Bahkan Beny pun tidak bisa menutup rasa kagetnya. Meski ini adalah masalah pribadi, bagi mereka yang berasal dari keluarga berada, memiliki pasangan baik itu sekadar pacaran atau pernikahan atas dasar ikatan keluarga, tidak mungkin mereka bisa menutupinya. Terlebih lagi, Brandon adalah sosok pria idaman yang menjadi incaran semua kaum wanita. Jangankan orang biasa, bahkan sesama konglomerat pun berharap bisa menjadikan Brandon sebagai pasangan hidup. Selama ini belum pernah ada rumor tentang kehidupan asmara Brandon. Semua waktu dan tenaga Brandon curahkan untuk karirnya dengan mengembangkan bisnis keluarga, dan tiba-tiba sekarang dia sudah punya tunangan. Yang membuat semua ini lebih mengejutkan adalah fakta itu keluar dari mulutnya sendiri.“Tunangan?!” seru Yohanes terbelalak.“Yohan, nggak sopan kamu!” tegur Beny. Lalu dia menutupi keterkejutannya dan bertanya pada Yuna dengan sikap yang kini jauh lebih segan dibanding sebelumnya, “Ini benar-benar kabar yang nggak disangka-sangka.
Yuna mengulurkan tangan dengan telapak menghadap ke atas. “Di mana ayu yang aku minta?”“..., nggak ada lagi. Sudah aku pakai semuanya sampai habis,” jawab Yohanes.“Bodo amat! Kamu sudah janji bakal kasih aku kayunya. Kalau sudah habis, tanam yang baru sekarang juga. Jadi orang jangan suka ingkar janji, nanti nama baik kamu sendiri yang rusak!”“Buat apa kamu ngotot masih mau kayu itu? Tujuan kamu minta aku buatin patung kayu itu kan untuk hadiah ulang tahun. Sudah aku bikinin, ‘kan? Jadi buat apa lagi kayu itu?”Awalnya Yuna masih berbaik hati berniat menjelaskan apa tujuannya memiliki potongan kayu itu kepada Yohanes, tapi karena sikap Yohanes yang kurang mengenakkan dan malah membuat Yuna naik darah, Yuna hanya berkata, “Bukan urusan kamu! Pokoknya kamu sudah janji sama aku.”Rona wajah Yohanes yang semula putih dalam sekejap memerah, terlihat begitu tak berdaya. Brandon pun maju dan berusaha untuk menenangkan situasi, “Kalau kamu nggak bisa sempa kasih kayunya, biar kami saja yang
Brandon bisa tidur cukup nyenyak di kamar yang telah disediakan untuknya, tapi dia terbangun oleh suara yang berasal dari lantai bawah begitu langit mulai terang. Brandon tidak punya kebiasaan bangun pagi, tapi dia memang mudah terbangun meski hanya mendengar suara kecil. Dia pun turun dari ranjangnya dan melihat ke luar jendela.Sisa-sisa hujan yang membasahi halaman sudah dibersihkan, dan anggota keluarga Tanoto sudah sibuk berlatih di sana. Suhu udara di pagi hari masih terasa dingin, tapi mereka sedang berlari mengelilingi halaman seperti biasa seakan tidak merasakan apa-apa.Brandon langsung membalikkan badan ketika mendengar ketukan di pintu kamarnya, dan dia melihat Yuna sudah berdiri di depan sambil menguap.“Kamu sudah bangun?”“Baru saja melek,” kata Brandon, “Aku mau mandi sebentar, habis itu baru aku turun.”“Oke.”Walau sebenarnya Yuna masih ingin tidur lebih lama, dia tidak bisa tidur di lingkungan seperti ini. Tak lama mereka berdua pun selesai mandi dan turun ke bawah.
