“Cih pas aku yang ngomong dia bilang aku cerewet, pas William yang ngomong langsung dianggap angin surga!” geram Jacob sambil menjauhi panggung. Perasaannya sudah cukup kesal mengetahui istrinya pergi tiap hari untuk menemui sahabatnya berlatih piano.Dia merelakan perasaannya yang tertekan cemburu hanya untuk membuat istrinya merasa berarti. Wanita itu kini lebih sering tersenyum dan riang sejak kembali menyentuh piano. Hidup wanita itu memang selamanya berhubungan dengan piano.“Tapi kenapa jadi seperti ini sekarang? Kenapa dia jadi lebih mendengarkan ucapan William daripada ucapan aku?” geram pria itu lagi sambil mencoba menuang alkohol di gelas kecilnya. Tapi pria itu seketika mendengus saat menyadari apa yang dia hampir lakukan.Kini Jacob benar-benar menjaga kesehatan dirinya. Pria itu tak lagi minum minuman beralkohol, makan makanan sehat dan juga beristirahat yang cukup. Menurut dokter selain obat- obatan Jacob harus menjaga kesehatan dirinya dengan sempurna. Semua demi keb
Melihat Naftalie sudah dapat bermain dengan baik membuat Cecil merasa lega. Berarti dia tak perlu membawa piano dari ruang latihan William.William terlihat sangat tampan dalam setelah putih kremnya itu. Cecilia mendesah saat mendengarkan permainan William. Dari awalnya tidak suka permainan klasik dan biola, kini Cecil sudah hapal semua lagu William dan bahkan menyukainya.Yang menjadi kesukaan Cecilia sekarang juga adalah memperhatikan wajah pria itu berubah mengikuti irama lagu. Entah mulai kapan Cecilia menjadi sangat terpesona setiap kali pria itu memainkan lagu -lagunya.Tapi kali ini rasanya lebih menyakitkan, karena melihat William bermain ekstra hati-hati sambil terus memperhatikan permainan Naftalie. Entah kenapa melihat mereka hari ini bermain membuat hati Cecil semakin sakit.Kemarin Cecil benar-benar sudah pasrah dan akan menerima apa pun yang akan William lakukan padanya. Sejujurnya Cecil sudah jatuh cinta sepenuhnya kepada William, dan sebenarnya saat pria itu pergi, Ce
Sisa hari itu berjalan bagaikan mimpi buruk. Naftalie tak pernah menyangka melihat punggung suaminya pergi akan memberikan dampak yang sangat besar dalam permainan pianonya. Wanita itu berulang kali melakukan kesalahan konyol. Entah temponya terlalu cepat entah, salah tekan tuts, dan yang paling parah adalah lupa not lagunya. Jika tak ada William, semua kesalahannya akan sangat kentara. Jadi, walau tadi katanya akan menjadi solo piano Naftalie, pada akhirnya menjadi duet kembali. Setelah selesai semuanya, Naftalie segera turun dari panggung dan mencari suaminya. Perasaannya berantakan, dia tak akan tenang sebelum bisa mengatakan yang sebenarnya pada pria itu. Rasanya seperti ada yang salah, pria itu tak akan pergi meninggalkan penampilan Naftalie begitu saja. Setelah berjanji menemani Naftalie seharian penuh kemarin, Jacob tak akan pergi begitu saja, jika tidak ada sesuatu.Namun, ketakutannya kini menjadi kepanikan saat menyadari baik Jacob dan Edmund, sekretarisnya tidak ada. Ed,
“Yeah … tentu saja bisa, ya kan Will?” tanya Cecil dengan sedikit ragu dan menatap William. Seketika pandangannya dan William bertemu, perut Cecil segera terasa bergejolak lagi. Kenapa pria itu menatapnya dengan tatapan seperti itu? Tapi, mungkin saja itu tatapan untuk Naftalie, tentu saja buat Naftalie, tak mungkin buat Cecil, memangnya siapa Cecil? Pria itu mengangguk sambil tersenyum. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang seketika membuat Cecil merasa kembali cemburu. Sejujurnya, Cecil merasa bersalah karena telah merasakan cemburu seperti itu. Wanita itu jelas dalam kesulitan tetapi dia malah cemburu karena perhatian William yang memang merupakan sahabatnya. Tapi begitulah perasaannya. Dia cemburu, selalu cemburu jika menyangkut William. Naftalie tersenyum sambil mengikuti William yang hampir membopongnya menuju mobil. Wanita itu hanya diam memandang handphone yang kosong. Berulang kali Cecil memperhatikan wanita itu mencoba menghubungi suaminya, tapi pria itu benar-benar
