Dewa gelagapan saat Laura menghubunginya, melalui video call, lelaki tampan itu tampak bingung dengan sikapnya saat bertatapan dengan kekasih yang belum tahu tentang statusnya saat ini. "Mas Dewa! ko bengong? senang tidak aku banyak waktu luang menghubungi mu?" Laura tersenyum senang seraya melambaikan tangannya. Dewa berusaha tetap tenang, mungkin setelah nanti mereka bertemu secara langsung dia akan menceritakan semua yang telah terjadi padanya.. "Tentu saja aku senang, apa pekerjaan mu sudah selesai di sana?" sahut Dewa yang sengaja mengalihkan topik pembicaraan. Jauh dalam lubuk hati Dewa terlihat sangat panik dan cemas. "Iya mas, semua pekerjaan ku sudah beres. Setelah ini aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama mu," Ungkap Laura dengan perasaan tak sabarnya ingin segera bertemu untuk melepas rindu yang selalu menyiksa diri beberapa bulan ini. Ketika mereka tengah asyik mengobrol tiba-tiba saja Dewa mendapatkan satu pesan masuk dari neneknya. Membuat ia terpaksa h
"Berani sekali kau berbicara seperti itu pada Arumi!" Dewa mengeram, ia meraih leher Daniel dan mencekiknya sampai wajah pria itu membiru. Arumi terkejut saat melihat sorot mata elang Dewa, yang seakan ingin membunuh. Mengingat nenek Rima yang begitu menjaga image cucunya membuat Arumi pun segera menghentikan. "Mas Dewa! hentikan, jangan kotori tangan mu untuk melukai dia," kata Arumi mengingatkan dan menahan lengan Dewa. Seketika Dewa melepaskan tangannya, Jika bukan karena Arumi dia begitu enggan. Daniel tersungkur ke bawah lantai. Sampai sudut bibirnya mengeluarkan darah karena satu kepalan tangan yang di layangkan oleh Dewa. "Mas Daniel, apa kamu tidak apa-apa ?" Rania segera menghampiri dan membantu untuk membangunkan kekasihnya itu. "Sakit, tidak papa apanya," Daniel menatap tajam pada Dewa. Dan tanpa ragu Dewa mengingatkan pria itu agar tidak berbicara sembarang lagi pada Arumi. "Jika bukan Arumi yang meminta, aku tidak akan melepaskan mu! sekali lagi kau berani
Disebuah Elite Kafe. Laura berjalan ke arah meja VIP no 23, dia begitu antusias saat menemui sahabat kekasihnya. Radit yang sudah menunggu cukup lama di sana. Lelaki itu terlihat sedikit cemas dan tidak enak hati. Tapi karena Laura terus memohon agar dia membantu, membuat ia tidak bisa menolak. "Radit! apa aku sudah lama menunggu?" tanya Laura menghampiri lalu duduk di di depan sahabat baik Dewa. Pertanyaan Laura membuyarkan fokus Radit, lalu pria itu berusaha untuk tetap tenang dan segera menjawab. "Tid-aak terlalu juga, mungkin baru sekitar tiga puluh menitan," jawab Radit dengan nada yang terbata-bata. Laura bernafas lega, karena akhirnya dia hanya terlambat sebentar. Mereka berdua duduk saling berhadapan. Radit yang merasa tidak enak hati karena sampai janjian dengan Laura tanpa sepengetahuan Dewa. Tapi dia berusaha untuk tenang dan setelah mempersilahkan Laura duduk. Suasana di antara mereka cukup akrab, tapi membuat Laura sudah tidak sungkan lagi meminta bantuan pad