Merasa sedikit tidak tenang saat sedang makan, Yuna meletakan alat makannya di atas meja dan berkata, “Aku mau naik lihat Kakek sebentar.”“Oke,” sahut Clinton.Mungkin memang seperti inilah cara keluarga Tanoto berinteraksi satu sama lain, tapi sebagai orang luar, Brandon melihat suatu hal menarik yang berbeda dengan orang kebanyakan. Anggota keluarga Tanoto sekilas memang terlihat dingin terhadap satu sama lain. Meski sudah tidak bertemu selama bertahun-tahun, mereka tidak terlihat ramah ketika akhirnya bisa bertemu lagi. Cara mereka berbicara juga datar seolah berkata datang terserah, tidak datang juga terserah. Namun jika diperhatikan baik-baik, pasti akan sadar bahwa sebenarnya mereka sangat perhatian terhadap hal-hal kecil.Misalnya seperti meski rasa makanan luar biasa tawar, mereka menambahkan sandwich, susu, dan telur agar sarapan terasa lengkap dan bergizi. Porsinya juga pasu untuk setiap orang yang membuktikan kalau mereka memang sudah mempersiapkan dari awal.Contoh lainnya
“Haish! Bukannya nggak bisa tidur, tapi Kakek yang nggak mau tidur. Kamu jangan dengar apa kata Clinton!”Akan tetapi semakin keras Gideon membantah, semakin jelas kalau itulah yang sebenarnya terjadi. Hidup ini Gideon jalani dengan sikap yang keras dan tangguh, mana mungkin dia mengakui begitu saja bawah dirinya sudah tua renta dan sakit-sakitan. Namun, Yuna juga tahu kalau kakeknya gengsian, jadi dia menuruti saja apa kata-katanya.“Iya. Kakek nggak mau tidur, tapi Kakek sendiri yang sering bilang seorang petarung itu harus tahu kapan waktunya istirahat. Sekarang malah Kakek sendiri yang nggak bisa jadi contoh yang baik.”Spontan, Gideon pun tertawa ketika gantian cucunya yang memberikannya nasihat. Yuna sendiri sampai kaget melihat kakeknya yang begitu serius bisa tertawa.“Kamu masih ingat saja sama omongan Kakek.”“Iya, aku masih ingat banget!”Bagaimana mungkin Yuna bisa melupakan ajaran yang dia terima selama bertahun-tahun. Setiap hari dari pagi sampai malam Yuna selalu diinga
“Kek, aku yang dulu terlalu seenaknya. Maaf, ya.”Yuna benar-benar merasa dirinya kurang ajar sudah membuat seisi rumah ribut hanya demi seorang pria yang tidak layak.“Yang namanya masih muda siapa yang nggak gegabah. Yang penting kamu harus ingat kalau rumah ini selamanya bakal jadi keluarga kamu!” kata Gideon, dan seketika dia selesai berbicara, dia terbatuk beberapa kali.Mendengar suara Kakeknya terbatuk, Yuna pun segera berdiri dan berkata degan panik, “Kakek nggak apa-apa? Aku panggil dokter, ya!”“Buat apa panggil dokter segala! Cuma batuk kecil doang, banyak minum air banyak tidur juga sudah sembuh!”Lalu, Gideon mengambil segelas air yang ada di meja samping dan menyesapnya, “Nah, sudah nggak apa-apa, ‘kan? Oh ya, kamu sudah mau pulang? Sekarang Kakek sudah nggak khawatir lagi kamu sendirian di luar, kamu sudah bisa jaga diri sekarang. Kalau kamu kangen rumah, pulang saja kemari. Si Brandon itu orangnya baik, tapi kalau mau menikah, kamu harus lihat baik-baik. Nggak usah buru
Sejak pulang dari kediaman keluarga Tanoto, Brandon menyadari sekarang Yuna jadi makin sibuk. Setiap hari saja dia sudah sibuk bekerja di lab, dan pulang ke rumah pun dia masih bekerja. Awalnya Brandon masih memaklumi hal tersebut, tapi lama kelamaan dia mulai tidak tahan lagi dan bertanya, “Akhir-akhir ini kamu lagi sibuk apa?”Baru sampai di rumah saja Yuna tidak bisa fokus makan dan selalu saja ingin mengurung diri di ruang kerjanya. Beberapa hari yang lalu, Yuna meminta izin pada Bradon untuk dibuatkan ruang kerja pribadi di dekat amar belakang untuk dijadikan lab kecil. Setelah dipikir-pikir kembali, sepertinya itu keputusan yang salah.Rumah adalah rumah, tempat untuk beristirahat. Kalau dibuatkan ruang kerja, apa Yuna akan membawa semua pekerjaannya ke sini untuk dikerjakan di rumah?“Aku lagi ngembangin produk baru!Yuna merasa tidak ada yang salah dengan dibuatnya ruang kerja di rumah. Belakang ini dia memang sangat sibuk, tapi dia tidak merasa ini sesuatu yang buruk. Dari dul
Yang namanya orang tua itu memang keras kepala. Sudah banyak penyakit tapi masih saja tidak mau berobat ke dokter, apalagi orang seperti Gideon yang sudah lama berlatih bela diri dan memiliki tubuh yang kuat. Orang seperti akan lebih tidak percaya dengan dokter.Akan tetapi jika cucu perempuannya sendiri yang membuatkan aromaterapi, seharusnya Gideon akan merasa tidak enak hati jika membuangnya begitu saja.“Aku juga mikir begitu, tapi aku nggak yakin Kakek bakal pakai atau nggak. Tapi apa pun itu, yang penting dicoba saja dulu. Sebenarnya, mau itu aromaterapi atau parfum, setiap peracik pasti punya gaya mereka masing-masing. Kita ambil saja contoh dari lavender sama cendana yang tadi kamu bilang. Dengan bahan dan takaran yang sama persis, efek yang dihasilkan belum tentu sama. Jadi, beda orang yang ngeracik, hasil akhirnya juga pasti beda. Anggap saja ini niat baik dariku. Ini nggak mungkin bisa dibeli di tempat lain.”Sekian lama Yuna pergi meninggalkan rumah membuat dia merasa bersa
“Eh? Yang benar? Kalau begitu aku ….”“Tapi ingat, kamu bebas keluar masuk di dalam gedung, bukan keluar dari tempat ini. Paham? Kalau kamu berani keluar satu langkah saja, aku nggak bisa melindungi kamu!” kata Fred sembari menepuk bahu Rainie dengan ringan.Seketika itu juga hanya dalam sekejap kegirangan Rainie langsung menghilang. Di detik itu dia mengira sudah bisa bebas keluar masuk kedutaan dan mendapatkan kembali kebebasannya. Namun ketika dipikirkan lagi dengan baik, apa yang Fred katakan tidaklah salah. Lagi pula apa untungnya juga Rainie keluar. Dengan kondisi sekarang ini, dia keluar sedikit saja pasti akan langsung ditangkap oleh anak buahnya Brandon atau Edgar.Bicara soal Edgar membuat Rainie teringat dengan lab yang sudah dihancurkan itu, serta kedua orang tua dan juga rumahnya. Rainie sempat berpikir untuk mengunjungi rumahnya semenjak dia bebas dari Brandon. Tetapi dari kejauhan Rainie melihat ada orang yang memindahkan barang-barang di rumahnya. Dan dari omongan orang
Ross melihat ke sana kemari seolah-olah sedang khawatir ada orang yang sewaktu-waktu datang mengejarnya. Rainie yang menyadari perilaku itu segera berkata, “Pak Fred ada pertanyaan untuk Pangeran. Dia pasti berniat baik, jadi tolong Pangeran jawab pertanyaannya dengan baik, ya?”Kemudian, Rainie sekali lagi mengetuk jarinya ke botol. Ross tampak mengernyit dan sedikit kebingungan, tetapi dia lalu mengangguk dan berkata, “Ya!”Rainie berbalik menatap Fred dan mundur ke belakangnya. Sembari menatap Ross dari balik layar ponsel, dia berdeham, “Pangeran Ross, selama perjalanan apa sudah dapat kabar tentang Yang Mulia?”Sudah pasti belum ada, tetapi Fred sengaja bertanya seperti itu kepada Ross. Benar saja, Ross menggelengkan kepala menjawab, “Belum ada. Tapi kurasa karena aku baru pergi satu hari, jadi belum terlalu jauh. Kamu bilang mamaku pergi ke tempatnya suku Maset atau semacamnya, ‘kan? Mungkin perlu beberapa hari baru bisa sampai ke sana.”“Iya, betul. Yang Mulia bilang mau pergi ke