Naftalie segera berlari ke kamar mereka, dia bahkan melepas sepatu tingginya agar bisa berlari dengan cepat. Jacob, dia harus segera bisa menjelaskan pada Jacob. Tapi dunia wanita itu seakan runtuh saat melihat kamar mereka kosong. Pria itu tak ada di rumah. Naftalie segera keluar dan menuju dapur, dan berharap melihat Jacob duduk sambil mengobrol dengan para karyawan seperti waktu itu. Namun, baik ruang makan dan di ruangan tersembunyi tak ada Jacob. Wanita itu menatap nanar meja kosong dengan dada yang terasa sesak. “Maaf, maam mau makan?” tanya salah satu pelayan dengan wajah khawatir. Siapa yang tak khawatir melihat nyonya rumahnya menangis di kursi makan sendirian dengan wajah pucat.“Oh … nggak Isabel, aku tak lapar.” Wanita itu menghapus air matanya dengan sembarangan. “Umm, minum? Mau teh hangat?” tanya Isabel lagi mencoba membantu tuannya yang terlihat begitu menderita. Wanita cantik berambut merah itu mendongak dan menggeleng. Begitu menyadari Jacob tidak ada, Naftalie tid
“Aku nggak butuh semua perhiasan dan hadiahnya! Aku butuh suamiku!” raung Naftalie terisak lagi. Isabel segera mendekati wanita malang itu dan memeluknya. “Stop! Tinggalin aku!” pekik Naftalie mengamuk sambil meletakkan kepalanya di meja makan. “Pergi kamu ED!” bentak Naftalie dengan marah. Ed berdiri tak jauh dari meja sambil memasukkan lembaran kertas itu lagi ke dalam amplop, tapi karena gugup lembaran kertas itu malah jatuh bertebaran kembali ke lantai. “PERGI!” teriak Naftalie dengan marah sehingga Isabel segera membantu pria bertubuh gempal itu memungut kertas-kertas itu. Naftalie yang mengamuk mengambil gelas dan melemparkannya ke arah Ed. Pria itu dengan panik menghindari gelas yang melayang dan pecah saat mengenai dindin ruang makan. “Lebih baik kamu pergi,” desah Isabel sambil mendorong Ed keluar dari ruang makan. Ed menurut dan segera kabur saat ada piring terbang mengarah ke kepalanya.“Aku nggak nyangka kalau nona bisa seperti itu,” desah Ed tetap menundukkan kepalan
Kata- kata yang William katakan bagaikan pembenaran bagi Cecil. Wanita itu segera membalas ciuman pria itu, ciuman yang memang dia damba-dambakan. Wanita itu merangkul William bagaikan pria itu memang kekasihnya, miliknya seperti yang pria itu katakan. William miliknya seakan Cecil adalah milik William. Wanita itu menutup matanya dan membiarkan pria itu menguasai mulut dan lehernya. Yeah memang itu yang Cecil inginkan, ciuman William yang tak pernah berakhir. Wanita itu merasa melayang terbang seakan mereka berada sendirian di dunia ini. Namun, sayangnya mereka harus kembali mendarat di dunia, saat terdengar suara terbatuk di dekat mereka. Ciuman mereka segera terhenti dan Cecil segera membersihkan bibirnya dengan malu. “Ini es campurnya, dan jus alpukat.” Pelayan berambut hitam itu meletakkan kedua minuman itu dengan tatapan mencela. Tapi William malah merangkul pundak Cecil dan tersenyum pada pelayan itu.“Dia akhirnya mengerti, kalau aku menyukainya,” ujar William menjelaskan kep
Jacob menatap ke arah keluar dari jendela kantornya. Dari lantai 21 semua mobil terlihat kecil. Jalanan kota semakin malam semakin ramai, lampu merah terlihat di mana-mana karena beberapa jalanan terlihat terhambat.Tapi pikiran Jacob jauh dari jalanan ataupun jalanan yang macet. Pikirannya tertuju pada istrinya, bukan- bukan, wanita itu bukan lagi istrinya, tapi dia sudah lepas dari Jacob, dia seharusnya sudah menjadi wanita asing.Tapi, tetap saja pikiran Jacob memikirkan wanita asing itu— wanita yang seharusnya dia tak pikirkan lagi, tapi malah menempel di otaknya bagaikan hidung di depan mata.Apakah Naftalie akan menyukai rumahnya? Apakah Naftalie akan menyukai interior dan semua kelengkapan rumah itu? Atau apakah bahan makanan yang dia pinta Ed cukup buat makan Naftalie? Sudah berulang kali Jacob kembali menghubungi Ed untuk mengatur isi rumah untuk Naftalie, karena walaupun dia sendiri yang mengusir wanita itu dari rumahnya, dia juga yang merasa tak rela wanita itu pergi dar