“Siapa yang suruh? Minta dia datang kemari sekarang juga dan ngomong langsung di depan mukaku!”Seusai berkata demikian, Yuna langsung masuk ke mobilnya Brandon.“Non, Non Yuna ….”“Awas! Kalian harusnya tahu kalian nggak punya hak untuk nahan aku!”“.…”Entah karena takluk oleh marah Yuna, atau mungkin juga karena dia tidak berani melawan, akhirnya si penjaga pintu itu membuka jalan untuk Yuna. Begitu Brandon dan Yuna sudah masuk, Frans langsung menyalakan mobilnya dan fokus menyetir.“Kan sudah kubilang aku pasti bakal bawa kamu keluar jalan-jalan. Nggak ada gunanya marah-marah,” kata Brandon.“Mereka yang sudah keterlaluan!”“Nggak usah takut! Nanti kita balas mereka!”Saat melirik ke kaca spion belakang, Yuna melihat si penjaga yang tadi mencegatnya sudah berlari masuk ke dalam untuk melapor kepada majikannya. Yuna tahu betapa ambisiusnya Dylan, tapi dia tidak tahu menahu soal Gordon yang memihak kepada Dylan. Mungkinkah dia juga punya rencananya sendiri sehingga dia memutuskan unt
“Kamu sudah berpikir kejauhan. Memangnya keuntungan apa yang bisa kudapatkan dari mengkhianatimu? Lagian, bukannya kita sudah sepakat sebelumnya?” Dalam menghadapi pertanyaan Dylan, Gordon menjawab dengan tenang, “Aku tahu kamu sudah cemas. Tapi kamu sudah menunggu bertahun-tahun, memangnya kenapa kalau menunggu beberapa hari lagi? Paman sudah tua dan nggak punya anak. Bisnis ini pasti bakal jadi milikmu cepat atau lambat.”Gordon berdiri di hadapan Dylan dan menatapnya dengan ekspresi masam. Setelah beberapa saat, Dylan baru menjawab dengan dingin, “Baguslah kalau kamu tahu. Paman, kuperingati kamu sekali lagi. Jangan berpikir yang aneh-aneh. Memang benar aku sudah diusir Ayah, tapi orang yang kubawa itu bukanlah orang biasa.”“Selama ini, Keluarga Tanoto selalu berkata kalau mereka nggak ingin menonjolkan diri. Kalau benar-benar perlu bertindak, aku juga nggak mau melukai keluargaku.”Setelah mendengar ucapan Dylan, Gordon langsung terkejut. Kemudian, dia berdesah dan berkata, “Apa
Logan tersenyum sopan dan sedikit membungkuk. Dia tahu bahwa Dylan sedang menunjukkan kekuasaannya.Setelah melirik Logan, Dylan mengembuskan asap rokok ke arah Logan. Logan tidak sempat menghindar dan terbatuk akibat asap rokok itu. Selanjutnya, dia mendengar suara yang ringan, “Kamu orangnya?”Setelah memiringkan kepalanya dan terbatuk sejenak, Logan menoleh kembali ke arah Dylan dan menjawab, “Benar! Sepertinya Pak Dylan nggak terlalu senang melihat kemunculanku? Kalau begitu, Pak Dylan juga mungkin nggak terlalu tertarik sama barang yang kupunya. Maaf sudah mengganggumu, aku pamit dulu.”Selesai berbicara, Logan pun langsung berbalik seolah-olah hendak pergi.“Tunggu!” teriak Dylan. Dia mengira Logan sedang menggertaknya, tetapi Logan langsung naik ke mobilnya tanpa menoleh. Logan bahkan menyalakan mobil dan sepertinya memang sudah hendak pergi. Dylan pun buru-buru melepaskan sabuk pengamannya dan membuang sisa rokoknya. Kemudian, dia turun dari mobil dan berjalan ke arah mobil Log
“Aku mengenalmu. Kamu pernah pacaran sama Yuna, tapi akhirnya dikerjai habis-habisan sama Yuna, ‘kan?” tanya Dylan setelah mengamati Logan sejenak. Sebelum datang, dia sudah mencari tahu tentang Logan. Jadi, dia mengetahui beberapa informasi Logan. Hanya saja, Dylan sama sekali tidak tahu bahwa Logan berhubungan dengan Keluarga Kusumo. Meskipun tahu Logan bekerja di Grup Kusumo, Dylan tidak tahu bagaimana Logan bisa membayar semua utangnya dan membalikkan situasinya. Namun, Dylan tidak memedulikan semua itu. Dia hanya peduli apakah Logan benar-benar bisa membantunya.“Biarpun tinggal di luar negeri, Pak Dylan tahu banyak juga, ya.” Logan hanya tersenyum tipis, tetapi tidak marah. “Benar, aku bisa memiliki kehidupan seperti sekarang memang berkat keponakanmu itu. Kalau dipikir-pikir, aku hampir memanggilmu om.”Dylan memicingkan matanya dan berkata, “Kalau bisa membantuku, kamu juga bukannya nggak punya kesempatan buat panggil aku om.” Maksud dari ucapan Dylan ini adalah asalkan Logan
Setelah mendengus dingin, Dylan pun berencana untuk langsung pergi. Dia merasa bahwa waktunya benar-benar sudah terbuang sia-sia.“Pak Dylan, apa kamu kira ini adalah barang palsu yang bisa ditiru sembarang orang?” Logan yang berdiri di belakang Dylan berkata, “Asal kamu tahu, Yuna sendiri juga nggak bakal bisa membedakan dupa ini dengan dupa-dupa yang dibuatnya.”Dylan menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Logan. Tatapannya dipenuhi dengan rasa curiga. Logan tahu Dylan tidak akan percaya segampang itu. Dia pun berjalan maju dan berdiri di depan Dylan, lalu menyerahkan kotak di tangannya sambil berkata, “Aku sudah bersama Yuna selama lima tahun. Jadi, aku paling familier sama teknik dan kebiasaannya.”“Aku secara khusus mencari orang untuk membuat produk tiruan ini sesuai dengan kebiasaan, teknik, dan resep Yuna. Aku berani jamin biarpun diperiksa dengan alat tercanggih sekalipun, mereka nggak bakal temukan perbedaannya.”Meskipun masih belum sepenuhnya yakin, Dylan sudah mulai
“Tempat ini ....”Saat mobil mereka berhenti, Yuna sangat terkejut. Tempat di hadapannya itu adalah sebuah taman hiburan telantar. Apa Brandon mau membawanya datang untuk bermain di sini? Saat ini, dia bahkan tidak berminat untuk jalan-jalan.“Menonton pertunjukan,” ucap Brandon dengan misterius. Setelah itu, dia menarik tangan Yuna dan berjalan ke arah bianglala raksasa. Yuna hanya bisa terdiam dan mengikutinya.Frans juga turun dari mobil. Hanya saja, dia berjalan ke arah lain. Yuna yang kebingungan ditarik Brandon ke sebuah platform observasi yang tinggi. Lebih tepatnya, dulu tempat ini sebenarnya ingin dibangun menjadi sebuah taman hiburan. Namun, pembangunannya tidak diselesaikan dan akhirnya ditelantarkan begitu saja. Untungnya, meskipun sebagian besar instalasi di tempat ini baru setengah jadi, kualitasnya termasuk bagus. Setidaknya saat diinjak, semuanya terasa kokoh. Hanya saja, apa sebenarnya maksud Brandon membawa Yuna ke tempat ini pada saat-saat seperti ini? Selain itu,
Setelah melihat orang itu berhenti berjalan, Yuna pun bersembunyi secara refleks karena takut ketahuan.“Dari jarak dan ketinggian ini, mereka nggak mungkin bisa melihatmu,” ujar Brandon yang dari tadi duduk dengan tenang sambil tersenyum. Akhirnya, dia bangkit dan berjalan ke samping Yuna, lalu merangkul pundaknya.Yuna meliriknya, lalu berkata dengan kesal, “Kalau begitu, kenapa kamu masih menyuruhku menonton pertunjukan? Apa kamu mau menguji penglihatanku? Aku toh bukan elang!”Setelah mendengar ucapan Yuna, senyum Brandon pun makin lebar. Kemudian, dia menyerahkan sesuatu kepada Yuna dan berkata, “Kamu memang bukan elang, tapi ada alat yang lebih bagus daripada penglihatan elang.”Barang yang diberikan Brandon adalah sebuah teropong. Teropong itu juga memiliki kemampuan pembesaran yang tinggi. Brandon benar-benar datang dengan penuh persiapan!Yuna tidak mengeluh kenapa Brandon tidak mengeluarkan teropong ini lebih cepat. Dia sudah mulai tertarik dengan pertunjukan ini. Setelah men
Kedua orang itu jelas tidak menyadari keberadaan Yuna dan Brandon. Setelah menyelesaikan transaksi, mereka pun meninggalkan tempat ini. Yuna masih berdiri sambil merenung untuk beberapa saat. Kedua tangannya dikepal erat-erat. Melihatnya yang seperti itu, Brandon pun memeluknya dan berkata, “Mereka pasti akan merasakan akibat perbuatan mereka ini!”Saat mereka turun dari platform observasi, Frans sudah kembali ke mobil. Setelah semua orang sudah duduk dalam mobil, Frans baru berkata, “Pak Brandon, semuanya sudah diatur dengan baik.”“Emm.” Brandon mengangguk.Yuna juga tidak bertanya pada Brandon apa yang sudah dilakukan Frans. Dia sudah tenggelam dalam pemikirannya sendiri. Jika mereka ingin turun tangan dari dupa, itu berarti mereka ingin membuatnya tidak bisa menyangkal. Baik dari kualitas, formula maupun yang lainnya, dupa itu pasti sudah dibuat hingga tidak dapat dibedakan. Namun, yang palsu tetaplah palsu. Pasti ada kekurangan pada dupa itu.“Apa ada bahan dan alat untuk meracik
Sekarang di dalam ruang kantor itu hanya ada Fred dan wanita tersebut. Fred masih tak bergerak di kursinya seraya mengamati wanita itu. Pakaiannya lusuh dan terlihat sangat kasihan meski dia sudah berusaha untuk bersikap elegan.“Kamu ….”“Aku Rainie, bawahannya asisten yang paling kamu percaya itu. Aku pernah bekerja ….”“Aku nggak tertarik kamu siapa. Aku cuma mau tahu apa tujuan kamu datang ke sini? Dari mana kamu tahu aku kepalanya di sini?”“Soal itu, ya. Sebenarnya awalnya aku juga nggak tahu siapa yang bertanggung jawab atas organisasi ini, sampai … aku menemukan kartu nama yang ada bosku pegang.”“Kartu nama apa? Maksud kamu kepingan kecil itu? Itu paling cuma koin untuk main game atau sejenisnya,” kata Fred menyangkal. Dia tentu saja tidak mau secepat itu mengakuinya. Yang dia lakukan sekarang ini adalah menguji apakah Rainie benar-benar tahu sesuatu atau hanya sekadar asal bicara.Akan tetapi Rainie sudah menduga hal seperti ini pasti terjadi. Dia tidak tampak kebingungan dan
“Yang Mulia jangan berpikir begitu. Kita justru saling menguntungkan satu sama lain. Yang Mulia bisa kembali muda, sedangkan aku mendapat kekuasaan penuh. Bukankah begitu lebih bagus?”“Hmph!”Sang Ratu sudah malas membicarakan ini. Namun bagi Fred itu tidak masalah. Selama semua berjalan sesuai dengan rencananya, apa yang ingin dia capai sebentar lagi akan berhasil. Tidak ada lagi seorang pun yang bisa menghentikannya. Di saat itu pula dari luar Fred mendengar suara lirih yang memanggilnya.“Pak Fred!”“Ada apa?”Sebenarnya Fred sedikit kesal karena dia sudah berpesan untuk jangan mengganggu kecuali ada hal penting. Namun lagi-lagi yang datang adalah mereka. Fred masih lebih suka dengan si cacat yang menjadi bos Rainie dan Shane dulu. Meski cacat secara fisik, dia cukup pintar dan banyak membantu Fred. Sayang sekali dia sudah tidak ada …. Tanpa berpikir panjang, Fred melihat di tangan orang itu ada sebuah botol kecil seperti botol parfum yang dijual di luar sana. Perbedaannya, cairan
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S