“Kamu … siapa?” tanya Lisa kebingungan.Tiba-tiba Valerie memasang tampang seolah mereka adalah teman lama dan tersenyum sambil menepuk bahu Lisa, “Sudah lupa sama teman kamu? Aku Valerie!”Lisa, “….”Yuna, “….”Valerie ini memang paling pandai sok kenal sok dekat! Saat itu mana pernah Valerie dekat dengan Lisa. Lebih tepatnya, waktu masih kuliah Valerie lebih banyak berteman dengan pria, sedangkan untuk teman wanita, dia lihat dulu apakah orang yang ingin berteman dengannya bisa memberikan keuntungan atau tidak. Jika tidak, Valerie tidak akan mau bicara dengan mereka sepatah kata pun.Saat itu pengalaman Yuna dalam bersosialisasi masih sangat minim dan belum tahu betapa jahatnya hati manusia itu. Dia mengira Valerie mau berteman dengannya karena dia adalah orang yang ramah, jadi Yuna pun menganggapnya sebagai teman baik. Namun siapa sangka ternyata itu hanyalah taktik yang sudah Valerie rancang sejak dulu.Sekarang Valerie sengaja sok kenal dengan Lisa pasti karena tahu kalau Lisa ada
Valerie juga buru-buru mengeluarkan ponselnya dan meminta kontak Lisa, “Oh iya, aku juga add kamu, ya.”Sayangnya, sebelum Valerie sempat meminta nomor WhatsApp Lisa, Lisa sudah menyimpan kembali ponselnya dan berkata kepada Yuna, “Yuna, aku pulang dulu, ya. Kalau nggak, nanti papaku nyariin aku lagi. Keep in touch, ya!”“Lisa, aku belum ….”Namun, Liisa sama sekali tidak memedulikan Valerie dan hanya melambaikan tangannya kepada Yuna, lalu berlari ke arah berlawanan secepat kilat. Melihat Lisa yang sudah pergi jauh, Valerie menggenggam ponselnya sekuat tenaga seakan ingin meremas ponselnya sampai hancur.“Silakan saja kalau kamu mau jadiin Lisa sebagai batu loncatan, tapi jangan harap semua orang bisa jadi batu loncatan kamu!” ucap Yuna menyindir.“Aku mau nginjak siapa suka-suka aku, selama aku bisa. Yna, kamu nggak berhak ngomongin aku. Kamu pikir kamu sudah berhasil ngejilat si Will? Apa bedanya kamu sama aku yang ngandalin koneksi buat dapat apa yang kamu mau? Nggak usah sok suci!
“Bu Yuna, biarpun hari ini kita bisa lolos tanpa kena masalah, aku harus ingatkan sesuatu. Kelakuan Bu Yuna hari ini sangat nggak pantas. Asal Bu Yuna tahu, semua jerih payah perusahaan hampir saja sia-sia cuma gara-gara kecerobohan Ibu tadi,” protes Reni selama perjalanan mereka kembali ke hotel.“Memangnya separah itu?” balas Yuna sambil tertawa kecil. Dia tahu kalau Reni orangnya cukup bawel, tapi dia tidak menyangka ternyata Reni sebawel ini.Melihat Yuna yang masih tidak menyadari betapa parahnya situasi mereka tadi, Reni pun jadi semakin serius dan berkata pada Yuna, “Bu Yuna, aku nggak ngerti kenapa di saat kayak begini Ibu masih bisa ketawa. Ibu pikir ini nggak bakal jadi masalah? Untung saja Ibu kenal sama anaknya Pak Will, kalau nggak kenal, gimana? Atau mungkin anaknya Pak Will nggak muncul tadi, atau ternyata dia nggak kenal Bu Yuna datang? Kita harus bersikap lebih tahu diri di negara orang. Pihak panitia memang lalai, tapi kita seharusnya menyampaikan pendapat kita setela
