Setelah berpamitan dengan Lisa, Yuna pergi ke toko kue yang paling ternama di kota untuk membeli sekotak kue kering dan dua gelas kopi hangat. Dia menaruhnya di thermal bag agar masih hangat ketika sampai di rumah.Brandon sedang sibuk dengan pekerjaannya di ruang tamu. Kedua kakinya yang panjang bersila, satu tangan sibuk membalik halaman dan satu tangannya lagi sibuk memegang gelas yang sudah kosong. Poni rambutnya terurai ke bawah dan mendarat tepat di bingkai kacamatanya ketika dia menundukkan kepala, yang membuatnya jadi terlihat lebih berkelas. Sebenarnya Brandon tidak menderita rabun jauh, tapi dia memakai kacamata silinder. Biasanya dia tidak merasa terganggu dengan kondisi matanya, dia hanya akan memakai kacamatanya ketika harus membaca dokumen pekerjaan yang menuntut ketelitian.“Eh, sudah pulang?” kata Brandon seraya melepas kacamatanya ketika mendengar suara Yuna datang.Tanpa adanya kaca yang membatasi, matanya kini terlihat jadi lebih tajam dan memberikan kesan yang berbe
“Hari ini kamu perhatian banget. Mau minta sesuatu, ya?” tanya Brandon.“Nggak! Aku sadar beberapa hari terakhir aku lagi down banget, dan kamu sampai harus repot-repot bawa kerjaan kamu begitu banyak ke rumah. Aku beliin ini buat kamu sebagai bentuk terima kasih saja!”“Oh, begitu?” sahut Brandon.Tatapan mata Brandon yang semula bertengger di wajah Yuna perlahan menurun ke bawah sampai ke lehernya, lalu ke lengannya, dan kemudian ke pergelangan tangannya yang menggantung secara alami di kedua sisi. Brandon mengulurkan jarinya perlahan menggaruk telapak tangan Yuna.“Kamu ngapain, sih?!” seru Yuna merasa geli.“Sebenarnya …. kalau kamu mau berterima kasih sama aku, kamu nggak perlu beliin makanan segala. Masih banyak cara lain.”Yuna, “….”Yuna menelan ludahnya sambil menatap wajah Brandon. Brandon memasukkan jarinya ke sela-sela telapak tangan Yuna dan menggenggamnya erat, lalu menciumnya. Meski Yuna dibuat tak bisa bergerak oleh Brandon, entah mengapa hatinya terasa begitu tenang d
Karena keduanya sudah mencapai kesepakatan bersama, Brandon pun dengan senang hati langsung mengurus semua yang diperlukan untuk acara pernikahan mereka nanti. Alhasil, pekerjaan yang sedang dia periksa tadi langsung dilupakan begitu saja.Semua orang di Suba tahu bahwa CEO Uniasia sudah punya pacar, dan beredar pula rumour bahwa dia sudah bertunangan, hanya saja foto yang waktu itu diambil oleh paparazi secara diam-diam tidak terlalu jelas karena kebetulan posisi tubuh Brandon menutupi wanita tersebut. Yang terlihat hanyalah separuh dari wajah tunangannya, jadi semua orang masih menerka siapa sebenarnya wanita yang berhasil mencuri hati Brandon.Hari itu Sharon baru saja selesai syuting dan bersiap untuk pulang, tiba-tiba asistennya datang memberikan sebuah amplop, “Ini ada kirim tadi.”Melihat apa yang tertulis di amplop tersebut, Sharon pun membalas, “Oke. Hari ini aku masih ada urusan, kamu pulang duluan saja. Nanti aku bisa pulang sendiri.”“Baik,” jawab asistennya. Dia pun merapi
Stella terduduk bersandar ke kaca sambil menatap ke bawah dengan mata dan hati yang kosong. Saat itu Frans sedang ke bawah untuk membelikan barang kebutuhan sehari-hari, makanya Stella bisa duduk di dekat kaca. Jika tidak, Frans tidak akan mengizinkannya.Selama beberapa hari ini Frans terus menemani Stella. Baik itu mengurus prosesi pemakaman, atau membeli barang, atau bahkan hanya untuk beli makan, Frans akan selalu mengikutinya tanpa banyak bicara. Stella sudah terbiasa dengan kehadirannya karena toh Frans juga bermaksud baik.Perasaan Stella benar-benar hancur karena kematian ibunya. Air matanya akan menetes setiap kali memikirkannya lagi, tapi … yang namanya kehidupan tetap harus berjalan!Untuk sementara waktu, kebakaran tersebut ditetapkan sebagai sebuah kecelakaan. Pihak pemerintah masih mengirimkan kompensasi dan subsidi kepada para korban, tapi berapa harga yang harus mereka bayar untuk mengganti kerugian mental Stella akibat kehilangan ibunya?Stella sampai membenci dirinya
