“Minta tolong apa? Kamu mau aku datang buat nontonin kamu di atas panggung?”Yuna mengatakannya dengan maksud setengah bercanda, tapi dia benar-benar tidak tahu bantuan apa yang bisa dia berikan.“Kalau ada waktu, jelas aku berharap kamu bisa datang! Tapi bukan itu yang aku minta, ada hal lain.“Apa, tuh?”“Aku mau kamu bikinin parfum buat aku!”“.…” Yuna menatap Lisa dengan sorot mata yang seolah mengatakan ini pasti hanya lelucon. “Kamu bercanda, ya! Papa kamu kan lebih jago kalau soal beginian daripada aku, kenapa malah minta aku yang bikin?”“Haish, sudah aku duga kamu pasti bakal ngomong begini, tapi kenyataannya nggak yang kayak kamu bayangin. Papaku memang lebih jago, tapi dia nggak ngerti sama apa yang aku mau!” ujar Lisa dengan wajah yang terlihat begitu kesulitan.Tidak mengerti apa yang dia mau? Yuna hampir saja tertawa mendengarnya.“Aku lagi serius, kamu tadi sudah mau ketawa, ya?”Walau memiliki tubuh yang seksi, kepribadian Lisa sangat lugu dan menggemaskan, bahkan terka
Permintaan Lisa membuat Yuna tersenyum hangat. Sebenarnya dia sendiri bisa paham apa yang Lisa rasakan. Tidak peduli sedewasa apa anak perempuan, di mata ayahnya mereka selamanya akan menjadi anak kecil. Maka dari itu Will tidak akan membuatkan parfum yang aromanya memberikan kesan dewasa kepada anak perempuannya sendiri.Akan tetapi, Lisa yang merasa dirinya sudah cukup dewasa tentu saja memberontak dan mati-matian membuktikan bahwa dirinya memang sudah besar dan tidak ingin lagi menggunakan parfum untuk anak kecil. Alhasil terjadilah cekcok antara mereka berdua.“Aku ngerti. Sebenarnya aku nggak masalah bikinin parfum buat kamu, tapi … kalau untuk beberapa hari ke depan ini, aku nggak bisa.”“Eh?! Nggak bisa, ya?” ujar Lisa kecewa, “Padahal aku mau pakai pas lagi tampil nanti!”“Beberapa hari ke depan aku bakal sibuk banget, aku beneran ngga ada waktu lagi buat bikinin kamu parfum baru. Sekarang aku lagi handle dua proyek yang sama-sama urgent. Kalau kamu nggak keberatan nunggu, nan
“Shane kasih dia duit, berapa persisnya aku juga kurang tahu. Kayaknya dia juga ada ngomong sesuatu ke Helen, tapi aku juga nggak tahu apa yang mereka omongin. Pokoknya habis itu, Helen menyerah, deh. Tapi habis itu Helen ada ngomong sesuatu ke aku, cuma aku nggak ngerti apa maksudnya.”“Dia ngomong apa ke kamu?”“Dia bilang, kamu harus pikir baik-baik. Jadi ibu tiri orang lain itu nggak gampang. Jangan pikir Shane itu orang yang baik. Kira-kira itu yang dia omongin!”“Kamu … harus mikir baik-baik?”“Bukan aku, tapi kamu!”“Aku?!”“Iya, yang dia maksud itu kamu. Makanya aku juga ngerasa aneh. Kamu juga pernah ketemu sama dia sekali saja, tapi kenapa dia malah ngincar kamu. Dan dari kata-katanya itu, dia pikir kamu ibu tirinya Nathan. Masa dia kira kamu istrinya Nathan?”“..., aku mana tahu!”Kalau bukan karena Lisa yang mengungkit kembali soal Helen, Yuna sudah tidak ingat lagi siapa dia. Lagi pula, hanya Lisa dan Will saja yang masih berhubungan erat dengan Yuna setelah Yuna meninggal