Setelah berguling-guling di atas kasur dengan pikiran yang kalut, akhirnya Yuna tak kuat lagi dan membuka chat-nya dengan Brandon. Di era modern seperti sekarang apa wanita masih harus jual mahal? Kalau memang Yuna yang merindukan Brandon, untuk apa dia harus menahan diri?!Yuna pun mengirimkan pesan singkat sebanyak tiga kata yang berisi “Aku sudah sampai!”Namun apa yang Yuna rasakan setelah mengirim pesan tersebut malah seperti sedang tenggelam di lautan yang sangat dalam. Dia tidak mendapatkan balasan apa pun, bahkan sekadar emoji saja tida ada.Yuna merasa malu menatap tiga kata yang baru dia kirimkan tadi. Padahal dia sudah berinisiatif mengabari Brandon, tapi Brandon hanya mengabaikannya!Di tengah perasaan galaunya itu, tiba-tiba ponsel Yuna berbunyi dan terlihat nama Brandon tampil di layar. Spontan, Yuna pun hendak menekan tombol itu menerima panggilannya, tapi ketika jarinya hampir menyentuh layar, tiba-tiba dia berhenti.Tidak bisa! Kalau Yuna buru-buru mengangkatnya, bukan
“Di dalam koper kamu ada kartu hitam. Kartu itu nggak ada PIN-nya, kamu pakai saja.”Yuna kaget tidak menyangka Brandon akan berkata seperti itu. Dia pun buru-buru bangun dari kasur dan mencari kartu itu di kopernya, dan benar saja, dia menemukan sebuah kartu berwarna hitam dengan garis tipis berwarna keemasan. Dari penampilan kartunya saja, Yuna tahu kalau ini bukan kartu biasa.“Kapan kamu masukkin kartunya ke koperku?” tanya Yuna.“Itu nggak penting, kamu tinggal pakai saja. Jangan terlalu sering keluar. Ingat untuk tidur dan makan yang benar. Kamu harus jaga diri selama aku nggak ada.”Ucapan itu benar-benar membuat Yuna terharu. Dari kecil Yuna selalu dididik untuk mandiri, tapi sekarang dia sudah punya seseorang yang selalu perhatian padanya seperti menanyakan apakah Yuna sudah makan dan sebagainya.“Iya, kamu juga,” balas Yuna, tanpa menyadari suaranya terdengar begitu lemah lembut.“Oh ya, katanya panitia acara ini yang namanya Will bakal datang. Dia agak nyusahin orangnya. Kal
Bahkan Yuna sendiri juga cukup terkejut dengan kejadian yang dia alami sendiri. Teman Yuna bisa dibilang tidak terlalu banyak, tapi bisa-bisanya dia bertemu dengan temannya di negara orang lain, dan ternyata dia memiliki peran yang begitu penting.“Mungkin ini karma baik, anggap saja ini sesuatu yang kamu tuai dari bibit yang kamu tanam dulu.”Apa pun itu, yang jelas sekarang Brandon merasa lega karena dengan adanya hubungan antara Yuna dengan Lisa, seharusnya Will tidak akan terlalu mempersulit Yuna.“Apanya yang karma baik! Justru sekarang masalahku jadi makin rumit. Mau aku menang atau kalah, dua-duanya sama-sama nggak menguntungan.”“Kamu takut?” tanya Brandon sambil memutar kursinya ke belakang. Di hadapannya terdapat sebuah kaca besar yang membentang dari atap sampai lantai. Di balik kaca itu terlihat sebuah pemandangan kota di malam hari yang sangat luas. Waktu sudah mendekati tengah malam, tapi Brandon tidak ada niat untuk pulang ke rumahnya karena dia hanya akan merasa hampa t
Spontan, gadis itu berhenti dan menolehkan senyumannya ke arah Brandon sambil berkata, “Oke, pintunya nggak aku tutup.”Dia pun kembali ke meja dan membuka kantung berisi kotak makan besar yang tadi dia taruh di atas meja.“Kalau sudah fokus kerja, kamu sudah nggak peduli lagi sama yang lain. Aku tahu kamu pasti belum makan, ‘kan?”Seketika melihat segelas kopi yang ada di depan Brandon, dia pun langsung membuang semua isinya dan berkata, “Minum kopi pas perut kosong nggak bagus. Kamu ini, ya, memang nggak bisa jaga diri sendiri!”Di dalam kotak makan yang dia bawa ada nasi beserta lauk pauk yang masih hangat. Tak hanya warna makanannya yang menggugah selera, tapi aromanya juga sangat menggoda.“Aku sudah bikinin iga asam manis kesukaan kamu, terus ada juga ayam suwir, ayo dimakan,” ujar gadis itu dengan wajah yang ramah sembari menyiapkan segala macam peralatan makan di atas meja.“Ini semua kamu yang masak?” tanya Brandon.“Iya, ayo cobain.”“Kamu yang masak?”Brandon mengulangi pert
