“Setuju apa?”“Kamu ….”“Pertama, cowok itu nggak mahir dalam cari tahu kesalahan dia dan mau berubah, tapi tahu salah dan tahu kapan harus berhenti. Waktu aku masih sama Logan, dia cuma manfaatin aku, jadi perasaan apa yang aku punya buat dia? Mungkin yang ada cuma penyesalan. Mungkin dia lihat aku bisa kasih dia lebih banyak keuntungan? Atau mungkin karena Valerie nggak sama dia lagi?”“Bukan begitu ….”Di saat Tania hendak membela anaknya, Yuna langsung menyelanya tanpa memberikan kesempatan untuk berbicara sedikit pun.“Kedua, keluarga Setiawan itu nggak kayak yang kamu bilang. Tadi kamu bilang Brandon bagus di segala hal. Biar aku koreksi. Brandon itu jauh lebih baik daripada Logan, bedanya itu sudah kayak langit dan bumi. Buat apa aku ninggalin langit yang bagus cuma demi kotor-kotoran di tanah? Bisa kasih aku alasannya?”Sampai di sini, raut wajah Tania sudah terlihat luar biasa masam, tapi Yuna tidak mau berhenti sampai di situ saja dan terus berkata.“Dan terakhir, aku rasa ka
Langit sudah gelap begitu Yuna pulang ke rumah, tapi ketika dia melihat lampu-lampu di rumahnya menyala, dia langsung merasa tenteram mengingat masih ada seseorang yang sedang menunggunya. Disambut dengan kehangatan begitu Yuna masuk ke rumah, dia melihat Brandon sedang menonton TV di sofa ruang tamu. Brandon langsung mematikan TV dan pergi ke dapur untuk memanaskan sup yang sudah dia siapkan di dapur ketika melihat Yuna pulang.“Di luar udaranya dingin?” tanya Brandon.“Nggak terlalu.”Jarak antara lokasi dia turun dari mobil ke rumah untungnya tidak terlalu terpencil, dan cari taksi untuk pulang juga tidak terlalu sulit. Hanya saja jarak dari sana ke rumah memang sedikit jauh, jadi butuh waktu lebih lama agar Yuna bisa sampai di rumah.Tanpa banyak bicara, Brandon hanya melihat Yuna makan dengan kepala bertopang di tangannya. Bulu mat Yuna yang panjang terlihat seperti kipas kecil. Mulutnya yang sedang menyeruput sup juga mengeluarkan suara kecil. Lehernya yang panjang seperti burung
“Kenapa kamu pikir aku seharusnya tahu?” tanya Brandon balik. “Kamu curiga sama aku?”Yuna, “….”Spontan, Yuna ingin membalas ucapan Brandon, tapi setelah menahan diri dan terdiam sesaat, dia tetap menjawab apa adanya sesuai yang ingin dia katakan, “Iya. Aku sempat mikir ada kemungkinan kamu yang bikin dia hilang. Karena dengan semua yang kamu punya sekarang, bikin Logan hilang itu nggak susah. Tapi kalau kamu bilang bukan kamu, aku percaya sama kamu.”“Bukan aku.”Hanya seseorang yang tidak penting seperti Logan, untuk apa juga Brandon harus repot-repot berurusan dengannya. Namun, tidak bisa ditutupi bahwa Brandon merasa sedikit cemburu karena Yuna mengungkit soal mantan pacarnya.“Kamu khawatir sama dia?”Tinggal bersama untuk waktu yang sudah cukup lama membuat Yuna peka kalau Brandon sedang merasa cemburu. Dia pun hanya tersenyum dan membalas, “Kalau aku khawatir, mana mungkin aku tanyain soal ini ke kamu. Aku cuma kaget sama pas tadi baru dengar dari Tania.”“Nggak aneh terjadi se
“Jangan bilang aku nggak ingatin kamu, ya. Barang ini nggak ada gunanya buat cewek. Buat apa kamu minta ini?” tanya Logan sambil berjalan mendekati Cecilia.“Nggak usah banyak tanya, ini nggak ada urusannya sama kamu.”“Oh, jadi kamu cuma nganggap aku sebagai alat yang bisa dibuang begitu nggak berguna lagi?”“Kamu seharusnya bersyukur masih bisa berguna buat orang lain. Mana satu lagi yang aku minta?”“Tanpa harus aku kasih tahu pun, bukannya kamu sendiri sudah tahu?” ledek Logan.Dari interaksi ini sekilas terlihat Cecilia memberikan akses koneksinya kepada Logan, tapi tentu saja mana mungkin Cecilia semudah itu percaya dan memberikan semua yang dia punya. Cecilia masih punya beberapa pengikut yang bekerja langsung di bawahnya, dan Logan tak lebih dari sekadar boneka. Intinya, apabila sampai terjadi sesuatu, Logan-lah yang akan menjadi tameng bagi Cecilia. Wanita yang penuh siasat ini tidak lain adalah adik Logan dari ayah yang berbeda.“Nggak usah banyak bacot di sini. Kalau kamu ng
