***Kinan tersenyum menanggapi permintaan Vincent, ia menjawab, “Pernikahan itu bukan main-main, Vincent. Aku akan menjaga ikatan ini dengan doa yang kulangitkan. Ini bukan masalah uang atau nominal berapapun yang kamu sanggup untuk memberikannya padaku. Akad yang telah Ludwig ucapkan pada saat itu tandanya adalah aku harus bersamanya tanpa akhir, jadi maaf… aku mengecewakanmu dan tidak bisa menyanggupi apa yang kamu pinta.”“Ya, kamu berpikir seperti itu karena tahu jika Ludwig akan jadi pewaris utama di keluarga Schlossberg dan kamu akan menjadi nyonya utama di keluarga kami, jadi kekayaan yang akan kamu dapatkan tidak akan pernah habis,” sindir Vincent.Kinan tersenyum lagi, “Jika semua urusan Ludwig telah selesai di sini, dan dia tidak akan mengambil semuanya, apakah kamu akan percaya?” tanyanya.“Tidak!” balas Vincent, “Kami semua tahu tujuan Ludwig kembali ke negara ini, semuanya karena surat wasiat dari mendiang kakek, dia sengaja datang hanya untuk kekayaan keluarga kami!”Kin
***“Kamu tidak percaya padaku, sayang?” tanya Ludwig.Kinan bingung, ia merasa seperti mimpi. Benarkah ia adalah wanita yang satu-satunya disentuh saat malam pertama bagi Ludwig?Ludwig menatap Kinan, ia menangkap keraguan di sorot mata istrinya itu. Lalu, ia mengenggam jemari Kinan dan mengecupnya.“Aku tahu pasti kamu meragukanku, jika aku menceritakannya padamu. Apakah kamu mau mendengarnya?” tanya Ludwig.Kinan menganggukan kepalanya sebagai jawabannya.“Aku memang pernah menikah dua kali sebelumnya. Dan kedua mantan istriku itu tak pernah aku sentuh saat malam pertama, aku masih perjaka sebelum kamu menjadi istriku,” ucap Ludwig.Kening Kinan mengernyit, “Bagaimana bisa? Anne… dia adalah istri pertamamu dan dia juga kekasihmu, bukan? Bagaimana bisa kamu tidak menyentuhnya? Bukankah Anne juga ikut ke Jakarta bersamamu? Menemanimu?” tanya Kinan penasaran.Ludwig mengangguk, “Iya, Anne memang cinta pertamaku dulu dan dia adalah kekasihku. Aku memang tidak pernah melakukannya karena
***Ludwig duduk di antara para keluarga bangsawan yang hadir dalam pertemuan besar itu, tatapan mereka menyelidiki setiap gerak dan kata-kata yang keluar dari mulut putra mahkota keluarga Schlossberg. Namun, tak ada yang menyangka bahwa Ludwig akan mengeluarkan sebuah kejutan yang begitu menyenangkan.Dengan penuh percaya diri, Ludwig berdiri di hadapan para tamu terhormat tersebut, senyumnya memancar kegembiraan yang seolah tak terbatas. "Terima kasih atas kehadiran Anda semua. Saya merasa sangat terhormat bisa bersama Anda di sini hari ini, waktu sudah berlalu dengan cepat dan saya senang bisa hadir di tengah anda semuanya," ucapnya dengan penuh hormat.Para hadirin bersorak dengan tepuk tangan gemuruh sebagai tanda penghargaan mereka terhadap kedatangan putra mahkota yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan. Ludwig melanjutkan pidatonya dengan bahasa yang fasih dan kecerdasan yang luar biasa, menjelaskan rencananya untuk masa depan Jerman dengan begitu jelas dan meyakinkan.Namun
***Kinan menepi sebentar di sudut ruangan yang sepi, ia berdiri tegak, wajahnya tenang meskipun hatinya berdebar-debar. Leonardo menghampirinya dengan tatapan sinisnya, mencoba merendahkan Kinan dengan kata-katanya. "Bagaimana rasanya menjadi ratu karena suamimu?" ejeknya dengan nada yang penuh kebencian. "Pasti kau tak pernah bermimpi menjadi seorang wanita bangsawan di Jerman. Bagaimana bisa kakakku sangat bodoh memilih wanita yang tidak ada harganya seperti dirimu?"Kinan tetap tenang dan membalas dengan senyuman. "Aku tidak peduli dengan penilaian manusia, termasuk penilaian darimu," katanya dengan suara yang tetap lembut. "Katakanlah apapun yang kamu mau tentangku, namun apa yang kamu katakan tidak akan pernah memengaruhi hidupku. Bahagia adalah milikku karena aku yang merasakannya, bukan untukmu atau orang lain."Leonardo, agak terkejut oleh keberanian Kinan, melanjutkan serangannya. "Apakah wanita rendahanmu memang memiliki akal yang licik?" ejeknya. "Kau sudah mulai sombong h
***Kendrick duduk di meja kerjanya, memilah laporan yang disusun dengan rapi oleh asistennya. Matanya meneliti setiap baris, hatinya dipenuhi dengan kegelisahan yang mendalam. Laporan-laporan ini adalah tentang kegiatan Anne, istrinya. Ia merasa curiga karena Anne seperti melakukan sesuatu hal yang mencurigakan di belakang ini, jadi diam-diam ia meminta seseorang untuk memata-matai sang istri.Setiap detil terasa menusuk hatinya seperti pedang yang tajam. Dia membaca dengan seksama, mencerna setiap kata yang tertera di atas kertas. Namun, semakin lama dia membaca, semakin terang bagi Kendrick bahwa dia telah dibodohi.Wajahnya memerah oleh kemarahan yang meluap-luap. Dia merasa ditipu, dikhianati oleh orang yang selama ini dia percayai sepenuh hati. Anne, wanita yang dipilihnya untuk menjadi pasangan hidup, telah berbohong kepadanya. Dan yang lebih menyakitkan, dia menemukan bahwa Anne diam-diam bertemu dengan Leonardo, pria yang selama ini menjadi bayang-bayang dalam pernikahan mere
***[Kendrick, ini aku, Ludwig. Aku mendapatkan telepon dari istrimu, Anne. Dia memintaku untuk datang menyelamatkannya karena dia mengatakan kamu memukulnya. Ini aku dan istriku akan datang ke sana menemuinya. Kamu datanglah juga, kami ingin semuanya selesai dan aku mengirim pesan padamu karena aku sangat mengenalmu, kamu tidak akan pernah berani menyakiti siapapun, apalagi pada seseorang yang kamu cintai].Sebaris pesan itu terus saja Kendrick baca tanpa henti. Ia tentu terkejut karena Ludwig untuk pertama kalinya mengirim pesan padanya. Ia bahagia, namun hatinya kecewa karena ternyata Anne terus saja membodohi dirinya. Ia merasa kacau dan tanpa sadar ia membantingkan vas bunga yang berada di dekatnya hingga vas itu jatuh berkeping-keping.“Anne, kamu kenapa membuatku jadi seperti ini? Tidak cukup kah cintaku yang begitu besar untuk membuatmu sadar? Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku pergi meninggalkanmu?” ucap Kendrick dengan perasaan campur aduk.Sedanngkan, Bibi Hayde dudu
***Di ruang tengah villa yang sunyi, Anne duduk di sofa dengan wajah yang penuh dengan air mata. Ludwig, berdiri di depannya, menatapnya dengan ekspresi campuran antara simpati dan keraguan. Ia sangat sulit mengatakan kalau Anne saat ini sedang bersandiwara karena wanita itu sangat lihai menunjukkan emosinya di depannya."Anne, apa yang terjadi?" tanya Ludwig dengan suara pelan, mencoba mencari tahu alasan di balik mendadaknya Anne menghubunginya saat malam.Dengan suara gemetar, Anne mencoba mengendalikan tangisnya saat dia menjawab, "Kendrick... dia... dia begitu kejam padaku, Ludwig."Ludwig terkejut mendengar kata-kata itu. "Apa yang kamu maksud, Anne? Apa yang terjadi?"Anne menelan ludahnya, mencoba mengumpulkan keberanian untuk menceritakan semuanya. "Dia sering memperlakukan aku dengan kasar, Ludwig. Bahkan ketika aku hamil, dia tak mau tahu dan akhirnya... akhirnya aku keguguran. Dia sangat kasar dan selalu egois, selama ini aku selalu tersiksa bertahan di sisinya."Mendeng
***Ludwig menatap Kinan dengan perasaan bersalah, “Sayang, ,maafkan aku… ““Kenapa kamu meminta maaf?” Kinan bertanya balik.Ludwig duduk di tepi tempat tidur, matanya menatap hampa ke luar jendela, mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan penyesalannya. Kinan berdiri di dekatnya, menatap pria itu dengan tatapan lembut.“Masalah tadi,” balas pria itu, namun ia bingung bagaimana untuk memulainya, ia hanya takut membuat istrinya terluka."Ludwig," panggil Kinan, suaranya lembut dan penuh dengan kehangatan.Ludwig menoleh, ekspresinya terlihat tegang. "Aku benar-benar minta maaf, Kinan. Aku tidak sengaja melihat apa yang seharusnya tidak aku lihat. Aku tidak bermaksud..."Kinan segera mengangkat tangannya untuk membuat Ludwig diam. "Tidak perlu banyak bicara, Ludwig," ujarnya dengan lembut. "Aku mengerti bahwa itu adalah situasi yang sulit."Ludwig menarik napas lega, tetapi rasa bersalah masih menghantuinya. "Aku akan selalu menyesalinya. Aku tidak ingin menyakitimu, Anne… aku
***Lima bulan berlalu...Kinan sedang memangku bayi mungil di depan rumahnya. Rumah yang beberapa bulan ini ia tempati bersama suaminya, Arthur. Dan tentu saja Tony, ayahnya menemaninya. Ia merasa bahagia karena ayahnya Tony saat ini selalu ada bersamanya dan selalu membantunya mengurus sang buah hati.“Ayah,” ucap Kinan lembut, ia tidak melihat Tony setelah sholat subuh. “Apa Ayah ketiduran, ya?” gumammya.Kinan berjalan pelan menuju kamar ayahnya, pintu sedikit terbuka. Ia melihat Tony sedang dalam posisi sujud. Ia mengernyitkan kening dan tersenyum, melihat betapa khusyuk ayahnya dalam sholat. Tony memang dikenal sebagai sosok yang sangat taat beribadah beberapa bulan terakhir ini, dan Tony mengatakan selalu menemukan ketenangan dalam setiap doanya.Kinan memutuskan untuk duduk di dekat pintu, menunggu ayahnya selesai sholat. Ia membuka ponselnya, mengecek beberapa pesan, lalu memandang kembali ke arah Tony. Setengah jam berlalu, namun posisi Tony tidak berubah sedikit pun."Ayah,
***Waktu cepat berlalu dan sudah empat bulan usia kehamilan Kinan saat ini, dan kebahagiaan yang ia rasakan semakin bertambah saat dokter menyatakan bahwa ia sudah bisa bepergian dengan pesawat udara. Pagi itu, Kinan dengan semangat memberitahukannya pada adik iparnya, Vincent agar membantunya untuk membeli tiket pesawat ke Madinah esok hari, pria itu sangat senang dan ia langsung memesan dua tiket untuk kakak iparnya dan juga Tony. Lalu, Kinan juga mengabarkan berita baik ini kepada ayahnya, Tony."Ayah, dokter bilang aku sudah bisa bepergian dengan pesawat!" seru Kinan penuh antusias saat memasuki kamar ayahnya.Tony yang sedang sibuk membaca laporan kerja dari salah satu karyawannya di gerai mengangkat kepalanya dan tersenyum melihat putrinya yang berseri-seri. "Benarkah, sayang? Itu berita yang luar biasa, Nak!" jawabnya sambil berdiri dan memeluk Kinan."Aku ingin menyusul Ludwig ke Madinah, Ayah. Aku ingin memberinya kejutan. Dia tidak akan tahu bahwa aku akan datang, aku suda
***Ludwig dan Kinan duduk berdampingan di sofa, wajah mereka berseri-seri memandangi layar ponsel yang menampilkan wajah Patricia yang kelelahan namun bahagia. Di pelukannya, tampak seorang bayi perempuan yang mungil dan menggemaskan, masih dengan selimut rumah sakit membungkus tubuh kecilnya. Patricia tersenyum lebar, jelas bangga dan penuh kasih sayang terhadap putrinya yang baru lahir."Patricia, dia sangat cantik!" seru Kinan dengan suara penuh haru. "Selamat, kamu sudah menjadi ibu dua anak sekarang."Patricia tertawa lembut. "Terima kasih, Kinan. Aku merasa seperti hidupku baru saja dimulai. Lihatlah betapa mungilnya dia. Apalagi aku selalu mengharapkan menggendong bayi perempuan."Ludwig menatap bayi itu dengan mata berbinar. "Dia benar-benar anugerah, Patricia. Selamat sekali lagi. Kami sangat bahagia untukmu."Patricia mengangguk dengan wajah penuh kebahagiaan. "Terima kasih, Ludwig. Kami tidak sabar untuk kalian bertemu dengannya langsung."“Dan kami ada berita bagus untukm
***Ludwig berdiri di depan cermin besar, merapikan dasi hitamnya. Dia melirik jam di pergelangan tangannya, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Malam ini adalah malam istimewa yang telah ia rencanakan dengan seksama. Ia telah menyewa sebuah restoran mahal dan mewah secara privat hanya untuk makan malam romantis bersama sang istri, Kinan. Semuanya telah disiapkan, dari makanan terbaik hingga dekorasi yang indah, semua dirancang untuk membuat Kinan merasa sangat istimewa. Apalagi Kinan yang memintanya dan sang istri akhir-akhir berubah jadi istri yang manja dan mudah cemburuan, perubahan itu membuatnya terkejut, tapi ia sangat menyukainya karena Kinan semakin menggemaskan di matanya.Pintu kamar terbuka, dan Kinan muncul dengan gamis indah berwarna merah yang anggun. Mata Ludwig berbinar melihat kecantikan istrinya. "Sayangku, kamu terlihat menakjubkan," katanya dengan penuh kagum.Kinan tersenyum malu-malu. "Terima kasih, sayang. Suamiku juga terlihat sangat tampan. Apakah ka
***“Sayang, bagaimana sekarang? Kamu sudah tidak pusing lagi?” tanya Ludwig.Kinan menggelengkan kepalanya dan tersenyum, ia menatap suaminya dengan tatapan tak terbaca.Ludwig mengernyitkan keningnya karena merasa ada yang tidak biasa dari diri Kinan, “Ada apa, sayang? Mau bicara sesuatu?” tanyanya.Kinan langsung memeluk suaminya dan hal itu tentu saja membuat Ludwig terkejut karena dari kemarin istrinya itu sangat manja, terlebih lagi Kinan bisa marah saat ia lupa memberi kabar karena kemarin sangat sibuk mengurus segala hal di keluarga Schlossberg.“Sayang, kalau ada salah aku minta maaf. Lebih baik kamu marah saja sama aku daripada mendiamkanku seperti ini. Aku nggak bisa kalau kamu mendiamkanku,” ucap Ludwig.Kinan melepaskan pelukannya dan tersenyum menatap suaminya, “Mana bisa aku marah sama suamiku, kalau sebal ya paling dikit,” balasnya.“Ada apa?” tanya Ludwig.“Bagaimana urusan kamu dengan Leo? Terus ke depannya, semua yang dimiliki keluarga Schlossberg bena-benar kamu le
***Leonardo duduk sendirian di dalam sel tahanan, tatapan kosongnya terpaku pada dinding dingin yang menyelimutinya. Wajahnya pucat dan lesu, air mata tak terbendung meluncur turun membasahi pipinya. Hati dan pikirannya dipenuhi oleh kesedihan yang tak terperi."Dulu, segala sesuatunya begitu indah," gumam Leonardo dalam diam, suaranya serak oleh rintihan tangisnya yang terdengar. "Keluarga, cinta, kebahagiaan. Semuanya hancur oleh rasa iri dan kebencianku."Ingatan akan masa lalu datang menghantamnya seperti gelombang yang ganas. Dia mengingat senyum kedua orang tua dan juga saudara-saudaranya, kehangatan keluarga yang pernah dirasakannya. Namun, kebencian dan niat jahatnya terhadap Ludwig telah mengubah segalanya."Dosaku terlalu besar," bisik Leonardo dengan suara tercekik oleh air mata. "Aku telah merusak segalanya dengan tangan sendiri. Bagaimana aku bisa begitu buta dan bodoh? Dia kakakku, tapi aku ingin menghancurkannya karena aku terlalu iri dan cemburu padanya."Vincent, adi
***“Kau memintaku meminta maaf padanya? Apa kau juga akan pergi meninggalkanku?” tanya Lenardo.