Sharon tidak pernah menutupi perasaannya bahwa dia menyukai Brandon. Tak peduli sudah ditolak berapa kali, Sharon tidak pernah menyerang menyatakan perasaannya pada Brandon. Di mata Sharon, meski sudah ditolak, sampai sekarang belum ada wanita lain yang dekat dengan Brandon, jadi dia berpikir mungkin Brandon juga tertarik dengannya, tapi Brandon tidak bisa mengungkapkan perasaan dia yang sesungguhnya karena sudah menganggap Sharon seperti adiknya sendiri.Keyakinan itulah yang membuat Sharon terus berjuang. Dia yakin suatu saat nanti Brandon pasti akan tersentuh dengan kegigihannya dan mau menjadi kekasihnya.“Ya sudah. Aku cuma kangen sama kamu karena kita sudah lama nggak ketemu. Kamu jangan galak-galak, ya? Orang sudah bawain makanan buat kamu jauh-jauh. Kalau memang nggak mau ya sudah, tapi nggak usah marahin aku.”Terlihat ada air yang membasahi kedua bola mata Sharon dan bisa menetes kapan saja.“Kamu sudah bukan anak kecil lagi, jadi jangan suka berbuat seenaknya saja. Kamu kan
“Aku?” kata Chermiko. “Nggak, aku cuma merasa itu terlalu aneh! Apa pun yang keluar dari mulut cewek gila itu, aku ….”Kata-kata yang hendak Chermiko katakan tersangkut di lehernya saat ditatap oleh Shane. Tadinya dia mau bilang tidak akan menganggap serius apa pun yang Rainie katakan, tetapi setelah dipikir-pikir, dia juga akan berpikir hal yang sama dengan Shane.“Oke, mau dia benar-benar bisa menghilang atau nggak, selama masih ada kemungkinan itu benar sekecil apa pun, kita harus cari tahu!” kata Brandon. Dia tidak menganggap ini sebagai sesuatu yang patut ditertawakan. Kalau sampai Rainie melarikan diri, maka bahaya terhadap masyarakat akan sangat besar.“Shane, jaga anak-anak!”Brandon pertama-tama langsung menghubungi Edgar agar dia bisa mengerahkan koneksinya untuk mencari Rainie di setiap sudut kota. ***Pintu kamar di mana Ratu sedang tidur siang diketuk sebanyak tiga kali, kemudian pintu itu dibuka begitu saja tanpa seizinnya. Sang Ratu membuka matanya sejenak dan langsung
“Seaneh apa pun ini pasti ada penjelasannya,” kata Brandon. Dia mengamati bantal di atas kasur itu dan menaruhnya kembali, lalu berkata, “Ayo kita keluar dulu sekarang!”Di kamar itu sudah tidak ada orang dan sudah tidak perlu dikunci lagi. Mereka berdua pun satu per satu keluar dan setela mereka kembali ke tempat Shane berada.“Rainie benar-benar menghilang?” tanya Shane.“Iya,” jawab Chermiko menganggu.“Kok bisa? Apa ada orang lain dari organisasi itu yang menolong dia?”“Aku nggak tahu.”Tidak ada satu orang pun di antara mereka yang tahu mengapa Rainie bisa menghilang. Mereka bertiga sama bingungnya karena tidak ada penjelasan yang masuk di akal. Brandon tak banyak bicara, dia mengerutkan keningnya membayangkan kembali ada apa saja yang dia lihat di kamar itu. Dia merasa ada sesuatu yang mengganjal pikirannya, tetapi dia tidak tahu apa itu.Shane, yang entah sedang memikirkan apa, juga tiba-tiba berkata, “Apa mungkin …? Nggak, itu mustahil ….”“Apaan? Apa yang nggak mungkin?” Cher
Chermiko sudah menahannya sebisa mungkin, tetapi suara gemetar bercampur dengan napas terengah-engah tetap saja menakutkan untuk didengar. Saat mendengar itu, Shane langsung terbelalak dan menyahut, “Apa?!”“Rainie … Rainie nggak ada di kamarnya!” kata Chermiko sembari menunjuk ke belakang.“Ngomong yang jelas, kenapa dia bisa nggak ada?” Ucapan ini datang dari belakang, membuat Chermiko kaget dan menoleh, dan menemukan ternyata Brandon sudah ada di belakangnya entah dari kapan.Brandon baru tidur sebentar dan belum lama terbangun. Semua masalah yang mereka alami membuat kualitas tidurnya terganggu. Anak dan istri tidak ada, dan sekarang ditambah lagi dengan sekian banyak masalah serius yang datang tak habis-habis. Bagaimana dia bisa tidur lelap? Apalagi sekarang ada dua bayi yang entah anaknya atau bukan datang membutuhkan penjagaan.Tidur singkat sudah cukup untuk memulihkan energinya, setelah itu Brandon mandi dan mengganti pakaian, lalu turun untuk melihat anak-anaknya, dan ternyat
Chermiko mulai menyadari Shane lagi-lagi terbawa oleh perasaan sedihnya. Dia pun segera melurusan, “Eh … maksudku. Aku cuma nggak menyangka ternyata kamu bisa ngurus anak juga. Kalau aku jadi kamu, aku pasti sudah panik. Tapi kalau dilihat-lihat lagi, dua anak ini mukanya lumayan mirip sama Brandon, ya. Menurut kamu gimana?”Mendengar itu, Shane melirik kedua bayi yang sedang tertidur pulas dan melihat, benar seperti yang tadi Chermiko bilang, bagian kening mereka sedikit mirip dengan Brandon, sedangkan mulut mereka mirip dengan Yuna.“Kelihatannya memang mirip, ya. Tapi kita jangan tertipu dulu. Aku merasa makin lama kita lihat jadi makin mirip. Kalau sekarang aku bilang mereka nggak mirip, apa kamu masih merasa mereka mirip?”Benar juga, andaikan mereka bukan anaknya Brandon, dengan sugesti seperti itu Chermiko percaya saja kalau mereka tidak mirip.“Waduh, aku rasanya kayak lagi berhalusinasi!” ucapnya.“Makanya sekarang kita jangan berpikir mirip atau nggak mirip dulu. Lebih baik k
“Itu normal. Dulu waktu Nathan masih kecil juga aku kayak begini,” kata Shane. “Hampir semalaman penuh kamu nggak mungkin bisa tidur. Begitu kamu taruh mereka, mereka pasti langsung nangis, jadi kamu harus gending mereka terus. Waktu itu tanganku juga sudah mau patah rasanya.”“Kamu gendong anak sendiri? Bukannya pakai pengasuh?!”“Waktu itu aku masih belum sekaya sekarang, istriku nggak mau pakai pengasuh, jadi aku yang gendong.” Shane tidak mau mengingat masa lalunya lagi karena itu hanya akan membuatnya sedih. Shane lalu menghampiri Brandon dan hendak mengambil anak itu dari tangannya. “Sudah pagi, biar aku yang jagain. Kamu istirahat dulu.”“Nggak usah!”“Jangan begini lah! Kalau kamu merasa berutang sama Yuna dan anak-anak kamu, masih ada waktu lain untuk menebus, tapi sekarang kamu harus istirahat! Kalau kamu sampai tumbang, siapa lagi yang bisa jagain mereka, dan siapa yang bisa nolongin Yuna!”Ketika mendengar itu, akhirnya Brandon mengalah dan memberikan kedua anaknya kepada S
Kemampuan medis Yuna tak diragukan membuat Fred kagum kepadanya, tetapi Yuna punya perang yang lebih penting dari itu. Lagi pula sifat Yuna yang sangat keras membuatnya tidak mungkin dijadikan kawan oleh Fred. Dibiarkan hidup juga tidak ada gunanya.“Bagus … bagus sekali!”Setelah memahami apa yang sesungguhnya terjadi, Fred menarik napas panjang dan mengatur kembali emosinya. Dia mengucapkan kata “bagus” berulang kali, dan ini merupakan pelajaran yang sangat berharga baginya. Selama ini selalu dia yang mengerjai orang lain. Tak pernah sekali pun Fred berpikir dirinya tertipu oleh sebuah trik murahan. Bukan berarti Fred bodoh karena tidak menyadari hal itu, hanya saja terlalu banyak hal yang harus dia kerjakan sehingga dia tidak bisa berpikir dengan jernih.“Yuna, kali ini kamu menang! Tapi sayang sekali kamu nggak akan bisa melihat akhir dari semua ini! Sebentar lagi kita sudah mau masuk ke tahap terakhir dari R10. kamu sudah siap?”Fred menyunggingkan seulas senyum yang aneh di waja