Selagi Rainie sedang berpikir, Fred masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.“Hari ini kamu sudah hubungi dia?”“Sudah, baru saja. Lokasinya sesuai. Aku juga sudah video call, nggak masalah,” jawab Rainie.Dia tidak berani mengatakan kepada Fred kalau dia memiliki kecurigaan terhadap Ross. Dia tidak mau Fred tahu kalau karyanya belum sempurna.“Ok,e coba hubungi dia lagi!”“Eh?”“Kenapa, ada masalah?”“Nggak, tapi tadi baru saja aku telepon. Apa … ada pertanyaan yang mau disampaikan?”“Nggak ada, aku cuma mau ngobrol langsung sama dia sebentar. Nggak boleh?”“... oh, tentu saja boleh.”“Kalau begitu tunggu apa lagi ? Cepat telepon dia lagi!”Rainie pun kembali menghubungi nomor Ross sembari memegang erat botol birnya, berharap semua berjalan lancar sesuai rencana. Telepon sempat berdering beberapa saat sampai akhirnya diangkat oleh ross. Di video call tersebut Ross memakai topi dan kacamata sehingga separuh wajahnya tertutup oleh bayangan objek di sekitarnya.“Tadi kenap
Di malam hari, Ross mengirimkan lokasi GPS-nya kepada Rainie. Tentu saja lokasi itu sudah dipalsukan sesuai dengan rencana perjalanannya semula, mengubah alamat IP, dan mengirimkannya kepada Rainie. Tak lama Rainie menghubunginya dengan video call.Untungnya Brandon sudah bersiaga dengan menyiapkan latar yang meyakinan, jadi ketika Rainie menelepon, Ross hanya perlu berdiri di depan latar dan menerima panggilan Rainie.Ketika panggilan tersambung, Rainie langsung memperhatikan apa yang ada di belakang Ross. “Pangeran, di belakang sana banyak pepohonan lebat. Sudah sampai di pinggir kota?”“Tempatnya agak jauh dan terpencil. Supaya menghindari pengawasan dari pihak berwenang, aku nggak bisa lewat jalan besar,” jawab Ross, kemudian dia gantian bertanya, “Urusan di kedutaan lancar? Fred bisa menanganinya?”“Pak Fred pasti bisa, maaf jadi merepotkan Pangeran,” jawab Rainie.“Nggak apa-apa! Memang ini sudah kewajibanku menjaga keamanan mamaku sendiri.”“Baiklah kalau begitu, Pangeran. Selam
Yuna memiringkan kepalanya sedikit sembari menarik tangan Juan, lalu menatap wajahnya dan berkata dengan penuh amarah, “Kamu dipukuli?!”“Nggak apa-apa!”“Apanya nggak apa-apa! Kamu dipukuli mereka?!”Yuna spontan mengubah posisi duduk, tetapi dia baru saja sadar dari koma dan tubuhnya masih lemah, alhasil napasnya jadi sedikit terengah-engah.“Siapa? Fred?!”“Kamu kira aku nggak bisa menangkis? Kalau aku serius, dia nggak bakal bisa mengenaiku sedikit pun!”“Beraninya dia memukulmu?!”Jelas sekali ucapan Juan sama sekali tidak digubris oleh Yuna. Dia sudah terlanjur diselimuti oleh kemarahan melihat gurunya disakiti oleh orang lain. Mulut Yuna memang sering kali kasar ketika sedang berbicara dengan Juan, tetapi jauh di lubuk hati dia sangat menghormati gurunya. Waktu Yuna berguru dengan Juan memang tidak terlalu lama dan putus nyambung, tetapi dia sudah belajar banyak sekali darinya. Bagi Yuna, Juan adalah senior yang sangat berjasa dalam hidupnya. Yang lebih membuat Yuna marah, di us
“Hus! Amit-amit! Siapa yang ajarin kamu ngomong begitu! Yuna yang aku kenal nggak begini, sejak kapan kamu jadi sentimental!”“Kamu sendiri juga biasanya nggak pernah percaya sama yang begituan. Jadi, kenapa kamu mau datang ke sini?”“Aku … cuma mau lihat saja apa yang terjadi di sini!”Yuna tidak membalas sanggahan Juan dan hanya tersenyum, sampai-sampai membuat Juan panik dan menyangkal, “Oke, oke. Aku datang untuk lihat keadaan kamu, puas?! Kamu nggak tahunya pasti punya tenaga untuk bikin aku marah. Kayaknya kamu sudah sehat, ya.”“Iya, aku sudah mendingan!” kata Yuna, dia lalu hendak mencabut jarum-jarum yang masih tertancap di badannya.”“Eh, jangan bergerak!” seru Juan, emudian dia mencabut jarumnya satu per satu sesuai dengan urutan dia menusuk sambil menggerutu, “Aku dengar kamu tiba-tiba koma. Bikin aku takut saja. Aku juga dengar dia bilang detak jantung kamu hampir berhenti. Biar kutebak, kamu …. Ah, biarlah. Kamu ini, nggak pernah peduli sama badan sendiri. Bisa-bisanya ka
“Tahan dia, dia masih bisa berguna,” kata Fred.“Aku nggak akan pergi dari kamar ini!” Tiba-tiba Juan memberontak dan akhirnya melawan perintah Fred. “Kalau kamu mau aku angkat kaki dari kamar ini, lebih baik bunuh aku saja sekalian!”“Kamu pikir aku nggak berani?”“Terserah kamu saja!”Juan langsung duduk bersila di lantai dan tangannya memeluk ujung kasur dengan erat. Mau diapa-apakan oleh mereka pun Juan tidak akan mau berpindah tempat. Jangan remehkan tubuhnya yang sudah menciut akibat usia, walau begitu pun tenaganya masih lumayan besar sampai ditarik oleh banyak orang pun dia tetap tak berpindah. Namun keributan itu membuat Yuna merasa terganggu.“Pak Tua … hentikan!”Fred melompat kegirangan akhirnya mendengar Yuna sudah bisa bicara. Dia segera meminta mereka untuk berhenti dan berjalan menghampiri Yuna.“Akhirnya kamu bangun juga. Mau ngomong juga kamu sekarang? Yuna, kamu sudah keterlaluan! Kamu pikir dengan bunuh diri, kamu berhasil merusak rencana besarku?”“Aku nggak ngerti
Namun Yuna masih sangat lemah meski jantungnya sudah kembali berdenyut. Dia kelihatan sangat lesu seperti orang yang sedang mengalami depresi berat. Fred pun menyadari itu, dan dia langsung memberi perintah kepada para dokternya, “Hey, cepat periksa dia!”Para dokter itu pun berbondong-bondong datang dan melakukan berbagai macam pemeriksaan, lalu mereka menyimpulkan, “Pak Fred, untuk saat ini dia baik-baik saja. Nggak ada kondisi yang membahayakan, tapi dia masih sangat lemah dan butuh waktu istirahat.”“Perlu berapa lama? Apa dia masih bisa pulih seperti semula?”“Itu … kurang lebih minimal setengah bulan.”“Setengah bulan? Lama banget!”Setengah bulan terlalu lama dan malah mengganggu pekerjaannya. Fred tidak punya cukup kesabaran untuk menunggu selama itu. Namun sekarang tidak ada jalan lain yang lebih baik, mau tidak mau dia harus bersabar. Dia lantas berbalik dan melihat ke arah Juan. Dia mendekatinya dan menarik kerah bajunya seraya berkata, “Hey, tua banga, aku menganggap kamu s
Anak buahnya yang berjaga di luar ruangan juga langsung masuk dan menghentikan Juan begitu mereka mendapat arahan dari Fred. Fred sendiri juga langsung berlari ke kamar itu secepat mungkin, tetapi sayang dia terlambat.Monitor ICU mengeluarkan bunyi nyaring dan garis detak jantung Yuna juga sudah menjadi garis lurus.“Nggak, nggak!” Fred langsung berlari memegang bahu Yuna dan menggoyangkan tubuhnya.“Kamu belum boleh mati! Kamu nggak boleh mati tanpa perintah dariku!”Fred berteriak-teriak seperti orang gila, dan tim medisnya juga masuk melakukan resusitasi jantung, tetapi garis horizontal di monitor ICU tetap tidak berubah, yang berarti Yuna sudah mati.“Nggak mungkin ….”Fred berbalik menatap Juan yang sudah ditahan oleh pengawal dan membentaknya, “Kenapa? Kenapa?! Dia itu muridmu, murid kesayanganmu! Kamu datang ke sini untuk menolong dia, bukan membunuh dia!”Di tengah gempuran emosi yang dahsyat, Fred melayangkan pukulan telak di wajah Juan sampai Juan mengeluarkan darah segar da