Dulu Monica juga sering menyuruh Hanny duduk di dalam ruang kerja untuk menyamar sebagai dirinya. Itu pun dia hanya perlu membalas dengan singkat saja. Jika Hanny tidak tahu harus berkata apa, paling-paling dia hanya akan menunjukkan ekspresi datar dan terdiam saja. Dengan begitu, semua karyawan juga akan langsung meninggalkan ruangannya. Namun sekarang Hanny malah disuruh untuk menyamar menjadi calon istri Steve. Dia bahkan disuruh mengatakan ucapan aneh ini kepada Steve. Hanny sungguh tidak sanggup lagi.Steve terus menatapnya. Saat Hanny merasa samarannya sudah hampir terbongkar, malah terdengar suara Steve, “Boleh! Aku merasa ucapanmu sangat masuk akal!”Hah? Hanny langsung mengangkat kepalanya dan menatap Steve dengan terkejut.“Sesama suami istri memang harus saling jujur. Jadi, aku setuju dengan ucapanmu!”Berhubung Monica ingin mengetahui harta pribadi Steve, Steve juga akan memberitahunya.Namun, pikiran Hanny malah melenceng. Dia tidak mengerti mengenai masalah saham dan per
“Bukan, bukan, nggak usah.” Hanny melambaikan tangannya. Dia berpikir sejenak, lalu berkata pada Steve, “Aku nggak suka cincin berlian.”Steve terkejut. “Oh iya, kamu kan praktisi seni bela diri ….” Setelah tertegun sejenak, Steve menatap pelayan, lalu berkata, “Memang nggak terlalu cocok.”“Gimana kalau kalung? Ada kalung berlian juga.”Senyuman di wajah pelayan semakin lebar lagi. “Toko kami baru saja masuk beberapa kalung berlian. Aku lihat kalung-kalung itu sangat cocok denganmu. Bagaimana kalau kamu mencobanya?”“Sebenarnya … aku nggak suka berlian,” balas Hanny dengan suara kecil.Berlian hanyalah sebuah batu. Sebenarnya Hanny lebih menyukai gelang mutiara ini. Hanya saja, gelang ini diberikan untuk kakaknya, bukan untuk Hanny. Seketika dia kembali merasa tidak nyaman.“Jadi, apa yang kamu sukai?” tanya Steve dengan sabar.“Aku ….” Hanny tidak tahu apa yang dia sukai. Sebab, dia tidak berhak untuk mengatakan suka.Kedua mata Hanny mengamati sekeliling dan tatapannya seketika berh
Tatapan lembut Steve membuat telinga Hanny terasa semakin panas. Hanny mengangkat tangannya untuk menutupi telinganya sambil berkata, “Baiklah, aku akan tindik!”Steve sungguh gembira. “Monica, kamu memang penurut!”Hanny terdiam membisu.Pelayan toko membawa Hanny ke sebuah bilik kecil. Di dalamnya terdapat alat tindik profesional. Sebenarnya proses menindik juga sangat cepat. Rasanya juga tidak sesakit yang dibayangkan. Hanya saja, Hanny tetap merasa sakit ketika cuping telinganya ditusuk.Melihat Hanny yang terus mengerutkan keningnya, Steve sungguh tidak bisa membayangkan bagaimana ceritanya seorang praktisi seni bela diri andal yang bisa mengalahkan banyak orang itu malah takut untuk menindik telinga. Dia spontan merasa sangat puas.Awalnya Steve juga tidak peduli Monica hendak memiliki anting-anting model jepit atau model tusuk. Hanya saja, ketika hendak membayar tagihan, Steve tiba-tiba kepikiran kalau dia berhasil menghasut Monica untuk menindik telinga, bukankah Monica melaku
“Nini?” Steve merasa bingung, lalu bertanya kembali.“Iya!” Hanny takut Steve salah mengartikan maksudnya, dia pun segera menjelaskan, “Kelak ketika kita bersama, kamu panggil aku Nini saja.”“Nini … ini nama panggilanmu?” Kedengarannya memang agak aneh. Sebab, Steve tidak pernah mendengar nama panggilan ini sebelumnya.Hanya saja, apa maksud Monica menyuruh Steve untuk memanggilnya Nini? Steve tidak mengerti. Hanya saja, ketika melihat sikap penuh penantian Monica, dia pun mengangguk. “Oke.”Hanny sungguh gembira. Hanya saja, dia tiba-tiba kepikiran sesuatu. “Kamu juga jangan terus memanggilku Nini. Terkadang aku mungkin nggak suka dipanggil seperti itu.”“Hah?!” Steve mengerutkan keningnya lantaran semakin kebingungan.Apa maksud Monica?Steve tahu karakter Monica agak aneh, tapi dia tidak menyangka akan aneh sampai tahap begini. Sebentar minta dipanggil Nini, sebentar minta jangan dipanggil Nini.“Aku orangnya agak aneh, ya? Kamu … nggak suka lagi sama aku?” tanya Hanny dengan perla