“Tadi kamu ada diare lagi?” Yuna bertanya.“Nggak ada,” jawab Fred menggeleng, tetapi dia marah menyadari dirinya malah dengan lugu menjawab pertanyaan yang tidak berkaitan. “Itu nggak ada urusannya! Sekarang juga aku mau obat itu!”“Sudah nggak sakit perut dan nggak diare, rasa mual juga sudah mendingan, ya? Paling cuma pusing sedikit dan kadang kaki terasa lemas. Iya, ‘kan?”Fred tertegun diberikan sederet pertanyaan oleh Yuna, dia pun mengingat lagi apa benar dia mengalami gejala yang sama seperti Yuna sebutkan.“Kayaknya … iya!”Meski sudah berkat kepada dirinya sendiri untuk tidak terbuai oleh omongannya, tetap saja tanpa sadar Fred menjawab dengan jujur. Setelah Fred menjawab, Yuna tidaklagi bertanya dan hanya tersenyum.“Kenapa kamu senyum-senyum?! Aku tanya mana obatnya, kamu malah ….”“Pencernaan kamu sehat-sehat saja, nggak kayak orang yang lagi keracunan!”“Kamu ….”Fred lantas meraba-raba perut dan memukul-mukul dadanya beberapa kali. Dia merasa memang benar sudah jauh lebi
“Gimana caranya aku bisa memastikan kalau anak-anak yang suamiku terima itu benar-benar anakku?”“Hmm? Mau beralasan apa lagi kamu?”“Nggak, aku cuma mau memastikan kalau mereka itu benar anakku, bukan anak orang lain yang dijadikan pengganti.”Sebelumnya Yuna juga sudah berpikir adanya kemungkinan ini terjadi, tetapi ketika melihat Brandon membawa kotak itu dan memeriksa napas anak-anaknya, dia hampir meneteskan air mata. Brandon dikenal sebagai orang yang sangat dingin, tetapi Yuna bisa melihat sewaktu Brandon melakukan itu, jarinya sampai gemetar. Kelihatan sekali selama beberapa hari ini dia juga sangat menderita.Semenjak memutuskan untuk masuk ke tempat ini, Yuna tidak mengira akan terperangkap di sini untuk waktu yang sangat lama, bahkan sampai anak-anaknya lahir. Sudah sebulan penuh sejak kelahiran mereka, tetapi Yuna masih bisa bisa keluar. Bahkan ada kemungkinan dia akan terperangkap di sini untuk seumur hidup.Hidup atau mati sering kali terjadi hanya dalam sekejap mata dan
“Yang perlu kita curigai sekarang adalah kalau anak-anak ini bukan punyaku, berarti mereka siapa? Dan dari mana datangnya mereka? Tapi kalau benar mereka anakku … apa mau mereka?”“Apa mungkin mereka mau menggunakan anak-anakmu untuk mengancammu?” kata Shane. “Atau ….”“Atau apa?”“Nggak, nggak apa-apa! Aku cuma asal ngomong saja.”Mendengar Shane bilang begitu, Brandon juga tidak bertanya lagi lebih dalam. Brandom mengamati raut wajah Chermiko kelihatannya kurang begitu baik. Dia tampak sangat serius dengan kening yang mengerut.“Apa pun keadaannya, anak-anak ini sudah ada di tangan kita. Kita tetap harus merawat mereka dengan baik. Kalian berdua tidur saja dulu, biar aku yang jaga mereka.”“Jangan, kamu sudah kelelahan dari beberapa hari belakangan. Banyak hal yang perlu kamu ambil keputusan langsung, jadi kamu saja yang tidur, biar aku yang jaga!” kata Shane.“Kalian berdua tidur saja. Aku dokter, biar aku yang jaga!” ucap Chermiko.“Sudah, sudah, jangan diperdebatkan lagi! Kemungki