Setelah berpamitan dengan Lisa, Yuna pergi ke toko kue yang paling ternama di kota untuk membeli sekotak kue kering dan dua gelas kopi hangat. Dia menaruhnya di thermal bag agar masih hangat ketika sampai di rumah.Brandon sedang sibuk dengan pekerjaannya di ruang tamu. Kedua kakinya yang panjang bersila, satu tangan sibuk membalik halaman dan satu tangannya lagi sibuk memegang gelas yang sudah kosong. Poni rambutnya terurai ke bawah dan mendarat tepat di bingkai kacamatanya ketika dia menundukkan kepala, yang membuatnya jadi terlihat lebih berkelas. Sebenarnya Brandon tidak menderita rabun jauh, tapi dia memakai kacamata silinder. Biasanya dia tidak merasa terganggu dengan kondisi matanya, dia hanya akan memakai kacamatanya ketika harus membaca dokumen pekerjaan yang menuntut ketelitian.“Eh, sudah pulang?” kata Brandon seraya melepas kacamatanya ketika mendengar suara Yuna datang.Tanpa adanya kaca yang membatasi, matanya kini terlihat jadi lebih tajam dan memberikan kesan yang berbe
“Hari ini kamu perhatian banget. Mau minta sesuatu, ya?” tanya Brandon.“Nggak! Aku sadar beberapa hari terakhir aku lagi down banget, dan kamu sampai harus repot-repot bawa kerjaan kamu begitu banyak ke rumah. Aku beliin ini buat kamu sebagai bentuk terima kasih saja!”“Oh, begitu?” sahut Brandon.Tatapan mata Brandon yang semula bertengger di wajah Yuna perlahan menurun ke bawah sampai ke lehernya, lalu ke lengannya, dan kemudian ke pergelangan tangannya yang menggantung secara alami di kedua sisi. Brandon mengulurkan jarinya perlahan menggaruk telapak tangan Yuna.“Kamu ngapain, sih?!” seru Yuna merasa geli.“Sebenarnya …. kalau kamu mau berterima kasih sama aku, kamu nggak perlu beliin makanan segala. Masih banyak cara lain.”Yuna, “….”Yuna menelan ludahnya sambil menatap wajah Brandon. Brandon memasukkan jarinya ke sela-sela telapak tangan Yuna dan menggenggamnya erat, lalu menciumnya. Meski Yuna dibuat tak bisa bergerak oleh Brandon, entah mengapa hatinya terasa begitu tenang d
Karena keduanya sudah mencapai kesepakatan bersama, Brandon pun dengan senang hati langsung mengurus semua yang diperlukan untuk acara pernikahan mereka nanti. Alhasil, pekerjaan yang sedang dia periksa tadi langsung dilupakan begitu saja.Semua orang di Suba tahu bahwa CEO Uniasia sudah punya pacar, dan beredar pula rumour bahwa dia sudah bertunangan, hanya saja foto yang waktu itu diambil oleh paparazi secara diam-diam tidak terlalu jelas karena kebetulan posisi tubuh Brandon menutupi wanita tersebut. Yang terlihat hanyalah separuh dari wajah tunangannya, jadi semua orang masih menerka siapa sebenarnya wanita yang berhasil mencuri hati Brandon.Hari itu Sharon baru saja selesai syuting dan bersiap untuk pulang, tiba-tiba asistennya datang memberikan sebuah amplop, “Ini ada kirim tadi.”Melihat apa yang tertulis di amplop tersebut, Sharon pun membalas, “Oke. Hari ini aku masih ada urusan, kamu pulang duluan saja. Nanti aku bisa pulang sendiri.”“Baik,” jawab asistennya. Dia pun merapi
Stella terduduk bersandar ke kaca sambil menatap ke bawah dengan mata dan hati yang kosong. Saat itu Frans sedang ke bawah untuk membelikan barang kebutuhan sehari-hari, makanya Stella bisa duduk di dekat kaca. Jika tidak, Frans tidak akan mengizinkannya.Selama beberapa hari ini Frans terus menemani Stella. Baik itu mengurus prosesi pemakaman, atau membeli barang, atau bahkan hanya untuk beli makan, Frans akan selalu mengikutinya tanpa banyak bicara. Stella sudah terbiasa dengan kehadirannya karena toh Frans juga bermaksud baik.Perasaan Stella benar-benar hancur karena kematian ibunya. Air matanya akan menetes setiap kali memikirkannya lagi, tapi … yang namanya kehidupan tetap harus berjalan!Untuk sementara waktu, kebakaran tersebut ditetapkan sebagai sebuah kecelakaan. Pihak pemerintah masih mengirimkan kompensasi dan subsidi kepada para korban, tapi berapa harga yang harus mereka bayar untuk mengganti kerugian mental Stella akibat kehilangan ibunya?Stella sampai membenci dirinya