Kedua mata Hanny spontan terbelalak sembari melihat wajah besar di depannya.Saat pertama kali dicium, Hanny merasa takut, gugup, dan bahkan sedikit … malu. Namun, berbeda dengan ciuman kali ini.Ini bukan pertama kalinya Steve mencium Hanny. Kali ini, ciuman yang diberikan Steve sangatlah lembut. Bibirnya diisap Steve dengan perlahan, membuat Hanny merasa sangat aneh.Selama ini, tidak ada satu pun orang yang memperlakukan Hanny seperti ini. Jangankan menciumnya, dia bahkan tidak pernah digandeng maupun dipeluk. Sekarang lelaki asing nan familier ini malah melakukan semuanya, Hanny malah tidak berniat untuk mendorongnya.Sebenarnya Steve hanya sedang mengetesnya saja. Sebab, pengalaman pertama kali menciumnya tidak begitu menyenangkan. Saat menyadari si wanita tidak menolak, melainkan bersikap dengan begitu patuh, nyali Steve semakin besar lagi. Dia ingin menjulurkan lidahnya!Hanny terkejut. Dia tidak menyangka Steve akan berbuat seperti ini. Hanny mengatupkan giginya dengan erat. Di
Hanny keluar dari pelukan Steve dengan ekspresi wajah muram dan juga dingin. “Sudah saatnya aku pulang.”“Kenapa?” Steve terbengong. Bukankah mereka sudah janjian untuk menonton bersama? Bahkan masih banyak acara yang sudah disusun Steve, kenapa dia malah minta pulang?Melihat si wanita hendak berjalan pergi, Steve langsung menarik tangannya. “Monica ….” Tiba-tiba Steve terdiam sejenak, lalu mengubah panggilannya, “Nini, aku sungguh nggak tahu kenapa sikapmu bisa berubah sedrastis ini ….”Hanny membalikkan tubuhnya untuk melihat Steve, lalu melihat tangan yang sedang menarik tangannya.“Nini, apa kamu merasa nggak puas? Kamu bisa katakan sama aku. Kalau kamu tiba-tiba seperti ini, aku juga bingung harus gimana … gimana baru bisa mendapatkan hatimu?”Melihat ekspresi gelisah dan tatapan tulus Steve, Hanny juga tidak berani luluh lagi. Dia menarik tangannya dari genggaman Steve, lalu membalas dengan perlahan, “Bukan masalahmu, semua ini masalahku.” Suaranya sangat kecil dan tatapannya te
Hanny masih tidak menyadari keberadaan Monica. Dia segera berlari dengan langkah kecil. Saat pembantu ingin memberitahunya, Hanny malah melambaikan tangannya ke sisi pembantu mengisyaratkan dirinya ingin segera kembali ke kamar di ruang bawah tanah sana.“Berhenti!” Suara dingin seketika menghentikan langkah Hanny. Berhubung Hanny berhenti dengan mendadak, dia hampir terpeleset. Untung saja Hanny bisa menahannya, jika tidak, dia pasti akan dimarahi kakaknya lagi.Melihat Hanny yang begitu ceroboh, emosi di hati Monica semakin membara. “Kak, kamu … sudah pulang.” Hanny merasa agak gugup. Ucapannya terdengar agak gemetar. Dia bahkan tidak berani mengangkat kepalanya untuk melihat Monica.“Kamu ngapain? Mencurigakan sekali!”“Nggak, nggak kenapa-napa.” Hanny sedang gugup, alhasil dia jadi terbata-bata, “Aku baru pulang. Aku nggak tahu Kak Monica lagi di rumah. Aku … balik ke kamar dulu.”Selesai berbicara, Hanny langsung berjalan pergi, membuat amarah Monica langsung membara. Dia meletak
Hanny bagai terbebas dari mara bahaya saja. Dia segera membalikkan tubuhnya hendak meninggalkan tatapan Monica.Saat Hanny pergi, Monica merasa ada yang berkilau dari diri Hanny, dia seketika merasa bingung. Namun ketika Monica hendak melihat dengan saksama, adiknya sudah membalikkan tubuhnya hendak berjalan pergi.“Berhenti!” jerit Monica sambil berdiri.Hanny terkejut langsung menghentikan langkahnya. Dia lalu bertanya dengan suara gemetar, “Kak?”Monica tidak meladeninya, melainkan berjalan ke hadapannya. Kedua matanya terus tertuju pada diri Hanny. Lebih tepatnya adalah bagian telinganya.Lantaran ditatap terus, Hanny merasa gugup spontan memegang telinganya ….Hati Hanny hampir copot. “Kak, ma … maaf, aku bukan sengaja. Aku akan segera mencabutnya ….”Hanny mencabut anting-anting dengan tangan gemetar. Namun, gerakan Monica malah lebih cepat daripada Hanny, dia langsung mencabut anting-anting dari telinga Hanny.“Ahh!” jerit Hanny kesakitan. Telinganya bahkan sudah berdarah. Hanny