“Sharon, kamu serius mau berbuat kayak begini? Bukannya kamu bilang dia bukan tipe orang yang gampang terpengaruh sama orang lain ….”“Dia memang nggak gampang terpengaruh, tapi dia tetap punya batasan. Aku sudah bertahun-tahun sama dia, tapi dia bisa jaga diri dan nggak pernah terlibat gosip apa pun. Dia nggak bakal biarin dirinya sendiri terlibat skandal. Kalau dia macam-macam sama aku, dia pasti bakal tanggung jawab!”Pemahaman terhadap sikap Brandon inilah yang membuat Sharon begitu percaya diri rencananya pasti akan berhasil, dan dia memanfaatkannya dengan baik. Tentu Sharon juga sepenuhnya sadar terlepas dari berhasil atau tidaknya rencana ini, hubungan dia dengan Brandon akan berkembang ke level yang baru. Entah itu ke arah yang baik atau buruk, Sharon pun tidak tahu pasti. Yang jelas, dia mempertaruhkan nasibnya pada rencana ini!“Mungkin dia bakal tanggung jawab sama kamu, tapi kalau dia tahu apa yang kamu perbuat ke dia, menurut kamu dia bakal gimana? Kamu nggak takut dia ben
Melihat perempuan yang sibuk membereskan koper membuat Brandon tidak tahan dan langsung memeluk pinggang perempuan itu dari belakang sambil berkata, “Bagaimana kalau aku ikut kamu pergi saja?”Meski bukan keluar negeri, tetapi Brandon menjadi ketakutan sejak kejadian terakhir kalinya. Secara otomatis dia langsung keberatan ketika tahu Yuna akan dinas. “Kalau nggak, aku nggak pergi saja, ya?” balas Yuna sambil menoleh.“Benarkah?!” seru Brandon dengan mata berkaca-kaca. Suaranya naik hingga beberapa oktaf.“Dasar bodoh!” bisik Yuna sambil mengecup wajah lelaki itu. Dia tertawa dan lanjut membereskan kopernya.“Aku hanya pergi dua hari saja. Nggak lama lagi sudah pulang. Lagian aku nggak keluar negeri. Tempatnya dekat saja, kamu masih takut terjadi sesuatu?” lanjut Yuna lagi.“Takut!” sahut Brandon tanpa menutupi kekhawatirannya pada perempuan itu.Memang benar apa yang dikatakan oleh Yuna. Akan tetapi Brandon akan rindu dengan perempuan itu. Dia tidak ingin berpisah meski hanya satu d
“Kamu nggak tanya aku apa permintaannya?” tanya Yuna sambil melebarkan matanya ketika melihat Brandon tidak penasaran dan tidak ragu.“Apa pun itu aku pasti setuju!”Bagi Brandon, apa pun yang diminta oleh Yuna pasti akan ia kabulkan. Kalimat lelaki itu membuat Yuna sedikit tidak enak untuk menyampaikannya. Akan tetapi karena Brandon sudah berkata seperti itu, maka Yuna tidak akan sungkan.“Kalau aku bilang aku mau seluruh Uniasia?” goda Yuna sambil menaik turunkan alisnya. Tatapan menggodanya menjadi bumerang bagi Brandon dan tidak bisa ditolak oleh lelaki itu.“Boleh!” sahut Brandon dengan penuh keyakinan. Lengan lelaki itu melingkari pinggul Yuna dan memeluknya erat sambil berkata lagi, “Selama kamu nggak protes lelah dan mau mengelolanya, besok sudah bisa urus persyaratannya.”Melihat keseriusan Brandon ketika mengatakan kalimat itu membuat Yuna menjawab, “Siapa yang mau kelola? Pasti capek sekali! Kalau aku menerimanya, yang pertama kali aku lakukan adalah menjualnya. Pasti akan m
Acara perayaan bisnis di Kota Suba terlihat semakin ramai setiap tahunnya. Berbagai bidang bisnis pasti akan datang karena ada banyak kesempatan. Mereka bisa menjalin hubungan baik dengan rekan bisnis serta menarik calon pelanggan dan investor baru.Brandon menjadi salah satu yang menarik perhatian dalam acara kali ini. Ada banyak sekali orang yang ingin bekerja sama dengan Uniasia. Atau mungkin berharap Brandon bersedia memberikan suntikan dana pada perusahaan kecil mereka.Sharon menggenggam gelas anggurnya dengan gugup. Sudah sejak tadi dia memperhatikan lelaki itu, tetapi masih belum mendapatkan kesempatan untuk berbaur dan menarik Brandon dari kerumunan orang-orang.“Sudah larut,” kata Cecilia yang sudah berkeliling satu putaran. Perempuan itu tampak sedang menahan tawa.“Aku tahu. Terlalu banyak orang, aku lagi tunggu kesempatan datang,” sahut Sharon.“Menunggu bukan sebuah cara, kalau lebih lama lagi kemungkinan dia sudah mau pergi,” kata Cecilia lagi sambil menyesap anggur mera
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi