“Ra,” panggil Darius entah sudah yang ke berapa kali tapi Zara tampak asyik terlelap di kursi penumpang belakang.“Begadang apa gimana sih ini cewek,” gumam Darius dan masih bisa didengar Doddy yang menjadi driver mereka hari ini.“Kayanya begadang, Tuan ... tadi pagi saya liat mereka rambutnya basah,” balas Pak Doddy sambil memberi kode dengan kedua alisnya yang dinaikan berkali-kali.“Eemmm.” Darius bergumam dengan bibir yang ia katupkan rapat-rapat.“Ra ... bangun, kita udah sampe.” Darius mengulurkan tangan untuk menggapai pundak Zara lalu mengguncang tubuhnya pelan.“Hem?” Zara bergumam, membuka mata kemudian menegakan tubuhnya.“Udah sampai ya?” tanyanya kemudian sambil merapihkan rambut.“Ngeronda tadi malem, Ra?” Darius bertanya, pria itu bermaksud menyindir.“Kerja bakti, bikin anak ...,” balas Zara lantas menghasilkan tawa Darius juga Pak Doddy.Terkadang sikap Zara mirip seperti Arkana tapi kadang juga Zara kebalikan dari Arkana.Karena biasanya Arkana akan diam saja bila s
Satu buah pesan masuk membuat ponsel Zara berdering, malas-malasan Zara meraih ponselnya dari atas meja kemudian mencari tau siapa yang mengirim pesan.Ternyata sebuah pemberitauan bila Arkana memasukannya ke dalam grup chat bernamakan ‘The Gunadhya’.Zara yang sedang rebahan di sun lounger pinggir kolam renang segera menegakan tubuhnya.Ternyata keluarga Gunadhya memiliki sebuah grup chat dan kenapa baru sekarang Arkana memasukan Zara ke dalam grup tersebut.Dengan kening berkerut dan pertanyaan tadi menggaung di benaknya, Zara membuka ruang chat di grup The Gunadhya.Aura : Selamat datang di grup, Zara.Ibu mertua yang selalu ramah menyapa Zara. Zara langsung mengetik sebuah pesan balasan tapi kemudian satu pesan muncul dari Arshavina.Arshavina : Hallo sahabat tapi istrinya adik ipar.Zara tersenyum membacanya. Zara : Makasih Bunda Aura. Zara membalas pesan dari Aura dan berlanjut membalas pesan Arshavina.Zara : Hallo Istrinya kakak ipar tapi sahabat. Zara membalikan kalimat Ar
Dering ponsel yang membahana di ruangan kamar yang luas itu membuat Zara ditarik paksa dari mimpi indahnya.Zara merasakan tulang-tulangnya seakan copot dari persendian sehingga tubuhnya lemas sulit di gerakan.Zara menaikan selimut hingga dada untuk menutupi tubuh polosnya, menoleh ke samping dan tidak menemukan Arkana di ranjang mereka.Mungkin suaminya sedang di kamar mandi, Zara mencoba memfokuskan indera pendengarannya untuk menjangkau kamar mandi tapi suara dering ponsel begitu mengganggu.Ternyata ponsel Arkana yang berbunyi dengan kelap kelip lampu layarnya ditambah getaran.Zara beringsut mendekati nakas di sisi ranjang bagian Arkana kemudian meraih alat komunikasi canggih tersebut dan mendapati nama abang Kama tertera di layarnya beserta wajah tampan pria itu. “Kak Ar,” panggil Zara tapi tidak ada sahutan dari kamar mandi.Zara membuang napas berat, tidak mampu untuk turun dari atas ranjang maka sepertinya ia yang akan menjawab panggilan tersebut.“Hallo, Bang?” sapa Zara d