"Iya kau tidak usah sungkan katakan saja jika ada yang perlu di bantu." Dewa membenarkan semua perkataan Arumi. Arumi perlahan mengangkat wajahnya lalu menatap dalam kembali lelaki yang sudah menjadi suaminya itu. "Sebelumnya aku ingin berterima kasih pada tuan Dewa atas tawarannya, tapi sampai saat ini aku masih memikirkan kesehatan ayah," Balas Arumi tersenyum getir, dengan jemarinya yang meremas erat dressnya. Hati Arumi terasa sedikit sesak saat mendengar perkataan Dewa yang hanya mengatakan sebagai balas budi, wanita cantik itu baru menyadari jika selama ini Dewa hanya memikirkan tanggung jawabnya pada calon bayi mereka. Tanpa memikirkan hati dan perasaan dirinya. "Arumi, kenapa kamu harus sedih. Bukankah dari awal pernikahan ini untuk meredam skandal dan image tuan Dewa apa yang kamu harapkan," batin Arumi merutuki diri sendiri. Ketika keduanya tengah berbicara serius, tiba-tiba saja Hera yang baru saja datang menghampiri Arumi. Wanita paruh baya itu pun selalu tak p
"Arumi kesal dengan ibu dan saudara tirinya," jawab Dewa dengan singkat. Mendengar jawaban cucunya, nyonya Rima terlihat sangat kecewa. Karena bagaimana bisa Dewa begitu enteng menjawabnya. Padahal dia sudah mewanti-wanti agar Arumi tidak terlalu banyak lagi bergaul dengan ibu dan saudari tirinya yang tidak baik. "Dewa, seharusnya masalah istri mu kamu selesaikan sendiri, dia sedang mengandung calon pewaris keluarga kita, nenek tidak ingin terjadi sesuatu padanya," tuntut Nyonya Rima dengan penuh penekanan. Dewa tidak ingin membuat neneknya nya marah, apa lagi jika serangan jantungnya kembali kambuh, hingga membuatnya terpaksa mengalah. "Baik nek, maafkan Aku, Ku akan melarang Arum," sesal Dewa lalu pamit lalu berjalan menaiki tangga menuju ke arah kamarnya yang berada di lantai dua. Nyonya Rima menggelengkan kepala, dia begitu berharap jika Dewa dan Arumi bisa saling mencintai satu sama lain layaknya pasangan suami istri pada umumnya. Mendengar kabar Laura yang sudah ke
"Laura!" Dewa terdiam, dia segera pergi menjauh dari Arumi untuk mengangkat telpon. Karena tidak ingin pembicaraan mereka terdengar yang akan membuat masalah untuk kondisi kandungan Arumi. "Tuan Dewa menerima telepon dari siapa? kenapa akhir-akhir ini dia selalu sembunyi-sembunyi," Arumi bertanya-tanya dalam hati seraya meremas selimut dengan erat. Setelah sampai di balkon, Dewa terlihat cemas lalu dia mengangkat telepon dari kekasihnya Laura yang sebenarnya sulit untuk dia hadapi apa lagi dengan statusnya sekarang. "Mas Dewa!" Panggilan suara manja Laura terdengar nyaring di telinga Dewa. Seketika wajah Dewa memucat keringat dingin pun mulai membasahi wajahnya. Lalu berusaha untuk tetap tenang dan menjawab seolah tidak ada apa-apa. "Laura! kenapa malam-malam seperti ini ada waktu menelpon?' Dewa sengaja mengalihkan topik pembicaraan. Kening Laura berkerut penuh keheranan, dia merasa ada yang tidak beres dengan kekasihnya. Meskipun ragu Laura ragu tanpa sungkan mengung
"Benarkah seperti itu?" Dewa meragukan, tapi dia berusaha mencoba untuk melakukan apa yang di sarankan. Meskipun Arumi sempat menolak. Tak ingin mengganggu mereka berdua, nyonya Rima sengaja memberikan waktu agar keduanya bisa bersama. "Pelayan, nanti antarkan segelas susu hangat dah vitamin untuk nona Arumi dan juga teh untuk tuan Dewa!" perintah nyonya Rima sebelum keluar dari kamar. Arumi berusaha menolak, karena dia tidak ingin merepotkan. Tapi nyonya Rima tidak suka di bantah. Membuat gadis