Setelah Rania keluar dari kamar Arumi, Marisa yang dari tadi menunggu putrinya dengan cepat dia menghampiri dan melontarkan pertanyaan untuk memastikan. "Rania, bagaimana apakah ayah sudah setuju untuk memberi kompensasi itu pada Daniel?" Marisa sangat penasaran. Karena kado pernikahan yang di janjikan cukup lumayan. "Ibu tidak usah khawatir, nanti setelah mas Daniel dan aku menikah kata ayah, dia akan memberikannya," Jawab Rania dengan penuh semangat. Marisa begitu semangat, meskipun perusahaan suaminya tidak terlalu besar tapi setidaknya dia dan putrinya akan mendapat bagian saham terbesar. "Bagus, kamu harus pintar mengambil hati ayah mu. jangan membiarkan Arumi dekat kembali dengan ayahnya. Yang ada nanti kita malah tidak mendapat bagian daftar warisan," Hera mengingatkan. "Ibu tenang saja, sepertinya ayah sudah sangat kecewa dengan Arumi. Rasanya gak mungkin kalau dia di manja seperti dulu," ujar Rania enteng dan begitu yakin. "Kamu benar, Ayah selalu sakit-sakitan kala
Ekspresi wajah Dewa terlihat sangat muram, saat mendengar jawaban dari asisten kepercayaannya. Padahal jelas-jelas kemarin adalah tanggal penting. Rudi menelan saliva beberapa kali, sebenarnya dia merasa sangat bersalah karena telah berbohong tapi sebagai seorang pegawai dia tidak bisa berbuat lebih apa lagi itu semua perintah Nyonya Rima. "Ya sudah, kau boleh pergi," usir Dewa berdecak kesal dengan perasaan kecewa. Karena tidak seperti biasanya di malam hari ulang tahunnya selalu ada kado kejutan yang tidak pernah terlewatkan. Tanpa banyak bicara lagi, Rudi segera undur diri dari ruangan sang bos. Namun dia tak lupa menyampaikan pesan jika malam ini harus pulang lebih awal. Dewa hanya berdehem, dan kembali fokus mengerjakan beberapa berkas project kerja samanya dengan perusahaan lain meskipun hatinya terlihat kesal dan marah. Tapi lelaki tampan itu berusaha untuk bekerja profesional. Apa lagi sore ini dia harus segera pulang sesuai perintah neneknya, yang tidak mungkin
Arumi terdiam, dia mencerna semua perkataan nyonya Rima yang membuat hatinya sangat dilema karena bagaimana pun juga ia tidak ingin sang ayah dan orang lain memojokkannya lagi. Melihat Arumi yang masih terlihat bingung nyonya Rima terus meyakinkan. Jika apa yang dia usulkan adalah hal yang sudah sangat tepat. "Kenapa malah bengong, nenek tidak mau hanya karena permasalahan keluarga Kehamilan mu terganggu Arumi, jadi alangkah baiknya kita temui keluarga mu," tegas Nyonya Rima yang sudah berpikir dengan matang. Baru saja nyonya Rima ingin memberikan perintah pada para pengawalnya, agar mempersiapkan beberapa barang dan uang yang akan dia bawa ke rumah orang tua Arumi sebagai mahar pernikahan yang akan mereka berikan. Dengan cepatnya Arumi mencoba untuk membujuk nyonya Rima untuk memberikan dia waktu berbicara semua tentang pernikahannya pada sang Ayah. Karena ia tidak mau mengambil resiko ayahnya kaget dan kena serangan jantung lagi. "Nenek, terima kasih karena nenek sudah peduli. T
Sesampainya di parkiran Rania segera di sambut oleh Daniel, setelah mereka saling mencium bibir satu sama lain keduanya masuk mobil. Melihat wajah Rania yang terlihat cemberut membuat satu alis Daniel terangkat lalu dia melontarkan satu pertanyaan pada kekasihnya. "Rania, kamu kenapa terlihat bete seperti itu katakan padaku ada apa?" Rania menghela nafas berat, lalu menceritakan pada Daniel jika ada seseorang yang sengaja meminta cctv di club itu membuatnya sangat penasaran. "Mas, Beni bilang tadi ada ketiga pria yang meminta cctv club di saat Arumi masuk ke kamar hotel itu, kira-kira siapa ya mas yang mencari tahu?" Rania terheran. "Benarkah ada yang mencari? Aku juga tidak tahu Rania. Mungkin pria yang tidur dengan Arumi saja siapa lagi?' jawab Daniel dengan nada enteng sembari fokus menyetir. Rania terdiam dan berpikir sejenak, dia benar-benar penasaran siapa pria yang sudah bersama dengan Arumi. Karena jelas-jelas malam itu pria bayarannya bilang jika Arumi salah masuk
Jam mewah bernilai jutaan dolar itu melingkar sempurna di tangan besarnya, Dewa menatap datar dengan sikap dingin saat Arumi memasangkannya. "Sangat cocok, Arumi kamu sangat pintar dalam memilih. Dewa kamu sangat beruntung," imbuh Nyonya Rima, yang berusaha mendekatkan mereka berdua. Karena dia tahu diantara Dewa dan Arumi masih terlihat sama-sama asing. "Nenek, terlalu berlebihan. Aku hanya menyesuaikan sesuai profesi mas Dewa saja," cicit Arumi seketika wajahnya memerah padam. Dewa hanya tersenyum tipis, Nyonya Rima juga tak sungkan meminta cucunya agar membelikan beberapa stel dress yang cocok untuk wanita hamil mengingat di rumah belum menyediakan. Dewa yang sebenarnya sangat malas untuk menemani wanita berbelanja, demi membuat neneknya senang akhirnya ia terpaksa setuju. Setelah memilih satu jam tangan dan melakukan transaksi, nyonya Rima tidak lupa juga menegur kedua pelayan tadi melalui manager toko jam branded itu dan meminta mereka meminta maaf pada Arumi, ata
Apa! Maksud mu? Siapa yang merepotkan?" Dewa menatap tajam pada Arumi, seketika Arumi terlihat salah tingkah karena takut bicara dan membuat pria di depannya marah. Sehingga membuat ia segera menyanggah dan mencoba untuk mengalihkan topik pembicaraan di antara mereka berdua. "Tidak, aku tidak bicara itu. Tuan mungkin salah dengar. Bisakah kita segera menyelesaikan perintah nenek," ungkap Arumi yang tak berani menatap wajah Dewa. Dewa berdecak kesal, saat melihat Arumi yang berusaha mengelak padahal jelas-jelas dia mendengar jika berjalan dengan hanya membuat repot. Tak ingin terlalu lama berada di luar lelaki tampan itu berusaha untuk tidak memperdebatkan lagi. Hingga akhirnya mereka berdua masuk ke dalam sebuah butik , yang di hiasi ragam pakaian wanita yang sangat bagus dan kualitas termahal. Kedatangan mereka di sambut hangat oleh para pelayan bahkan sampai manager butik itu sendiri. "Selamat datang Tuan dan nyonya apa ada yang bisa kami bantu?" Ujar sang manager d
Di kediaman rumah pak Hasan, Marisa terlihat sangat sibuk mempersiapkan pesta lamaran untuk Rania. Bahkan semua menu makanan sengaja dia pilihkan dengan menu khusus untuk calon besannya. Rania terlihat begitu bersemangat saat kedua orang tua Daniel akan datang untuk melamarnya. Rasanya dia sudah tidak sabar lagi. "Bu, semua makanan keluarga mas Daniel harus di siap dengan baik-baik karena aku tidak mau jika mereka berkunjung ke sini merasa tidak buas dengan jamuan kita," Rania mewanti-wanti ibunya. "Rania, tentu saja ibu akan menjamu dengan baik. Secara ini kan pesta lamaran putri kesayangannya ibu jadi jangan khawatir kamu fokus ambil hati ayah dan mertua mu. Agar mereka menyukai dan memberikan banyak saham sebagai kado pernikahan kalian," imbuh Marisa yang begitu bangga. Ketika kedua wanita itu tengah asik membahas persiapan sambutan buat besok, pak Hasan yang baru pulang kerja pria paruh baya itu pun sedikit terkejut saat melihat beberapa hadiah yang sedang di siapkan oleh is
"Arumi! Sedang apa kamu di sini?" Satu pertanyaan Daniel membuat Arumi membatu saat mereka tak sengaja berpapasan di toko kue yang sering mereka kunjungi saat dulu masih berpacaran. Melihat sosok Dewa yang ada di samping Arumi, membuat Daniel terkejut karena bagaimana bisa mantan kekasihnya itu bisa bersama dengan seorang pria yang terkenal sebagai pebisnis properti terbesar di seluruh kota. Arumi menatap nanar paper bag cake kesukaannya yang di pegang oleh Daniel bahkan beberapa pertanyaan pun mencuat dalam benaknya. "Untuk siapa cake itu? Aapa dia membelinya buat Karin?" Batin Arumi. "Kenapa tidak jawab, tidak di sangka putus dengan ku. Langsung cari target baru," Sindir Daniel menyeringai sinis. Darah Arumi mendidih saat mendengar kata-kata sinis Daniel yang membuatnya tidak nyaman. Lalu membalas. "Oh, mas Daniel pingin tahu aja ya kenapa aku bisa ada di sini, tapi sayang sekali ini bukan urusan mu, jadi lebih baik menyingkir dan beri aku jalan," balas Arumi kesal. Melihat A
"Apa! kamu bilang suster, tuan Dewa? kalian pergi ke sana?" Arumi tercengang saat baru tahu jika putranya itu entah sebuah kebetulan atau memang sengaja mencari tahu tentang Dady-nya tanpa sepengetahuan dirinya. "Iya nyonya, maaf. saya telah berbohong tadi hanya tidak tega saja melihat den Excel meminta untuk main ke rumah nenek buyut temanya," sesal sang baby sister dengan wajah yang tertunduk. Arumi menghela nafas jengah, saat mendengar kenyataan yang baru saja dia ketahui hari, dia terlihat cemas dan panik katena tidak ingin jika Dewa sampai mengetahui keberadaan mereka terutama Excel. "Arumi! apa kamu tidak apa-apa?" tanya Adrian yang ikut cemas saat melihat wajah Arumi yang terlihat sangat pucat. Arumi tersadar dari lamunannya, lalu menjawab jika dia sangat takut jika sampai Dewa mengetahui tentang Excel, mengingat perjanjian mereka berdua saat menikah. Dewa berhak mengambil hak asuh putra mereka. Tapi sebagai seorang ibu, meskipun Arumi bukan istri yang Dewa ingin
Melihat cucunya begitu bersemangat, Oma Rima menatap penuh harap punggung Dewa yang perlahan semakin menjauh dari pandanganya. Dalam hatinya kembali ada secercah harapan jika rumahnya akan kembali hangat seperti dulu. "Semua Dewa berhasil meminta maaf dan membujuk Arumi, agar mau pulang lagi," gumam Oma Rima. Mendengar perkataan ibunya, Nyonya Margaretha datang menghampiri lalu dia mengatakan beberapa pendapatnya yang menohok. "Ck, ibu ini kenapa begitu yakin jika anak itu milik Dewa? sekaligus dia hamil pun Belum tentu darah daging Dewa. Siapa tahu Arumi selingkuh," Cibir Nyonya Retha sembari memutar kedua bola mata malasnya. Oma Rima mendelik, saat menerima celaan dari putrinya. Bahkan dia menegur agar putrinya itu menjaga ucapan dan yang penting dia meminta sebagai seorang ibu dia hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaan putranya. "Akh ibu ini aku bosen Mendengarnya, menurut ku tetap Laura yang terbaik untuk Dewa." Ucap Retha yang terkekeh dengan pendiriannya.
Arumi terlihat kebingungan, saat jagoan kecilnya terus menuntut jawaban tentang Dady kandungnya. "Astaga! apa yang harus aku katakan? jika Excel tahu jika mas Dewa tidak menginginkan aku dan dia pasti akan sangat sedih," Lirih Arumi dengan hati yang sangat dilema. Bahkan ia terlihat beberapa kali menghela nafas berat, sampai suster Rhini yang sudah mengikuti cukup lama begitu penasaran dengan sebenarnya apa yang sudah terjadi pada Arumi dan ayahnya Excel, tapi sebagai pengasuh ia tidak berani dan tidak mau lancang untuk bertanya tentang masalah pribadi majikanya. "Momy! kenapa masih tidak menjawab? apa mommy tega melihat aku tidak punya Dady? jika momy dan Dady ada masalah cepat selesaikan, karena aku pingin ketemu Dady," Excel menangis, dia sengaja ingin mencari tahu informasi. Arumi benar-benar tidak tega, saat melihat Excel sangat ingin tahu, tapi baginya ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan dan dia sengaja berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan di antara mer
"Ssttt! jangan bersuara dulu, aku melihat Dewa ada di sini?" Bisik Adrian sembari mendaratkan tangannya di bibir Arumi. Mendengar perkataan Adrian, tentu saja Arumi sangat kaget sampai hampir tak percaya, karena bagaimana bisa lelaki yang pernah dia cintai itu bisa ada di rumah sakit. "Mas Dewa! bagaimana bisa dia ada di sini? apa ada seseorang yang dia temui?" Arumi sangat penasaran saat melihat Dewa yang sudah pergi keluar dari pintu utama. Adrian yang tidak suka saat Arumi membahas tentang Dewa. Dia berusaha mencoba untuk mengalihkan perhatian untuk segera menemui Excel yang sudah ada di ruangan rawat VIP. Arumi yang begitu mencemaskan jagoan kecilnya, tanpa banyak berpikir lagi kini dia pun segera pergi ke ruangan di mana Excel berada. Berharap tidak ada hal yang serius terjadi. Setelah berjalan menyusuri lobi beberapa menit, Arumi akhirnya sampai ke ruangan yang di cari dia sedikit terkejut karena ruang rawat itu biasanya di khususkan untuk para orang kaya. Suster
Suster Rini tersontak kaget, saat mendengar suara majikannya. Sampai nafasnya seolah tercekat di tenggorokannya karena saking bingung harus menjawab apa. "Suster Rini! apa kamu masih mendengar ku?" tanya Arumi yang kedua kalinya untuk memastikan. Suster Rini menghela nafas dalam-dalam lalu mengeluarkanya pelan. Baru saja wanita berseragam serba pink itu akan menjawab. Tiba -tiba saja tak sengaja Arumi mendengar suara khas pria yang begitu familiar di telinganya. "Sus! kenapa kamu tidak bilang kalau Excel ternyata punya alergi seafood?" Dewa melontarkan satu pertanyaan dengan nada tinggi. Kebetulan Arumi yang masih menunggu baby sister kepercayaannya dia sangat terkejut saat mendengar suara yang khas dan sangat familiar, membuatnya seketika mematung. Rhini menelan saliva beberapa kali, bibirnya seolah merasa terkunci saat pria yang ada di depannya menegur. "Ma-maaf tuan, saya juga sebagai pengasuh den Excel benar-benar baru tahu ternyata dia punya alergi dan nyonya tidak p
Oma Rima sangat terkejut, saat mendengar kabar jika ibu dari anak kecil yang begitu mirip dengan Dewa adalah putri dari cucu mantu yang sudah dia cari selama ini. "Rudi! kamu tidak berbohong kan? dari mana kamu dapat info itu?" Oma Rima memastikan karena dia tidak ingin jika sampai salah dengar. ¹ddfd Dan tentu saja Rudi tidak pernah memberikan informasi tanpa menemukan bukti lebih akurat dulu. "Nyonya, ini adalah data anak kecil tadi di dapat dari taman kanak-kanaknya," Jelas Rudi Sembari menyodorkan sebuah map yang berhasil dia dapatkan dari salah satu wali di sekolah bergensi itu. Oma Rima meraih dan membaca kembali isi laporan tentang indentitas Excel, jantungnya berdegup sangat kencang, perasaannya campur aduk antara terharu dan senang. "Jadi anak itu benar-benar putra Arumi? kemungkinan dia bisa jadi putra Dewa, Rudi cepat aku ingin info yang lebih akurat, ambil sampel DNA Excel," Titah Oma Rima dengan nada yang penuh penekanan. "Baik nyonya, saya akan segera menyu
"Paman tampan ini bagus sekali, makasih hadiahnya Ikbal beluntung punya paman yang begitu baik," Celoteh Excel yang tanpa sungkan memuji, bahkan jagoan kecil itu pun terlihat begitu antusias saat membuka isi paper bag yang berisi mobil-mobilan. Dewa pun menatap Excel, entah kenapa dia merasa ikut senang juga saat jagoan kecil itu tersenyum. "Iya dong, siapa dulu paman Dewa selain banyak kaya lagi, oh iya paman Excel ingin meminta bantuan untuk mencali dady-nya di kota ini," bisik Ikbal yang sudah berjanji akan membantu teman baiknya. Dewa pun mengerutkan kedua alis tebalnya saat mendengar perkataan keponakannya. " Bantu cari Dady? Memangnya Dady-nya kenapa?" Tanya Dewa penasaran. Excel dan Ikbal pun saling menatap, jagoan kecil itu terlihat sangat bingung untuk menjelaskannya. Padahal yang di cari di Poto ada di depan mata. Oma Rima tak sengaja mendengar celotehan kedua anak kecil yang berada tidak jauh dari tempat duduknya, saking penasarannya dia pun kembali bertanya. "Cari Dad
Arumi terlihat sangat gelisah, saat dia beberapa kali menghubungi menghubungi suster Rini. Padahal dia dan Adrian sudah sampai di lokasi tempat sekolah Excel berada. "Arumi! Ada apa?" Tanya Adrian menatap penuh keheranan. "Semua murid dan guru-guru di sekolah telah kembali ke Bandara, tapi Excel tidak ada dan suster Rini malah susah di hubungi, apa terjadi sesuatu pada mereka?" Jawab Arumi semakin panik, karena tidak seperti biasanya baby sister kepercayaannya lost konteks.Adrian berusaha menenangkan Arumi, dengan cara akan menyuruh beberapa orangnya untuk menemukan Excel dan juga baby sisternya. Arumi yang tidak bisa menolak niat baik Adrian, dia pun setuju saja dan tak lupa juga untuk berterima kasih karena selama ini Adrian sering membantunya. "Kamu tidak perlu sungkan pada ku Arumi, aku sangat tulus pada mu dan juga Excel. Aku harap kamu mau memikirkan lamaran ku agar ada yang melindungi kalian," Celetuk Adrian sembari meraih dan mengengam erat tangan Arumi. Sampai Arumi pun
Excel dan Ikbal saling menatap kedua jagoan kecil itu terheran, saat Oma Rima malah bengong. "Ikbal! nenek buyut mu kenapa? Ko diam saja aku sapa?" Tanya Excel berbisik. "Benal juga ya, bental aku tanya ya Excel," Ikbal melambaikan tangan mungilnya lalu memanggil nenek buyutnya. Hingga membuat Oma Rima seketika tersadar dari lamunannya. Lalu wanita tua itu tak lupa menyapa balik Excel, yang terlihat begitu menggemaskan. "Halo, kamu teman Ikbal kan? Siapa nama lengkap mu. Wajah mu imut sekali seperti..." Belum sempat Oma Rima menuntaskan perkatannya. Dewa yang baru saja datang, membuat Yura terlihat begitu senang begitu juga dengan Ikbal yang tak kalah bahagia saat bertemu lagi dengan pamannya. "Ka Dewa! Lama kita tidak bertemu," Yura memeluk erat tubuh Kaka angkatnya. Yang sudah menganggap dirinya sebagai adik kandung. "Kau baik-baik saja kan Yura? Ikbal mana?" Dewa memastikan. Yura perlahan melepaskan pelukannya lalu mengangguk dan membenarkan perkataan sang Kaka. Jika