“Tapi kamu percayakan sama aku? Kalau perlu aku telepon Raditya nih.” Arkana bangkit lalu merogoh ponselnya.Jempolnya bergerak mencari nama Raditya di kontak ponsel.Setelah menemukannya, Arkana menempelkan alat komunikasi itu ke telinga.Baru satu kali nada panggil, Raditya langsung menjawab.“Sudah gue duga, lo bakal telepon gue.” Raditya tergelak dari ujung sambungan telepon. “Lo udah nonton beritanya?” Arkana bertanya tidak santai.“Yes! Gue liat di portal media online tadi sambil sarapan,” jawab Raditya tenang.“Jelasin sama Zara sekarang, lo yang ada di sana.” Arkana langsung memberikan ponselnya pada Zara.Zara menatap malas suaminya tapi tak urung menerima ponsel itu juga.“Arkana dijebak Ra, gue bisa jamin ... perempuan itu memang sengaja, dan ciumman Arkana sama si Anya itu dibuat-buat ....” Raditya mengatakan yang sebenarnya, kali ini ia harus serius karena menyangkut keharmonisan rumah tangga sang sahabat.“Oh.” Hanya itu komentar Zara membuat Raditya tergelak.Ia memba
“Yang ... nonton tv yuk!” ajak Arkana setelah mereka melakukan makan malam.Tumben-tumbenan suaminya mengajak menonton televisi di ruang keluarga karena biasanya mereka akan menonton televisi di kamar.Zara mengingat-ngingat kembali kapan terakhir kali ia menonton televisi dengan suaminya karena pria itu selalu pulang larut malam.Tumben saja hari ini Arkana bisa makan malam di rumah.“Ayo,” sahut Zara membalas rangkulan Arkana di pundak dengan melingkarkan tangannya di pinggang pria itu.Keduanya melangkah beriringan menaiki anak tangga.Melihat keharmonisan antara tuan dan nyonyanya membuat hati Neil lega.Dari awal Neil sudah menduga jika berita tersebut adalah sebuah kebohongan belaka.Ia pikir ini ada hubungannya dengan Jordi tapi dari apa yang ia ketahui ternyata masih ada hubungannya dengan masa lalu sang tuan muda.Arkana dan Zara menjatuhkan tubuhnya di sofa, saking besarnya sofa itu kedua kaki Zara bisa berselonjor lurus ke depan.Satu tangan Arkana masih merangkul pundak Za
“Aku udah bilang ‘kan Ra, Kana itu memang bangsul tapi cowok bangsul biasanya bucin sama ceweknya dan terbukti kalau omongan aku kemarin bener, kan? Kana enggak mungkin selingkuh,” ujar Arshavina penuh semangat dari ujung sambungan telepon.Zara tersenyum meski Arshavina tidak bisa melihatnya. Kemarin ketika berita tentang suaminya sedang bermesraan di night club bersama wanita lain ditayangkan berulang kali di televisi, Arshavina menghubunginya dan mereka melakukan panggilan telepon selama berjam-jam.Istri dari kakak iparnya itu bahkan berniat untuk berkunjung ke rumah Zara untuk menenangkannya tapi Zara menolak mengingat Arshavina memiliki tiga bayi yang masih kecil dan kebetulan si kembar sedang demam setelah imunisasi.Berulang kali Arshavina meyakinkan Zara bila berita tersebut bohong meski sejujurnya ia sendiri tidak yakin.Arshavina mengatakan apa yang hatinya ucapkan meski logikanya mengatakan lain.Tapi ternyata hatinya lah yang benar, Arkana dijebak untuk sebuah popularita
“Duduk di depan! Memangnya kamu pikir aku supir,” ketus Raditya saat baru saja tangan Gita menyentuh handle pintu kabin belakang mobil sportnya.Gita mengerutkan kening, mengerucutkan bibirnya bergumam tidak jelas mencibir Raditya.Melewati Raditya untuk memutar setengah bagian mobil dan duduk di kursi samping pengemudi. Gita memasang seatbelt sebelum Reditya menyemburnya dengan keketusan yang menyebalkan.Apa tidak bisa pria itu bersikap baik dan hangat seperti ketika mereka sedang dalam pertempuran beberapa minggu lalu, memeluknya erat memberikan segudang kenyamanan.Keduanya memilih bungkam selama perjalanan, sesekali Raditya melirik gadis cantik di sebelahnya tanpa yang bersangkutan sadari.Entah kenapa mata Raditya selalu saja ingin tertuju pada Gita setiap kali dekat dengan gadis itu.Jauh di lubuk hatinya, Raditya penasaran dengan Gita, mungkin karena Gita selalu memakai pakaian tertutup sehingga sebagai pria normal—Raditya selalu mencari-cari apa yang bisa ia lihat dari tubuh
Zara tidak menyangka bila Kama-sang kakak ipar bersedia meluangkan waktu pulang dari kantor untuk mampir ke rumah bundanya.Apakah untuk menjemput Arshavina-istrinya dan ketiga anak mereka?Tapi tadi Arshavina dan Quinbee-ibu mertua Kama datang menggunakan mobil yang berbeda.Tapi apapun niatnya, Zara merasa terhormat karena pria dingin dan kaku itu mau datang untuk merayakan pesta ulang tahun kecil-kecil sang bunda.Hanya saja momen akward tadi masih membekas dalam benak Zara dan membuatnya malu bertemu Kama.“Kenapa wajah kamu merah gitu sih,” tegur Arkana santai.Bibir Zara mencebik sebal. “Kak Ar sih, aku bilang apa ... ada yang liat, kan?” tuduh Zara bersungut-sungut.Arkana tertawa pelan. “Ya biarin aja, yang liat juga abang Kama ... lagian dia mah cuek orangnya.” “Tapi aku malu, ih ... Kak!” “Enggak usah malu, yuk kita ke depan ...,” ajak Arkana sambil menurunkan Zara dari meja kitchen island.“Abisnya, punya istri cantik, sexy ... bikin napsu terus,” gumam Arkana yang sedang
Mata Zara menatap tajam pada seorang wanita dengan rok span pendek dan jas dokter yang membalut tubuh bagian atasnya.Dalaman blouse dengan tali panjang di leher memberi aksen manis pada tampilannya.Wanita dengan rambut panjang yang tengah berjalan berlawanan arah dengan Zara itu tersenyum tipis sorot matanya terlihat melecehkan Zara dibalik kacamata berbingkai besar.Demi apapun Zara ingin merobek mulut bergincu merah yang sedang tersenyum itu.Wanita itu bernama Saskia, merupakan anak dari pabrik obat merk ternama yang menjadi dokter di rumah sakit milik Edward-sang kakek mertua.Mereka berpapasan di depan pintu darurat, dengan kecepatan tangan karena latihan beladiri yang tidak pernah Zara tinggalkan meski telah memiliki banyak anak—ia bisa menarik Saskia sambil membuka pintu darurat dalam satu kali gerakan.Zara mendorong Saskia ke tembok seraya menodongkan pistol yang ia sembunyikan di balik punggungnya.“A ... apa-apa ... an kamu, Zara?” Senyum sinis Saskia luntur berganti raut
“Mommyyy ... juuu ... juuu.” Reyzio mengerucutkan bibir ketika mengatakannya.Ghaza, Nawa dan Reyzio begitu antusias bermain salju meski harus memakai mantel berlapis tiga ditambah syal, hoodie dan penutup telinga tidak lupa celana berlapis-lapis, kaos kaki khusus musim dingin dan sepatu water proof beserta sarung tangan membuat mereka seperti pinguin ketika berjalan tapi tidak menghentikan ketiganya bergerak aktif.“Iya sayang, itu salju ... jangan dimakan ya,” kata Ayara memperingati.Namun, apa yang dilakukan Reyzio selanjutnya?Batita itu malah memasukan salju ke mulut lalu tersenyum menatap sang mama.“Zioooo!!!” jerit Zara, berhamburan memburu Reyzio disusul Arkana dan bocah kecil itu semakin banyak memakan salju.“Adik, No!” Ghaza berseru melarang Reyzio, tangannya menahan tangan Reyzio yang hendak memasukan salju ke mulut.Tapi Reyzio terlalu keras kepala untuk menurut.Arkana menggendong Reyzio lantas tergelak sambil membersihkan mulut bocah nakal itu.“Ay, ini mah kamu bange
Zara merasakan sesuatu merangkak naik dari perut ke kerongkongan, bergegas lari—pergi dari ruang makan sebelum seluruh keluarga besar Arkana menyadari apa yang tengah ia rasakan dan tidak bernapsu lagi untuk makan malam.Seluruh Gunadhya sedang berkumpul tanpa terkecuali di rumah Kallandra Arion Gunadhya sang kepala suku Gunadhya untuk merayakan hari ulang tahun Shareena Azmi Zaina-istrinya.“Zara kenapa Bang?” tanya Aura cemas.“Biasa, hamil lagi.” Arkana membalas santai.Mengulum senyum antara bahagia dan malu karena istrinya sudah berbadan dua lagi, menyalip sang Kakak Kalila yang baru memiliki tiga anak.“Seriusan?” Dan semua kompak bertanya demikian.Arkana mengangguk dengan senyum lebar. “Hebat gue ya, tokcer ...,” ujar pria itu pongah.Para adik dan kakak beserta iparnya segera merotasi mata malas.“Lo nyalip gue.” Mata Kalila memicing tidak suka.“Nanti kita buat, honey.” King, suami Kalila mengusap pundak istrinya sensual dengan sorot mata penuh napsu.“No! Bukan itu maksudku
“Kamu kangen anak-anak?” bisik Arkana di telinga istrinya.“Banget.” Zara tidak perlu berpikir untuk menjawabnya.“Kalau punya anak keempat gimana?” cetus Arkana bukan meminta pendapat tapi meminta persetujuan.“Siapa takut?” Zara menantang lalu membalikan badan duduk di atas pangkuan Arkana dengan posisi berhadapan.Zara menaikan bokongnya sedikit untuk memudahkan milik Arkana yang sedari tadi telah menegang itu masuk ke dalamnya.“Tunggu, Yang ... aku enggak mau di sini, biar kamu nyaman kita pindah ke ranjang.”Arkana mengangkat tubuhnya keluar dari jacuzy membawa Zara ikut serta.Mulai melangkah pelan masuk ke dalam kamar sambil memagut bibir ranum istrinya.Kedua tangan dan kaki Zara melingkar posesif di tubuh Arkana.Sangat perlahan—penuh kehati-hatian—tanpa mengurai pagutan—Arkana merebahkan Zara di atas ranjang.Menggulirkan kecupannya ke sepanjang rahang dan berakhir di leher.Kedua tangannya sibuk meremat dan memainkan puncak di dada Zara.Zara melenguh merasakan sentuhan ta
Malam harinya pihak resort menyediakan barbeque atas permintaan Darius.Di masa lalu, acara barbeque pasti akan dilakukan di rumah Angga dan Bunga di Bandung setiap sebulan sekali.Akan tetapi seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kesibukan mereka dalam mengurus anak, kegiatan tersebut hanya bisa setahun sekali atau paling sering setahun dua kali mereka bisa berkumpul seperti ini.“Jadi, kapan nambah anak lagi? Biasanya lo setahun sekali produksi.” Raditya bertanya setengah menyindir.“Sorry ya ... produksi mah setiap hari.” Arkana menjawab pongah.Mereka melingkari sebuah api unggun di pinggir pantai sambil menunggu koki menyajikan barbeque.Setidaknya acara barbeque sekarang mengalami suatu peningkatan karena Darius, Arkana, Angga dan Raditya tidak perlu repot memanggang hingga membuat pakaian mereka bau asap.Malah ketiga pria yang telah beristri itu, kini bisa duduk santai sambil memeluk istri mereka di atas day bed.Malang bagi Darius yang akan menjadi Jones alias Jomblo Nge
“Demi apa gue kangen sama kalian, sumpah!!” seru Darius yang tampak bahagia karena akhirnya bisa berlibur bersama para sahabat.Tapi antusias pria itu tidak ditanggapin oleh satu pun sahabatnya.“Elo mah kaya yang enggak happy liburan sama gue.” Darius menendang kaki Arkana yang tampak malas-malasan melihatnya.“Elo yang bikin acara liburan ini tapi elo juga yang dateng telat, padahal gue udah bela-belain ninggalin tiga anak gue buat dateng ke sini.” Arkana bersungut-sungut.“Sekarang Arkana jadi family man, geli gue.” Bunga mencibir.Yang bersangkutan mengerutkan kening sambil menurunkan kaca mata hitamnya agar bisa memperlihatkan tatapan tajam kepada Bunga.“Pake lagi kacamata kamu Arkana, kamu dilarang memandang sembarangan istri saya.” Angga mengatakannya dengan nada dingin penuh ancaman sebagai bentuk keposesifan.Darius tergelak hingga pundaknya berguncang lalu duduk di daybed di samping Arkana.“Kalian enggak pernah berubah,” kata Darius geleng-geleng kepala.“Kalau ketemu kaya
“Mommy,” bisik Ghaza membuat Zara buru-buru menghapus air matanya.“Jangan menangis, Mommy ... maafkan Ghaza ya.” Ghaza menegakan tubuhnya lantas mengangkat tangan mengusap air mata di pipi Zara.Bayi tiga tahun yang sudah pandai bicara sejak usia dua tahun itu kemudian memberikan pelukan untuk sang Mommy.Matanya tampak sayu mengantuk tapi Ghaza masih memaksakan diri terjaga dari tidurnya hanya untuk meminta maaf kepada Zara.“Ghaza maafin Mommy juga, kan?” Zara bertanya dengan suara parau.“Tentu saja Mommy, Ghaza sayang Mommy.”“Mommy juga sayang Ghaza.” Zara memeluk erat si sulung, memberikan banyak kecupan di wajah mungil anak tampannya.“Ghaza tidur lagi ya, udah malem ... besok Mommy anter Ghaza ke sekolah dulu sebelum ke kampus.”Ghaza mengangguk, menarik pipi Zara untuk memberikan kecupan di sana.Zara balas dengan memberikan kecupan di kening Ghaza lalu menyelimuti hingga dada dan membenarkan selimut Nawa yang tidak terusik dari mimpinya.Zara menyalakan lampu tidur dan mema
“Kenapa anak-anak nangis?” Arkana bertanya kepada dua Nanny yang bertugas menjaga Ghaza dan Nawa.“Enggak tau, Pak ... enggak biasanya, mungkin lagi mau tumbuh gigi.” Nannynya Ghaza yang lebih senior memberi alasan tapi Arkana bisa melihat kilat kebohongan dari pendar matanya.Arkana lantas meraih Ghaza dan Nawa, menggendong keduanya sekaligus di kiri dan kanan.Ghaza yang berumur tiga tahun dan Nawa berumur dua tahun lantas melingkarkan kedua tangan dan kakinya di tubuh sang daddy.“Abang sama Mas kenapa nangis?” Akhirnya Arkana bertanya langsung kepada kedua anaknya sambil membawa mereka ke kamar Ghaza.“Mommy ... tadi marah trus teriak ... Abang takut, Dad.”Ghaza yang sudah pintar bicara di usianya yang baru menginjak tiga tahun mengadu kepada Arkana.“Mommy nanis ... Sayang Mommynya cama Daddy.” Disela tangisnya yang seperti sedang merasa bersalah, Nawa juga berusaha menjelaskan apa yang baru saja terjadi.Langkah Arkana berhenti di depan kamar Ghaza, ia memutar tubuh menghadap
“Aaay, Ghaza nangis.” Zara bergumam dengan mata terpejam erat masih sangat mengantuk karena baru saja beberapa menit lalu selesai menyusui si bungsu Arnawarma Byakta Gunadhya.“Heeem.” Arkana membalas dengan gumaman, ia juga baru saja terlelap beberapa jam lalu sepulang pulang lembur.“Aaaay, cepetan.” Zara menendang kaki suaminya pelan mendengar tangis Ghaza yang kian kencang.Ghaza yang baru berumur satu tahun lebih masih suka bangun malam, perutnya tidak pernah kenyang meski sebelum tidur menghabiskan satu botol besar susu formula.Arkana mengembuskan napas berat tapi tak urung menegakan tubuhnya lalu turun dari ranjang.Rasanya begadang ini tidak pernah selesai karena dari Ghaza terus bersambung pada Nawa.Hanya empat bulan kosongnya rahim Zara dan langsung hamil kembali anak kedua.Arkana keluar dari kamar menuju kamar Ghaza, tangis bayi gempal itu kian kencang mengetahui sosok sang Daddy muncul seakan sedang mengadu jika dirinya lapar.“Bentar sayang, Daddy buat susunya dulu.”S