cantik itu pun tak bisa berkata banyak lagi. Setelah semua orang keluar dan hanya ada mereka berdua. Suasana di dalam kamar itu terasa hening dan canggung, Arumi perlahan tidur lebih dulu membalik badan karena ia merasa sangat tidak nyaman saat Dewa berada dekat dengannya. "Kenapa? apa masih merasa mual?" tanya Dewa penasaran. "A-akh tidak tuan, rasa mual itu akan datang sesekali sekarang aku mau beristirahat dulu," Jawab Arumi yang tak berani menatap wajah lelaki yang bergelar
Keesokan harinya, Arumi bangun lebih awal dia sudah berpenampilan rapih dan cantik. Meskipun dia dalam keadaan hamil muda tidak menyurutkan semangatnya untuk bekerja. "Tu-tuan Dewa ini sudah pagi," Arumi memberanikan diri untuk membangunkan Dewa meskipun ia sedikit ragu takut pria itu akan marah. Dewa yang mendengar suara lembut Arumi perlahan ia membuka kedua pelupuk matanya, pandanganya yang buram perlahan kian menjadi jelas. "Kamu!" Dewa terkejut saat melihat Arumi yang sudah cantik dan rapi, lelaki itu bertanya apakah Arumi masih akan tetap bekerja di saat kondisi kehamilannya yang sudah cukup membuat lelah. Dengan senyuman tipis di wajah cantiknya, Arumi menegaskan jika dia masih ingin bekerja ke kantor karena hanya diam di rumah hanya akan membuatnya bosan saja. Dewa tak bisa melarang, dia mengingatkan jika Arumi harus tetap menjaga kehamilan sampai melahirkan pewaris Wijaya yang sudah dia dan sang nenek inginkan. Arumi mengangguk patuh, ketika Dewa beranjak dari atas
Dewa memijat kening, sungguh selama ini dirinya merasa sangat bodoh karena telah tertipu oleh wanita yang begitu manipulatif seperti Laura. Nyonya Retha dan Oma Rima bernafas lega, saat melihat Laura dan Adrian telah di bawa oleh orang-orang mereka agar segera di proses. Excel menatap mommy dan Dady, meskipun jagoan kecil yang tidak mengerti tentang urusan orang dewasa tadi tapi ada senyuman bahagia di wajah lucunya lalu ia yang berada di dekat kedua orang tuanya pun bertanya. "Mommy! Apa benal paman tampan ini adalah Dady ku?" Celoteh Excel dengan nada cadel-nya sembari memegang kedua tangan kedua orang tuanya. Seketika wajah Arumi terdiam, dia masih marah pada Dewa. Akan tetapi setelah melihat bukti dan mengetahui kebenarannya membuat hatinya perlahan menjadi luluh. "Jagoan kecil! mulai sekarang jangan panggil lagi paman oke, karena kamu adalah pura Dady nak, maaf jika selama ini Dady tidak menjaga mommy dan kamu dengan baik," sesal Dewa yang perlahan berjongkok lalu memeluk da
Arumi terlihat dilema, setelah dia mengetahui semua kebenarannya tentang malam itu. Yang ternyata ulah Laura. "Jangan kembali lagi pada pria seperti Dewa. Dia hanya mencintai Laura. Dan kamu tidak akan bahagia," Adrian kembali mengingatkan. Tentu saja Dewa semakin marah dengan sikap Adrian yang terlalu ikut campur dalam hubungannya dengan Arumi. Sampai Dewa kehilangan kendali, lalu kembali melayangkan tangannya yang mendarat tepat di wajah lawan bicaranya itu.BLUGH!"Diam kau Adrian! Simpan omong kosong mu itu," Geram Dewa. Sampai membuat Adrian kembali terjatuh tersungkur ke bawah lantai. Semua orang di sana terkejut, tak ingin sampai Dewa semakin murka dengan cepatnya Doni memghampiri dan berusaha mengingatkan bosnya. "Tuan, tenanglah, jaga jangan sampai image anda terlihat buruk oleh semua orang, terutama nyonya Arumi," bisik Doni mengingatkan. Dewa berusaha menahan diri, dan Oma Rima juga menegurnya. "Dewa tenanglah, dan kamu nak Adrian berhentilah berharap pada Arumi. Dia ma
Kata-kata sindiran Dewa seolah menjadi sebuah belati tajam untuk hati Adrian, yang sebenarnya apa yang telah dia lakukan itu memang salah karena rasa cintanya yang begitu besar pada Arumi. Tak ingin mengelak lagi, Kini Adrian pun membalas kata-kata Dewa dengan penuh kepercayaan diri. "Heh! jika aku salah telah membantu Arumi agar jauh dari orang-orang toxic seperti mu," Decih Adrian dengan suara yang santai. Darah Dewa mendidih, saat mendengar kata-kata Adrian yang menyulut emosinya. Hingga membuat lelaki tampan itu menghampiri lalu meraih dan menarik kerah Adrian dengan sangat keras. Membuat Arumi kaget begitu juga dengan Excel. "Lancang sekali kau berbicara seperti itu padaku Adrian? tahu apa kau tentang aku dan istri ku!" Hardik Dewa yang sudah tidak ingin mentolerir sikap rekan bisnisnya itu. Arumi terlihat cemas dan panik, sampai dia berusaha melerai keduanya. Karena tidak ingin ada sesuatu hal yang terjadi apa lagi sampai ada yang terluka. "Cukup mas Dewa! oke, aku
"Apa! kamu bilang suster, tuan Dewa? kalian pergi ke sana?" Arumi tercengang saat baru tahu jika putranya itu entah sebuah kebetulan atau memang sengaja mencari tahu tentang Dady-nya tanpa sepengetahuan dirinya. "Iya nyonya, maaf. saya telah berbohong tadi hanya tidak tega saja melihat den Excel meminta untuk main ke rumah nenek buyut temanya," sesal sang baby sister dengan wajah yang tertunduk. Arumi menghela nafas jengah, saat mendengar kenyataan yang baru saja dia ketahui hari, dia terlihat cemas dan panik katena tidak ingin jika Dewa sampai mengetahui keberadaan mereka terutama Excel. "Arumi! apa kamu tidak apa-apa?" tanya Adrian yang ikut cemas saat melihat wajah Arumi yang terlihat sangat pucat. Arumi tersadar dari lamunannya, lalu menjawab jika dia sangat takut jika sampai Dewa mengetahui tentang Excel, mengingat perjanjian mereka berdua saat menikah. Dewa berhak mengambil hak asuh putra mereka. Tapi sebagai seorang ibu, meskipun Arumi bukan istri yang Dewa ingin
Melihat cucunya begitu bersemangat, Oma Rima menatap penuh harap punggung Dewa yang perlahan semakin menjauh dari pandanganya. Dalam hatinya kembali ada secercah harapan jika rumahnya akan kembali hangat seperti dulu. "Semoga Dewa berhasil meminta maaf dan membujuk Arumi, agar mau pulang lagi," gumam Oma Rima. Mendengar perkataan ibunya, Nyonya Margaretha datang menghampiri lalu dia mengatakan beberapa pendapatnya yang menohok. "Ck, ibu ini kenapa begitu yakin jika anak itu milik Dewa? sekaligus dia hamil pun Belum tentu darah daging Dewa. Siapa tahu Arumi selingkuh," Cibir Nyonya Retha sembari memutar kedua bola mata malasnya. Oma Rima mendelik, saat menerima celaan dari putrinya. Bahkan dia menegur agar putrinya itu menjaga ucapan dan yang penting dia meminta sebagai seorang ibu dia hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaan putranya. "Akh ibu ini aku bosen Mendengarnya, menurut ku tetap Laura yang terbaik untuk Dewa." Ucap Retha yang terkekeh dengan pendiriannya.