“Aku sangat mencintai kalian dan juga menghormati kalian sebagai kakakku dan panutanku. Tapi, jika kau melakukan kejahatan, aku tidak bisa diam saja. Aku membencinya, aku tidak suka kalau kita menyakiti satu sama lainnya,” balas Vincent.Leonardo terdiam sejenak, pria itu masih terus memikirkan kegagalan rencananya. Dia merasa marah pada dirinya sendiri karena telah membiarkan Ludwig menghancurkan segalanya.“Aku tidak peduli, Vincent. Meski akua da ikatan darah dengannya, aku tidak akan membiarkan dia menghancurkanku,” tukas Leonardo."Apa yang kamu lakukan, Leo?" tanya Vincent agak khawatir.Leonardo menatap Vincent dengan sedikit ketegangan. "Aku hanya berusaha untuk melindungi apa yang milikku, Vincent. Kamu tidak akan mengerti. Selama ini, selama belasan tahun aku yang berjuang untuk keluarga ini, aku tidak mau dia mengambilnya dengan mudah!"Vincent menggeleng, ekspresinya penuh den
***Anne duduk di kursi dengan tubuh yang gemetar, tangisannya tak kunjung reda. Kendrick, suaminya, berdiri di hadapannya dengan ekspresi kecewa yang sulit untuk disembunyikan."Aku minta maaf, Kendrick," bisik Anne di antara tangisannya. "Aku tidak bermaksud melukaimu. Kejadian ini buka mauku, kamu harus percaya padauk."Kendrick hanya mengangguk, wajahnya tetap keras. "Apakah semua ini benar-benar karena ancaman dari Leonardo?" tanyanya, suaranya terdengar rapuh.Anne terkejut saat suaminya mengetahui semuanya, ia menundukkan kepala, "Ya, Kendrick. Aku tidak punya pilihan. Dia mengancam akan menghancurkan segalanya jika aku tidak melakukan apa yang dia katakan."Kendrick menghela napas panjang, mencoba meredakan kekecewaannya. "Jadi, semua ini karena ancaman dari pria itu?"Anne mengangguk, mencoba menatap mata suaminya, tapi ia tidak mampu. "Aku tahu aku telah membuat kesalahan besar, Kendrick. Aku berharap kau bisa memaafkanku."Kendrick tetap diam, merenungkan semua yang telah t
***Ludwig menatap Kinan dengan perasaan bersalah, “Sayang, ,maafkan aku… ““Kenapa kamu meminta maaf?” Kinan bertanya balik.Ludwig duduk di tepi tempat tidur, matanya menatap hampa ke luar jendela, mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan penyesalannya. Kinan berdiri di dekatnya, menatap pria itu dengan tatapan lembut.“Masalah tadi,” balas pria itu, namun ia bingung bagaimana untuk memulainya, ia hanya takut membuat istrinya terluka."Ludwig," panggil Kinan, suaranya lembut dan penuh dengan kehangatan.Ludwig menoleh, ekspresinya terlihat tegang. "Aku benar-benar minta maaf, Kinan. Aku tidak sengaja melihat apa yang seharusnya tidak aku lihat. Aku tidak bermaksud..."Kinan segera mengangkat tangannya untuk membuat Ludwig diam. "Tidak perlu banyak bicara, Ludwig," ujarnya dengan lembut. "Aku mengerti bahwa itu adalah situasi yang sulit."Ludwig menarik napas lega, tetapi rasa bersalah masih menghantuinya. "Aku akan selalu menyesalinya. Aku tidak ingin menyakitimu, Anne… aku