Pukul 20.25 wib. Barra duduk dengan menyandarkan punggung di sandaran sofa ruang tengah, sembari memegang ponselnya. Matanya fokus menatap banyaknya ungkapan terkejut sekaligus ucapan selamat dari para kenalan yang mengikutinya di media sosial atas pernikahannya yang baru diumumkan hari ini. Akhirnya, senyum di bibir pria itu tak dapat juga ditahan-tahan. Barra tersenyum puas dan senang melihat beberapa foto, berikut video pendek dirinya dan Olivia di pantai tadi, yang dibagikan Jefri sebagai admin akun pribadi miliknya. Jefri duduk di sofa yang berseberangan dengan Barra, ikut sumringah melihat raut wajah bahagia puas bosnya. “My love?” Barra mengerutkan kening membaca caption salah satu foto yang di posting Jefri. “Stay with me forever?” lanjut Barra antusias. “Kamu dapat kata-kata seperti itu dari mana?” tanyanya, cukup excited melihat inisiatif sang asisten yang membubuhkan kata-kata romantis difoto dirinya dan Olivia tanpa disuruh. “Oh itu, saya suka liat orang
Laksmana terpaku dengan wajah memucat saat diperlihatkan asistennya foto-foto seorang CEO muda yang beberapa hari lalu mendatanginya. Barra Malik Virendra. Pemuda itu sempat mencari seorang wanita ke perusahaan yang ia pimpin, PT. LV-RAWLESS ENERGY. Saat itu ia pikir Barra sedang mencari Azalea, wanita yang sama-sama mereka cintai, yang ia sembunyikan di suatu tempat. Ia juga mengira bahwa Barra sudah mengetahui tentang hubungan gelapnya bersama mantan istri pemuda itu. Hal tersebut yang membuat Laksmana saat didatangi Barra menjadi panik dan takut. Barra bisa saja langsung menghabisinya saat itu juga karena pernah menjadi selingkuhan Azalea saat masih berstatus istri pria itu, bahkan tempat mengandung benihnya dari hubungan gelap tersebut. Ketakutannya yang lain, bagaimana jika istrinya Margaretha akhirnya tahu tentang hubungannya dengan Azalea? Habislah ia. Margaretha pasti akan sangat murka dan bisa saja meninggalkannya. Ia sangat mencintai sang istri, walaupun tak bisa mel
“Memisahkan mereka Bos? Bagaimana caranya? Saya melihat Pak Barra Malik Virendra sepertinya begitu mencintai istrinya, terlihat sangat jelas dari caranya menatap Nona Olivia dalam foto-foto dan rekaman video mereka di pantai.” asisten Laksmana merasa ragu dengan ide sang Bos. “Hanya Azalea yang bisa!” Laksmana tersenyum licik, sebuah rencana busuk tiba-tiba muncul di benaknya. “Nyonya Azalea yang bisa? Apa yang akan Bos lakukan?” Laksmana berjalan mendekati jendela ruang kerjanya. Menatap view langit di malam hari yang gelap gulita dari balik kaca jendela tersebut. “Barra Malik Virendra pasti akan terkejut jika nanti Azalea tiba-tiba kembali. Di saat itulah badai dahsyat akan mengobrak-abrik rumah tangganya yang baru seumur jagung bersama Olivia. Azalea harus merebut Barra kembali, sehingga Olivia pun akan tersingkir karena aku yakin Barra Malik Virendra masih sangat mencintai Azalea, mantan istrinya. Dia pasti lebih memilih cinta pertamanya daripada istri barunya.” Ujar Laksmana.
Ceklek! Pintu kamar dibuka dari luar. Barra masuk ke dalam, matanya langsung mencari keberadaan Olivia di atas tempat tidur. Olivia tak ada di sana. Barra berpikir, pasti istrinya itu malu dan belum bersiap-siap dengan pakaian khususnya, sehingga masih berada di kamar mandi. Mata Barra seketika menoleh ke arah samping, merasa ada seseorang tak jauh dari jendela tinggi dan lebar di kamar mereka tersebut, di tutupi rapat oleh gorden tebal berwarna coklat klasik yang mewah. “Oliv...ia...” Barra terhenyak dengan mata membulat sempurna saat melihat pemandangan di depan matanya. Dirinya merasa ini seperti sebuah halusinasi, saking ia sangat menginginkan Olivia malam ini. Olivia sedang menyusun tas cantik bermerek yang baru dibelikan Barra tadi ke dalam lemari kaca yang berada di dinding tak jauh dari jendela tersebut, khusus penyimpanan tas-tas branded miliknya yang disediakan Barra setelah mereka menikah. Mata Barra terkesima menikmati keindahan tubuh Olivia yang ternyata telah me
“Memang begitu lagunya Mas...” Olivia terkekeh-kekeh. “Ganti saja liriknya, kenapa harus popcorn yang meletup-letup...” Barra masih mengakak, hingga matanya menyipit. Humornya bisa sereceh itu. Olivia mengulum senyum, ia tatap Barra lekat. Barra pun tersadar. Barusan dirinya tertawa? Belum pernah selama ini ada orang yang bisa membuatnya tertawa seperti tadi, baru Olivia. Olivia memegang pipi Barra, “Sering-seringlah tertawa seperti ini sayangku... Aku suka. Mas sangat tampan.” Ungkap Olivia, terharu bisa pertama kali melihat tawa suaminya. Meskipun tadi dirinya mungkin terlihat konyol di hadapan Barra, tapi jika hal itu bisa membuat suaminya tertawa bahagia, dirinya pun ikut senang. Setulus itu hati seorang Olivia. Barra menatap Olivia begitu dalam, ia genggam jemari istrinya itu, “Tapi saya hanya bisa tertawa seperti tadi di depan kamu saja.” Ucapnya mendekatkan wajahnya pada wajah Olivia yang begitu teduh. Olivia tersenyum lembut, “Aku tersanjung kalau begitu...” balasnya
Malam semakin mencekam.Azalea belum juga bisa memejam mata. Perasaannya masih hancur setelah mendapatkan fakta pria yang ia cintai telah beristri. Dan sakitnya, istri dari Barra Malik Virendra yang begitu ia rindukan adalah putri semata wayang Amanda.“Aku tau ini bohong... Aku tau sebesar apa cinta Barra padaku. Tidak mungkin dia bisa mencintai wanita lain... Itu tidak mungkin!!” Gumamnya masih tak percaya dengan kenyataan yang ada.Ia menangis terisak. Hatinya hancur berkeping-keping.“Aku gak rela kamu di miliki wanita lain, Bar. Aku tau kamu pasti cuma terpaksa menikahinya. Pasti kamu dipaksa Mommy dan Daddy kan... Aku tau pasti seperti itu kenyataannya Barra... Kasihan kamu. Kamu pasti tersiksa hidup dalam perjodohan...” Azalea menghantuk-hantukkan kepala belakangnya di dinding, kecewa dengan semuanya. “Kalau aja aku kembali lebih cepat waktu itu, kamu pasti gak akan menerima desakan orang tua kamu untuk menikah lagi. Aku tau mereka selalu mendesak kamu karena Mommy pengen puny
Pukul 01.00 dini hari... Vincent dan tiga anggotanya yang diutus Laksmana dari Jakarta, duduk bersama di teras rumah yang mereka tempati selama berada di Pulau ini. Rumah tersebut tak jauh dari villa, tempat Amanda berada. Malam semakin dingin, seakan menembus kulit, menusuk hingga ke tulang. Keempatnya duduk bercengkerama menghadap laut yang tenang, ditemani minuman yang mereka anggap dapat menghangatkan tubuh. Obrolan cukup ngalur ngidul karena efek minuman yang mulai mengganggu kewarasan. Vincent tak kalah bersemangat dari kawan-kawannya. Ia Ikut meneguk minumannya, meski hanya satu dua gelas kecil. Hanya demi tak terlihat mencurigakan. Harus tetap normal karena akan terus berpikir keras mencari jalan keluar untuk mendapatkan alat komunikasi yang bisa menghubungi Barra atau Jefri, secepatnya. Anton sang ketua datang dengan wajah cengengesan. “Ketua...” Sambut Vincent dengan ketiga temannya sembari berdiri hormat pada sang ketua. “Lanjut... Lanjut!” Anton tertawa, kemudi