Arumi terlihat kebingungan, saat jagoan kecilnya terus menuntut jawaban tentang Dady kandungnya. "Astaga! apa yang harus aku katakan? jika Excel tahu jika mas Dewa tidak menginginkan aku dan dia pasti akan sangat sedih," Lirih Arumi dengan hati yang sangat dilema. Bahkan ia terlihat beberapa kali menghela nafas berat, sampai suster Rhini yang sudah mengikuti cukup lama begitu penasaran dengan sebenarnya apa yang sudah terjadi pada Arumi dan ayahnya Excel, tapi sebagai pengasuh ia tidak berani dan tidak mau lancang untuk bertanya tentang masalah pribadi majikanya. "Momy! kenapa masih tidak menjawab? apa mommy tega melihat aku tidak punya Dady? jika momy dan Dady ada masalah cepat selesaikan, karena aku pingin ketemu Dady," Excel menangis, dia sengaja ingin mencari tahu informasi. Arumi benar-benar tidak tega, saat melihat Excel sangat ingin tahu, tapi baginya ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan dan dia sengaja berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan di antara mer
"Ssttt! jangan bersuara dulu, aku melihat Dewa ada di sini?" Bisik Adrian sembari mendaratkan tangannya di bibir Arumi. Mendengar perkataan Adrian, tentu saja Arumi sangat kaget sampai hampir tak percaya, karena bagaimana bisa lelaki yang pernah dia cintai itu bisa ada di rumah sakit. "Mas Dewa! bagaimana bisa dia ada di sini? apa ada seseorang yang dia temui?" Arumi sangat penasaran saat melihat Dewa yang sudah pergi keluar dari pintu utama. Adrian yang tidak suka saat Arumi membahas tentang Dewa. Dia berusaha mencoba untuk mengalihkan perhatian untuk segera menemui Excel yang sudah ada di ruangan rawat VIP. Arumi yang begitu mencemaskan jagoan kecilnya, tanpa banyak berpikir lagi kini dia pun segera pergi ke ruangan di mana Excel berada. Berharap tidak ada hal yang serius terjadi. Setelah berjalan menyusuri lobi beberapa menit, Arumi akhirnya sampai ke ruangan yang di cari dia sedikit terkejut karena ruang rawat itu biasanya di khususkan untuk para orang kaya. Suster
Suster Rini tersontak kaget, saat mendengar suara majikannya. Sampai nafasnya seolah tercekat di tenggorokannya karena saking bingung harus menjawab apa. "Suster Rini! apa kamu masih mendengar ku?" tanya Arumi yang kedua kalinya untuk memastikan. Suster Rini menghela nafas dalam-dalam lalu mengeluarkanya pelan. Baru saja wanita berseragam serba pink itu akan menjawab. Tiba -tiba saja tak sengaja Arumi mendengar suara khas pria yang begitu familiar di telinganya. "Sus! kenapa kamu tidak bilang kalau Excel ternyata punya alergi seafood?" Dewa melontarkan satu pertanyaan dengan nada tinggi. Kebetulan Arumi yang masih menunggu baby sister kepercayaannya dia sangat terkejut saat mendengar suara yang khas dan sangat familiar, membuatnya seketika mematung. Rhini menelan saliva beberapa kali, bibirnya seolah merasa terkunci saat pria yang ada di depannya menegur. "Ma-maaf tuan, saya juga sebagai pengasuh den Excel benar-benar baru tahu ternyata dia punya alergi dan nyonya tidak p
Oma Rima sangat terkejut, saat mendengar kabar jika ibu dari anak kecil yang begitu mirip dengan Dewa adalah putri dari cucu mantu yang sudah dia cari selama ini. "Rudi! kamu tidak berbohong kan? dari mana kamu dapat info itu?" Oma Rima memastikan karena dia tidak ingin jika sampai salah dengar. ¹ddfd Dan tentu saja Rudi tidak pernah memberikan informasi tanpa menemukan bukti lebih akurat dulu. "Nyonya, ini adalah data anak kecil tadi di dapat dari taman kanak-kanaknya," Jelas Rudi Sembari menyodorkan sebuah map yang berhasil dia dapatkan dari salah satu wali di sekolah bergensi itu. Oma Rima meraih dan membaca kembali isi laporan tentang indentitas Excel, jantungnya berdegup sangat kencang, perasaannya campur aduk antara terharu dan senang. "Jadi anak itu benar-benar putra Arumi? kemungkinan dia bisa jadi putra Dewa, Rudi cepat aku ingin info yang lebih akurat, ambil sampel DNA Excel," Titah Oma Rima dengan nada yang penuh penekanan. "Baik nyonya, saya akan segera menyu