“Kamu siapa, sih?” tanya Stella.Sharon tertawa, lalu langsung berjalan menuju sofa dan duduk dengan menyilangkan kakinya. Kemudian, dia mengangkat dagunya dan menatap Stella dengan angkuh, “Kamu nggak perlu tahu siapa aku. Aku datang hari ini cuma untuk ngelihat seperti apa siluman rubah yang bisa buat dia terpikat.”“Setelah aku lihat, ternyata biasa saja.” Sharon memperhatikan Stella dari atas hingga ke bawah, sama sekali tidak berniat menyembunyikan rasa tidak sukanya terhadap Stella.Stella, “....”Apa-apaan ini? Stella merasa semakin dia mendengarkan perkataan perempuan itu, dirinya menjadi semakin bingung.“Terus terang saja, aku sudah ketemu banyak perempuan seperti kamu. Nggak salah sih kalau kamu ingin menikah dengan orang kaya untuk mengubah nasibmu. Tapi salahnya kamu terlalu nggak tahu diri. Kamu benar-benar mengira setelah menikah dengannya, kamu akan jadi nyonya besar? Kamu tahu nggak seperti apa keluarga Setiawan? Kalau perempuan seperti kamu ke sana, kamu hanya akan di
“Apa lagi ini?”Dalam berkas yang berisikan surat wasiat tersebut tertulis jelas bahwa sang Ratu mengetahui kesehatannya yang makin menurun dan sudah dekat ajalnya, karena itu selagi masih sadar, sang Ratu dengan sukarela menyerahkan posisinya kepada keturunannya, dan Fred diberikan kepercayaan penuh untuk menjadi penasihat mereka.“Kamu masih berani mengaku nggak mau merebut posisiku?! cucuku usianya baru empat tahun, tahu apa merea? Lagi pula bukannya menurunkan ke anakku, tapi malah langsung ke cucuku. Orang waras pasti sudah tahu apa maksudnya ini.”“Nggak juga, cucu Yang Mulia sangat pintar dan punya bakat untuk jadi penguasa yang baik. Saya cuma bertugas memberi nasihat, tapi pada akhirnya kekuasaan tertinggi tetap jatuh kepada mereka. Terkait masalah pewaris, apa Yang Mulia masih nggak sadar juga seperti apa mereka? Mereka sama sekali nggak cocok untuk jadi penguasa!”“Fred, kenapa baru sekarang aku sadar kalau ternyata ambisimu setinggi itu, ya?”“Bukan, Yang Mulia. Yang Mulia
Ketik sang Ratu tersadar, dia sudah berada di atas kasur. Dia berbaring dengan sangat nyaman ditutupi oleh selimut yang rapi. Di sampingnya ada semacam alat medis yang mengeluarkan suara nyaring. Walau demikian, sang Ratu tidak merasa nyaman.“Fred! Fred!” sahutnya.Mengira tidak akan ada yang datang, tak disangka Fred sendiri yang muncul di hadapannya.“Ada yang bisa dibantu, Yang Mulia?”“Lepasin aku!”“Wah, sayang sekali Yang Mulia, tapi nggak bisa! Eksperimennya sudah mau kita jalankan dua hari lagi. Yang Mulia nggak boleh ke mana-mana sampai dua hari ke depan.”“Eksperimen apaan. Kamu cuma mau membunuhku dan mengambil alih jabatanku, bukan?”“Yang Mulia, saya mana berani melakukan itu. Kalau saya membunuh Yang Mulia, apa saya perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun lab dan semua eksperimen ini? Saya benar-benar berniat baik untuk Yang Mulia, tapi Yang Mulia malah terbuai sama omongan si cewek licik itu dan nggak percaya lagi sama saya. Sayang sekali!” kata Fre
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi