. “Apa? Dengar Claudya! Mie instan itu makanan darurat, kamu pikir aku kesulitan, hah? Pokoknya tidak boleh.” Arjuna meraih pakaian dalam dan celana pendek, melekatkan pada tubuh.Tidak tega melihat wajah merengut Clau, akhirnya dia luluh dan mengalah demi buah hati. “
Clau tersenyum membelai rahang tegas Arjuna. Mengangkat kepala dan berusaha mengecup pipi sang suami. Namun Arjuna bertindak lebih cepat, menempelkan bibirnya pada milik Clau. Kemudian hendak memacu gerak lebih cepat untuk menuntaskan permainan.Hingga Arjuna menyebutkan nama Clau dan berakhir terbaring di sisi ibu hamil. Telapak tangan lebar itu meraba perut menyembul dan menciumnya.“Terima kasih karena kalian selalu ingin dekat Daddy.”Gelak tawa Clau memenuhi kamar luas ini. Dahulu mana berani tertawa lepas, sekarang ia bahagia karena Arjuna hanya miliknya dan untuknya. Tidak ada lagi nama wanita lain terucap dari bibir sensual itu. “Arjuna berhenti. Geli! Kamu tidak boleh mengganggu mereka, sudah cukup membuat Mommy-nya kelelahan.” “Tapi mereka sangat menyayangi Daddy-nya. Jangan iri Claudya! Karena kamu mendapat paling banyak sentuhan.”Seketika bola mata Clau melebar, suaminya terlalu mahir bermain kata. Seolah di sini hanya Clau yang mendapat keuntungan, padahal Arjuna yang
“Kenapa aku tidak boleh ikut?”Bibir Clau mengerucut dan memalingkan wajah ke sisi lain. Hatinya mengeluh dan tidak terima karena Arjuna memaksanya istirahat di mansion. Setelah infus habis, Arjuna membawa Clau pulang, sepanjang perjalanan bibir tipis itu selalu bertanya hal yang sama.“Aku mau ikut. Apa Givano yang melarang ku?”Sengit Clau, ekor matanya melirik tajam bagai menguliti Arjuna yang sedang menggulir layar ponsel. Ia mengembuskan napas berulang kali, karena fokus suaminya terbagi. Raganya saja berada di sisi Clau, tetapi pikiran Arjuna terpusat di tempat lain.“Arjuna? Aku baik-baik saja, di sana juga hanya duduk, ya mungkin sesekali berdiri. Boleh ya?!”“Tidak! Pernikahan Givano dan Elea tertutup sayang. Dia mengikuti jejak Bosnya.”Clau memutar sedikit badannya, tercengang mendengar penuturan Arjuna. Tetapi ia yakin Givano tidak mungkin mencontoh perilaku buruk Sang Bos. Lelaki itu bisa dibilang sangat cerdas, pasti telah memikirkan konsekuensi yang terjadi di kemudian
Elea tersenyum masam kemudian menutup rapat pintu rumah. Menatap sekeliling sudut rumah, merasakan dingin, sepi dan kesedihan. Ia membuka setiap pintu dan memilih satu kamar tepat di dekat dapur. Meskipun telah berubah status sebagai istri Givano, ia enggan tidur di dua kamar luas lainnya. Kerongkongan yang terasa kering membawa Elea bergerak ke dapur, tidak ada apapun di sini. Semua bersih dan kosong, akhinya Elea menuangkan segelas air mengganjal perutnya. Lantas memesan taksi mengunjungi toko bahan makanan. Membeli sesuai kebutuhan dan kemampuan bayarnya. Tidak lupa juga meraih beberapa kemasan karton susu segar demi nutrisi bayi dalam kandungan. “Apalagi yang harus ku beli?” gumam Elea.Tiba-tiba Elea tersentak karena kehadiran seorang pria tepat di belakangnya. Orang itu memberi sekotak suplemen tambahan bagi ibu hamil. Tangannya terjulur ke depan wajah Elea.“Mungkin ini bisa ditambah ke dalam keranjang.”“Oh terima kasih.”Elea mencoba pergi tetapi lelaki ini seakan tidak me