“Kamu siapa, sih?” tanya Stella.Sharon tertawa, lalu langsung berjalan menuju sofa dan duduk dengan menyilangkan kakinya. Kemudian, dia mengangkat dagunya dan menatap Stella dengan angkuh, “Kamu nggak perlu tahu siapa aku. Aku datang hari ini cuma untuk ngelihat seperti apa siluman rubah yang bisa buat dia terpikat.”“Setelah aku lihat, ternyata biasa saja.” Sharon memperhatikan Stella dari atas hingga ke bawah, sama sekali tidak berniat menyembunyikan rasa tidak sukanya terhadap Stella.Stella, “....”Apa-apaan ini? Stella merasa semakin dia mendengarkan perkataan perempuan itu, dirinya menjadi semakin bingung.“Terus terang saja, aku sudah ketemu banyak perempuan seperti kamu. Nggak salah sih kalau kamu ingin menikah dengan orang kaya untuk mengubah nasibmu. Tapi salahnya kamu terlalu nggak tahu diri. Kamu benar-benar mengira setelah menikah dengannya, kamu akan jadi nyonya besar? Kamu tahu nggak seperti apa keluarga Setiawan? Kalau perempuan seperti kamu ke sana, kamu hanya akan di
“Sebutkan saja berapa yang aku mau ....” Stella seperti sedang berpikir dengan serius. Kemudian, dia tersenyum dan berkata, “Kalau begitu aku harus pikir baik-baik dulu.”Stella sengaja berlama-lama. Setelah melihat Sharon sudah tidak sabar lagi, dia baru berkata, “Aku juga nggak tahu. Bagaimana kalau kamu saja yang buka harga?”Sharon spontan menyipitkan mata. Sorot matanya jelas sedang memandang rendah Stella. Benar-benar perempuan materialistis. Sharon sungguh tidak mengerti bagaimana Brandon bisa jatuh cinta dengan perempuan seperti itu. Boleh dibilang Brandon sudah melihat banyak perempuan cantik. Kalau Brandon memilih perempuan dari keluarga ternama, setidaknya Sharon merasa rela.Namun, Brandon malah memilih perempuan seperti itu. Bagaimana mungkin Sharon bisa terima?“Satu harga, sepuluh miliar.” Sharon mengerutkan bibir, lalu menyebutkan harga yang dia tawarkan. Dia merasa harga itu sudah cukup untuk menakuti Stella.Seorang perempuan yang menyewa apartemen kecil dan bobrok, b
Sharon spontan berpikir dalam hati. Selama jumlah yang Stella minta masih dalam kisaran yang dia mampu berikan, maka dia akan menyetujui permintaan perempuan itu. Kemudian, Sharon akan mengusirnya secepat mungkin.Ya, lebih baik Sharon juga memintanya untuk menulis bukti kalau dia menyerah dan pergi secara sukarela. Dengan begitu, ada bukti bukan Sharon yang memaksanya pergi, melainkan Stella mengambil uang darinya dan bersedia pergi. Dengan itu pula Sharon bisa membuat Brandon melihat dengan jelas perempuan seperti apa Stella.“Aku yang buka harga?” Stella seketika mengerutkan kening, seperti sedang sangat bimbang. Dia pun berpikir sambil bergumam pelan, “Dua, tiga, empat, lima, enam .... Paling nggak kasih aku 50 atau 60 triliun, deh.”Sharon benar-benar hampir muntah darah dibuatnya. Seandainya dia tidak mendengarnya dengan telinganya sendiri, dia benar-benar tidak akan percaya kalau perempuan itu berani meminta uang sebanyak itu.Enam puluh triliun?! Apakah Stella mengira Sharon me
“Sshh ....” Tergores kuku yang tajam benar-benar menyakitkan. Stella meringis kesakitan. Amarah seketika meluap di dalam hatinya. Terlebih lagi, dia sudah berdiri dengan stabil. Bagaimana mungkin dia membiarkan dirinya merugi begitu saja.Hanya berkelahi saja, siapa takut! Stella pun menggulung lengan bajunya dan mulai menyerang. Dia melihat celah di antara tangan Sharon yang terus mencakar, lalu dia menjambak rambut Sharon dan menariknya dengan kuat.Sharon yang tidak menyangka Stella akan menarik rambutnya langsung berteriak keras. Air mata pun hendak mengalir keluar. Dia pun membentak Stella, “Berani-beraninya kamu tarik rambut aku?!”Jangankan orang lain, orang tuanya saja tidak tega menyakitinya. Dari kecil sampai sekarang, Sharon selalu diperlakukan seperti tuan putri yang selalu dimanjakan.Karena punya latar belakang keluarga yang bagus, sekaligus ada kakak yang selalu melindunginya, tidak ada yang berani mengganggu Sharon sewaktu dia sekolah maupun kuliah. Setelah itu, banyak