Hanny bagai terbebas dari mara bahaya saja. Dia segera membalikkan tubuhnya hendak meninggalkan tatapan Monica.Saat Hanny pergi, Monica merasa ada yang berkilau dari diri Hanny, dia seketika merasa bingung. Namun ketika Monica hendak melihat dengan saksama, adiknya sudah membalikkan tubuhnya hendak berjalan pergi.“Berhenti!” jerit Monica sambil berdiri.Hanny terkejut langsung menghentikan langkahnya. Dia lalu bertanya dengan suara gemetar, “Kak?”Monica tidak meladeninya, melainkan berjalan ke hadapannya. Kedua matanya terus tertuju pada diri Hanny. Lebih tepatnya adalah bagian telinganya.Lantaran ditatap terus, Hanny merasa gugup spontan memegang telinganya ….Hati Hanny hampir copot. “Kak, ma … maaf, aku bukan sengaja. Aku akan segera mencabutnya ….”Hanny mencabut anting-anting dengan tangan gemetar. Namun, gerakan Monica malah lebih cepat daripada Hanny, dia langsung mencabut anting-anting dari telinga Hanny.“Ahh!” jerit Hanny kesakitan. Telinganya bahkan sudah berdarah. Hanny
Jelas-jelas mereka adalah dua orang yang berbeda. Namun, Hanny malah mesti mengikuti Monica. Sejak saat itu, Hanny bukan lagi Hanny.Rasa sakit di telinga sudah tidak begitu terasa lagi. Darah juga tidak menetes lagi. Dia seketika merasa agak gembira.Sebab, pada hari ini, akhirnya dia bisa hidup sebagai dirinya sendiri. Akhirnya dia bisa mengutarakan pemikirannya, bahkan bisa menindik telinganya. Meski rasanya sakit, semua itu juga adalah pilihan Hanny.Kali ini Monica juga sudah menenangkan dirinya. Tadi dia memang sudah terlalu emosi lantaran adiknya ini tidak lagi menuruti omongannya, dia malah pergi menindik telinga. Namun setelah berpikir dengan kepala dingin, Monica merasa tidak ada gunanya untuk emosi. Dia masih membutuhkan Hanny. Dia masih membutuhkan adiknya untuk melakukan hal yang tidak ingin dia lakukan atau tidak pantas dia lakukan.Monica menurunkan tangannya, meletakkan anting-anting kembali ke tangannya. “Simpan anting-antingnya dengan baik. Jangan sampai hilang!”Saki
“Besok ….” Steve sungguh kegirangan. Baru saja dia hendak menyetujuinya, tapi dia malah merasa, jika dirinya menyetujuinya dengan secepat ini, bisa jadi Monica-lah yang akan memegang kendalinya. Jadi, Steve sengaja berkata, “Sepertinya besok ….”“Kenapa? Besok nggak bisa?”“Bukan nggak bisa, aku hanya merasa agak nggak leluasa. Besok di rumah ada ….”Belum sempat Steve menyelesaikan omongannya, malah terdengar suara Monica, “Nggak apa-apa kalau kamu ada urusan.” Steve hendak janjian untuk lain hari, malah terdengar lagi suara Monica, “Aku bisa cari orang lain.”Saat telepon hampir diakhiri, Steve langsung merasa panik. “Jangan, jangan, besok aku nggak ada urusan! Nggak ada urusan, kok!”“Nggak ada urusan?”“Iya, nggak ada urusan!” Steve terus mengangguk, lalu langsung menjawab. Dia sungguh takut Monica akan berubah pikiran.“Jangan terlalu memaksakan diri. Bukankah kamu bilang nggak leluasa?” tanya Monica dengan datar.Keringat terus membasahi kening Steve. Dia berkata, “Nggak, nggak,
“Akhirnya kalian sadar dengan kesalahan kalian?” dengus Monica. Tatapannya hanya tertuju pada gelas anggur di tangannya. “Kalian bahkan nggak berhasil untuk menghadapi Keluarga Tanoto yang lemah itu dan kembali dalam keadaan terluka. Kalau kalian benar-benar ingin minta maaf, kalian tebus dengan nyawa kalian saja.”Keringat dingin membasahi tubuh kedua orang. “Ketua, ampun!”“Sudahlah!” Gelas anggur diletakkan ke meja dengan kuat. Kemudian, Monica berkata, “Kalau aku ingin menghukum kalian, aku juga nggak bakal biarkan kalian hidup sampai saat ini! Aku nggak menghukum kalian juga karena kalian masih ada manfaatnya bagiku!”“Berdirilah!” balas Monica.Mereka berdua mengamati Monica dengan saksama, lalu berdiri.Siapa pun tidak menyangka Pembunuh Ganda yang terkenal dengan kesadisannya di sana akan begitu merendah di hadapan seorang wanita.“Aku punya misi untuk kalian. Malam ini, kalian menyelinap ke Kediaman Setiawan untuk cari barang itu,” ucap Monica dengan perlahan.“Ketua, bukankah
“Nggak ada yang perlu disesali.” Brandon kembali memeluk Yuna, lalu meraba-raba perutnya. “Aku sudah cukup dengan memiliki kalian.”Dari segi hubungan darah, Keluarga Setiawan memang sangatlah dekat dengan Brandon, sebab mereka adalah kerabat Brandon. Namun, sejak kecil, dia tidak merasakan kehangatan dari keluarganya. Lebih tepatnya Brandon bisa merasakan secuil kehangatan dari kakeknya, juga berkat jerih payahnya sendiri.Setelah itu, demi kekayaan dan kedudukan, semua perbuatan yang dilakukan anggota Keluarga Setiawan sudah sangat mengecewakan Brandon. Sekarang, Brandon hanya ingin menghargai wanita dan anaknya.Saat Yuna hendak mengatakan sesuatu, ponselnya malah berdering. “Halo?”Baru mendengar beberapa detik saja, raut wajah Brandon sudah berubah muram. Tangan yang awalnya memeluk Yuna langsung dilepaskan. Yuna meliriknya sekilas, lalu pergi mengambil minuman agar Brandon bisa menelepon dengan leluasa.Setelah Yuna menyelesaikan minumannya, dia istirahat sejenak, baru kembali ke
“Aku tahu, kok!” Yuna mendorong kepala Brandon, lalu berkata dengan tersenyum, “Kenapa kamu cerewet sekali? Dulu sepertinya kamu nggak begini? Sekarang, aku bahkan curiga sebenarnya kamu lagi peduli sama aku atau peduli sama anak di dalam kandunganku …. Brandon, aku cemburu!”“Aku peduli sama kalian semua. Kalian berdua adalah kesayanganku!” Brandon tersenyum memasukkan Yuna ke dalam pelukannya. Dia mencium wajahnya, lalu mencium keningnya.Yuna adalah kesayangan Brandon. Dia pasti akan melindungi Yuna, tidak akan membiarkannya terluka!…Di Kediaman Setiawan.Pagi-pagi mereka sudah heboh lantaran kediaman kemasukan maling.Dari gerak-gerik mereka, dapat diketahui bahwa maling tidak tertangkap dan sepertinya maling sudah berhasil mencuri barang berharga keluarga mereka. Semua orang sedang mengecek barang-barang mereka sendiri, ada juga yang sedang mengecek rekaman CCTV.Masalah ini sungguh mengerikan!Kenapa bisa ada yang menyelinap ke dalam kediaman? Kamera CCTV juga tidak berhasil me
“Di dalam keluarga kita?” Amara sungguh syok. “Siapa? Siapa pelakunya? Kenapa bisa ada maling di dalam rumah? Masalah ini harus diselidiki sampai tuntas!”Sambil berbicara, Amara sambil mengamati sekeliling seakan-akan ingin mencari siapa pengkhianat itu.“Ma, Mama jangan emosian. Aku rasa pelakunya bukan ingin mencuri uang atau membunuh kita, sepertinya dia ingin mencari sesuatu.” Steve berpikir sejenak, lalu berkata, “Menurut Mama, apa yang dicari maling itu?”Amara mengerutkan keningnya. Seketika terlintas sesuatu di benaknya. “Maksudmu ….” Tetiba ucapan Amara terhenti ketika melihat tatapan mata Steve. Dia lalu melanjutkan, “Aku bukan maling, bagaimana aku bisa tahu apa yang dia cari?”Tatapan Amara seketika tertuju pada diri Brandon. “Brandon, kamu tidak boleh tinggal diam saja. Kejadian ini sudah mencoreng nama baik Keluarga Setiawan. Kamu harus menemukan maling itu! Kita tidak boleh mengampuninya!”“Nek, apa Nenek yakin kalian nggak kehilangan barang penting?” Dari tatapan Amara
“Oke, hati-hati di jalan, jangan ngebut, ya!” pesan Amara dengan penuh perhatian. Dia sangat memanjakan putranya. Apalagi sekarang pernikahan bisnis dengan Keluarga Yukardi telah di depan mata. Jadi, mereka tidak boleh lalai sedikit pun.Setelah dipikir-pikir, Amara melihat Brandon yang baru saja selesai telepon. Dia berdeham, lalu berkata, “Kamu juga sudah melihat sendiri. Di sini sudah tidak ada urusan lagi. Kamu kembali ke perusahaan dulu.”Sebentar lagi Nona Monica akan datang bertamu. Masalah hari pernikahan bisnis masih belum ditetapkan, Amara sungguh tidak ingin terjadi hal di luar kendalinya lagi. Apalagi bocah di hadapannya ini bagai bom atom yang bisa meledak kapan saja.Hanya saja, Brandon malah tersenyum. “Masalah perusahaan sudah aku atur. Hari ini aku akan tinggal di sini untuk menemani Nenek.”“Aku tidak mau ditemani!” Amara refleks menjerit. Tetiba, dia menyadari ada yang aneh, dia langsung merendahkan nada bicaranya. “Maksudku, masih banyak pekerjaan perusahaan yang me