Beberapa bulan berlalu dengan cepat, kegiatan Arjuna bertambah padat. Sekarang tidak bisa lagi mengabaikan pekerjanan dan menemani Clau seharian di mansion. Arjuna dituntut bisa menyelesaikan beberapa proyek lebih cepat dari jadwal. Sering kali pulang larut malam dan menggunakan akhir pekan sebagai waktu tambahan mengunjungi pabrik. Kurangnya jam tidur menambah hamil simpatik yang diderita bertambah parah.Seperti siang hari ini, ia tengah menghadiri pameran mobil di pusat kota. Beberapa kali bolak-balik toilet karena mual menghirup aroma parfum tertentu. Hal ini diikuti juga oleh Givano, bedanya asisten Arjuna diiringi rasa lemas pada tubuh.“Kau Givano kenapa mengikuti ku, hah?”“Tidak Tuan, biasanya saya tidak mual parah begini.”Keduanya kompak memuntahkan isi perut ke wastafel, entah mengapa tiba-tiba perut Arjuna terasa nyeri dan melilit. Ia menopang pada dinding, matanya melebar serta keringat telah menjalar ke seluruh tubuh.“Tuan?” pekik Givano.“Givano! Bawa aku ke rumah sa
Arjuna menghela napas sembari menyatukan jemarinya dengan milik Clau. Mencium punggung tangan sedingin es, menyalurkan kehangatan dan kasih sayang agar Clau segera terbangun dari tidur panjang.Hari telah berubah gelap, setiap satu jam sekali tim dokter selalu memeriksa keadaan Nyonya Muda Caldwell. Sampel darah kembali diambil, Arjuna meringis melihat jarum kecil menusuk kulit kesayangan miliknya.“Claudya?” lirih Arjuna memanggil nama sang istri. Jiwa dan raganya kelelahan, tekanan darah Arjuna bahkan sangat rendah. Dia juga mendapat infus agar kondisi tidak menurun drastis. Berselang belasan menit, Arjuna menundukkan kepala pada sisi ranjang, tanpa disadari kelopak matanya terpejam rapat.Tepat tengah malam, tangan pada genggaman Arjuna berubah hangat. Bergerak perlahan mencoba membebaskan diri, lenguhan halus pun keluar dari pita suara Clau. Netranya mengerjap karena cahaya redup dan kilas balik pada kejadian siang tadi di mansion.“Anakku?” cicit Clau mengusap perut rata dan ter
Setelah puas menikmati waktu berduaan di bibir pantai, Arjuna dan Clau bergegas kembali ke penginapan terapung. Hari semakin larut dan Arjuna teringat, istrinya belum menyantap makanan apapun. Penampilan Clau sangat berantakan, tidak mengenakan pakaian dalam, hanya kemeja biru kebesaran milik Arjuna. Berjalan tepat di balik punggung, melindungi dari tatapan pengunjung lain.Meskipun sepi Clau tetap tidak nyaman, berkeliaran hanya dengan sehelai pakaian saja. Alhasil tubuh Arjuna yang bertelanjang dada menjadi tameng.“Di sini sepi sayang, tidak ada siapapun. Mereka semua pasti sibuk dengan urusan masing-masing.” Arjuna terkekeh pelan.“Tapi … bagaimana kalau tiba-tiba ada yang keluar dari kamar? Aku malu Arjuna, kenapa melakukannya di luar?” Clau menunduk hingga menambrak punggung kekar sang suami.Ternyata Arjuna menghentikan langkah kaki. Mendengar penyesalan dari mulut Clau membuatnya tersenyum kecil, dan tidak tahan untuk melakukan kegiatan panas lagi. “Bukankah tadi kamu yang me
“Di mana Arjuna dan adik ipar? Kenapa dia lama sekali, jangan-jangan memilih menginap di villa? Ck dasar tidak kompak.” Geram Andreas.“Memangnya kenapa? Biarkan saja, mereka juga bisa datang ke sini sesuka hati, lokasi villanya tidak jauh.”“Tunggu! Dari mana kamu tahu kalau villa Arjuna jaraknya dekat? Apa kalian—“ pikiran Andreas melayang ke segala arah.Clara segera membungkam mulut suaminya, susah payah sebelah tangan bergerak. Ia tidak ingin membuka lembaran masa lalu, baginya sekarang hanya ada Andreas dalam hati bukan pria lain.Apalagi Clara dan Arjuna pernah menjalin kasih selama dua tahun. Dapat dipastikan jika keduanya bepergian berdua, begelung di atas ranjang dan saling menyebut mesra nama pasangan.Seketika wajah Andreas berubah merah padam. Dadanya bergemuruh, tangannya pun mengepal sempurna, isi kepalanya membayangkan hal itu.“Andreas sudahlah itu ‘kan masa lalu, aku juga tidak pernah mempermasalahkan kamu sering membayar wanita lain.” “Tapi Clara, itu beda! Aku mela
“Apa?” pekik Andreas dan Kevin.Keduanya langsung melirik ruang kamar yang cukup sempit. Benar yang dikatakan Arjuna, kamar asing milik Presdir Cwell. Akan tetapi Andreas menyadari sesuatu, mana mungkin Arjuna tidak menyewa presidential suite.“Ini bukan kamarmu!” Andreas melotot dan menunjuk ke segala arah.“Siapa yang melakukan ini?!” Arjuna geleng-geleng kepala membenarkan tanggapan sahabatnya.“Mungkin para istri yang membawa kita ke kamar karena mabuk.” Jawaban Kevin paling masuk akal.Segera Arjuna bangkit dari kasur, merapikan penampilan dan memandang jijik. Sungguh rasanya alergi satu ranjang bersama Andreas dan Kevin, ia melepas jas lalu membersihkan diri dari debu. “Hey, tidak perlu berlebihan!” Andreas berteriak di dalam kamar.“Aku tidak pernah satu ranjang dengan pria kecuali Daddy-ku. Kalian berani sekali! Jangan sampai kejadian ini terulang lagi. Mereka benar-benar meminta hukuman rupanya.” Arjuna mengepalkan tangan tidak sabar bertemu Clau.Arjuna melirik jam tangan, k
Setelah pesta pernikahan yang digelar sederhana hanya mengundang kerabat dekat, Kevin dan Brigitta memisahkan diri. Pasangan baru itu layaknya anak muda yang menikah dadakan, baik pria atau wanita sama-sama canggung.Sejak tadi, Brigitta selalu meremas tangannya. Bahkan kedua kaki tak kuasa berdiri sebab gemetaran, khawatir terjatuh. Begitupun dengan Kevin, memilih mengguyur diri di bawah air dingin, sebagai seorang pria tidak dipungkiri mengharapkan sesuatu.Namun, saat ini jauh berbeda. Suasana tegang belum menghilang, antara takut dan terharu. Setengah jam menghabiskan waktu di kamar mandi, Kevin keluar hanya mengenakan handuk putih. “Umm … Brigitta?” panggil Kevin dengan pemandangan menambah beban kegugupan.Rambut basah Kevin menggoda Brigitta, sayangnya wanita ini tak kuasa untuk bertindak lebih dulu. Cenderung menunggu aksi dari Kevin, layaknya seorang gadis yang baru merasakan indahnya jatuh cinta.“Ya, K-Kevin a-da apa?”“Boleh minta tolong ambilkan bajuku di tas?”“Oh, ya …t
Dua minggu kemudian.Hamparan bunga beraneka warna menghiasi ballroom hotel, pengantin pria sedang menanti calon istrinya. Kevin berdiri tegak, kemeja putih tertutup tuksedo hitam melekat sempurna pada tubuh atletis. Didampingi oleh Arjuna dan Andreas, lelaki itu mengalami ketegangan luar biasa. Usianya hampir menginjak 40 tahun tetapi tidak membuat Kevin tetap tenang. Apalagi semalam menerima kabar dari calon mertua, bahwa Brigitta demam.Ingin rasanya Kevin terbang ke rumah calon istri. Tetapi apa daya, dua sahabatnya ini menahan, mereka melarang Kevin bepergian, demi menjaga keamanan.“Kau bisa diam tidak?” Andreas mendengus di telinga Kevin.“Kenapa Brigitta belum datang?” pandangan Kevin selalu tertuju ke pintu utama.“Tenanglah! Brigitta baik-baik saja. Clau bilang mereka sebentar lagi tiba. Sabar sedikit, kalian sudah memiliki anak remaja tetapi seperti baru pertama kali merayakan cinta.” Cibir Arjuna mengepalkan tinju pada lengan sahabatnya.Ketiga pria itu berada di altar per