Pukul 03.00 dini hari... Barra memeluk erat tubuh Olivia dari belakang di bawah selimut. Keduanya telah terlelap dan mengarungi mimpi indah dalam tidur nyenyak mereka, setelah rasa puas diperoleh dari aktivitas luar biasa semalam. Drrt... Drrt... Suara getar telepon seluler di atas meja lampu tidur di samping ranjang, terdengar cukup mengusik tidur Olivia. Uugh... Olivia membalikkan tubuhnya jadi menelentang, mencari dari mana sumber suara getar ponsel tersebut. Apakah dari ponsel miliknya, atau milik suaminya yang tak terganggu sedikitpun akan suara getarnya. Ia berusaha membuka mata yang begitu berat, tangannya meraih ponsel di atas meja disamping ranjang bagiannya tidur. Dengan sedikit kesulitan mendapatkan ponsel karena tangan Barra memeluk erat tubuhnya, akhirnya dapat juga. Namun getar ponsel tadi bukan berasal dari miliknya. “Mas... Handphonenya bunyi tuh...” Ucap Olivia pada Barra. Ternyata ponsel suaminya yang bergetar di atas meja lampu tidur tetap disamping ranja
“Kami semua paham dengan penderitaan kamu, Nak. Kami tau betapa beratnya apa yang sudah kamu lalui_” “Kalian gak tau! Gak usah sok baik, merasa paling paham! Manda tau, di belakang Manda, semua menyalahkan Manda karena memisahkan Oliv dari Barra.” Amanda memotong ucapan Tuan Rawless. “Ok, mungkin memang Barra sudah menyadari kesalahannya. Tetapi siapa yang bisa menjamin kalau di kemudian hari dia gak akan menyakiti Oliv lagi?” “Papa yakin Barra setia dan sangat mencintai Oliv, Manda!” Tuan Rawless meyakinkan Amanda. “Halah! Papa tau, dulu Abian sangat mencintai Manda. Sampai Oliv lahir dan berusia empat tahun, hidup keluarga kecil kami begitu sempurna dan bahagia.” Amanda tergelak sinis, muak. “Tetapi setelah Helen hadir di antara kami, malapetaka datang. Oliv berumur lima tahun, Abian berselingkuh di belakang Manda. Dia berubah begitu drastis. Kami selalu bertengkar karena dia tidak lagi mempedulikan istri dan anaknya. Sampai akhirnya Manda tau dia ternyata sudah menjalin hubung
Olivia bersenandung ringan. la baru saja mengeringkan rambut panjangnya dengan hair dryer, selesai keramas. Rasanya begitu segar. Kaki indah Olivia melangkah ke lemari pakaian, akan mengambil baju rumahannya untuk dipakai. Ceklek! Pintu kamar dibuka dari luar, tampak Barra masuk dengan mata tak berkedip ke arahnya yang masih mengenakan handuk singkat membalut tubuhnya sebatas dada dan pangkal paha. Barra berjalan mendekati Olivia yang menutup pintu lemari setelah mendapatkan daster santai yang ia pilih. “Mas, udah selesai meetingnya? Kok cepat?” Olivia terheran. Suaminya sudah masuk kamar saja. Barra tak menjawab. Tangannya langsung meraih tubuh Olivia, menarik pinggang istri cantiknya itu ke dalam dekapannya. Hug! “M-Mas...” Olivia terkesiap, tatapan Barra membuat tubuhnya meremang. Kedua tangan pria itu memeluk kencang pinggangnya hingga tubuh mereka menempel rapat. “Rindu kamu Sayang!” Ungkap Barra untuk pertama kalinya memanggil Olivia dengan mesra, langsung di depan yan
Mobil Amanda tiba di PT. LV-RAWLESS ENERGY. Vincent membantu membukakan pintunya, mempersilahkan sang Nyonya turun. “Ibu ada beberapa jadwal rapat sampai sore. Kamu bisa pulang saja dulu Vincent, temani Adnan bermain ya,” Ucap Amanda setelah turun dari mobil. “Terimakasih, Bu,” Vincent menatap Amanda melangkah pergi bersama para staff perusahaan yang dari tadi telah menunggu Pimpinan sebenarnya PT. LV-RAWLESS itu di depan lobbi. la buang napas kasar. Sejak tadi rasanya begitu tegang dan sesak. Hatinya tak tenang. Jika pengkhianat seperti Margaretha dan Helen diperlakukan seperti tadi, bagaimana dengan dirinya dan Nia nanti? Mereka masih aman karena belum ketahuan telah mengkhianati kepercayaan sang Nyonya. Jika sampai ketahuan, bisa habis mereka berdua, terutama Nia yang sangat ia khawatirkan. Drrt... Ponsel Vincent tiba-tiba bergetar saat dirinya sedang larut dalam kekhawatiran. la terkejut, cepat-cepat menerima panggilan masuk tersebut. “Ini siapa?” Lirihnya dengan mengernyi
“Tunggu! Apa maksudnya ini? Aku mau diapakan Manda!!” pekik Margaretha, histeris dengan tubuh bergetar hebat. “Kamu maling! Hukuman untuk maling ada pada tangannya!” Jawab Amanda menegaskan. “Kamu kejam!!!” Teriak Margaretha, tak mau. “Aku memang kejam! Dan bukan hanya tangan, tetapi sedikit demi sedikit bagian tubuh lainnya juga akan mendapat perlakuan yang sama setiap harinya!” Amanda berwajah bengis, menyeramkan. “Mandaaa... Jangan lakukan itu...” Margaretha menjerit-jerit, ketakutan. “Lakukan di sini, sekarang juga. Biar wanita pengkhianat itu bisa melihat langsung!” Tunjuk Amanda pada Helen yang menggigil. “Baik, Bu!” dua wanita penjaga menarik kasar Margaretha, mendudukkannya di kursi dengan mengikat masing-masing pergelangan tangannya di pegangan kursi. Margaretha berteriak, meraung-raung, histeris saat pembalasan Amanda disegerakan. Amanda tersenyum sinis, dirinya begitu puas bisa memberikan pelajaran pada istri Laksmana ini atas apa yang telah dilakukannya. Tatapanny
“Ada apa, Pa?” Elgard terheran melihat Haris Nugroho tiba-tiba mendatanginya ke ruang wakil Presiden direktur. “Kamu dari mana? Kenapa baru ada jam segini di kantor,” Haris Nugroho mendengus kesal. “Dari rumah sakit. Tadi nemani Chelsea cek kandungan.” “Hah, dia lagi!” Haris Nugroho selalu muak jika sudah mendengar nama menantunya itu. Elgard menatap sang Ayah. Haris Nugroho memang tak peduli sedikit pun pada calon bayinya di kandungan Chelsea. Tak pernah menanyakan keadaannya. “Tadi Papa datang ke rumah Paman Abraham Rawless untuk berkunjung sekaligus kembali menjalin hubungan baik dengan keluarga Rawless.” Ungkap Haris Nugroho to the point. “Benarkah? Kenapa Papa gak ajak Elgard?” Elgard seketika excited. “Papa aja habis disemprot karena gak menjaga Olivia dengan baik. Apalagi kamu yang udah nyia-nyiain cucunya. Bisa mati kamu!” Elgard terhenyak, benar juga. “Seharusnya kita dan keluarga Rawless adalah dua gabungan keluarga besar yang luar biasa. Tetapi gara-gara kamu, kita
“Sudah tau di mana Oliv?” Amanda bertanya, namun tatapannya tetap fokus pada tangannya yang menandatangani beberapa berkas di atas meja kerjanya. Vincent diam sejenak, sedang mengatur kata-kata yang tepat untuk disampaikan. Nyonya majikannya masih diliputi amarah yang besar. “Belum, Bu. Pak Jefri tidak pernah pergi ke suatu tempat yang diduga sebagai kediaman baru Pak Barra. Kami sudah mengawasi kemana pun dia pergi. Dia hanya ke UD Entertainment, lalu pulang ke rumah Tuan Rawless. Penthouse Pak Barra pun kosong setelah orang kita menyelidiki ke sana. Dan Pak Barra tidak ke Kantor sehingga kita tidak bisa mengikuti kemana dia pulang. Kami kehilangan jejaknya,” Jelas Vincent, hati-hati. Aura Amanda begitu dingin, membuat suasana di dalam ruang kerja wanita itu tegang mencekam. Amanda mengepal kuat jari jemarinya, tengah menahan amarah. “Dia pintar sekali. Putriku pasti disekap di suatu tempat. Aku tidak tau bagaimana keadaan Oliv sekarang di tengah kehamilan mudanya. Barra memisahka
“Jadi sekarang Dokter rajin memperdalam ilmu agama?” Tanya Barra serius.“Ya. Saya kan imam untuk istri dan anak-anak saya, jadi saya harus bisa memimpin mereka dengan cara selalu upgrade diri dengan ilmu agama yang luas,” Jelas Dokter Andrew.“Kalau Dokter punya waktu, bisa ajak saya sekalian ikut belajar ke ustadz-nya Dokter,” Barra berinisiatif. Ucapan dokter di hadapannya ini, membuka pikirannya tentang seorang pemimpin dalam rumah tangga yang harus berilmu.“Tentu, dengan senang hati. InsyaAllah saya kabari kapan ada kajian rutin dengan ustadz ya,” Dokter Andrew menyambut denganantusias.Barra benar-benar puas. Baru ini ia menemukan teman yang asik diajak mengobrol dan berbagi cerita.“Nah, itu istri saya,” Dokter Andrew menunjuk ke arah seorang wanita anggun berhijab yang sedang menyapa Olivia dengan ramah. ltu Dokter Anita, istrinya.Keduanya mendekati para istri, ikut bergabung.“Udah selesai praktek polinya, Sayang?” Tanya Dokter Andrew pada sang istri.“Udah, Mas. Sekarang
Barra kembali mendekati Dokter Andrew, sedang Olivia duduk dengan dijaga bodyguard yang siaga. “Bagaimana kabar Dokter? anda terlihat luar biasa,” Ungkapnya. “Alhamdulillah, namanya juga udah berkeluarga, udah ada istri yang menemani dan mengurus semua kebutuhan saya. Ditambah sudah punya dua orang jagoan. Hati jadi selalu senang, hidup penuh semangat,” Dokter Andrew berseri-seri. “Jadi anak anda sudah dua, keduanya laki-laki?” Barra lagi-lagi takjub. “Ya, Muhammad Azzam Daniel, dan Muhammad Izzam Daniel. Dua jagoan kebanggaan saya!” Dokter Andrew begitu bangga. Anak-anaknya adalah cucu kebanggaan Sultan Daniel. “Hem, luar biasa. Berapa umur mereka sekarang?” Barra cukup antusias sebagai seorang calon ayah, dirinya ikut senang mendengar kebahagiaan Dokter Andrew. Akan merasakan hal seperti itu juga tak lama lagi. “Alhamdulillah sekarang Azzam sudah tujuh tahun. Sudah SD kelas satu. Kalau Izzam, masih tiga tahun. Lagi lucu-lucunya,” Dokter Andrew begitu bangga menceritakan ke
“Sebenarnya berhubungan suami istri juga memberikan manfaat. Ada yang namanya Hormon Oksitosin yang dilepaskan secara alami saat berhubungan intim, dimana dapat merangsang ikatan dan keintiman yang baik antara ibu hamil dan suami. Lebih tepatnya mempererat bonding selama kehamilan.” Tambah Dokter Anita Iagi, semakin membuat Barra bersemangat. ‘Harus dengan cara yang tepat, hem.’ Gumamnya dalam hati. la lirik Olivia yang masih mengobrol dengan Dokter Anita, senyum samar terbit di wajahnya yang biasanya selalu tampak datar. ‘Bersiaplah, Sayang!’ Barra membatin, sudah tak sabar untuk segera menagih jatah dari istrinya itu. Terlebih Olivia belum sempat ia beri pelajaran yang tak terlupakan karena telah pergi meninggalkan dirinya selama satu bulan lebih. Hari ini istri cantiknya itu tak akan bisa lepas lagi. °°° “Duh, Mas, foto USG-nya diliatin mulu...” Goda Olivia mengulum senyum. Barra sejak keluar dari ruang Dokter tadi, seakan tak mau berhenti menatapi gambar janin dari print-an