“Umm … terima kasih Mom. Aku pikir Mommy sibuk, soalnya Daddy bilang kalau hari ini ada rapat penting.”“Daddy bohong! Mom tidak sibuk. Apapun demi Karen, Mom bangga sayang, kamu benar-benar hebat. Selamat ya berhasil menjadi juara dua, ini hadiah untuk Karen.”“Aku sayang Mommy. Wah, baju berenangnya bagus.” Karen memeluk Brigitta dari belakang, melingkarkan lengan ke dada ibunya.Pemandangan mengharukan bagi Kevin. Sebentar lagi keinginan Karen terwujud, setiap hari bisa melihat Brigitta, bahkan bermain bersama. Baik Kevin atau Brigitta sama-sama berkomitmen memberikan yang terbaik, mereka menebus hilangnya waktu di masa lalu.“Sekarang kita mau ke mana Dad? Boleh makan malam di luar?”“Iya, tapi ke salon dulu. Kita makan malam bersama kakek dan nenek.” Kevin tampak santai dan tak acuh.Sedangkan Brigitta dan Karen menegang, tidak menyangka pertemuan kurang dari tiga jam lagi. Brigitta menelan saliva, mencoba mengutarakan isi hati. Takut ayahnya bertindak sewenang-wenang, apalagi Kar
Di kantor, Ayah Brigitta terdiam memandangi berkas berisi laporan bahwa lebih dari 50% saham perusahaannya dibeli oleh satu orang. Pria itu penasaran akan sosok pahlawan yang berhasil menyelamatkan usaha keluarga. Berulang kali mengucap syukur atas keberutungan yang tak terduga. “Siapa orang ini, apa kalian tidak bisa mencari tahu?” Ayah Brigitta menemui manajer keuangan.“Tidak Pak. Sepertinya Beliau pengusaha muda yang menjaga informasi pribadi. Kami juga terkejut karena mendadak asisten pribadinya datang.”“Pasti dia ingin menguasai perusahaanku. Sudahlah yang penting tidak bangkrut. Hubungi asisten pribadinya, aku ingin mengucapkan terima kasih.”Manajer keuangan itu mengangguk, kemudian keluar dari ruang pimpinan utama. Sedangkan Ayah Brigitta melupakan berita pagi yang mengejutkan. Seluruh perhatian tercurah pada usaha milik keluarga.Namun, niatnya untuk menikahkan Brigitta kepada seorang pria kaya tak pernah surut. Dia ingin perusahaan memiliki dukungan dari banyak pihak, sehi
Brigitta termangu, tubuhnya bergeming, gulungan kertas berisi ide tak dihiraukan. Pandangannya tetap lurus ke depan, lantas melirik kebun bunga. Dadanya terasa nyeri bagai dihantam bongkahan batu es, suhu badannya pun berubah dingin.“Brigitta? Kamu melamun?” Kevin berdiri dengan gagah di depan ibu dari anaknya ini. Sekarang Brigitta merasa rendah diri, tidak layak bersanding bersama Kevin. Roda kehidupan berputar sangat cepat, ia menyakini bahwa calon ibu sambung Karen adalah rekan bisnis Kevin. Selain fisik yang menggoda, Kevin memiliki pesona tersendiri. Tatapan teduhnya mampu menyihir orang, dia juga seorang pekerja keras.“K-Kevin. Umm … ini milikmu?” “Ya, sebenarnya aku sudah lama membeli tanah di sini, mungkin tiga tahun lalu. Tapi belum mempunyai uang untuk mendirikan rumah. Dan ya, sebentar lagi impian itu terwujud.”“Umm … selamat ya.” Brigitta segera menyadari statusnya, lantas menurunkan posisi tubuh, merapikan berkas berisi desain. “M-maaf, aku bisa mencetaknya dengan
“Umm … Kevin, terima kasih atas tumpangannya, kalau begitu aku masuk dulu ke dalam.” Brigitta menelan saliva yang terasa pekat, ia tidak kuasa menahan beban tubuh. Hari-hari ohnya sangat tragis, megetahui Kevin akan menikah menghapus harapan untuk bersama lelaki itu suatu hari nanti.“Ya, jangan begadang Brigitta. Kamu harus tetap sehat.” Kevin melengkungkan senyum, ingin rasanya membelai pipi lembut itu. Tetapi harus menyelesaikan permasalahan yang ada.Kendaraan roda empat milik Kevin menghilang dari hadapan Brigitta. Melesat cepat menuju tujuan akhir, sebab tidak ada waktu lagi. Semua terpaksa Kevin lakukan, demi memberi kebahagiaan untuk semua orang, ya menggunakan cara licik memang tidak baik.Namun, Kevin tidak bisa hidup sendiri. Keinginannya sebagai pria untuk memiliki Brigitta sangatlah besar. Hari ini juga, rencana yang telah disusun oleh Arjuna dituntaskan.Selama perjalanan, Kevin menghubungi asisten pribadinya. Raut wajah sangat serius menyampaikan setiap untaian kata.“